Laju Pertumbuhan Dan Produksi Biomassa Daun Enhalus acoroides Dan Thalassia hemprichii Di Perairan Kampung Bugis Kabupaten Bintan

dokumen-dokumen yang mirip
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Enhalus acoroides PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

3. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Kandungan Nitrat dan Fosfat Pada Kondisi Pasang Terhadap Tutupan Lamun di Perairan Padang Lamun Desa Pengudang Kabupaten Bintan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

STUDI LAJU PERTUMBUHAN LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PANTAI DESA TANJUNG TIRAM KABUPATEN KONAWE SELATAN

Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU

Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

Andi zulfikar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun pada Jenis Enhalus acoroides dan Thallassia hemprichii di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi (MPT) di Padang Lamun di Perairan Teluk Awur dan Pantai Prawean Jepara

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

Zarfen, Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOMASSA DAN KERAPATAN LAMUN BERDASARKAN RASIO N:P PADA SEDIMEN DI PERAIRAN PANTAI TRIKORA KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN HUBUNGAN FOSFAT AIR DAN FOSFAT SEDIMEN TERHADAP PERTUMBUHAN LAMUN Thalassia hemprichii DI PERAIRAN TELUK AWUR DAN PULAU PANJANG JEPARA

JURNAL. KERAPATAN DAN BIOMASSA LAMUN Enhalus acoroides DI PERAIRAN DESA JAGO-JAGO TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Biomass Of Sea grass At Selat Mie Village Coastal Water, Moro District, Karimun Regency, Riau Archipelago ABSTRACT

Nurhapida, Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Beberapa Aspek Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides (Linn. F) Royle di Pulau Barrang Lompo Makassar

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA. Rinta Kusumawati ABSTRAK

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

HUBUNGAN KEBERADAAN DAN KERAPATAN JENIS LAMUN DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DI EKOSISTEM PADANG LAMUN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN. Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

Program Studi Biologi, Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT Manado, * korespondensi:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

BAB III BAHAN DAN METODE

SEBARAN NITRAT DAN FOSFAT DALAM KAITANNYA DENGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

3. METODOLOGI PENELITAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009)

Transkripsi:

Laju Pertumbuhan Dan Produksi Biomassa Daun Enhalus acoroides Dan Thalassia hemprichii Di Perairan Kampung Bugis Kabupaten Bintan Dina Septilia Riyani 1, Febrianti Lestari, Tri Apriadi dinaseptiliariyani@gmail.com 1 Manajemen Sumberdaya Perairan, Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan produksi biomassa daun lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii yang dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2017 di perairan Kampung Bugis, Kabupaten Bintan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak menggunakan software archgis 10.3. Metode untuk laju pertumbuhan lamun dengan metode pemangkasan daun lamun dengan memilih daun lamun yang dikira usia sedang. Untuk biomassa daun lamun, pemangkasan daun awal sebagai biomassa alami dan biomassa akhir setelah 60 hari. Laju pertumbuhan daun lamun Enhalus acoroides setelah 60 hari sebesar 0,964 cm/hari dan Thalassia hemprichii sebesar 0,191 cm/hari. Biomassa daun lamun Enhalus acoroides yang tertinggi pada saat pengambilan akhir sebesar 11,92 gbk/m 2 dan Thalassia hemprichii sebesar 3,50 gbk/m 2. Dari hasil analisis regresi dan korelasi dapat diketahui bahwa Nitrat menunjukkan nilai positif dengan pertumbuhan lamun jenis Enhalus acoroides dengan tingkat hubungan rendah dan jenis Thalassia hemprichii dengan Fosfat dan DO menunjukkan nilai positif dengan tingkat hubungan rendah. Kata kunci: Bintan, Biomassa, Enhalus acoroides, Pertumbuhan, Thalassia hemprichii. 1

PENDAHULUAN Perairan Kampung Bugis merupakan salah satu wilayah pesisir yang terletak di daerah. Kelurahan Tanjung Uban Utara di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Dari beberapa ekosistem laut yang dimiliki perairan Kampung Bugis salah satunya adalah padang lamun. Padang lamun secara ekologi berperan penting dalam menunjang kehidupam dan perkembangan biota yang hidup di laut dangkal (Asriyana & Yuliana 2012). Beberapa biota akuatik hidup bergantung pada padang lamun, baik sementara maupun sepanjang hidup yang merupakan habitat, daerah pemijahan, daerah pengasuhan, tempat mencari makan dan daerah pembesaran biota. Menurut Azkab (1988) ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Kondisi padang lamun berpengaruh terhadap biota biota tersebut. Jika ekosistem lamun dalam kondisi baik, maka kehidupan biota-biota tersebut akan optimal. Berdasarkan hasil praktik lapang Riyani (2017) jenis lamun yang mendominasi di Perairan Kampung Bugis yaitu Enhaluss acoroides dan Thalassia hemprichii. Salah satu aspek biologi yang sangat berperan dan mempunyai keterkaikan erat dengan produktivitas lamun adalah pertumbuhan lamun. Laju pertumbuhan yang tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi. Daun lamun merupakan bagian yang lebih cepat mengalami pertumbuhan dibandingkan dengan rhizoma, maka pengukuran biomassa lamun dapat dijadikan pendekatan dalam perkiraan produksi biomassa secara keseluruhan. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka saat ini belum ada penelitian terkait laju pertumbuhan dan produksi biomassa lamun di perairan Kampung Bugis. Dengan demikian, dilakukan penelitian mengenai laju pertumbuhan dan produksi biomassa daun lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii di perairan Kampung Bugis. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari 2017-Januari 2018. Berlokasi di Perairan Kampung Bugis. Pengukuran laju pertumbuhan daun dilakukan di lapangan, sedangkan sampel daun lamun untuk biomassa, sampel kualitas air dan substrat dilakukan analisis di Laboraturium FIKP UMRAH dan analisis konsentrasi Nitrat dan Fosfat dilakukan di BPBL Batam. B. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Multitester, Current meter, Turbidymeter, Handfaktometer, Kolorimeter, Spekrofotometer, GPS, Timbangan analitik, Plot 1 m x 1 m, Sieve net, Oven, Plot 1 x 1 m, Jangka Sorong, Botol sampel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Asam sulfat (H 2 SO 4 ). C. Prosedur Penelitian 2

1. Penentuan Titik Sampling Penentuan titik sampling dilakukan dengan metode random sampling, dengan menggunakan software visual sampling plan dengan Ar.Gis 10.3 citra google eart 2016. Wilayah penelitian di bagi 31 titik di sepanjang perairan Kampung Bugis. Gambar 1. Peta lokasi penelitian 2. Pengolahan Data Pengambilan data di lokasi perairan Kampung Bugis meliputi kerapatan lamun, pengambilan daun lamun, dan parameter fisika, kimia, dan substrat yang di jelaskan sebagai berikut: a. Kerapatan Lamun Pengamatan kerapatan lamun dilakukan dengan meletakkan plot 1x1m pada titik sampling yang telah ditentukan. Kemudian hitung jumlah tegakan jenis lamun E. acoroides dan T. hemprichii di dalam petakan plot. Kemudian dimasukkan ke dalam rumus perhitungan kerapatan lamun (English et al, 1997): Ki = Keterangan: Ki = Kerapatan jenis ni = Jumlah total tegakan A = Luas total area pengambilan sampel b. Pengambilan Contoh Daun Lamun Pengambilan data pengukuran pertumbuhan daun lamun menggunakan metode penandaan, yaitu dengan cara mengguntinng atau memangkas daun lamun Zieman (1974), (Erftermeijer et al, 1993). Memangkas daun lamun dengan memilih daun 3

yang berusia sedang (tidak tua, tidak muda) 1 tegakan lamun jenis E. acoroides dan T. hemprichii dalam plot. Pemotongan atau pemangkasan dilakukan dengan jarak 1 cm dari seludang daun lamun dan diberi tanda dengan kabel ties pada rhizoma lamun tersebut pada tiap titik sampling. Supriadi et al (2006), Jangka hidup daun lamun diamati bersamaan pertumbuhan. Jangka hidup daun lamun merupakan lama waktu yang dihitung sejak penandaan suatu daun sampai setelah waktu yang di tentukan (60 hari). Setelah data daun lamun didapatkan kemudian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Supriadi et al, 2006): P = Keterangan: P = Pertumbuhan Panjang (cm) P t = Panjang akhir daun (cm) P 0 = Panjang awal daun (cm) t = Waktu (hari) Pengambilan data biomassa daun lamun dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 2 kali. Pertama, pada saat penandaan daun lamun sebagai berat awal (berat alami). Kemudian, pada saat setelah 60 sebagai berat akhir. Kemudian sampel yang sudah di dapat di masukan ke dalam oven (65 o C) selama 48 jam hingga sampel lamun benar-benar kering. Sampel lamun yang telah kering diletakkan di atas almunium foil dan ditimbang menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,01. Produksi biomassa daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus (Brower 1989 dalam Zulfikar 2016). P = W x D Keterangan: P = Produksi biomassa lamun (gbk/m 2 ) W = Berat lamun setelah pengeringan (g) D = Kerapatan lamun (ind/m 2 ) c. Parameter Kualitas Perairan Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada saat pasang di 31 titik pengamatan lamun. Adapun parameter yang diukur yaitu: suhu, kecepatan arus, kekeruhan, DO, ph, salinitas, nitrat, fosfat, jenis substrat dan BOT. Pengukuran dilakukan sebagai data penunjang untuk melihat kondisi Perairan Kampung Bugis. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada awal penelitian dan akhir penelitian (60 hari). D. Analisis Data Analisis data yang digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan produksi biomassa daun lamun E. acoroidesdan T. hemprichii adalah analisis statistik deskriptif. Sedangkan, hubungan antar pertumbuhan daun lamun dengan kandungan nutrien (nitrat, fosfat, BOT) dan DO menggunakan analisis regresi berganda dengan bantuan SPSS versi 21. 4

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Wilayah Perairan Kampung Bugis adalah salah satu daerah di Kelurahan Tanjung Uban Utara, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan. Kelurahan Tanjung Uban Utara sendiri terdiri dari Kampung Bugis dan Kampung Sakera dengan luas wilayah ± 4558 Km 2, berada pada ketinggian 4 m di atas permukaan laut, memiliki topografi pantai yang landai dengan panjang pantai ± 500 m dengan curah hujan berkisar 200 mm/tahun. Secara administratif Kampung Bugis memiliki batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Laut China Selatan, Sebelah Selatan : Kelurahan Tanjung Uban Selatan, Sebelah Barat : Kelurahan Tanjung Uban Kota, Sebelah Timur : Desa Sebong Pereh dan Desa Lancang Kuning B. Kerapatan Lamun Kerapatan lamun digambarkan dengan satuan ind/m 2 yaitu dengan menghitung total tegakan jenis lamun E. acoroides dan T. hemprichii dan membandingkan dengan luasan area yang disampling. Kerapatan jenis lamun di perairan Kampung Bugis dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kerapatan jenis lamun di perairan Kampung Bugis Berdasarkan hasil perhitungan nilai kerapatan lamun yang dilakukan, diperoleh hasil yaitu jenis lamun T. hemprichii memiliki kerapatan tertinggi yang mencapai 36,29 ind/m² dibandingkan jenis lamun E. acoroides dengan nilai 28,10 ind/m². Hasil ini dikarenakan menurut hasil penelitian Ballesteros et al. (2007), pada jenis lamun E. acoroides menunjukkan bahwa alga merah Lophocladialallemandii yang tumbuh sebagai epifit pada lamun Posidonia oceanica dapat mengurangi kerapatan lamun, biomassa daun lamun, dan tingkat kelangsungan hidup lamun tersebut.nilai kerapatan lamun mengacu pada skala kondisi padang lamun menurutbraun Blanquet, nilai kerapatan jenis lamun yang berkisar 25-75 ind/m² termasuk kategori jarang (Haris & Gosari, 2012). Nilai kerapatan yang rendah dipengaruhi oleh kondisi substrat yang cenderung kasar yaitu dengan tipikal berpasir (Tabel 2). Umumnya kerapatan lamun paling tinggi adalah tipikal substrat halus yang lebih banyak mengandung bahan nutrien. Bahan nutrien dimanfaatkan oleh lamun untuk tumbuh. Tipikal substrat agak 5

kasar maupun kasar kurang mengandung nutrien bagi lamun. Hal ini sesuai dengan hasil analisis tipe substrat perairan Kampung Bugis yaitu memiliki tipe substrat berpasir. C. Laju Pertumbuhan Daun Lamun Laju pertumbuhan daun lamun jenis E. acoroides dan T. hemprichiidi perairan Kampung Bugis per 15 hari pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Laju Pertumbuhan Lamun Per 15 Hari Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa laju pertumbuhan daun lamun mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hasil pengukuran diperoleh ratarata laju pertumbuhan daun lamun jenis E. acoroides adalah 0,694 cm/hari. Nilai tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan penelitian Azkab dan Kiswara (1994) di Teluk Kuta, Lombok Selatan yaitu berkisar 0,647 cm/hari. Hal ini diduga karena daerah Kampung Bugis memiliki pantai yang landai, dengan tipe substrat berpasir yang memungkian untuk tempat tumbuh dan berkembang terutama jenis E.acoroides hampir dijumpai di semua tipe substrat, juga memiliki nilai kekeruhan yang rendah (Tabel 2), sehingga cahaya masih menembus ke dalam laut untuk lamun melakukan proses fotosintesis dan kandungan nitrat yang cukup tinggi (Tabel 2) yang memengaruhi pertumbuhan daun lamun di perairan Kampung Bugis. Dan pada jenis lamun T. hemprichii memiliki nilai rata-rata sebesar 0,191 cm/hari, lebih rendah bila di bandingkan dengan penelitian Azkab dan Kiswara (1994) di Teluk Kuta, Lombok Selatan, yang kecepatan pertumbuhannya sebesar 0,406 cm/hari. Hasil analisis data yang di dapati adalah nilai rata-rata laju pertumbuhan jenis lamun E.acoroides lebih tinggi dari jenis T. hemprichii. Perbedaan kecepatan pertumbuhan daun lamun baik terhadap jenis yang sama maupun jenis yang berbeda dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisiologi dan metabolisme, secara faktor eksternal, seperti zat-zat hara (nutrient) dan tingkat kesuburan perairan, (Kordi 2011). Hal ini didukung oleh pendapat Lanuru (2011), Lamun jenis E. acoroides memiliki daun yang lebih tebal, lebar dan panjang, sehingga memiliki ruang fotosintesa yang lebih besar per individunya dibandingkan jenis lamun T.hemprichii yang memiliki panjang daun hingga 1 meter. 6

D. Produksi Biomassa Daun Lamun Biomassa adalah hasil perhitungan berat kering daun E.acoroides dan T.hemprichii pada persatuan luasan pengamatan (m 2 ). Nilai rata-rata biomassa kedua jenis lamun dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Produksi Daun Lamun No Jenis Lamun Jenis Pengambilan Biomassa Alami (gbk/m 2 ) 1 Enhalus acoroides 10,71 11,19 2 Thalassia hemprichii 2,92 3,50 Biomassa 60 hari (gbk/m 2 ) Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa jenis lamun E.acoroides memiliki nilai ratarata sebesar 11,19 gbk/m 2 lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-rata berat biomasa daun T.hemprichii 3,50gbk/m 2 di perairan Kampung Bugis. Hasil dari pengukuran rata -rata biomasa daun kedua jenis lamun sama-sama menunjukkan berat biomasa lamun setelah 60 hari lebih besar dari pada berat biomasa alami. Hal ini dikarena kan penggunaan metode penandaan sampel yaitu dengan cara menggunting atau memangkas daun lamun (Zieman et al. 1974), yang memilih daun yang dikira berumur sedang, yang diduga kurang dari 60 hari. Hal yang sama dinyatakan penelitian Irawan (2017), di perairan bagian utara dan timur pulau Bintan mengatakan bahwa morfologi E.acoroides dengan daunnya yang lebar dan panjang menyebabkan lebih banyak biomassa yang dapat disimpan. Menurut Irawan (2017), dalam perhitungan stok karbon teramati bahwa padang lamun yang kerapatannya lebih tinggi tidak berarti memiliki standing stock atau biomassa yang lebih tinggi juga. Hal ini karena adanya perbedaan morfologi daun tiap jenis lamun yang dapat memengaruhi kerapatannya.lamun berukuran besar seperti E. acoroides memiliki biomassa yang besar untuk pertegakanya, sehingga walaupun kerapatannya rendah kandungan biomassanya tinggi. Sebaliknya lamun yang berukuran lebih kecil memiliki biomassa yang rendah untuk pertegakanya, sehingga walaupun kerapatanya lebih tinggi, kandungan biomassanya lebih rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di perairan Kampung Bugis jenis lamun yang berukuran besar E.acoroides memiliki nilai biomassa lebih besar dari jenis lamun berukuran kecil T. hemprichii. E. Parameter Kualitas Perairan Kondisi lingkungan perairan memengaruhi kehidupan lamun baik secara langsung maupun tidak langsung. Sejumlah parameter lingkungan perairan menggambarkan kualitas perairan yang dapat mendukung keberadaan lamun.hasil pengukuran parameter lingkungan perairan disajikan dalam Tabel 2. 7

Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Perairan Kampung Bugis No. Parameter Satuan Hasil Rata Rata Baku Mutu* Awal Akhir Fisika 1 Suhu ( C) 28,50 ± 0,5 28,62 ± 0,4 28 30 2 Kecepatan Arus (m/s) 0,17 ± 0,09 0,12 ± 0,07-3 Kekeruhan (NTU) 0,38 ± 0,39 0,93 ± 1,06 < 5 Kimia 4 DO mg/l 6,4 ± 0,5 7,0 ± 0,3 >5 5 ph - 7,76 ± 0,09 7,95 ± 0,18 7 8,5 6 Salinitas ( 0 / 00 ) 32 ± 1 33 ± 1 33 34 7 Nitrat mg/l 2,803 ± 0,42 0,067 ± 0,14 0,008 8 Fosfat Mg/L 0,010 ± 0,013 0,034 ± 0,079 0,015 Substrat 9 Tipe Substrat - Berpasir 10 BOT (%) 11,04 ± 4,33 13,24 ± 6,96 - Sumber data:data Penelitian (2017) *KEPMEN LH No 51 Tahun 2004 Lampiran III Bedasarkan Tabel di atas diketahui hasil pengukuran suhu di perairan Kampung Bugis pada area lamun sebesar 29 C. Dengan besar kecepatan arus ratarata sebesar 0,15 m/s. Nilai kekeruhan sebesar 0,7 NTU. Kandungan salinitas sebesar 33 0 / 00. Nilai DO secara keseluruhan dengan rata-rata 6,7 mg/l. Nilai derajat keasaman (ph) nilai rata-rata awal sebesar 7,75 dan nilai rata-rata ph akhir sebesar 7,95. Kandungan kadar nitrat sebesar 1,737 mg/l. Kandungan kadar fosfat sebesar dengan rata-rata 0,022 mg/l. Hasil analisis tipe substrat di perairan Kampung Bugis adalah tipe substrat berpasir dengan fraksi sand sebanyak 86,7%, gravel 13,3%. Dan Kandungan BOT (Bahan Organik Terlarut) nilai rata-rata sebesar 12,14%. F. Hubungan Nitrat, Fosfat, BOT, DO terhadap Laju Pertumbuhan Daun Lamun Pertumbuhan lamun di perairan di pengaruhi oleh parameter kualiatas air seperti Nitrat, Fosfat, BOT, dan oksigen terlarut (DO). Untuk melihat hubungan antara parameter dengan laju pertumbuhan dengan kedua jenis lamun dapat menggunakan persamaan regresi linear berganda, Sedangkan untuk melihat keeratan hubungan antar parameter terhadap jenis lamun dengan melihat nilai koefesien korelasi. Regrasi dan korelasi nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju pertumbuhan lamun E. acoroides di jelaskan pada model regresi berikut: Y = 0,373 0,028 X 1 + 0,169 X 2 0,001 X 3 0,033 X 4 Keterangan: Y = variabel terikat (Laju pertumbuhan E. acoroides) X = varibel bebas (X 1 = nitrat, X 2 = fosfat, X 3 = BOT, X 4 = DO) 8

Nilai koefisien dan korelasi nitrat terhadap laju pertumbuhan E. acoroides (r = -0,028) menunjukkan korelasi negatif dengan tingkat hubungan rendah sehingga diduga peningkatan nilai nitrat dapat menurunkan laju pertumbuhan E. acoroides. Nilai koefisien fosfat terhadap laju pertumbuhan E. acoroides (r = 0,169) menunjukkan nilai positif, maka dapat diduga setiap peningkatan fosfat dapat memengaruhi peningkatan laju pertumbuhan E. acoroides. Nilai koefisien BOT terhadap laju pertumbuhan E. acoroides (-0,001) menunjukkan nilai negatif, maka dapat diduga setiap peningkatan BOT dapat memengaruhi penurunan laju pertumbuhan E. acoroides. Nilai koefisien DO terhadap laju pertumbuhan E. acoroides (-0,033) menunjukan nilai negatif, maka dapat diduga setiap peningkatan BOT dapat memengaruhi penurunan laju pertumbuhan E. acoroides. Besarnya pengaruh nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju pertumbuhan lamun E. acoroides yaitu sebesar 0,394 dengan tingkat hubungan rendah yang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan lamun E. acoroides dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini diduga karena wilayah lokasi penelitian merupakan perairan laut terbuka, sehingga tidak terkontrol yang memengaruhi pertumbuhan lamun. Regresi dan korelasi nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju pertumbuhan lamun T. hemprichii di jelaskan pada model regresi berikut: Y = -0,022 + 0,006 X 1-0,041 X 2 0,0000899 X 3 + 0,004 X 4 Keterangan: Y = variabel terikat (Laju pertumbuhan T. hemprichii) X = varibel bebas (X 1 = nitrat, X 2 = fosfat, X 3 = BOT, X 4 = DO) Nilai koefisien dan korelasi nitrat terhadap laju pertumbuhan T. hemprichii (r = 0,006) menunjukkan korelasi positif dengan tingkat hubungan rendah sehingga diduga peningkatan nilai nitrat dapat menurunkan laju pertumbuhan T. hemprichii. Nilai koefisien fosfat terhadap laju pertumbuhan T. hemprichii (- 0,041) menunjukkan nilai negatif, maka dapat diduga setiap penurunan fosfat dapat memengaruhi peningkatan laju pertumbuhan T. hemprichii. Nilai koefisien BOT terhadap laju pertumbuhan T. hemprichii (-0,0000899) menunjukan nilai negatif, maka dapat diduga setiap peningkatan BOT dapat memengaruhi penurunan laju pertumbuhan T. hemprichii. Nilai koefisien DO terhadap laju pertumbuhan T. hemprichiii (0,004) menunjukan nilai positif, maka dapat diduga setiap peningkatan DO dapat memengaruhi peningkatan laju pertumbuhan T. hemprichii namun. Besarnya pengaruh nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju pertumbuhan lamun T.hemprichii yaitu sebesar 0,251 dengan tingkat hubungan rendah yang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan lamun T.hemprichii dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini diduga karena wilayah lokasi penelitian merupakan perairan laut lepas, sehingga tidak terkontrol yang memengaruhi pertumbuhan lamun. G. Aspek Pengelolaan Berdasarkan hasil penelitian laju pertumbuhan antara jenis lamun E. acoroides dan T. hemprichii di perairan Kampung Bugis adalah terdapat adanya perbedaan yang membuktikan jenis lamun E. acoroides lebih cepat tumbuh dan menghasilkan produksi biomassa daun lamun lebih besar dari jenis lamun T. 9

hemprichii. Kandungan nutrien (nitrat, fosfat, BOT) di perairan Kampung Bugis tergolong mesotrofik. Agar perairan tidak mengalami eutrofik maka perlu untuk dilakukan pengelolaan yaitu dengan melibatkan tiga pelaku utama: pemerintah, masyarakat pesisir, dan peneliti. Peningkatan pemahaman dengan cara sosialisasi mengenai penting menjaga kestabilan lingkungan perairan agar keberlangsungan kebaikan perairan tetap tergaja sehingga memberikan manfaat kembali ke pada masyarakat. Pemanfaatan padang lamun di perairan Kampung Bugis cukup tinggi, diantaranya kegiatan masyarakat seperti berkarang mencari biota ekonomis, memasang bubu dan nelayan mencari ikan di kawasan tersebut. Dari kegiatan tersebut dapat mengkawatirkan keberadaan lamun. Salah satu upaya untuk menjaga keberadaan padang lamun tetap ada, dengan cara transplantasi lamun di perairan Kampung Bugis. Berdasarkan kajian penelitian yang diperoleh dari dua jenis lamun yang dominan di perairan Kampung Bugis, jenis E. acoroides lebih cocok untuk dilakukan tranplantasi lamun di perairan Kampung Bugis.Selain cepat tumbuh, jenis lamun ini mampu hidup di berbagai tipe substrat sehingga adaptasinya tinggi dan juga banyak manfaat untuk memecah ombak agar tidak terjadi abrasi di sepanjang pantai perairan Kampung Bugis. KESIMPULAN A. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Laju pertumbuhan daun jenis lamun Enhalus acoroides lebih tinggi dari pada pertumbuhan daun lamun Thalassia hemprichii. 2. Produksi biomassa daun lamun alami dan biomassa setelah 60 harijenis lamun Enhalus acoroides lebih besar dari pada jenis lamun Thalassia hemprichii. 3. Hubungan laju pertumbuhan daun lamun jenis Enhalus acoroides dengan nitrat menunjukkan nilai positif dengan tingkat hubungan rendah dan jenis Thalassia hemprichii dengan fosfat dan DO menunjukkan nilai positif dengan tingkat hubungan rendah. B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kajian mengenai laju pertumbuhan dan produksi biomassa tidak hanya diukur dari dimensi panjang saja, tetapi perlu di ukur dari dimensi lebar, dimensi bobot daun lamun dan tingkat kerentanan lamun agar data penelitian selanjutnya lebih rinci dan akurat. DAFTAR PUSTAKA Alie, K. 2010. Pertumbuhan dan Biomassa Lamun Thalassia hemprichii di Perairan Pulau Bone Batang, Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Sains MIPA 16 (2): 105-110. Asriyana.,Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta. 10

Azkab, M. H. 1987. Peranan Lamun di Perairan Laut Dangkal. Oseana 11(1): 12-23. Azkab, M. H. 1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di Pari Pulau Seribu Teluk Jakarta: Biologi, Budidaya, Oseanografi, Geologi dan Perairan. Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta. Azkab, M. H., Wawan Kiswara. 1994. Pertumbuhan dan Produksi Lamun di Teluk Kuta, Lombok Selatan. Lembaga Ilmu Kelautan Pengetahuan Indonesia 1(1) 36-37. Azkab. M. H. 1999. Pedoman Iventarisasi Lamun. Oseana 24(1): 1-16. Azkab, M. H., Hutomo M.2000. Struktur dan Fungsi pada Komunitas Lamun. Oseanografi 25(3): 9-17. Ballesteros, E., E. Cebrian., Alcoverro. T. 2007. Mortality of shoots of Posi Posidonia oceanica following meadow invasion by the red alga Lophocladia lallemandii. Botanica Marina 50(1):8-13. Christon., O. S. D., Noir, P. P. 2012. Pengaruh Tinggi Pasang Surut Terhadap Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun Enhalus acoroides di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta. Ilmu Kelautan dan Perikanan 1(3): 287-294. Erftermeijer.1994. Differences in Nutrient Concentration and Resources between Seagress Comunities on Carbonateand Terigenous Sediments in South Sulawesi, Indonesia.Marine Sciene 5(4) :403-419 English, S., Wilkinson, C.,Baker, V. 1997. Survey Manual of Tropical Marine Resources 2 nd Edition. Townsville: Australia Institute of Marine Science. Gosari, B. J. A., Haris. A. 2012. Studi Kerapatan dan Penutupan Lamun di Kepulauan Spermonde. Ilmu Kelautan dan Perikanan 22(3): 156-162. Irawan, A. 2017. Potensi Cadangan dan Serapan Karbon oleh Padang Lamun di bagian Utara dan Timur Pulau Bintan. LIPI 2(3): 1-79. Kiswara, W. 1992.Vegetasi Lamun (seagrass) di rataan terumbu Pulau Pari, Pulau-Pulau Seribu Jakarta. Oseanologi di Indonesia 25:31-49. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51. 2004. Baku Mutu AirLaut untuk Biota untuk Air Laut. Kordi, K. G. 2011. Ekosistem Lamun (seagrass) fungsi, potensi pengelolaan. Rineka Cipta: Jakarta. 11

Lanuru, M. 2011. Bottom Sediment Characteristics Affecting the Success of Seagrass (Enhalus acoroides) Transplantation in the Westcoast of South Sulawesi (Indonesia).3rd International Conference on Chemical, Biological and Environmental Engineering. IACSIT Singapore. 20. Mustafa, A. 2015. Kandungan Nitrat dan Fosfat Sebagai Faktor Tingkat Kesuburan Perairan Pantai. DISPOTEK 6(1):1-8. Rahman, A. A., Nur, A., I., Ramli, M. 2016. Studi Laju Pertumbuhan Lamun (Enhalus acoroides) di Perairan Pantai Desa Tanjung Tiram Kabupaten Konawe Selatan. Ilmu Kelautan dan Perikanan 1(1): 10-16. Riniatsih, I. 2016. Distribusi Jenis Lamun Dihubungkan Dengan Sebaran Nutrien Perairan di Padang Lamun Teluk Awur Jepara.Kelautan Tropis 19(2):101-107. Sakey. W. F., Wagey. B. T., Gerung. S. 2015. Variasi Morfometrik Pada Beberapa Lamun di Perairan Semenanjung Minahasa. Pesisir dan Laut Tropis 1(1):1-8. Simon, P., Hairati, A., Malik S. Abdul. 2015. Zat Hara (Fosfat, Nitrat), Oksigen Terlarut dan ph Kaitannya Dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau Buru.Pesisirdan Laut 1(1):1-9. Supradi., Soedarma, D., Kaswadji, R. F. 2006. Beberapa Aspek Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides (Linn.F) Royle di Pulau Barang Lompo Makassar.Biosfera 23(1): 1-8. Supriyadi, I. H., Kuriandewa, T.E., 2008. Seagrass Distribution at Small Islands: Derawan Archipelago, East Kalimantan Province, Indonesia. Oseanologi danlimnologi34(1):83-99. Tangke, U. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi, dan Rehabilitasi). UMMU-Ternate.Ilmiah Agribisnis dan Perikanan 3(1):1-9. Tasabaramo. I. A., Kawaroe. M., Rappeo. R. A., 2015. Laju Pertumbuhan Penutupan, dan Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus acoroides yang ditansplantasi Secara Monospesies dan Mulitispesies. 7(2):757-770. Ulqodry, T. Z., Yulisman., Syahdan. M., Santoso. 2010. Karaketeristik dari Sebaran Nitrat, Fosfat dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. Penelitian Sanis 13(1): 35-41. Vatria, B. 2010. Berbagai Kegiatan Manusia yang Dapat Menyebabkan Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai Serta Dampak Yang Ditimbulkannya. Ilmu Kelautan dan Perikanan 9(1): 47-54. 12

Wangkanusa, M.S., Kondoy. K. F., Rondonuwu. A. B. 2017. Identifikasi Kerapatan dan Karakter Morfometrik Lamun Enhalus acoroides pada Substrat yang Berbeda di Pantai Tongkeina Kota Manado. Ilmiah Platax 5(2):1-8. Wicaksono, S.G., Widianingsih. dan S.T. Hartati. 2012. Struktur Vegetasi dan Kerapatan Jenis Lamun di Perairan Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara. Marine Research 1(2): 1-7. Zieman, J.C., N.G Wetzed. 1974. Productivity in Seagress: Methods and Rates in Handbook of Seagress Biology: an ecosystem perspective (R.C. Phillips and C.P. McRoy eds.) Garland Publ.Inc. New York.: 87-115. Zulfia, N., Aisyah. 2011. Status Trofik Perairan Rawa Pening Ditinjau Dari Kandungan Unsur Hara (NO 3 dan PO 4 ) Serta Klorofil-a. Bawal 5(3 ): 189-199. Zulfikar. A., Hartoko., Hendrarto. 2016. Distribusi Dan Kandungan Karbon Pada Lamun (Enhalus Acoroides) Di Pulau Kemujan Taman Nasional Karimunjawa Berdasarkan Citra Satelit Distribution And Carbon Biomass Of Seagrass (Enhalus Acoroides) In Kemujan Island Karimunjawa NationalPark Based On Satellite. Mquares 5(4): 165-172 13