BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

dokumen-dokumen yang mirip
PERILAKU PENCEGAHAN SERVISITIS DENGAN PEMERIKSAAN SKRINING DI KELURAHAN KALIBANTENG KULON LEBDOSARI SEMARANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker leher rahim (kanker serviks) masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. awal (Nadia, 2009). Keterlambatan diagnosa ini akan memperburuk status

BAB I PENDAHULUAN. pada negara-negara berkembang yang lain. Kanker leher rahim merupakan. Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2008 Kota Semarang

No. Responden: B. Data Khusus Responden

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut WHO kanker leher rahim (serviks) merupakan jenis kanker

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan 18. Infeksi ini

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization

Promotif, Vol.7 No.1, Juli 2017 Hal 51-59

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI SMA N 1 GEYER KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut. Sukaca (2009, p.25) menyatakan, kanker leher rahim (Kanker Serviks)

BAB 1 : PENDAHULUAN. daerah leher rahim atau mulut rahim, yang merupakan bagian yang terendah dari

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan manusia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB I PENDAHULUAN. Human Papilloma Virus (HPV). HPV ini ditularkan melalui hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. kanker yang paling tinggi di kalangan perempuan adalah kanker serviks. yang paling beresiko menyebabkan kematian.

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka kematian karena kanker ini. sebanyak jiwa per tahun (Emilia, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala (asimtomatik) terutama pada wanita, sehingga. mempersulit pemberantasan dan pengendalian penyakit ini 1

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu untuk periode 5 tahun sebelum survey ( )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kanker serviks dan

BAB I PENDAHULUAN kematian per tahun pada tahun Di seluruh dunia rasio mortalitas

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MELALUI METODE PAP SMEAR PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN DENGAN PELAKSANAAN DETEKSI DINI KANKER SERVIK MELALUI IVA. Mimatun Nasihah* Sifia Lorna B** ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KUESIONER. Data Pribadi. 2. Pekerjaan :... 3.Pendidikan formal terakhir : a. Tidak sekolah. b. SD/sederajat. c. SLTP/sederajat. d.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit kanker dengan 70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Salah satu

Oleh : Duwi Basuki, Ayu Agustina Puspitasari STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto

BAB I PENDAHULUAN. paling sering terjadi pada kisaran umur antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu penyakit yang dianggap sebagai masalah besar

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu mulai berkembang dan pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Karibia, Sub-Sahara

BAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker yang menempati peringkat teratas diantara berbagai penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. di dunia. Berdasarkan data Internasional Agency For Research on Cancer

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan (Manuaba, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. diteliti (Sutana dan Sudrajat, 2001). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross

BAB I PENDAHULUAN. yang menyangkut kesehatan reproduksi ini, salah satunya adalah kanker

1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB 1 PENDAHULAN. kanker serviks (Cervical cancer) atau kanker leher rahim sudah tidak asing lagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan kesehatan dunia World Health Organizationmemperkirakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kanker serviks dengan cara inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi asam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan diseluruh dunia hamil.

Jurnal Siklus Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 p-issn :

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Servisitis merupakan infeksi pada serviks uteri sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat atau infeksi karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular didapat secara seksual dapat menyebabkan servisitis (Brooker, 2008 : 214). Jika serviks sudah terinfeksi maka akan mempermudah pula terjadinya infeksi pada alat genitalia yang lebih tinggi lagi seperti uterus, tuba atau bahkan sampai ke ovarium dan karena itu fungsi genitalia sebagai alat reproduksi bisa terganggu atau bahkan tidak bisa difungsikan (Fauziyah, 2012 : 105). Servisitis disebabkan oleh infeksi menular seksual (IMS), jamur, dan bakteri (Morgan & Hamilton,2009 : 250). Pada beberapa penyakit kelamin, seperti gonore, sifilis, ulkus mole dan granuloma inguinal, dan pada tuberculosis, dapat ditemukan radang pada serviks (Prawirohardjo, 2010 ). Faktor risiko untuk terkena antara lain berganti-ganti pasangan seksual, merokok, human papilloma virus ( HPV) atau HIV ( Sinclair,2010 : 553). 1

2 Penyakit servisitis masuk dalam golongan penyakit infeksi menular seksual (IMS). Infeksi menular seksual berupa masalah kesehatan umum yang bermakna di sebagian besar negara seluruh dunia. Angka kejadian IMS diperkirakan cukup tinggi di banyak negara dan kegagalan untuk melakukan diagnosis serta pengolahan pada stadium awal dapat menyebabkan komplikasi dan gejala sisa yang serius (Prawirohardjo, 2005 : 291). Menurut WHO tahun 1999 diperkirakan 340 juta orang terinfeksi oleh IMS diantaranya, termasuk gonorea (62 juta), Klamidia (92 juta), sifilis (12 juta), dan trikomoniasis (174 juta) (Prawirohardjo, 2005 : 292). Berdasarkan laporan Rumah Sakit Kota Semarang tahun 2011 terdapat 5 jenis IMS yang meningkat jumlah kasusnya, yaitu Candidiasis dari 297 menjadi 333 kasus, Condyloma acuminata dari 98 menjadi 126 kasus, Non Gonococcal Urethritis (NGU) dari 19 menjadi 33 kasus, Herpes genitalis dari 23 menjadi 52 kasus dan Trichomonas urethralis dari tidak ada kasus menjadi 7 kasus. (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2011). Menurut data hasil jumlah grafik penderita IMS yang berobat di rumah sakit kota semarang dari tahun 2005 sampai 2010 angka kejadian Servisitis berada pada peringkat pertama sekitar 5111 jiwa, Candidiasis 1147 jiwa, Bacteri vaginalis 1058 jiwa, Condyloma 591 jiwa, Herpes simplex 473 jiwa, Gonore 403 jiwa, Trichomonas vaginalis 112 jiwa, Non Gonococcal Urethritis (NGU) 66 jiwa,

3 Sypilis 29 jiwa, Penyakit radang panggul 24 jiwa, Buboinguinal 10 jiwa, Clamadia 5 jiwa dan Cancroid 3 jiwa (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010 ). Berdasarkan klinik IMS di Kota semarang kasus IMS untuk 3 Klinik IMS terjadi penurunan kunjungan kasus IMS pada Bulan Desember jika dibandingkan dengan Bulan Januari. Klinik IMS Griya ASA turun sebesar 13% dari 43% menjadi 30%, Klinik IMS Puskesmas Mangkang turun 3% dari 22% menjadi 19%. Sedangkan di Klinik IMS Puskesmas Lebdosari turun 27% dari 41% menjadi 14% (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010). Sebagian besar penderita IMS berdasarkan laporan rumah sakit kota semarang adalah perempuan, hal ini disebabkan karena perempuan mempunyai risiko lebih besar untuk terkena IMS dibanding dengan laki-laki. Sedangkan menurut golongan umur kasus terbanyak pada umur 21-30 tahun, hal tersebut dapat dimungkinkan karena aktivitas seksual pada kelompok umur tersebut cukup tinggi (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2011). Berdasarkan dari beberapa macam penyakit IMS yang ditemukan di Kota Semarang, Puskesmas Lebdosari memiliki angka kejadian servisitis tertinggi yang terdapat di Kelurahan Kalibanteng Kulon. Angka kejadian servisitis umumnya dialami pada wanita usia subur. Pada tahun 2012 angka kejadian servisitis pada wanita usia subur ( usia 20-35 tahun) sebanyak 356 jiwa (66,9 %)

4 sedangkan pada tahun 2013 angka kejadian servisitis semakin meningkat. Pada bulan Maret sampai April ditemukan kasus servisitis 24,24 % dari 532 Wanita Usia Subur sekitar 129 orang yang terdeteksi. Kecenderungan meningkatnya servisitis di Kelurahan Kalibanteng Kulon Lebdosari Semarang karena pengaruh dari individu wanita usia subur. Mereka beranggapan servisitis merupakan hal biasa yang terjadi pada wanita usia subur (usia 20 35 tahun) (Puskesmas Lebdosari Semarang,2013). Wanita usia subur adalah wanita yang usia baik untuk kehamilan berkisar 20 35 tahun. Pada usia tersebut alat reproduksi wanita telah berkembang dan berfungsi secara maksimal, begitu juga faktor kejiwaannya sehingga mengurangi berbagai resiko ketika hamil (Gunawan,2010:81). Perjalanan penyakit ini bisa ditangkap lewat skrining (KOMPAS,2010). Pemeriksaan skrining bukan diagnosis pasti penyakit melainkan deteksi dini, sehingga apabila menderita penyakit dapat dilakukan pencegahan agar tidak muncul manifestasi klinis atau bila sudah muncul manifestasi klinis dapat ditangani secara dini (Adnyana, 2012). Tujuan skrining untuk mendapatkan keadaan penyakit dalam keadaan dini untuk memperbaiki prognosis, karena pengobatan dilakukan sebelum penyakit mempunyai manifestasi klinis (Rajab, 2009 : 157).

5 Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 Wanita Usia Subur ( usia 20 35 tahun ) berdasarkan hasil wawancara tanggal 15 april 2013 di Kelurahan Kalibanteng Kulon Lebdosari Semarang didapatkan bahwa responden mengerti tentang macam-macam infeksi menular seksual karena pihak Puskesmas Lebdosari Semarang sering mengadakan penyuluhan di klinik Puskesmas Lebdosari. Dibuktikan dengan, wanita usia subur paham mengenai servisitis. Dari 10 responden 6 diantaranya mengerti tentang cara pencegahan servisitis dan 4 responden lainnya tidak mengetahui cara pencegahan servisitis dan tidak melakukan pencegahan servisitis karena sedikitnya kesadaran dari diri sendiri dan tidak adanya keluhan pada alat kelamin. Pada wanita usia subur (usia 20-35 tahun) yang mengerti cara pencegahan servisitis, mereka melakukan perilaku pencegahan servisitis dengan pemeriksaan skrining. Pemeriksaan skrining ini di lakukan berdasarkan dari kemauan diri sendiri dan ajakan dari temen-temen. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan antara Sikap Wanita Usia Subur ( usia 20 35 tahun ) Terhadap Perilaku Pencegahan Servisitis dengan Pemeriksaan Skrining di Kelurahan Kalibanteng Kulon Lebdosari Semarang Tahun 2013.

6 B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka didapat perumusan masalah sebagai berikut : adakah hubungan antara sikap wanita usia subur ( usia 20 35 tahun ) terhadap perilaku pencegahan servisitis dengan pemeriksaan skrining di Kelurahan Kalibanteng Kulon Lebdosari Semarang tahun 2013? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara sikap wanita usia subur ( usia 20 35 tahun ) terhadap perilaku pencegahan servisitis dengan pemeriksaan skrining di Kelurahan Kalibanteng Kulon Lebdosari Semarang 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik responden umur dan pendidikan wanita usia subur ( usia 20 35 tahun ) terhadap servisitis di Kelurahan Kalibanteng Kulon Lebdosari Semarang. b. Mendeskripsikan sikap wanita usia subur ( usia 20 35 tahun) terhadap servisitis di Kelurahan Kalibanteng Kulon Lebdosari Semarang. c. Mendeskripsikan perilaku pencegahan servisitis pada wanita usia subur ( usia 20 35 tahun) dengan pemeriksaan skrining di Kelurahan Kalibanteng Kulon Lebdosari Semarang.

7 d. Menganalisis hubungan antara sikap wanita usia subur ( usia 20 35 tahun) terhadap perilaku pencegahan servisitis dengan pemeriksaan skrining di Kelurahan Kalibanteng Kulon Lebdosari Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis a. Bagi peneliti Sebagai media untuk menambah, pengalaman serta penerapan ilmu dan teori yang telah diperoleh selama pendidikan perkuliahan terutama tentang sikap wanita usia subur ( usia 20 35 tahun) terhadap perilaku pencegahan servisitis dengan pemeriksaan skrining. b. Bagi institusi kesehatan Penelitian ini dapat digunakan sebagai literature ilmiah dalam bidang kebidanan terutama dalam hal sikap wanita usia subur ( usia 20 35 tahun) terhadap perilaku pencegahan servisitis dengan pemeriksaan skrining. c. Bagi tenaga kesehatan Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi bagi tenaga kesehatan dalam upaya meningkatkan kesehatan pada wanita usia subur ( usia 20 35 tahun) dalam pencegahan servisitis dengan pemeriksaan skrining.

8 d. Bagi klien / masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,, dan informasi bagi masyarakat khususnya wanita usia subur ( usia 20 35 tahun) yang telah berhubungan seksual aktif untuk secara rutin melakukan pemeriksaan skrening lebih awal. 2. Manfaat teori Sebagai sumber informasi untuk pengembangan bahan ajar dalam perkuliahan dan bahan acuan pengembangan penelitian.

9 E. Keaslian Penelitian Table 1.1 Keaslian penelitian No Judul, Nama, Tahun Sasaran Variabel Metode Penelitian Hasil 1 Hubungan pasangan usia subur (PUS) dengan pemeriksaaan diri deteksi dini kanker leher rahim dengan metode inspeksi visual asam asetat (IVA) dikelurahan penggaron lor kota semarang Menik Purnama Sari 2011 Pasangan usia subur yang berusia 30-49 tahun variabel bebas: PUS tentang IVA variabel terikat: pemeriksaan diri dengan IVA Jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional sebagian besar 36 (42,9%) PUS memiliki kurang dan 54 (64,3%) PUS tidak memeriksakan diri deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA. Ada hubungan antara PUS dengan pemeriksaan diri deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA (value = 0,05) 2 Hubungan tingkat tentang infeksi menular seksual dengan perilaku seks pra nikah mahasiswa (studi padaprogram studi DIII kebidanan semarang) Ari Lestari 2009 Mahasiswa DIII kebidanan semarang tahun 2009 Variabel bebas : tentang IMS Variabel terikat : perilaku seks pra nikah Jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional Sebagian besar responden memiliki baik tentang IMS sebesar 61 (65,6%) sedangkan responden yang memiliki kurang sebesar 5 (5,4%). Tidak ada hubungan antara tingkat tentang IMS dengan perilaku seks pra nikah (value=0,05)

10 No Judul, Nama, Tahun 3 Gambaran umur, pendidikan dan tentang perilaku pencegahan IMS pada wanita PSK di lokalisasi sunan kuning semarang Rahayu setianingsih 2010 Sasaran Variabel Metode Penelitian WPS dilokalisasi sunan kuning semarang Variabel bebas : umur WPS, pendidikan WPS, IMS Varibel terikat : perilaku pencegahan IMS Jenis penelitian deskriftip dengan pendekatan cross sectional Hasil Berdasarkan karakteristik umur responden sebagian besar adalah dewasa muda (89,9%), pendidikan responden sebagian besar tamat SMP (50,6%), tentang IMS sebagian besar ber cukup (49,4%) sedangkan ber baik hanya 39,3% dan perilaku pencegahan IMS sudah baik yaitu 95,5% responden. Perbedaan penelitian dahulu dengan penelitian ini adalah pada variabel bebas dan variabel terikat. Pada penelitian ini variabel bebas berupa sikap Wanita Usia Subur (usia 20 35 tahun) terhadap servisitis dan variabel terikat perilaku pencegahan servisitis pada Wanita Usia Subur (usia 20 35 tahun ) dengan pemeriksaan skrining.