BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Acne Vulgaris 1. Definisi Acne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustula, nodus, dan kista pada tempat predileksinya (Wasitaatmadja, 2010). Tempat predileksinya yaitu pada kelenjar sebasea berukuran besar, seperti wajah, dada, dan punggung bagian atas (Tjekyan, 2008). Akne sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu acme yang berarti sebuah titik (Brown & Burns, 2005). 2. Epidemiologi Jerawat atau acne biasanya dimulai pada usia pubertas, hal tersebut menandakan bahwa terjadi kenaikan produksi hormon seks. Acne yang terjadi pada usia 8 sampai 12 tahun adalah masa awal terjadinya jerawat dengan hanya terdiri atas komedo, yang sering terjadi di dahi dan juga pipi. Tetapi hanya ringan saja, dengan sesekali adanya inflamasi papul. Pada usia pertengahan remaja, lesi yang timbul berupa papul, dan nodul yang bias juga timbul dengan penyabaran ke sisi yang lainnya (James, 2005).
Pada seorang gadis, acne vulgaris dapat terjadi pada saat premenarke. Setelah masa remaja, kejadian acne vulgaris ini berangsung berkurang. Namun kadang-kadang, terutama pada wanita, acne vulgaris menetap sampai usia 30-an atau bahkan lebih. Meskipun pada pria umumnya acne vulgaris lebih cepat berkurang, namun gejala acne vulgaris lebih berat biasa terjadi pada pria (Wasitaatmadja, 2010). Acne vulgaris biasanya dimulai ketika pubertas, yaitu pada anak perempuan antara usia 12-14 tahun, dan pada anak laki-laki antara 14-16 tahun, serta terkadang dapat terjadi lebih awal (Kubba et al, 2009). 3. Etiologi Etiologi pasti timbulnya acne vulgaris sampai saat ini belum diketahui secara jelas. Tetapi sudah pasti disebabkan oleh multifaktorial, baik yang berasal dari luar (eksogen) maupun dari dalam (endogen) (Hartadi, 1992). Beberapa faktor tersebut adalah : a. Genetik Acne vulgaris kemungkinan adalah penyakit genetik, apabila orang tua mempunyai bekas acne maka besar kemungkinan anaknya akan mengalami acne vulgaris. Hasil penelitian di Inggris menunjukkan bahwa 81% populasi acne adalah saudara kembar (Bataille et al, 2002). b. Hormonal Endokrin
Faktor hormonal berperan terhadap timbulnya acne vulgaris. Pengaruh hormon sebotropik asal kelenjar hipofisis dapat merangsang perkembangan kelenjar sebaseus. Produksi sebum yang meningkat dipengaruhi oleh hormon androgen. Hormon gonadotropin dan hormon adrenokortikosteroid, Mempengaruhi secara tidak langsung masing-masing lewat testis, ovarii dan kelenjar adrenal serta hormon-hormon ini merangsang kegiatan kelenjar sebasea sehingga memperberat keadaan akne (Fulton, 2010). c. Psikis Terjadinya stress psikis yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebaseae, baik secara langsung atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis (Wasitaatmadja, 2010). d. Makanan Terdapat makanan tertentu yang memperberat acne vulgaris. Makanan tersebut antara lain adalah makanan tinggi lemak (gorengan, kacang, susu, keju, dan sejenisnya), makanan tinggi karbohidrat (makanan manis, coklat, dll), alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi yodium (garam). Lemak dalam makanan dapat mempertinggi kadar komposisi sebum (Cuncliffe, 2007). e. Kosmetika
Kebiasaan berganti-ganti kosmetik mempengaruhi kejadian akne vulgaris. Biasanya, yang menyebabkan timbulnya acne vulgaris adalah kosmetik pembersih dan dekoratif. Jenis kosmetik perawatan seperti pelembab, krim penahan sinar matahari, dan krim malam juga dapat menyebabkan timbulnya akne vulgaris (Tjekyan, 2008). f. Iklim Pada orang-orang tertentu lingkungan panas dan lembab dapat mencetuskan acne dan memperparah lesi (Harahap, 2007). 4. Patogenesis Ada 4 faktor yang berhubungan dengan terjadinya acne vulgaris, yaitu : a. Meningkatnya produksi sebum Peningkatan sebum yang meningkat menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi acne. Pituitari akan menstimuli adrenal dan gonad untuk memproduksi estrogen dan androgen yang mempunyai efek langsung terhadap unit pilosebaseus. Stimulasi hormon androgen mengakibatkan pembesaran kelenjar sebasea dan peningkatan produksi sebum pada penderita acne vulgaris. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
hormon androgen atau oleh hiperesponsif kelenjar sebasea terhadap androgen dalam keadaan normal (Zanglein et al, 2008). Acne juga mungkin berhubungan dengan perubahan komposisi lemak. Sebum yang bersifat komedogenik tersusun dari campuran skualen, lilin (wax), ester dari sterol, kolesterol, lipid polar, dan trigliserid (Plewig et al, 1993). b. Hiperkeratinisasi dari duktus pilosebaseus Terdapat perubahan pola keratinisasi folikel sebasea, sehingga menyebabkan stratum korneum bagian dalam dari duktus pilosebseus menjadi lebih tebal dan lebih melekat hingga akhinya akan menimbulkan sumbatan pada saluran folikuler (Zanglein et al, 2008). Sekali saja aliran sebum ke permukan dihambat oleh komedo, P.acnes akan menghasilkan lipase yang mengubah sebum trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam-asam ini bila dikombinasikan dengan bakteri akan menghasilkan respon peradangan pada dermis (Stawiski, 2006). c. Kolonisasi mikroorganisme di dalam folikel sebaseus Peran mikroorganisme penting dalam perkembangan akne. Dalam hal ini mikroorganisme yang mungkin berperan adalah Propionilbacterium acnes, Staphylococcus epidermidis
dan Pityrosporum ovale. Mikroorganisme tersebut berperan pada kemotaktik inflamasi serta pada pembentukan enzim lipolitik pengubah fraksi lipid sebum. P. Acnes menghasilkan komponen aktif seperti lipase, protease, hialuronidase, dan faktor kemotaktik yang menyebabkan inflamasi. Lipase berperan dalam mengidrolisis trigliserida sebum menjadi asam lemak bebas yang berperan dalam menimbulkan hiperkeratosis, retensi, dan pembentukan mikrokomedo (Zanglein, 2008). Adanya sebore pada pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah Corynebactirium acnes, tetapi tidak ada hubungannya antara jumlah bakteri pada permukaan kulit atau dalam saluran polisebasea dengan derajat hebatnya acne (Plewig, 1993). d. Adanya proses inflamasi Propionilbacteriuum acnes mempunyai faktor kemotaktik yang menarik leukosit polimorfonuklear kedalam lumen komedo. Jika leukosit polimorfonuklear memfagosit P. acnes dan mengeluarkan enzim hidrolisis, maka akan menimbulkan kerusakan dinding folikuler dan menyebabkan ruptur sehingga isi folikel (lipid dan komponen keratin) masuk
dalam dermis sehingga mengakibatkan terjadinya proses inflamasi (Zanglein, 2008). 5. Bentuk Lesi Acne Vulgaris a. Komedo Komedo adalah gejala patognomonik bagi acne, berupa papul miliar yang di tengahnya mengandung sumbatan sebum (Wasitaatmadja, 2010). Komedo dibagi menjadi dua, yaitu : 1) Komedo terbuka (kepala hitam) Komedo terbuka adalah folikel rambut yang tertutup dan melebar, tetapi tidak jelas apa penyebab bercak-bercak hitam yang khas tersebut. Lesi peradangan yang telah sembuh akan meninggalkan banyak bintik hitam, terutama pada bahu dan tubuh bagian atas. 2) Komedo tertutup Komedo tertutup berupa papula yang sangat kecil dengan titik atau penonjolan di tengah. Lesi ini paling banyak terdapat di dahi dan pipi. b. Papula dan Pustula
Papula dan pustula dikenal baik sebagai bintik-bintik kecil berwarna merah atau pustula dengan dasar yang kemerahan. Keluhannya adalah adanya rasa gatal atau sampai terasa sakit sekali (Brown & Burns, 2005). c. Nodul dan Kista Dengan makin bertambah parahnya keadaan dan semakin bertambah dalamnya peradangan, maka makin besarlah lesi yang dapat dilihat dan diraba, yang berakibat pada terbentuknya nodul dan kista yang sangat dalam (Brown & Burns, 2005). d. Jaringan Parut Perjalanan akhir dari proses peradangan pada acne adalah terbentuknya jaringan parut (Brown & Burns, 2005). Pada saatnya, pustula dan kista akan pecah, mengering dan sembuh. Papula dan kista yang lebih dalam akan meninggalkan parut permanen, sedangkan pada acne ringan akan sembuh tanpa jaringan parut (Stawiski, 2006). 6. Klasifikasi Terdapat beberapa macam klasifikasi acne vulgaris untuk menentukan berat ringannya penyakit, antara lain (Wasitaatmadja, 2010) : a. Menurut Pillsbury (1963) :
1) Komedo hanya terdapat di wajah 2) Komedo, papul, pustul dan peradangan dalam pada wajah 3) Komedo, papul, pustul dan peradangan yang lebih dalam pada wajah, dada dan punggung 4) Acne kongoblongata b. Menurut Frank (1970) : 1) Acne komedonal non-inflamatoar 2) Acne komedoal inflamatoar 3) Acne popular 4) Acne papulo pustular 5) Acne agak berat 6) Acne berat 7) Acne nodulo kistik/kongoblongata c. Menurut Plewig dan Kligman (1975) : 1) Acne komedoal Dapat dibagi menjadi : Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV : < 10 komedo pada satu wajah : 10-24 komedo pada satu sisi wajah : 25-50 komedo pada satu sisi wajah : > 50 komedo pada satu sisi wajah 2) Acne papulopustul
Dapt dibagi menjadi : Tingkat I : < 10 lesi papulopustul pada satu sisi wajah Tingkat II : 10-20 lesi papulopustul pada satu sisi wajah Tingkat III : 21-30 lesi papulopustul pada satu sisi wajah Tingkat IV : > 30 lesi papulopustul pada satu sisi wajah 3) Konglobata Merupakan akne yang berat. Lesi nodulokistik yang bertambah dalam peradangannya sehingga bertambah besar lesi yang dapat dilihat dan diraba. Pada penyembuhannya meninggalkan lubang yang dalam dan jaringan parut (Brown & Burns, 2005). d. Klasifikasi dari Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai berikut : 1) Ringan, apabila : a. Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi b. Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi c. Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi
2) Sedang, apabila : a. Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi b. Bebrapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi c. Bebrapa lesi beradang pada 1 predileksi d. Beberapa lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi 3) Berat, apabila : a. Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi b. Banyak lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi B. Kosmetik 1. Definisi Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmetikos yang berarti ketrampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sebagai berikut : Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan,
melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono, 2007). Sedangkan definisi kosmetik menurut Keputusan Kepala Badan POM No.HK.00.05.4.1745 Tahun 2003, adalah sebagai berikut : Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (ULPK BPOM,2011). 2. Penggolongan Kosmetik a. Penggolongan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI berdasarkan kegunaan dan lokalisasi pemakaian pada tubuh, kosmetika digolongkan menjadi 13 golonganyaitu (Tranggono, 2007) : 1. Preparat untuk bayi; minyak bayi, bedak bayi, dan lainlain. 2. Preparat untuk mandi; minyak mandi, bath capsules, dan lain-lain. 3. Preparat untuk mata; maskara, eye shadow, dan lainlain.
4. Preparat wangi-wangian; parfum, toilet water dan lainlain. 5. Preparat untuk rambut; cat rambut, hairspray, pengeriting rambut dan lain-lain. 6. Preparat pewarna rambut; cat rambut, hairbleach, dan lain-lain. 7. Preparat make up (kecuali mata); lipstik, rouge, bedak muka dan lain-lain. 8. Preparat untuk kebersihan mulut; mouth washes, pasta gigi, breath freshener dan lain-lain. 9. Preparat untuk kebersihan badan; deodoran, feminism hygiene spray dan lain-lain. 10. Preparat kuku; cat kuku, krem dan lotion kuku, dan lain-lain. 11. Preparat cukur; sabun cukur, after shave lotion, dan lain-lain. 12. Preparat perawatan kulit; pembersih, pelernbab, pelindung dan lain-lain. 13. Preparat untuk suntan dan sunscreen; suntan gel, sunscreen foundation dan lainlain. b. Penggolongan kosmetika menurut Nater YP et al berdasarkan kegunaannya yaitu (Tranggono, 2007) :
1. Higiene tubuh : sabun, sampo, cleansing. 2. Rias : make up, hair color. 3. Wangi-wangian : deodorant, parfum, after shave. 4. Proteksi : sunscreen dan lain-lain. c. Pembagian yang dipakai di Bagian Kosmetologi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, berdasarkan kegunaan dan cara bekerjanya kosmetika dibagi dalam kelompok (Tranggono, 2007) : 1. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan kulit terdiri dari: a. Pembersih (cleansing): pembersih dengan bahan dasar air (face tonic, skin freshner, dan lainlain), pembersih dengan bahan dasar minyak (cleansing cream, cleansing milk, dan lain-lain), pembersih dengan bahan dasar padat (masker). b. Pelembab (moisturizing): cold cream, night cream, moisturizing, base makeup, dan lain lain. c. Pelindung (protecting): sunscreen, foundation cream, dan lain-lain. d. Penipis (thinning): bubuk pelindung, dan lainlain.
2. Kosmetika rias (decorated cosmetic): kosmetik yang dipakai untuk make-up, seperti: pemerah pipi, pemerah bibir, eye shadow, dan lain-lain. 3. Kosmetika wangi-wangian: parfum, cologne, deodorant, vaginal spray, after shave, dan lain-lain. b. Bahan Dasar Kosmetik Bahan dasar kosmetika dikelompokkan sebagai berikut : a. Solvent (Pelarut) Solvent atau pelarut adalah bahan yang berfungsi sebagai zat pelarut seperti air, alkohol, eter, dan minyak. Bahan yang dilarutkan dalam zat pelarut terdiri atas 3 bentuk yaitu padat (garam), cair (gliserin) dan gas (amoniak) (Tranggono, 2007). b. Emulsier (Pencampur) Emulsier merupakan bahan yang memungkinkan dua zat yang berbeda jenis dapat menyatu, misalnya lemak atau minyak dengan air menjadi satu campuran merata (homogen). Emulgator, umumnya memiliki sifat menurunkan tegangan permukaanantara dua cairan (surfaktan). Contoh emulgator yaitu lilin lebah, lanolin, alkoholatau ester asam-asam lemak (Tranggono, 2007). c. Preservative (Pengawet)
Bahan pengawet digunakan untuk meniadakan pengaruh kuman-kuman terhadap kosmetika, sehingga kosmetika tetap stabil tidak cepat kadaluwarsa. Bahan pengawet yang aman digunakan biasanya yang bersifat alami. Bahan pengawet untuk kosmetika dapat menggunakan senyawa asam benzoat, alkohol, formaldehida dan lain-lain. Jenis pengawet kimia efeknya pada kulit seringkali tidak baik. Untuk mengetahui efek yang ditimbulkan, penggunaan kosmetik sebaiknya dicoba dulu misalnya pada kulit di belakang telinga. Kosmetika yang sudah kadaluwarsa sebaiknya tidak digunakan lagi (Tranggono, 2007). C. Hipotesis Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti menetapkan hipotesisnya terdapat hubungan antara lamanya paparan kosmetik dengan timbulnya acne vulgaris. D. Kerangka Konsep Kosmetik Acne vulgaris
E. Kerangka Teori Kolonisasi Infeksi Acne Vulgaris Hiperkreatinisasi ductus polisebaseus Meningkatkan produksi sebum Genetik Hormon Diet/Makanan Kosmetik Proses inflamasi Trauma Keterangan : : Masalah yang menjadi fokus penelitian : Masalah yang tidak menjadi fokus penelitian
: Masalah yang mempengaruhi penelitian