BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

Laboratorium Farmasetika

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KOSMETOLOGI. = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN JENIS KOSMETIK DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad abad yang lalu. Pada abad ke 19, pemakaian kosmetik mulai. besaran pada abad ke 20 (Tranggono, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronis kelenjar pilosebasea. Banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

Perawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne)

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.

ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

Oleh : A N D Y

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kult Defenisi kulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu tentang penampilan fisiknya. Burns (1993) mendefinisikan self-image

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

THE CORRELATION OF COSMETIC USAGE TO ACNE VULGARIS CASE IN FEMALE STUDENT IN MEDICAL FACULTY OF LAMPUNG UNIVERSITY. Abstract

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penggalian arkeologi, diketahui bahwa kosmetik telah

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias. meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang. dialami oleh hampir semua remaja dan orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KULIT. Kulit adalah lapisan paling luar tubuh yang terdiri dari selsel hidup dan merupakan lapisan tipis yang penting bagi tubuh.

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MEDIA MEDIKA INDONESIANA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan produk kosmetik lebih banyak yang berasal dari alam. Tetapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. kualitas hidup sebagai persepsi individu dari posisi individu dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TEAM BASED LEARNING MODUL. Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH :

II. TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015

R. A. Khalida Purwaningdyah 1, Nelva Karmila Jusuf 2. Profil Penderita Akne Vulgaris

ANALISIS PERBEDAAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ACNE VULGARIS PADA PRIA DEWASA DAN WANITA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD PASAR REBO

MENGATUR PENGELUARAN UNTUK KECANTIKAN


BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai jenis kulit, warna kulit, iklim, cuaca, waktu penggunaan, umur dan jumlah

GAMBARAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA KOSMETIK PEMERAH BIBIR YANG BEREDAR DIPASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tampil cantik merupakan dambaan setiap orang terlebih lagi kaum wanita.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak jagung dan sirup, sedangkan di

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Acne Vulgaris 1. Definisi Acne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustula, nodus, dan kista pada tempat predileksinya (Wasitaatmadja, 2010). Tempat predileksinya yaitu pada kelenjar sebasea berukuran besar, seperti wajah, dada, dan punggung bagian atas (Tjekyan, 2008). Akne sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu acme yang berarti sebuah titik (Brown & Burns, 2005). 2. Epidemiologi Jerawat atau acne biasanya dimulai pada usia pubertas, hal tersebut menandakan bahwa terjadi kenaikan produksi hormon seks. Acne yang terjadi pada usia 8 sampai 12 tahun adalah masa awal terjadinya jerawat dengan hanya terdiri atas komedo, yang sering terjadi di dahi dan juga pipi. Tetapi hanya ringan saja, dengan sesekali adanya inflamasi papul. Pada usia pertengahan remaja, lesi yang timbul berupa papul, dan nodul yang bias juga timbul dengan penyabaran ke sisi yang lainnya (James, 2005).

Pada seorang gadis, acne vulgaris dapat terjadi pada saat premenarke. Setelah masa remaja, kejadian acne vulgaris ini berangsung berkurang. Namun kadang-kadang, terutama pada wanita, acne vulgaris menetap sampai usia 30-an atau bahkan lebih. Meskipun pada pria umumnya acne vulgaris lebih cepat berkurang, namun gejala acne vulgaris lebih berat biasa terjadi pada pria (Wasitaatmadja, 2010). Acne vulgaris biasanya dimulai ketika pubertas, yaitu pada anak perempuan antara usia 12-14 tahun, dan pada anak laki-laki antara 14-16 tahun, serta terkadang dapat terjadi lebih awal (Kubba et al, 2009). 3. Etiologi Etiologi pasti timbulnya acne vulgaris sampai saat ini belum diketahui secara jelas. Tetapi sudah pasti disebabkan oleh multifaktorial, baik yang berasal dari luar (eksogen) maupun dari dalam (endogen) (Hartadi, 1992). Beberapa faktor tersebut adalah : a. Genetik Acne vulgaris kemungkinan adalah penyakit genetik, apabila orang tua mempunyai bekas acne maka besar kemungkinan anaknya akan mengalami acne vulgaris. Hasil penelitian di Inggris menunjukkan bahwa 81% populasi acne adalah saudara kembar (Bataille et al, 2002). b. Hormonal Endokrin

Faktor hormonal berperan terhadap timbulnya acne vulgaris. Pengaruh hormon sebotropik asal kelenjar hipofisis dapat merangsang perkembangan kelenjar sebaseus. Produksi sebum yang meningkat dipengaruhi oleh hormon androgen. Hormon gonadotropin dan hormon adrenokortikosteroid, Mempengaruhi secara tidak langsung masing-masing lewat testis, ovarii dan kelenjar adrenal serta hormon-hormon ini merangsang kegiatan kelenjar sebasea sehingga memperberat keadaan akne (Fulton, 2010). c. Psikis Terjadinya stress psikis yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebaseae, baik secara langsung atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis (Wasitaatmadja, 2010). d. Makanan Terdapat makanan tertentu yang memperberat acne vulgaris. Makanan tersebut antara lain adalah makanan tinggi lemak (gorengan, kacang, susu, keju, dan sejenisnya), makanan tinggi karbohidrat (makanan manis, coklat, dll), alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi yodium (garam). Lemak dalam makanan dapat mempertinggi kadar komposisi sebum (Cuncliffe, 2007). e. Kosmetika

Kebiasaan berganti-ganti kosmetik mempengaruhi kejadian akne vulgaris. Biasanya, yang menyebabkan timbulnya acne vulgaris adalah kosmetik pembersih dan dekoratif. Jenis kosmetik perawatan seperti pelembab, krim penahan sinar matahari, dan krim malam juga dapat menyebabkan timbulnya akne vulgaris (Tjekyan, 2008). f. Iklim Pada orang-orang tertentu lingkungan panas dan lembab dapat mencetuskan acne dan memperparah lesi (Harahap, 2007). 4. Patogenesis Ada 4 faktor yang berhubungan dengan terjadinya acne vulgaris, yaitu : a. Meningkatnya produksi sebum Peningkatan sebum yang meningkat menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi acne. Pituitari akan menstimuli adrenal dan gonad untuk memproduksi estrogen dan androgen yang mempunyai efek langsung terhadap unit pilosebaseus. Stimulasi hormon androgen mengakibatkan pembesaran kelenjar sebasea dan peningkatan produksi sebum pada penderita acne vulgaris. Hal ini disebabkan oleh peningkatan

hormon androgen atau oleh hiperesponsif kelenjar sebasea terhadap androgen dalam keadaan normal (Zanglein et al, 2008). Acne juga mungkin berhubungan dengan perubahan komposisi lemak. Sebum yang bersifat komedogenik tersusun dari campuran skualen, lilin (wax), ester dari sterol, kolesterol, lipid polar, dan trigliserid (Plewig et al, 1993). b. Hiperkeratinisasi dari duktus pilosebaseus Terdapat perubahan pola keratinisasi folikel sebasea, sehingga menyebabkan stratum korneum bagian dalam dari duktus pilosebseus menjadi lebih tebal dan lebih melekat hingga akhinya akan menimbulkan sumbatan pada saluran folikuler (Zanglein et al, 2008). Sekali saja aliran sebum ke permukan dihambat oleh komedo, P.acnes akan menghasilkan lipase yang mengubah sebum trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam-asam ini bila dikombinasikan dengan bakteri akan menghasilkan respon peradangan pada dermis (Stawiski, 2006). c. Kolonisasi mikroorganisme di dalam folikel sebaseus Peran mikroorganisme penting dalam perkembangan akne. Dalam hal ini mikroorganisme yang mungkin berperan adalah Propionilbacterium acnes, Staphylococcus epidermidis

dan Pityrosporum ovale. Mikroorganisme tersebut berperan pada kemotaktik inflamasi serta pada pembentukan enzim lipolitik pengubah fraksi lipid sebum. P. Acnes menghasilkan komponen aktif seperti lipase, protease, hialuronidase, dan faktor kemotaktik yang menyebabkan inflamasi. Lipase berperan dalam mengidrolisis trigliserida sebum menjadi asam lemak bebas yang berperan dalam menimbulkan hiperkeratosis, retensi, dan pembentukan mikrokomedo (Zanglein, 2008). Adanya sebore pada pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah Corynebactirium acnes, tetapi tidak ada hubungannya antara jumlah bakteri pada permukaan kulit atau dalam saluran polisebasea dengan derajat hebatnya acne (Plewig, 1993). d. Adanya proses inflamasi Propionilbacteriuum acnes mempunyai faktor kemotaktik yang menarik leukosit polimorfonuklear kedalam lumen komedo. Jika leukosit polimorfonuklear memfagosit P. acnes dan mengeluarkan enzim hidrolisis, maka akan menimbulkan kerusakan dinding folikuler dan menyebabkan ruptur sehingga isi folikel (lipid dan komponen keratin) masuk

dalam dermis sehingga mengakibatkan terjadinya proses inflamasi (Zanglein, 2008). 5. Bentuk Lesi Acne Vulgaris a. Komedo Komedo adalah gejala patognomonik bagi acne, berupa papul miliar yang di tengahnya mengandung sumbatan sebum (Wasitaatmadja, 2010). Komedo dibagi menjadi dua, yaitu : 1) Komedo terbuka (kepala hitam) Komedo terbuka adalah folikel rambut yang tertutup dan melebar, tetapi tidak jelas apa penyebab bercak-bercak hitam yang khas tersebut. Lesi peradangan yang telah sembuh akan meninggalkan banyak bintik hitam, terutama pada bahu dan tubuh bagian atas. 2) Komedo tertutup Komedo tertutup berupa papula yang sangat kecil dengan titik atau penonjolan di tengah. Lesi ini paling banyak terdapat di dahi dan pipi. b. Papula dan Pustula

Papula dan pustula dikenal baik sebagai bintik-bintik kecil berwarna merah atau pustula dengan dasar yang kemerahan. Keluhannya adalah adanya rasa gatal atau sampai terasa sakit sekali (Brown & Burns, 2005). c. Nodul dan Kista Dengan makin bertambah parahnya keadaan dan semakin bertambah dalamnya peradangan, maka makin besarlah lesi yang dapat dilihat dan diraba, yang berakibat pada terbentuknya nodul dan kista yang sangat dalam (Brown & Burns, 2005). d. Jaringan Parut Perjalanan akhir dari proses peradangan pada acne adalah terbentuknya jaringan parut (Brown & Burns, 2005). Pada saatnya, pustula dan kista akan pecah, mengering dan sembuh. Papula dan kista yang lebih dalam akan meninggalkan parut permanen, sedangkan pada acne ringan akan sembuh tanpa jaringan parut (Stawiski, 2006). 6. Klasifikasi Terdapat beberapa macam klasifikasi acne vulgaris untuk menentukan berat ringannya penyakit, antara lain (Wasitaatmadja, 2010) : a. Menurut Pillsbury (1963) :

1) Komedo hanya terdapat di wajah 2) Komedo, papul, pustul dan peradangan dalam pada wajah 3) Komedo, papul, pustul dan peradangan yang lebih dalam pada wajah, dada dan punggung 4) Acne kongoblongata b. Menurut Frank (1970) : 1) Acne komedonal non-inflamatoar 2) Acne komedoal inflamatoar 3) Acne popular 4) Acne papulo pustular 5) Acne agak berat 6) Acne berat 7) Acne nodulo kistik/kongoblongata c. Menurut Plewig dan Kligman (1975) : 1) Acne komedoal Dapat dibagi menjadi : Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV : < 10 komedo pada satu wajah : 10-24 komedo pada satu sisi wajah : 25-50 komedo pada satu sisi wajah : > 50 komedo pada satu sisi wajah 2) Acne papulopustul

Dapt dibagi menjadi : Tingkat I : < 10 lesi papulopustul pada satu sisi wajah Tingkat II : 10-20 lesi papulopustul pada satu sisi wajah Tingkat III : 21-30 lesi papulopustul pada satu sisi wajah Tingkat IV : > 30 lesi papulopustul pada satu sisi wajah 3) Konglobata Merupakan akne yang berat. Lesi nodulokistik yang bertambah dalam peradangannya sehingga bertambah besar lesi yang dapat dilihat dan diraba. Pada penyembuhannya meninggalkan lubang yang dalam dan jaringan parut (Brown & Burns, 2005). d. Klasifikasi dari Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai berikut : 1) Ringan, apabila : a. Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi b. Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi c. Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi

2) Sedang, apabila : a. Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi b. Bebrapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi c. Bebrapa lesi beradang pada 1 predileksi d. Beberapa lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi 3) Berat, apabila : a. Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi b. Banyak lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi B. Kosmetik 1. Definisi Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmetikos yang berarti ketrampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sebagai berikut : Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan,

melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono, 2007). Sedangkan definisi kosmetik menurut Keputusan Kepala Badan POM No.HK.00.05.4.1745 Tahun 2003, adalah sebagai berikut : Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (ULPK BPOM,2011). 2. Penggolongan Kosmetik a. Penggolongan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI berdasarkan kegunaan dan lokalisasi pemakaian pada tubuh, kosmetika digolongkan menjadi 13 golonganyaitu (Tranggono, 2007) : 1. Preparat untuk bayi; minyak bayi, bedak bayi, dan lainlain. 2. Preparat untuk mandi; minyak mandi, bath capsules, dan lain-lain. 3. Preparat untuk mata; maskara, eye shadow, dan lainlain.

4. Preparat wangi-wangian; parfum, toilet water dan lainlain. 5. Preparat untuk rambut; cat rambut, hairspray, pengeriting rambut dan lain-lain. 6. Preparat pewarna rambut; cat rambut, hairbleach, dan lain-lain. 7. Preparat make up (kecuali mata); lipstik, rouge, bedak muka dan lain-lain. 8. Preparat untuk kebersihan mulut; mouth washes, pasta gigi, breath freshener dan lain-lain. 9. Preparat untuk kebersihan badan; deodoran, feminism hygiene spray dan lain-lain. 10. Preparat kuku; cat kuku, krem dan lotion kuku, dan lain-lain. 11. Preparat cukur; sabun cukur, after shave lotion, dan lain-lain. 12. Preparat perawatan kulit; pembersih, pelernbab, pelindung dan lain-lain. 13. Preparat untuk suntan dan sunscreen; suntan gel, sunscreen foundation dan lainlain. b. Penggolongan kosmetika menurut Nater YP et al berdasarkan kegunaannya yaitu (Tranggono, 2007) :

1. Higiene tubuh : sabun, sampo, cleansing. 2. Rias : make up, hair color. 3. Wangi-wangian : deodorant, parfum, after shave. 4. Proteksi : sunscreen dan lain-lain. c. Pembagian yang dipakai di Bagian Kosmetologi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, berdasarkan kegunaan dan cara bekerjanya kosmetika dibagi dalam kelompok (Tranggono, 2007) : 1. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan kulit terdiri dari: a. Pembersih (cleansing): pembersih dengan bahan dasar air (face tonic, skin freshner, dan lainlain), pembersih dengan bahan dasar minyak (cleansing cream, cleansing milk, dan lain-lain), pembersih dengan bahan dasar padat (masker). b. Pelembab (moisturizing): cold cream, night cream, moisturizing, base makeup, dan lain lain. c. Pelindung (protecting): sunscreen, foundation cream, dan lain-lain. d. Penipis (thinning): bubuk pelindung, dan lainlain.

2. Kosmetika rias (decorated cosmetic): kosmetik yang dipakai untuk make-up, seperti: pemerah pipi, pemerah bibir, eye shadow, dan lain-lain. 3. Kosmetika wangi-wangian: parfum, cologne, deodorant, vaginal spray, after shave, dan lain-lain. b. Bahan Dasar Kosmetik Bahan dasar kosmetika dikelompokkan sebagai berikut : a. Solvent (Pelarut) Solvent atau pelarut adalah bahan yang berfungsi sebagai zat pelarut seperti air, alkohol, eter, dan minyak. Bahan yang dilarutkan dalam zat pelarut terdiri atas 3 bentuk yaitu padat (garam), cair (gliserin) dan gas (amoniak) (Tranggono, 2007). b. Emulsier (Pencampur) Emulsier merupakan bahan yang memungkinkan dua zat yang berbeda jenis dapat menyatu, misalnya lemak atau minyak dengan air menjadi satu campuran merata (homogen). Emulgator, umumnya memiliki sifat menurunkan tegangan permukaanantara dua cairan (surfaktan). Contoh emulgator yaitu lilin lebah, lanolin, alkoholatau ester asam-asam lemak (Tranggono, 2007). c. Preservative (Pengawet)

Bahan pengawet digunakan untuk meniadakan pengaruh kuman-kuman terhadap kosmetika, sehingga kosmetika tetap stabil tidak cepat kadaluwarsa. Bahan pengawet yang aman digunakan biasanya yang bersifat alami. Bahan pengawet untuk kosmetika dapat menggunakan senyawa asam benzoat, alkohol, formaldehida dan lain-lain. Jenis pengawet kimia efeknya pada kulit seringkali tidak baik. Untuk mengetahui efek yang ditimbulkan, penggunaan kosmetik sebaiknya dicoba dulu misalnya pada kulit di belakang telinga. Kosmetika yang sudah kadaluwarsa sebaiknya tidak digunakan lagi (Tranggono, 2007). C. Hipotesis Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti menetapkan hipotesisnya terdapat hubungan antara lamanya paparan kosmetik dengan timbulnya acne vulgaris. D. Kerangka Konsep Kosmetik Acne vulgaris

E. Kerangka Teori Kolonisasi Infeksi Acne Vulgaris Hiperkreatinisasi ductus polisebaseus Meningkatkan produksi sebum Genetik Hormon Diet/Makanan Kosmetik Proses inflamasi Trauma Keterangan : : Masalah yang menjadi fokus penelitian : Masalah yang tidak menjadi fokus penelitian

: Masalah yang mempengaruhi penelitian