III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon

dokumen-dokumen yang mirip
Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab IV Sistem Panas Bumi

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN PADA SUMUR WWT-1, WWD-2 DAN WWQ-5 DI LAPANGAN PANAS BUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT TESIS

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum


BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN DI LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE PETROGRAFI

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

ALTERASI HIDROTERMAL PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH GUNUNG RINGGIT, PROVINSI SUMATERA SELATAN

ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN "VY 2", LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

ESTIMASI TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KEHADIRAN

I. ALTERASI HIDROTERMAL

KARAKTERISASI MINERALOGI PETUNJUK TERMPERATUR PADA SUMUR VN LAPANGAN WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN SUMUR RA WILAYAH KERJA PANASBUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWAB BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan

Studi Alterasi Hidrotermal dan Kimia Air Pada Sumur WW-2, WF-2,WA-3, dan WJ di Lapangan Panasbumi Wayang Windu Bagian Selatan, Pangalengan, Jawa Barat

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE X- RAY DIFFRACTION (XRD)

BAB II TATANAN GEOLOGI

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai geologi regional daerah

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TATANAN GEOLOGI

Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF MARMER

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

GEOLOGI DAN STUDI ASPEK PANASBUMI SUMUR KMJ-X AREA PANASBUMI KAMOJANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWABARAT

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

Citra LANDSAT Semarang

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Bab III Teori Dasar. III.1 Sistem Panas Bumi

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

KATA PENGANTAR. Penelitian dengan judul Pendugaan Suhu Reservoar Lapangan Panas. Bumi X dengan Metode Multikomponen dan Pembuatan Model Konseptual

GEOLOGI TIGA SUMUR LAPANGAN PANAS BUMI SEMBALUN, LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT DRAFT TUGAS AKHIR B. Oleh : NURUL AULIA NIM :

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KARYA REFERAT

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

GEOLOGI DAN UBAHAN HIDROTERMAL SUMUR DANGKAL SWW-2 LAPANGAN PANAS BUMI SUWAWA, BONEBOLANGO - GORONTALO. Oleh : Fredy Nanlohi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

Ciri Litologi

DAFTAR PUSTAKA Browne, P.R.L, 1989, Corbett, G.J., Leach, T.M., 1997, Fisher, R.V. dan Schmincke, H.U., 1984

PEMBORAN SUMUR LANDAIAN SUHU MM-2, LAPANGAN PANAS BUMI MARANA, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh : Fredy Nanlohi, Z. Boegis, Dikdik R.

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH GUNUNG BULEUD, DESA GARUMUKTI, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT

Zona Alterasi Berdasarkan Data Bor Daerah Arinem, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat

Transkripsi:

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon Kuarsa sekunder adalah mineral silika yang memiliki temperatur pembentukan relatif panjang, berkisar 180 0 C hingga lebih dari 300 0 C (Reyes, 1990). Kehadiran kuarsa akan menunjukkan kondisi yang khusus apabila hadir bersamaan dengan mineral silika petunjuk lainnya, seperti kalsedon. Pembentukkan mineral-mineral silika tersebut dikontrol oleh temperatur dan jumlah saturasi silika (Fournier, 1973). Kalsedon adalah mineral silika berukuran kriptokristalin yang merekam perubahan sistem panasbumi dominasi air menjadi sistem dominasi uap. Moore dkk (2002) menyatakan bahwa pembentukkan kalsedon pada temperatur di atas 200 0 C dihasilkan oleh catastrophic decompression dan boiling. Kehadiran kuarsa sekunder disertai kalsedon pada temperatur di atas 200 0 C selanjutnya menjadi indikasi daerah boiling pada sumur daerah penelitian. Kalsedon yang hadir pada temperatur di atas 200 0 C ditemukan di sumur WWT-1 pada kedalaman 1273-1336 m, 1753-1756 m, dan 1873-1936 m, hadir pada zona alterasi propilitik. Kalsedon pada sumur WWT-1 ini hadir bersama dengan kuarsa sekunder sebesar 8-10% dan 11-20%. Kalsedon bersama klorit hadir mengisi rongga dan berasosiasi dengan epidot, seperti yang ditunjukkan pada gambar III.23. Pada sumur WWD-2 kalsedon penanda boiling hadir pada kedalaman 789-972 m, 1210-1213 m, 1510-1573 m, 1810-1933 m, dan 2051-2084 m. Pada kedalaman 909-972 m, dan 1510-1573 m, kalsedon hadir pada zona alterasi filik, sedangkan pada kedalaman 789-852 m, 1210-1213 m, 1810-1933 m dan 2051-2084 m kalsedon hadir pada zona alterasi propilitik. Kalsedon yang hadir pada zona filik beraosiasi dengan serisit (gambar III.23), sedangkan kalsedon yang hadir pada zona propilitik berasosiasi dengan epidot. Kalsedon pada sumur WWD-2 lebih sering hadir mengisi rongga, tetapi pada kedalaman 909-972 m kalsedon bersama kuarsa sekunder dan silika opal hadir membentuk veinlet berukuran >0.2 mm, 59

pada andesit piroksen. Kehadiran kalsedon sebagai indikasi boiling pada sumur WWD-2 beberapa berasosiasi dengan zona hilang sirkulasi. Gambar III.23. Foto yang memperlihatkan kehadiran kalsedon, silika opal dan kuarsa sekunder yang mengisi rongga. Kalsedon bersama epidot mengisi rongga pada tuf kristal, sayatan diambil dari sumur WWT-1, kedalaman 1933-1936 m (1,2); Kalsedon, kuarsa sekunder dan serisit mengisi rongga pada lava andesit, sayatan diambil dari sumur WWD-2 kedalaman 909-912 m (3,4); Kalsedon, silika opal, dan kuarsa sekunder mengisi rongga pada andesit, sayatan diambil dari sumur WWQ-5 kedalaman 885 m. 60

Pada sumur WWQ-5, kalsedon hadir pada kedalaman 885-945 m, pada zona alterasi filik. Kalsedon pada sumur ini hadir bersama silika opal dan kuarsa sekunder sebesar 11-15%, sebagai mineral pengisi rongga pada matriks tuf-lapili Pemerian kehadiran kalsedon menunjukkan bahwa terdapat lebih dari satu titik boiling pada sumur WWT-1 dan WWD-2, yang pada sumur WWD-2 beberapa boiling berasosiasi dengan zona hilang sirkulasi. Titik boiling ini menggambarkan fluktuasi larutan hidrotermal pada masa lampau. Apabila diurutkan dari tinggi ke rendah, kehadiran kalsedon pada tiga sumur penelitian adalah: hadir sebesar 5-9% pada sumur WWQ-5, hadir sebesar 3-9% pada sumur WWD-2, dan hadir sebesar 2-5% pada sumur WWT-1. III.4.2 Kalsit dan anhidrit Kalsit (CaCO 3 ) merupakan mineral yang memiliki rentang suhu panjang, berkisar dari 20-320 0 C (Reyes, 1990). Keberadaan kalsit di alam dihasilkan dari 3 macam proses, yaitu: proses hidrolisis, boiling, dan pemanasan sebagai konsekuensi dari retrograde solubilitas. Kalsit yang terbentuk sebagai hasil proses hidrolisis larutan HCO 3 berasosiasi dengan temperatur rendah, adapun kalsit yang terbentuk karena solubilitas terbalik berasosiasi dengan temperatur tinggi, dan biasanya hadir meng-overprint mineral sekunder dengan temperatur tinggi. Anhidrit adalah mineral sulfat dengan kandungan CaS0 4. Keberadaan anhidrit di alam diperoleh dari proses hidrolisis larutan SO 4 dan pemanasan sebagai konsekuensi dari retrograde solibilitas. Sama halnya dengan kalsit, keberadaan anhidrit meng-overprint mineral sekunder yang terbentuk pada temperatur tinggi, dihasilkan karena solubilitas terbalik. Anhidrit dan kalsit yang terbentuk pada temperatur rendah selanjutnya disebut dengan anhidrit dan kalsit pertama, sedangkan yang berasosiasi dengan solubilitas terbalik disebut sebagai anhidrit dan kalsit kedua. Persentase kehadiran kalsit dan anhidrit pada tiga sumur penelitian ditunjukkan pada gambar III. 24. 61

Gambar III.24. Perbandingan kehadiran kalsit dan anhidrit pada sumur WWT-1, WWD-2, dan WWQ-5. Kalsit pada sumur-sumur penelitian hadir menerus pada temperatur rendah dan temperatur tinggi, dengan persentase yang tidak jauh berbeda. Adapun anhidrit hadir secara setempat. Analisa petrografi dari sayatan serbuk bor menunjukkan bahwa kalsit pertama dan anhidrit pertama pada tiga sumur penelitian berasosiasi dengan zona subpropilitik, sedangkan kalsit kedua dan anhidrit kedua hadir pada zona propilitik dan filik. Kalsit kedua yang meng-overprint epidot hadir pada sumur WWT-1 kedalaman 1213-1216 m, 1753-1756 m, dan 1933-1936 m, pada zona alterasi propilitik. Kalsit kedua ini terletak tepat di atas dan bersamaan dengan hadirnya boiling, menunjukkan bahwa kelimpahan kandungan CO 2 pada kedalaman tersebut berasal dari proses boiling. Adapun anhidrit kedua tidak hadir pada sumur WWT-1. Pada sumur WWD-2, kalsit kedua hadir di kedalaman 789-852 m, 1570-1693 m, dan 1810-1933 m, pada zona alterasi propilitik. Kalsit kedua ini hadir mengoverprint epidot dan aktinolit. Sama halnya dengan sumur WWT-1, kalsit kedua pada sumur WWD-2 ini terletak tepat di atas dan bersamaan dengan hadirnya boiling, menunjukkan bahwa kelimpahan kandungan CO 2 pada kedalaman 62

tersebut berasal dari proses boiling. Adapun anhidrit kedua tidak hadir pada sumur WWD-2. Pada sumur WWQ-5, kalsit kedua hadir di kedalaman 885-1305 m dan 1725 m, pada zona filik. Anhidrit kedua juga hadir pada sumur ini meng-overprint epidot, pada kedalaman 945-1245 m. Berbeda halnya dengan sumur WWT-1 dan WWD- 2, kalsit kedua pada sumur WWQ-5 tidak terletak tepat di atas dan bersamaan dengan zona boiling, menunjukkan bahwa kelimpahan kandungan CO 2 dan H 2 S bukan berasal dari uap hasil boiling. Gambar III.25, III.26, III.27 menunjukkan kehadiran kalsit dan anhidrit kedua pada sumur-sumur penelitin. Gambar III.25. Foto sayatan menunjukkan kalsit yang meng-overprint epidot. Sayatan diambil darisumur WWT-1 kedalaman 1753-1756 m (a,b), sayatan diambil dari sumur WWD-2 kedalaman 1870-1873 m. 63

Gambar III.26. Foto sayatan yang memperlihatkan kehadiran kalsit mengoverprint epidot. Sayatan diambil dari sumur WWQ-5 kedalaman 1065 m Gambar III.27. Foto yang memperlihatkan kehadiran kalsit dan anhidrit yang mengoverprint epidot. Sayatan diambil dari sumur WWQ-5 kedalaman 1245. III.4.3 Pirofilit Pirofilit adalah mineral lempung aluminosilika yang terbentuk pada 200-280 0 C dan kondisi larutan asam (Reyes, 1990). Kehadiran pirofilit merupakan penciri zona alterasi advance argilik dan filik (Corbett dan Leach, 1998). Pada sumur daerah penelitian, pirofilit teridentifikasi melalui analisa XRD dan petrografi. Pirofilit sebagian besar hadir mengubah fragmen batu andesit pada tuf-lapili. Kehadiran pirofilit pada sumur penelitian adalah: hadir sebesar <3% pada sumur WWT-1 kedalaman 972-975 m; hadir sebesar 1-5% pada sumur WWD-2 64

kedalaman 939-942 m, 1270-1573 m, 1870-1873 m, 2051-2114 m; dan hadir sebesar <3% pada sumur WWQ-5 kedalaman 1425-1545 m. Pada sumur WWD-2 kedalaman 939-942 m dan 1270-1573 m, pirofilit hadir bersama serisit meng-overprint epidot dan kalsit, membentuk zona alterasi Serisit±pirofilit. Begitu pula halnya pada sumur WWQ-5, pirofilit hadir bersama serisit pada kedalaman 1425-1545 m membentuk zona alterasi Serisit±pirofilit. Gambar III.28 menunjukkan kehadiran piriflit pasa sumur-sumur penelitian. Gambar III.28. Foto yang memperlihatkan kehadiran pirofilit mengubah plagioklas pada Andesit, contoh diambil dari sumur WWD-2 kedalaman 2051-2054 m (a,b); Pirofilit mengubah plagioklas pada fragmen batuan Andesit, contoh diambil dari sumur WWQ-5 kedalaman 1425 m (c,d). III.4.4 Adularia Adularia merupakan mineral K-feldspar dengan komposisi KAlSi 3 O 8. Pada sistem panas bumi, adularia merupakan mineral yang memiliki rank tinggi sebagai petunjuk permeabilitas. Browne (1979) dalam Corbett dan Leanch (1998) menyatakan bahwa adularia terbentuk pada kondisi aliran fluida yang labil dan 65

mengalir. Adularia merupakan mineral petunjuk permeabilitas baik, yang berkaitan dengan permeabilitas akibat rekahan. Pada sumur penelitian, adularia hadir pada sumur WWD-2 dan WWQ-5, tidak hadir pada sumur WWT-1. Adularia pada sumur WWD-2 hadir pada kedalaman 12-15 m di daerah yang dangkal, dan 1390-1513 m, 1810-1933 m, dan 2081-2114 m, di daerah yang lebih dalam. Pada daerah yang dangkal, yaitu kedalaman 12-15 m adularia hadir mengisi rongga pada batuan tuf-lapili bersama dengan laumontit. Kehadiran adularia pada daerah dangkal menunjukkan pengaruh struktur pada sebaran zonasi alterasi sumur WWD-2. Pada daerah yang lebih dalam, yaitu kedalaman 1390-1513 m dan 1810-1933 m, adularia hadir mengubah plagioklas, sedangkan pada kedalaman 2081-2114 m, adularia bersama wairakit hadir mengisi rongga. Adularia yang hadir pada kedalaman 1390-1513 m berasosiasi dengan zona hilang sirkulasi, menunjukkan pengaruh struktur terhadap pembentukkan adularia. Pada sumur WWQ-5, adularia hadir di kedalaman 885 m, dan hadir menerus pada kedalaman 1245-1725 m. Adularia pada sumur WWQ-5 kedalaman 885 hadir mengubah plagioklas, sedangkan pada kedalaman 1245-1725 hadir mengisi rongga bersama dengan wairakit dan epidot. Adularia sebagai mineral pengisi rongga pada kedalaman 1245-1725 m terletak tepat di atas zona hilang sirkulasi, menunjukkan pengaruh struktur terhadap pembentukkan adularia. 66

Gambar III.29. Foto yang memperlihatkan kehadiran adularia mengisi rongga. Contoh diambil dari sumur WWD-2 kedalaman 2081-2084 m (1); Contoh diambil dari sumur WWQ-5 kedalaman 1425 m (2); Contoh diambil dari sumur WWQ-5 kedalaman 1605 m (3); Contoh diambil dari sumur WWQ-5 kedalaman 1725 m (4). III.4.5 Kalk-silika Kalk-alkali merupakan mineral yang terbentuk pada kondisi larutan berph netral atau basa. (Corbett dan Leach.,1998). Mineral ini terdiri dari zeolit seperti heulandit, stilbit, laumontit, yang terbentuk pada temperatur rendah, dan epidot, prehnit, wairakit, amfibol (aktinolit) serta garnet yang terbentuk pada temperature tinggi, antara 250-300 0 C. Kehadiran mineral Kalk-alkali temperatur tinggi pada daerah penelitian berasosiasi dengan zona Epidot ± wairakit ± adularia ± prehnit ± aktinolit. Selanjutnya kehadiran mineral Kalk-alkali menunjukkan komposisi larutan netral pada zonasi temperature tinggi di daerah penelitian. 67

Persentase kehadiran mineral-mineral Kalk-alkali adalah seperti yang tertera pada gambar III.30. Epidot pada daerah penelitian semakin meningkat semakin ke sumur di daearh utara, mencapai persentase 16-20 % pada sumur WWQ-5> Wairakit paling banyak hadir di Sumur WWD-2, prehnit semakin meingkat semakin ke bagian utara. Aktinolit hadir merata di tiga sumur yang diteliti, sedangkan garnet hanya hadir pada sumur di daerah utara, yaitu sumur WWQ-5. Gambar III.30. Rekapitulasi kehadiran mineral Calc-silikatpada sumur WWT-1, WWD-2 dan WWQ-5 III.5 Model penampang Alterasi Sumur Penelitian Berdasarkan analisa petrografi dan XRD diperoleh model penampang alterasi sumur penelitian seperti yang ditunjukkan oleh Gambar III.30 di bawah ini. Hasil pemerian zonasi alterasi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara zona alterasi di sumur bagian selatan, yaitu sumur WWT-1, WWD-2, dan sumur di daerah bagian utara, yaitu sumur WWQ-5. 68

Gambar III.31. Penampang Alterasi Sumur WWT-1, WWD-2 dan WWQ-5 Sumur-sumur yang terdapat di daerah bagian selatan, yaitu sumur WWT-1 dan WWD-2 dicirikan oleh Zona Smektit-kristobalit yang tipis, dengan ketebalan berkisar 100-150 m. Sedangkan sumur yang terdapat di daerah bagian utara, yaitu sumur WWQ-5, dicirikan oleh Zona smektit-kristobalit yang tebal, dengan ketebalan mencapai 800 m. Pada sumur WWD-2, kedalaman hingga 12 m, hadir Zona Alunit-kristobalit yang mencirikan kondisi larutan hidrotermal berkomposisi asam. Zona mineral asam ini hanya hadir di sumur WWD-2 dan tidak ditemukan hadir di sumur-sumur lainnya. Zona Klorit-smektit-kalsit-anhidrit-zeolit (stilbit, heulandit, laumontit) yang dicirikan dengan melimpahnya kehadiran kalsit dan anhidrit, hanya hadir pada sumur-sumur yang terdapat di daerah selatan. Zona ini hadir dengan ketebalan berkisar 1100 m, dan menipis menjadi 700 m pada sumur WWD-2. Pada zona ini kaolinit hadir sebagai mineral yang mengisi rongga, mengindikasikan pengaruh larutan yang bersifat asam pada zonasi ini, Zona Epidot±wairakit±adularia±prehnit±aktinolit yang terbentuk pada temperatur 250-300 0 C, hadir dengan ketebalan mencapai 750 m pada sumur WWT-1 dan 69

WWD-2. Zona ini hadir semakin menipis semakin ke arah utara, dengan ketebalan 100 m pada sumur WWQ-5. Zona serisit-pirofilit yang terbentuk pada temperatur 200-2800 C merupakan zona yang mendominasi di daerah dalam sumur WWQ-5. Zona ini hadir semakin menipis semakin ke arah selatan, hanya berkisar 150-300 m pada sumur WWD-2. Kehadiran zona ini pada sumur WWD-2 berasosiasi denga zona hilang sirkulasi. Zonasi alterasi yang hadir pada sumur penelitian selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam membagi zona sistem panasbumi. Kehadiran mineral alterasi yang mencerminkan temperatur dan komposisi kimia fluida selanjutnya akan menggambarkan fluktuasi larutan hidrotermal sebagai gambaran dari sistem panasbumi di daerah penelitian. 70