BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2012, penjualan pakaian olah raga di pasar global melebihi $244 milyar (Sishoo, 2015). Penjualan tersebut mencakup 46 negara di seluruh dunia yang memperkirakan bahwa penjualan pakaian dan sepatu olah raga akan tumbuh lebih dari 7,5% di tahun 2012 dan terus meningkat sampai tahun 2017 dengan tambahan penjualan sebanyak $55 milyar. Peningkatan permintaan ini harus diimbangi dengan desain pakaian olah raga yang ergonomis sebagai upaya untuk mengoptimalkan kinerja seorang atlet. Desain yang ergonomis mencakup jenis pakaian (apakah terbuka atau tertutup), keketatan yang digunakan, hingga pemilihan bahan kain yang digunakan. Untuk jenis pakaian olah raga yang terbuka sudah banyak sekali diproduksi dan beredar di pasar global. Namun, untuk para wanita yang memiliki kebiasaan menggunakan penutup kepala, merasa dibatasi dengan mengenakan pakaian olah raga tertutup ketika mengikuti turnamen atau melakukan aktivitas fisik. Masih sedikit sekali perusahaan sportswear yang memperhatikan special need tersebut. Pada umumnya pakaian olah raga yang tertutup diciptakan dengan tujuan untuk melindungi tubuh dari pengaruh termal dan mengurangi panas yang dirasakan oleh kulit manusia baik itu dari radiasi matahari ataupun proses metabolisme dalam tubuh. Syarat utama suatu pakaian tertutup dapat digunakan untuk lingkungan yang panas dan lembab adalah memiliki kemampuan tahan panas serta kemampuan untuk mengurangi laju perpindahan panas. Namun, bagaimana jika pakaian yang tertutup tersebut digunakan di Indonesia yang memiliki lingkungan yang panas dan lembab? Mengingat pakaian yang menutup seluruh anggota tubuh, kecuali muka dan lengan, akan mempunyai insulasi termal yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakaian yang lebih terbuka. Hal ini disebabkan oleh bagian tubuh seperti kepala dan lengan, yang merupakan bagian tubuh yang efektif dalam melepaskan kalor terhalang oleh pakaian. Penelitian 1
2 tentang pakaian wanita yang tertutup, belum banyak dilakukan. Sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Al-Ajmi dkk (2008) hanya meneliti tentang nilai insulasi termal pakaian (Clo) dari beberapa jenis pakaian tertutup yang biasa dipakai di daerah Teluk Arab. Selain itu Purwati (2013) hanya meneliti tentang pakaian wanita tertutup ketika melakukan aktivitas ringan. Penelitian tentang model pakaian wanita tertutup untuk melakukan aktivitas berat misalnya sepak bola hanya dilakukan oleh Davis dkk (2012). Fathna (2015) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi pengaruh dua jenis pakaian olah raga wanita, yakni pakaian ketat dan longgar, terhadap respon fisiologis dan subyektif pada saat melakukan aktivitas fisik. Mayoritas pasti akan memilih menggunakan pakaian yang terbuat dari katun jika berada di lingkungan yang panas dan lembab karena katun dapat menyerap keringat dengan baik dan memiliki sensasi sejuk yang dirasakan ketika digunakan. Tetapi sebagian besar pakaian olah raga terbuat dari bahan sintetis seperti polyester, poliurthan, dan sebagainya. Sampai saat ini pakaian olah raga wanita tertutup yang terbuat dari katun masih sedikit sekali. Untuk itu pada penelitian ini membandingkan kedua jenis bahan yaitu katun dan polyester sehingga dapat diketahui kapan kondisi yang tepat menggunakan pakaian olah raga wanita tertutup dari katun dan kapan menggunakan pakaian dari polyester. Pakaian olah raga pada umumnya didesain dengan keketatan tertentu untuk memberikan kebebasan ketika bergerak. Keketatan memainkan peranan penting dalam memberikan kebebasan untuk bergerak dan kenyamanan (McCann, 2015). Pakaian yang dikenakan untuk beraktivitas olah raga harus dapat mempertahankan dan melepaskan panas dari dalam tubuh. Pakaian olah raga yang longgar pada umumnya mempunyai ukuran baju yang lebih besar dan jarak antara kulit dengan baju juga lebih besar sehingga mempermudah terjadinya sirkulasi udara dan pelepasan kalor melalui konveksi. Akan tetapi, pakaian dengan ukuran yang longgar dapat menghalangi proses pengeluaran keringat akibatnya nilai insulasi termalnya meningkat. Sedangkan pakaian yang ketat memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap perpindahan panas secara konveksi dan dapat menyebabkan panas, sensasi lengket, dan sensasi ketidaknyamanan karena kontak
3 dengan kulit tubuh lebih besar dari pakaian yang longgar (Fan dan Keighley, 1991; Gwosdow dkk, 1986; Scheurell dkk, 1985; Tanaka dkk, 2001) dan hal ini dapat mengubah termoregulasi (Caravello dkk, 2008; Fan dan Keighley, 1991). Untuk itu, keketatan (clothing fit) perlu diteliti karena akan memberikan pengaruh terhadap respon fisiologis penggunannya dalam menjaga dan melepaskan kalor di dalam tubuh. Salah satu output dari penelitian ini adalah menentukan kombinasi antara keketatan dan jenis material yang ideal untuk pakaian olah raga wanita tertutup yang dikenakan dalam Pakaian olah raga tersebut nantinya dapat digunakan pada professional sport maupun recreational sport dimana para penggunanya menyadari bahaya heat stroke akibat melakukan aktivitas fisik atau olahraga berat di lingkungan yang panas dan lembab. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut maka rumusan masalah yang menjadi acuan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh keketatan dan jenis material kain yang digunakan pada pakaian olah raga wanita tertutup terhadap keseimbangan termal tubuh, respon fisiologis, dan respon subyektif yang dialami ketika melakukan aktivitas fisik. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi pengaruh keketatan dan jenis material yang digunakan pada pakaian olah raga wanita tertutup terhadap respon fisiologis ketika 2. Mengidentifikasi pengaruh keketatan dan jenis material yang digunakan pada pakaian olah raga wanita tertutup terhadap respon subyektif ketika
4 3. Mengidentifikasi pengaruh keketatan dan jenis material yang digunakan pada pakaian olah raga wanita tertutup terhadap keseimbangan termal ketika 4. Menentukan kombinasi antara keketatan dan jenis material yang ideal untuk pakaian olah raga tertutup yang dikenakan dalam melakukan aktivitas fisik di lingkungan panas dan lembab. 1.4 Asumsi dan Batasan Masalah Penelitian ini menggunakan asumsi dan batasan masalah sebagai berikut. 1.4.1 Asumsi 1. Responden diukur dalam keadaan sehat sehingga tidak ada gangguan internal selama penelitian berlangsung. 2. Ruang laboratorium terkondisi dan tidak ada gangguan lingkungan yang mempengaruhi hasil penelitian. 3. Tidak ada pengaruh aklimatisasi pada tubuh responden. 1.4.2 Batasan Masalah 1. Kondisi lingkungan dikendalikan pada temperatur 34 o C dan kelembaban relatif 80% sesuai dengan kondisi di Indonesia yang panas dan lembab (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2015), dan kecepatan angin dijaga tetap. 2. Olah raga yang dilakukan oleh responden adalah termasuk dalam kategori physical activity dimana setiap pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot rangka yang berujung pada peningkatan energy expenditure dan termasuk dalam aktivitas fisik terstruktur dan/atau berulang untuk mencapai kebugaran fisik yang lebih baik (Pink, 2008). 3. Penelitian berfokus pada pakaian olah raga wanita tertutup ketat dan longgar serta bahan kain polyester dan katun. Pakaian ketat mempunyai jarak kurang dari 14 mm antara permukaan kulit dengan pakaian sedangkan pakaian longgar mempunyai jarak antara 14 sampai 21 mm (Havenith, 1999). 4. Semua pakaian yang digunakan dalam penelitian disediakan oleh peneliti.
5 5. Beban fisik responden yang digunakan dalam penelitian adalah rata rata dari 70% HRmax. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian adalah: 1. Memberi pengetahuan tentang seberapa besar pengaruh ukuran pakaian terhadap respon fisiologis seseorang. 2. Memberikan referensi tentang pakaian olah raga wanita tertutup yang dapat digunakan untuk melakukan aktivitas olah raga.