BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari persilangan B vurgaris var. maritime (bit laut) dengan B. patula. Spesies

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (SNI, 1992). Berdasarkan SNI biskuit dapat dikelompokkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI Komponen

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012 konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pangan semakin meningkat dengan bertambahnya. jumlah penduduk. Berbagai jenis pangan diproduksi dengan meningkatkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa

LOGO BAKING TITIS SARI

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.)

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Es krim adalah salah satu makanan kudapan berbahan dasar susu

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. negeri yang beriklim sedang (sub-tropis). Menurut sejarahnya, tanaman wortel

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

TINJAUAN PUSTAKA. penyimpanan dalam lemari es serta pembekuan dan pengadukan. Puspitarini

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

Uji mutu organoleptik. Pramudya Kurnia

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Gambar 1. Ikan Jangilus (Istiophorus sp.) Sumber : anekailmu48.blogspot.com

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2004). pangan untuk dikonsumsi. Selain dari faktor pengetahuan dan faktor

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi,

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tolo adalah salah satu jenis kacang-kacangan yang sudah

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

METODE. Bahan dan Alat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan waktu Penelitian.

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

FORTIFIKASI Fe ORGANIK DARI BAYAM (Amaranthus tricolor L) DALAM PEMBUATAN COOKIES UNTUK WANITA MENSTRUASI

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

METODE. Waktu dan Tempat

NUGGET BANANA SKIN. Disusun oleh: Arnitya S. P. (X MIA 4/03) Theana Leoma (X MIA 4/27) SMA SANTA ANGELA. Jl. MERDEKA NO 24 BANDUNG

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, ternyata mampu mendukung kokohnya badan ayam yang melebar ke samping, tidak lurus seperti manusia. Bukan hanya itu, sepasang ceker juga menjadi modal utama seekor ayam untuk bertahan hidup, berlari, bertarung ( purwatiwidiastuti, 2011). Ceker ayam sendiri memiliki kandungan protein dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan kandungan lemak dan karbohidrat, masing masing sebanyak 19,8 per 100 gram ceker. Kemudian protein yang cukup tinggi tersebut dapat memberikan zat gizi yang sangat bagus untuk dikonsumsi oleh anak- anak yang sedang mengalami proses tumbuh kembang. Selain rasanya gurih ternyata ceker ayam sangat kaya dengan kandungan omega 3 dan omega 6, masing-masing 187 mg dan 2,571 mg per 100 gram. Omega 3 dan omega 6 merupakan asam lemak tak jenuh yang sangat penting bagi kesehatan tubuh (Purwatiwidiastuti, 2011). Tulang sendiri merupakan jaringan tulang yang berbentuk padat dan kuat, dan tulang terdiri dari jaringan ikat yang mengandung sel. Tulang sendiri berfungsi sebagai pembentuk, penegak tubuh serta pelindung bagian tubuh yang lemah, tulang juga merupakan gudang kalsium yang bila perlu dapat digunakan untuk mempertahankan kadar dalam darah (Hartono,1989).

Ceker ayam dapat didaya gunakan dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, ceker ayam biasanya hanya digunakan untuk pembuatan sup dan mie ayam, tetapi ceker ayam jarang sekali dimanfaatkan oleh masyarakat karena masyarakat sendiri tidak mengetahui khasiat dan potensi dari kandungan zat gizi pada ceker ayam tersebut yang ternyata dapat dibuat menjadi tepung dan memilik kandungan zat gizi terutama pada kalsium. Table 2.1. Komposisi Zat Gizi Per 100 Gram Ceker Ayam Zat gizi Jumlah Energy (kkal) 150 Protein (g) 19 Karbohidrat (g) 0,4 Lemak (g) 8 Vitamin A (IU) 100 Asam folat (mkg) 86 Kolin (mg) 13 Kalsium (mg) 88 Fosfor (mg) 83 Asam lemak omega 3 (mg) 187 Asam lemak omega 6 (mg) 2,571 Sumber : www. Nutritiondara.com (2008) Tepung ceker ayam dapat digunakan lebih lanjut untuk pengolahan pangan lain dengan harapan yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan, susunan utama pada tulang ayam adalah asam amino, kemudian tulang ayam juga mengandung zat kapur dan sejumlah mineral. (Anonim,2012). Tabel 2.2. Komposisi Tepung Ceker Ayam Per 100 Gram Komposisi Tepung Tulang Kalsium Fosfor Protein Lemak Sumber : Taufik,,( 2004) Jumlah 2,87 mg 1,70 mg 9.84 g 3,16 g

2.2. Kalsium Mineral merupakan bagian dari unsur pembentuk tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme. Mineral sendiri digolongkan kedalam mineral makro dan mikro, mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari dan sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier, 2004). Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju, ikan yang dimakan dengan tulang, termasuk tulang kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia seperti kacang-kacangan dan hasil olahannya, tahu, tempe, dan sayuran hijau merupakan kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini banyak mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila memakan makanan dengan menu seimbang tiap hari (Almatsier, 2004). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah, hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stres sehari-hari. Disamping itu, osteoporosis lebih banyak terjadi pada perokok dann peminum alcohol dan kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan osteomalasia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D

dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari (Almatsier, 2004). 2.3. Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada tabel berikut ini: Table 2.3. Komposisi Zat Gizi Biskuit Per 100 Gram Zat gizi Jumlah Energy (kkal) 458 Protein (g) 6,9 Karbohidrat (g) 75,1 Lemak (g) 14,4 Vitamin A (IU) 0 Vitamin B1 (mg) 0,09 Vitamin C (mg) 0 Kalsium (mg) 62 Fosfor (mg) 87 Zat besi (mg) 3

Tabel 2.4. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 No Kriteria Uji Klasifikasi 1. Air Maksimum 5% 2. Protein Minimum 6% 3. Lemak Minimum 9.5% 4. Karbohidrat Minimum 70% 5. Abu Maksimum 2% 6. Logam berbahaya Negatif 7. Serat kasar Maksimum 0,5% 8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400 9. Jenis tepung Terigu 10. Bau dan rasa Normal 11. Warna Normal Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992). 2.3.1. Klasifikasi Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis : 1. Biskuit keras Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. 2. Crackers Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah kerasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. 3. Cookies Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

4. Wafer Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga. 2.3.2. Bahan-Bahan Pembuat Biskuit Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, ragi dan air, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur (Faridah, 2008). 1. Tepung terigu Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan memengaruhi proses pembuatan adonan. Fungsi tepung adalah sebagai struktur biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata. 2. Gula Manis yang sangat penting karena hampir setiap produk mempergunakan gula. Gula merupakan salah satu bahan pemanis dalam pembuatan biskuit, gula yang digunakan sebaiknya menggunakan gula halus atau tepung gula. Di dalam pembuatan biskuit, gula berfungsi sebagai pemberi rasa (Subagjo,2007). 3. Lemak Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah

satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor. 4. Garam Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein. 5. Bahan Pengembang Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk meng aerasi adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008). 6. Telur Dalam pastry produk egg merupakan raw material yang sangat penting karena setiap produk hampir semuanya mempergunakan telur, biasanya telur yang digunakan adalah telur ayam ras karena:

a. Jumlah telur ayam ras diusahakan secara besar sehingga untuk mempergunakan dalam jumlah besar tidak akan mengalami kesulitan. Kalau telur jenis ayam kampung belum diusahakan secara besar sehingga jumlahnya terbatas. b. Volume ayam ras lebih besar dari ayam kampung, untuk telur normal mempunyai berat antara 42-70 gr. 7. Susu Bubuk Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk. 2.3.3. Resep dan Cara Pembuatan Biskuit Salah satu resep dalam membuat biskuit (Primarasa, 2004) adalah: 1. Tepung terigu 250 gram 2. Gula halus 10 gram 3. Mentega 50 gram 4. Susu skim 10 gram 5. Baking Powder 5 gram 6. Garam ½ sdt 7. Kuning telur 2 butir Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu: 1. Campur tepung terigu, garam, baking powder, susu bubuk, diadoni menjadi satu sampai merata. 2. Masukan mentega, kuning telur, garam, gula mixer menjadi satu kedalam adonan pertama.

3. Campurkan adonanan pertama dan kedua menjadi satu 4. Kemudian tunggu 30 menit untuk menghasilkan adonan mengembang. 5. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera 6. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi margarin 7. Panggang adonan hingga matang. 2.4. Cita Rasa Makanan Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut. 1. Penampilan dan Cita Rasa Makanan Menurut Moehji (1992) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pengecap. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya memengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu.

Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen. Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Warna makanan juga memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. 2. Konsistensi atau Tekstur Makanan Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita. Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim. 2.5. Uji Organoleptik Menurut Soekarto (2002) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif. Menurut Rahayu (1998), sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data. Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.

Uji organoleptik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. 2.6. Panelis Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik. 1. Panel Perseorangan Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien. 2. Panel Terbatas Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

3. Panel Terlatih Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik. 4. Panel Agak Terlatih Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu. 5. Panel Tidak Terlatih Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. 6. Panel Konsumen Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu. 7. Panel Anak-anak Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian Pemanfaatan tepung ceker ayam dalam pembuatan biskuit Cita Rasa biskuit Aroma,Warna,Rasa Tekstur Kandungan Zat Gizi biskuit Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Bagan di atas menjelaskan bahwa biskuit yang dimodifikasi dengan tepung ceker ayam akan mempengaruhi daya terima dan kandungan gizi biskuit. 2.8. Hipotesis Penelitian 1. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator aroma. Ha : Ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma. 2. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna. Ha : Ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna. 3. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa. Ha : Ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa.

4. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur. Ha: Ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur.