KAJIAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN SERUYAN Astri Anto, Sandis Wahyu Prasetiyo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km 5 Palangka Raya 73111, email : kalteng_bptp@yahoo.com ABSTRAK Varietas unggul baru merupakan salah satu teknologi penting dalam penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas padi. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat adaptasi beberapa varietas unggul baru padi yang di tanam pada lahan sawah pasang surut tipe C/D. Pengkajian dilaksanakan di Kelompok Tani Maju Tani 2, Desa Kartika Bhakti, Kecamatan Seruyan Hilir Timur, Kabupaten Seruyan pada bulan Desember 2013 sampai dengan Bulan Maret 2014. Penerapan teknologinya menggunakan pendekatan PTT pada petak demonstrasi plot dengan lima varietas padi sawah yaitu Inpari 20, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 28, dan Inpari 30. Sistem tanam menggunakan jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm. Jenis pupuk dan dosis yang diaplikasikan adalah urea 100 kg/ha dan NPK 300 kg/ha. Prinsip pengendalian hama terpadu diterapkan dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa varietas Inpari 20, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 28, dan Inpari 30 berturutturut mampu menghasilkan produktivitas sejumlah 5.1 t/ha, 6.3 t/ha, 4.2 t/ha t/ha, 4.5 t/ha, 4.3 t/ha berupa Gabah Kering Panen (GKP) bila dibandingkan dengan varietas Ciherang yang biasa ditanam petani dengan produktivitas 3.15 t/ha, meningkat sejumlah 61,90%, 100%, 33,33%, 42,86%, 36,50%. Kata kunci : adaptasi, pengelolaan tanaman terpadu, pasang surut ABSTRACT ADAPTATION STUDY OF SEVERAL NEW VARIETIES OF WET LAND RICE IN TIDAL LAND SERUYAN. New varieties is one of the important technologies in the implementation of Integrated Crop Management (ICM) which is used to improve the productivity of rice. This study aims to determine the level of adaptation of some new varieties of rice being planted on tidal land type C/D. Assessment carried out in Farmer Group Maju Tani 2, Kartika Bhakti Village, Seruyan Hilir Timur District, Seruyan in December 2013 to March 2014. The application of the technology using the ICM approach on demonstration plots with five varieties of paddy rice is Inpari 20, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 28, and Inpari 30. Planting system using legowo row 2: 1 with a spacing of 40 cm x 20 cm x 10 cm. Type of fertilizer and dose applied is urea 100 kg/ha and NPK 300 kg/ha. The principle of integrated pest management is applied in the control of plant pests. The study showed that Inpari 20, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 28, and Inpari 30 respectively Inpari able to generate productivity number of 5.1 t/ha, 6.3 t/ha, 4.2 t/ha, 4.5 t/ha, 4.3 t/ha of wet paddy (GKP) when compared with the usual Ciherang planted by farmers with productivity 3,15 t/ha, increasing by 61.90%, 100%, 33.33%, 42.86%, 36.50 %. Key words: adaptation, integrated crop management, tidal 37
PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan rentan terhadap kekurangan pangan karena sering mengalami produksi pangan yang fluktuatif. Pada tahun 2015 pemerintah telah menargetkan produksi padi sebanyak 73,40 juta ton gabah kering giling (GKG).Hal tersebut diikuti dengan beberapa rekomendasi kebijakan lainnya yaitu penambahan luas lahan 100.000 ha/tahun termasuk dengan memanfaatkan lahan sub optimal seperti lahan rawa dan lahan kering. Kalimantan Tengah merupakan propinsi yang mempunyai potensi sumberdaya lahan cukup luas, yaitu berkisar 13,2 juta hektar yang terdiri dari lahan kering dan lahan pasang surut yang potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan (BPS Kalimantan Tengah, 2014). Luas lahan pasang surut di Kalimantan Tengah berkisar 5,5 juta hektar merupakan lahan potensial untuk pengembangan pertanian. Pada umumnya sebagian besar lahan tersebut dapat diusahakan untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Sebagai lahan marginal, memanfaatkan lahan rawa pasang surut untuk usaha pertanian memang tidak semudah memanfaatkan lahan-lahan subur yang selama ini banyak dimanfaatkan untuk usaha pertanian seperi lahan irigasi dan lainnya. Lahan rawa pasang surut merupakan lahan marginal yang memiliki potensi cukup besar untuk pengembangan pertanian khususnya untuk pengembangan tanaman pangan. Untuk pemanfaatan lahan tersebut dan pencapaian target produktivitas yang signifikan digunakan varietas unggul baru tanaman padi. Varietas unggul baru merupakan salah satu inovasi teknologi yang dominan dan terbukti mampu meningkatkan produksi padi pada tingkat petani. Teknologi ini merupakan teknologi utama dalam penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi dan paling mudah diadopsi oleh petani (Suhendrata dalam Rohaeni et al., 2012). Hal itu terkait dengan preferensi konsumen karena Varietas Unggul Baru (VUB) mempunyai beberapa kelebihan keragaan tanaman maupun kuantitas produksinya. Indonesia dengan berbagai wilayahnya mempunyai karakter agroekosistem spesifik lokasi yang berbeda-beda. Dengan demikian diperlukan perlakuan uji adaptasi terhadap VUB spesifik lokasi sehingga dapat diketahui hasil seleksi atas VUB pada agroekosistem spesifik lokasi tertentu, dalam hal ini sawah pasang surut. 38
METODOLOGI Pengkajian uji adaptasi VUB padi dilaksanakan pada unit Demplot pendampingan PTT di Kabupaten Seruyan yang berlokasi di petak demonstrasi plot sawah pasang surut Kelompok Tani Maju Tani 2, Desa Kartika Bhakti, Kecamatan Seruyan Hilir Timur, Kabupaten Seruyan pada bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Maret 2014. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Lima Varietas yang di uji yaitu varietas Inpari 20, varietas Inpari 23, varietas Inpari 24, varietas Inpari 28,dan varietas Inpari 30. Penanaman menggunakan bibit muda < 21 hari setelah sebar (hss) ditanam sejumlah 2-3 bibit tiap rumpun dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm menggunakan sistem tanam jajar legowo 2:1. Pemupukan menggunakan urea sejumlah 100 kg/ha dan NPK 300 kg/ha. Parameter pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur keluar malai, jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi per malai, dan produktivitas (ton/ha). Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Analysis of Variance (Anova) dan untuk melihat perbedaan masing-masing varietas dilakukan uji DMRT pada taraf 5% berdasarkan Gomez dan Gomez (1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi adalah suatu upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan produktivitas padi dan pendapatan petani melalui tata kelola lahan, air, tanaman, serta organisme pengganggu tanaman secara terpadu dan lestari. Di dalam pelaksanaan pengkajian ini, upaya PTT diterapkan dengan tidak meninggalkan kaidah-kaidah pendekatan PTT itu sendiri yaitu partisipatif, sinergis terpadu, dan dinamis spesifik lokasi. Komponen teknologi produksi dicanangkan meliputi penggunaan varietas unggul baru (Inpari 20, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 28, Inpari 30), penggunaan benih bermutu dan bersertifikat, penanaman usia muda < 21 hss, pengaturan cara tanam (jajar legowo 2:1), penggunaan pupuk berdasarkan kondisi lahan serta kebutuhan tanaman, pelaksanaan pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT). 39
Kabupaten Seruyan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah dengan jarak kurang lebih 382 km dari Ibukota provinsi. Mempunyai lahan tipe lahan rawa tepatnya lahan rawa pasang surut yang tergenang secara periodik atau terus-menerus oleh pasang surutnya air laut secara alami dalam waktu lama karena drainase yang terhambat. Pola genangannya (jangkauan air pasang) termasuk ke dalam tipe C atau D, yang kondisi lahannya tidak tergenang tapi kedalaman air tanah pada saat pasang kurang dari 50 cm (tipe C) atau lahan tidak tergenang pada waktu pasang air tanah lebih dari 50 cm tapi pasang surutnya air masih terasa atau tampak pada saluran tersier (tipe D). Dengan tipe tersebut lahan masih dapat dimanfaatkan budidaya tanaman padi sawah dengan varietas-varietas Inpari 20, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 28, Inpari 30 namun masih diperlukan pengkajian. Tabel 1. Rerata Hasil Pengamatan Varietas Unggul Baru Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Desa Kartika Bhakti, Kabupaten Seruyan TA. 2014 Varietas Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan Produktif Umur Keluar Malai (hst) Panjang Malai (cm) Jumlah Gabah per Malai (butir) Jumlah Gabah Isi per Malai (butir) Produktivitas (ton/ha) GKP Inpari 20 86,33a 21,67 b 57 a 26 a 127,00 a 118,00 a 5,1 a Inpari 23 123,67c 10,33 a 58 a 29 b 180,33 b 174,00 b 6,3 a Inpari 24 95,00b 22,67 bc 60 a 29 b 114,67 a 102,00 a 4,2 a Inpari 28 96,00b 23,33 bc 56 a 28 ab 117,67 a 107,33 a 4,5 a Inpari 30 95,67b 26,33 c 59 a 26 a 120,67 a 109,67 a 4,3 a Keterangan : Angka rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji DMRT Hasil pengolahan data secara statistik tersaji pada Tabel 1. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai daun terpanjang. Pada tabel terlihat bahwa tinggi tanaman paling tinggi terdapat pada varietas inpari 23 yang berbeda nyata dengan varietas lainnya yaitu Inpari 20, Inpari 24, Inpari 28, dan Inpari 30. Sedangkan tinggi tanaman terendah adalah inpari 24 yang hanya mencapai 95 cm. Perbedaan tinggi tersebut dipengaruhi oleh perbedaan genetik masing-masing varietas. Pada dasarnya perbedaan susunan genetik adalah salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Dengan demikian pertumbuhan varietas satu dengan yang lain memang tidak bisa seragam. Meskipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari tanaman yang sama namun oleh karena terdapat susunan genetik yang 40
berbeda maka kemungkinan yang terjadi hasilnya (penampilan) tetap akan beragam satu sama lain. Jumlah anakan dihitung dengan seluruh batang tanaman yang dikurangi 1 batang. Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah anakan berbeda nyata pada varietas Inpari 23, yang jumlah anakannya justru paling sedikit, hanya mencapai 10,33, bila dibandingkan dengan keempat varietas lainnya yang masing-masing mampu mencapai 21,67; 22,67; 23,33; dan 26,33 untuk varietas Inpari 20, Inpari 24, Inpari 28, dan Inpari 30. Jumlah anakan tertinggi dicapai oleh varietas Inpari 30. Sesuai Soemartoko et all dalam Fitri H (2009), temperatur tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif menaikkan jumlah anakan karena naiknya aktifitas tanaman dengan mengambil zat makanan. Tetapi temperatur tinggi pada fase tersebut bagi tanaman berbatang tinggi dan berdaun bergerak dapat menghasilkan keadaan daun yang saling menaungi serta kerebahan. Mengenai umur keluar malai dari masing-masing varietas tercatat bahwa tidak ada perbedaan nyata antara varietas satu dengan yang lain, yaitu berkisar pada umur 55 60 hari setelah tanam. Sedangkan panjang malai, Inpari 24 memiliki malai terpanjang dengan 29 cm dan berbeda nyata dengan Inpari 20 dan Inpari 30 yang memilik panjang malai 26 cm. Perbedaan nyata terlihat pada paramater jumlah gabah per malai. Varietas Inpari 23 tetap pada kedudukannya yang menduduki jumlah terbanyak yang mampu mencapai 180,33 butir. Varietas lainnya hanya mampu pada kisaran di bawah 130 butir yaitu Inpari 20 (127 butir), Inpari 24 (114,67 butir), Inpari 28 (117,67 butir), dan Inpari 30 (120,67 butir). Pada kolom jumlah gabah isi per malai (butir), perbedaan nyata kembali terlihat pada Inpari 23 yang paling banyak mempunyai jumlah gabah isi per malai sejumlah 174 butir. Berbeda nyata dengan varietas lainnya yaitu Inpari 20, Inpari 24, Inpari 28, dan Inpari 30 yang masing-masing mempunyai jumlah 118 butir; 102 butir; 107,33 butir; dan 109,67 butir. Jumlah paling sedikit diduduki oleh varietas Inpari 24. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik tanaman. Shihua et all dalam Fitri H. (2009) mengemukakan pendapat bahwa persentase kehampaan ditentukan oleh suhu udara dan fase kritis yaitu saat terjadi meiosis (9 12 hari sebelum pembungaan) dan pada saat pembungaan. Untuk Produktivitas gabah kering panen (GKP), varietas inpari 23 mempunyai hasil yang tertinggi dengan jumlah hasil 6,3 ton/ha, sedangkan 41
varietas Inpari 20, Inpari 24, Inpari 28 dan Inpari 30 berturut-turut diperoleh hasil 5,1 t/ha, 4,2 t/ha, 4,3 t/ha dan 4,5 t/ha. Produktivitas ini lebih besar dibandingkan dengan varietas yang biasa ditanam petani yaitu Ciherang dengan hasil produktivitas sebesar 3,15 t/ha. KESIMPULAN Varietas Inpari 23 adalah varietas padi sawah yang mempunyai adaptasi paling baik pada lahan pasang surut di lokasi pengkajian dalam hal keragaan tanaman maupun produktivitasnya. Varietas lainnya yaitu Inpari 20, Inpari 24, Inpari 28, dan Inpari 30 juga mempunyai keadaptifan yang baik. Dari kelima varietas tersebut mempunyai potensi yang bagus dan adaptif untuk lebih dikembangkan di daerah lahan pasang surut. DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian. 2013. Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi. Kementerian Pertanian. BPS. 2014. Kalimantan Tengah Dalam Angka. BPS Kalimantan Tengah. BPS. 2014. Seruyan Dalam Angka. BPS Seruyan. Fitri, H. 2009. Uji Adaptasi Beberapa Varietas Padi Ladang (Oryza sativa L.). Laporan Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Gomez, KA,, A.A.Gomez. 1995. Statisticcal Procedures for Agricultural Research. Terjemahan dari : Penerjemah : Sjamsuddin E, Barharsjah JS. Prosedur Statistik untuk Pertanian (edisi ke-2) Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Senewe, Rein E dan Janes B Alfon. 2011. Kajian Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Sawah Pada Sentra Produksi Padi Di Seram Bagian Barat Provinsi Maluku. Jurnal Budidaya Pertanian 7(2): 60-64. Suhendrata. 2012. Preferensi Responden Terhadap Keragaan Tanaman dan Kualitas Produk Beberapa Varietas Unggul Baru Padi, Jawa Barat. Dalam: Rohaeni. Prosiding Informatika Pertanian 21(2): 107 115. Sitompul, S.M. dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press., Yogyakarta. Balittra. 2014. Empat Kunci Sukses Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut Untuk Usaha Pertanian Berkelanjutan. www.balittra.litbang.pertanian.go.id. 42