BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DI KAWASAN RAWAN BENCANA (KRB) III DESA GLAGAHARJO KECAMATAN CANGKRINGAN DALAM MENGHADAPI BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Merapi. Ada 8 Desa yang termasuk ke dalam KRB III. Penelitian ini bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi Kapasitas Kelembagaan Program Sister Village sebagai Bentuk

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

TUGAS POKOK & FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) PROVINSI SUMATERA BARAT

GLAGAHARJO VILLAGE,CANGKRINGAN,SLEMAN, YOGYAKARTA.

LAMPIRAN. Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara dengan garis pantai terluas di dunia ini berada pada jalur ring

Peran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia. Oleh: Rudi Saprudin Darwis

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEMBENTUKAN DESA TANGGUH BENCANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANGGARAN 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan the ring of fire. Wilayah ini berupa sebuah zona

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR TETAP SIAGA DARURAT BENCANA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Balai Pemantauan Gunung Api. Organisasi. Tata Kerja.

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan hasil analisis mean sistem manajemen bangunan pasca letusan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28

DAFTAR ISI. COVER DALAM... i. PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI... iii. MOTTO... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Evakuasi

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EVALUASI PENYULUHAN STUDI KASUS SOSIALISASI BENCANA GUNUNGAPI TALANG, SUMATRA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU (IKI) BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

BAB I PENDAHULUAN. Kerentanan berkaitan erat dengan kesenjangan (inequality) yang dihasilkan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KEPALA BADAN KEPALA PELAKSANA JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN PROGRAM SUB BAGIAN KEUANGAN BIDANG KEDARURATAN DAN LOGISTIK

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

PENDAHULUAN Latar Belakang

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEBRUARI 2016 PENGIRIMAN AIR BERSIH,

BAB V. RENCANA PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

UPAYA KETAHANAN BERMUKIM MASYARAKAT KAWASAN RAWAN BENCANA LERENG GUNUNG MERAPI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BAB IV VISI, MISI,TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.5

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010

PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

BAB II GAMBARAN UMUM. Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi Bandung. 2.1 Sejarah Singkat Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA

BAB 1 PENDAHULUAN EURASIA. Gambar 1.1. Kondisi Geologi Indonesia

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BAB VI KESIMPULAN DAN PEMBAHASAN

Program : Pelayanan Administrasi Perkantoran

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

Hasil Diskusi KELOMPOK SIAGA

Profil dan Data Base BPBD Sleman

Transkripsi:

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan kebijakan relokasi atas dasar pertimbangan Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Merapi yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal demikian juga dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman. Adapun kebijakan relokasi Pemerintah Kabupaten Sleman termuat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011-2013. Isi utama peraturan tersebut adalah penyesuaian tata ruang wilayah lereng Gunung Merapi melalui kebijakan relokasi. Selain itu, peraturan tersebut juga menyatakan pelarangan pembangunan fasilitas publik di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi. Meskipun demikian, masyarakat Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi, yaitu masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen menolak kebijakan relokasi tersebut. Masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen enggan direlokasi. Sebab, masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen menganggap kampung halamannya sebagai tanah kelahiran serta warisan nenek-moyangnya. Selain itu, lereng Gunung Merapi juga 109

merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen. Prinsipnya Sadumuk Bathuk Senyari Bumi Ditohi Pati. Hingga saat ini, masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen menetap di kampung halamannya yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi. Meskipun demikian, terdapat upaya mitigasi bencana yang dilakukan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi guna mengurangi dampak apabila terjadi erupsi Gunung Merapi di masa mendatang. Hal tersebut dilakukan oleh beberapa pemangku kepentingan (stakeholders), yaitu pemerintah atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, masyarakat setempat dan Lembaga Non Pemerintah Arsitek Komunitas (ARKOM) Yogyakarta dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta. Adapun tindakan mitigasi bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen seperti pendampingan perumusan Standard Operating Procedure (SOP), aktivasi kembali Tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) serta pembangunan sarana fisik. Namun demikian, dalam hal tersebut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman cenderung mengedepankan sikap birokratis. Artinya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman lamban menindaklanjuti aspirasi masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen terkait dengan penolakannya terhadap 110

kebijakan relokasi. Akibatnya, kebutuhan dasar masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen tidak terpenuhi. Selain itu, dalam hal mitigasi bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman cenderung bersikap tidak responsif. Hal tersebut pada ketidaksiapan barak pengungsian, belum dibenahinya jalur evakuasi serta rusaknya sistem peringatan dini (early warning system). Lalu, tindakan mitigasi bencana yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman dapat juga dikatakan tidak strategis. Artinya tindakan mitigasi bencana tersebut masih bersifat pembangunan kapasitas masyarakat seperti pelatihan tanggap darurat serta pembangunan sarana fisik. Sedangkan pembangunan ekonomi yang adil tidak dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman. Padahal pembangunan ekonomi yang adil adalah kunci utama mitigasi bencana. Sedangkan tindakan mitigasi bencana yang dilakukan masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen juga belum maksimal. Hal tersebut dapat ditinjau dari segi ketidakefektifan alokasi anggaran pemerintah desa dalam upaya tanggap darurat. Lalu, kelembagaan penanggulangan bencana baik di tingkat desa maupun dusun juga masih buruk. Selanjutnya, apabila ditinjau dari sisi tindakan individual, tindakan masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen belum sepenuhnya maksimal. Sebagian besar masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen belum siap menghadapi erupsi Gunung Merapi di masa mendatang. Hal tersebut tampak pada belum adanya rencana evakuasi ternak. 111

Selanjutnya, tindakan mitigasi bencana di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen juga dilakukan oleh Lembaga Non Pemerintah Arsitek Komunitas (ARKOM) Yogyakarta dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta. Adapun tindakan mitigasi Arsitek Komunitas (ARKOM) Yogyakarta adalah pelatihan tanggap bencana serta program tabungan siaga bencana. Sedangkan, tindakan mitigasi bencana Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta terwujud dalam pendampingan perumusan konsep Hidup Selaras Bersama Alam (HSBA) yang memuat antisipasi, aksi dan adaptasi. Namun demikian, tindakan mitigasi bencana yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut belum berjalan maksimal. Bahkan, keberlanjutan programnya tidak ada, seperti adagium umum : habis proyek, selesai perkara. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya mitigasi bencana di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen yang melibatkan pemerintah/badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, masyarakat setempat dan Lembaga Non Pemerintah Arsitek Komunitas (ARKOM) Yogyakarta dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta belum fungsional. Artinya, perlu adanya perbaikan tindakan mitigasi bencana dari masingmasing pihak, serta perlu adanya kolaborasi dari masing-masing pihak sehingga mitigasi bencana di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen dapat berjalan dengan efektif. 112

6.2. Saran Gunung Merapi merupakan salah gunung api aktif di Indonesia. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, karakter Gunung Merapi berubah. Kondisi kawah terbuka lebar dan mengarah ke arah selatan dan tenggara atau ke arah Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen. Hal tersebut tentu menuntut upaya mitigasi bencana dari berbagai pihak, terutama masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen dan Pemerintah Kabupaten Sleman. Maka dari itu, hal yang perlu dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam upaya mitigasi bencana di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen adalah sebagai berikut : 1. Masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah K idul dan Srunen harus tetap menjaga kebersamaan satu sama lain melalui kegiatan-kegiatan sosial seperti arisan RT, arisan PKK, pertemuan warga, pengajian dan kerja bakti sehingga modal sosial senantiasa terjaga dan meningkat. 2. Masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen harus senantiasa meningkatkan kapasitas diri terutama dalam hal mengetahui tandatanda peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pertukaran informasi tentang gejala alam yang ditimbulkan Gunung Merapi seperti meningkatnya suhu di lereng Gunung Merapi, pergerakan burung elang jawa dan turunnya binatang di lereng Gunung Merapi antara satu sama lain. 113

3. Masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen sudah harus mempersiapkan barang-barang berharga seperti surat-surat penting, pakaian secukupnya dan lain sebagainya sehingga ketika terjadi situasi darurat (erupsi Gunung Merapi) tidak kerepotan dalam proses evakuasi. 4. Tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen harus meningkatkan kinerjanya dalam upaya pengurangan risiko bencana melalui pembagian tugas dan wewenang, dan pembagian jadwal kerja sehingga rencana kerja yang ditetapkan dapat dikerjakan. 5. Koordinator Tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen harus menjadi aktor penghubung agar dapat melakukan komunikasi dan koordinasi dengan anggota maupun pihak lain baik pemerintah maupun lembaga non pemerintah sehingga upaya pengurangan risiko bencana dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. 6. Tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen harus menjadi aktor pertama untuk memberikan informasi tentang aktivitas Gunung Merapi. Hal ini dapat dilakukan dengan melalui komunikasi dan koordinasi dengan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknik Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman atau Lembaga Non Pemerintah (Non Government Organization/NGO). 7. Komunitas Siaga Merapi (KSM) sebagai organisasi penanggulangan bencana di tingkat Desa Glagaharjo harus meningkatkan kinerjanya melalui pembagian tugas dan wewenang, pembagian jadwal kerja serta penambahan peralatan 114

penanggulangan bencana. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara bekerjasama dengan Pemerintah Desa Glagaharjo, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman atau Lembaga Non Pemerintah (Non Government Organization/NGO) 8. Komunitas Siaga Merapi (KSM) harus intensif melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen sehingga upaya mitigasi bencana dapat dilakukan secara integrative, efektif dan efisien. 9. Komunitas Siaga Merapi (KSM) harus bekerja sama dengan Pemerintah Desa Glagaharjo, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman atau Lembaga Non Pemerintah (Non Government Organization/NGO) dalam upaya mitigasi bencana Gunung Merapi. 10. Pemerintah Kabupaten Sleman harus segera mengambil langkah strategis dan taktis terkait dengan penolakan kebijakan relokasi oleh masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen, yaitu segera menerapkan program Hidup Harmonis Bersama Risiko Bencana (Living In Harmony with Disaster) dengan fokus utama melakukan pembangunan ekonomi, infrastruktur dan kapasitas masyarakat. 11. Pemerintah Kabupaten Sleman harus segera memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen. Misalnya pemenuhan kebutuhan listrik dan lain sebagainya. 12. Pemerintah Kabupaten Sleman harus bekerja sama dengan pihak lain baik Institusi Pendidikan, Lembaga Non Pemerintah (Non Government 115

Organization/NGO) ataupun Perusahaan Swasta dalam upaya mitigasi bencana Gunung Merapi. 13. Pemerintah Kabupaten Sleman harus memfasilitasi hubungan masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen dengan pihak lain, khususnya Perusahaan Swasta terkait dengan status wilayahnya yang termasuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi. 14. Pemerintah Kabupaten Sleman bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman harus segera mengatur penambangan pasir di kawasan lereng Gunung Merapi yaitu dengan pembangun jalur tambang pasir khusus agar truk pengangkut pasir tidak melalui jalur evakuasi. 15. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman harus meningkatkan kinerjanya melalui pembagian tugas dan wewenang, pembagian jadwal kerja, bekerjasama dengan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknik Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta dalam upaya pemberian informasi aktivitas Gunung Merapi kepada masyarakat, perbaikan dan penambahan early warning system (EWS), perbaikan jalur evakuasi dan penyediaan alat evakuasi. 16. Lembaga Non Pemerintah (Non Government Organization/NGO) Arsitek Komunitas (ARKOM) Yogyakarta dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta harus saling bekerjasama, mengevaluasi program kerja yang digagas di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen serta menjaga komunikasi dan koordinasi dengan masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen. Hal tersebut dapat dilakukan dengan 116

kunjungan berkala, pengiriman peserta magang lembaga ataupun melalui sarana telekomunikasi. 117