BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan kebijakan relokasi atas dasar pertimbangan Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Merapi yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal demikian juga dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman. Adapun kebijakan relokasi Pemerintah Kabupaten Sleman termuat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011-2013. Isi utama peraturan tersebut adalah penyesuaian tata ruang wilayah lereng Gunung Merapi melalui kebijakan relokasi. Selain itu, peraturan tersebut juga menyatakan pelarangan pembangunan fasilitas publik di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi. Meskipun demikian, masyarakat Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi, yaitu masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen menolak kebijakan relokasi tersebut. Masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen enggan direlokasi. Sebab, masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen menganggap kampung halamannya sebagai tanah kelahiran serta warisan nenek-moyangnya. Selain itu, lereng Gunung Merapi juga 109
merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen. Prinsipnya Sadumuk Bathuk Senyari Bumi Ditohi Pati. Hingga saat ini, masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen menetap di kampung halamannya yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi. Meskipun demikian, terdapat upaya mitigasi bencana yang dilakukan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi guna mengurangi dampak apabila terjadi erupsi Gunung Merapi di masa mendatang. Hal tersebut dilakukan oleh beberapa pemangku kepentingan (stakeholders), yaitu pemerintah atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, masyarakat setempat dan Lembaga Non Pemerintah Arsitek Komunitas (ARKOM) Yogyakarta dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta. Adapun tindakan mitigasi bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen seperti pendampingan perumusan Standard Operating Procedure (SOP), aktivasi kembali Tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) serta pembangunan sarana fisik. Namun demikian, dalam hal tersebut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman cenderung mengedepankan sikap birokratis. Artinya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman lamban menindaklanjuti aspirasi masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen terkait dengan penolakannya terhadap 110
kebijakan relokasi. Akibatnya, kebutuhan dasar masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen tidak terpenuhi. Selain itu, dalam hal mitigasi bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman cenderung bersikap tidak responsif. Hal tersebut pada ketidaksiapan barak pengungsian, belum dibenahinya jalur evakuasi serta rusaknya sistem peringatan dini (early warning system). Lalu, tindakan mitigasi bencana yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman dapat juga dikatakan tidak strategis. Artinya tindakan mitigasi bencana tersebut masih bersifat pembangunan kapasitas masyarakat seperti pelatihan tanggap darurat serta pembangunan sarana fisik. Sedangkan pembangunan ekonomi yang adil tidak dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman. Padahal pembangunan ekonomi yang adil adalah kunci utama mitigasi bencana. Sedangkan tindakan mitigasi bencana yang dilakukan masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen juga belum maksimal. Hal tersebut dapat ditinjau dari segi ketidakefektifan alokasi anggaran pemerintah desa dalam upaya tanggap darurat. Lalu, kelembagaan penanggulangan bencana baik di tingkat desa maupun dusun juga masih buruk. Selanjutnya, apabila ditinjau dari sisi tindakan individual, tindakan masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen belum sepenuhnya maksimal. Sebagian besar masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen belum siap menghadapi erupsi Gunung Merapi di masa mendatang. Hal tersebut tampak pada belum adanya rencana evakuasi ternak. 111
Selanjutnya, tindakan mitigasi bencana di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen juga dilakukan oleh Lembaga Non Pemerintah Arsitek Komunitas (ARKOM) Yogyakarta dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta. Adapun tindakan mitigasi Arsitek Komunitas (ARKOM) Yogyakarta adalah pelatihan tanggap bencana serta program tabungan siaga bencana. Sedangkan, tindakan mitigasi bencana Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta terwujud dalam pendampingan perumusan konsep Hidup Selaras Bersama Alam (HSBA) yang memuat antisipasi, aksi dan adaptasi. Namun demikian, tindakan mitigasi bencana yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut belum berjalan maksimal. Bahkan, keberlanjutan programnya tidak ada, seperti adagium umum : habis proyek, selesai perkara. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya mitigasi bencana di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen yang melibatkan pemerintah/badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, masyarakat setempat dan Lembaga Non Pemerintah Arsitek Komunitas (ARKOM) Yogyakarta dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta belum fungsional. Artinya, perlu adanya perbaikan tindakan mitigasi bencana dari masingmasing pihak, serta perlu adanya kolaborasi dari masing-masing pihak sehingga mitigasi bencana di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen dapat berjalan dengan efektif. 112
6.2. Saran Gunung Merapi merupakan salah gunung api aktif di Indonesia. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, karakter Gunung Merapi berubah. Kondisi kawah terbuka lebar dan mengarah ke arah selatan dan tenggara atau ke arah Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen. Hal tersebut tentu menuntut upaya mitigasi bencana dari berbagai pihak, terutama masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen dan Pemerintah Kabupaten Sleman. Maka dari itu, hal yang perlu dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam upaya mitigasi bencana di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen adalah sebagai berikut : 1. Masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah K idul dan Srunen harus tetap menjaga kebersamaan satu sama lain melalui kegiatan-kegiatan sosial seperti arisan RT, arisan PKK, pertemuan warga, pengajian dan kerja bakti sehingga modal sosial senantiasa terjaga dan meningkat. 2. Masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen harus senantiasa meningkatkan kapasitas diri terutama dalam hal mengetahui tandatanda peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pertukaran informasi tentang gejala alam yang ditimbulkan Gunung Merapi seperti meningkatnya suhu di lereng Gunung Merapi, pergerakan burung elang jawa dan turunnya binatang di lereng Gunung Merapi antara satu sama lain. 113
3. Masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen sudah harus mempersiapkan barang-barang berharga seperti surat-surat penting, pakaian secukupnya dan lain sebagainya sehingga ketika terjadi situasi darurat (erupsi Gunung Merapi) tidak kerepotan dalam proses evakuasi. 4. Tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen harus meningkatkan kinerjanya dalam upaya pengurangan risiko bencana melalui pembagian tugas dan wewenang, dan pembagian jadwal kerja sehingga rencana kerja yang ditetapkan dapat dikerjakan. 5. Koordinator Tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen harus menjadi aktor penghubung agar dapat melakukan komunikasi dan koordinasi dengan anggota maupun pihak lain baik pemerintah maupun lembaga non pemerintah sehingga upaya pengurangan risiko bencana dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. 6. Tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen harus menjadi aktor pertama untuk memberikan informasi tentang aktivitas Gunung Merapi. Hal ini dapat dilakukan dengan melalui komunikasi dan koordinasi dengan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknik Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman atau Lembaga Non Pemerintah (Non Government Organization/NGO). 7. Komunitas Siaga Merapi (KSM) sebagai organisasi penanggulangan bencana di tingkat Desa Glagaharjo harus meningkatkan kinerjanya melalui pembagian tugas dan wewenang, pembagian jadwal kerja serta penambahan peralatan 114
penanggulangan bencana. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara bekerjasama dengan Pemerintah Desa Glagaharjo, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman atau Lembaga Non Pemerintah (Non Government Organization/NGO) 8. Komunitas Siaga Merapi (KSM) harus intensif melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen sehingga upaya mitigasi bencana dapat dilakukan secara integrative, efektif dan efisien. 9. Komunitas Siaga Merapi (KSM) harus bekerja sama dengan Pemerintah Desa Glagaharjo, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman atau Lembaga Non Pemerintah (Non Government Organization/NGO) dalam upaya mitigasi bencana Gunung Merapi. 10. Pemerintah Kabupaten Sleman harus segera mengambil langkah strategis dan taktis terkait dengan penolakan kebijakan relokasi oleh masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen, yaitu segera menerapkan program Hidup Harmonis Bersama Risiko Bencana (Living In Harmony with Disaster) dengan fokus utama melakukan pembangunan ekonomi, infrastruktur dan kapasitas masyarakat. 11. Pemerintah Kabupaten Sleman harus segera memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen. Misalnya pemenuhan kebutuhan listrik dan lain sebagainya. 12. Pemerintah Kabupaten Sleman harus bekerja sama dengan pihak lain baik Institusi Pendidikan, Lembaga Non Pemerintah (Non Government 115
Organization/NGO) ataupun Perusahaan Swasta dalam upaya mitigasi bencana Gunung Merapi. 13. Pemerintah Kabupaten Sleman harus memfasilitasi hubungan masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen dengan pihak lain, khususnya Perusahaan Swasta terkait dengan status wilayahnya yang termasuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi. 14. Pemerintah Kabupaten Sleman bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman harus segera mengatur penambangan pasir di kawasan lereng Gunung Merapi yaitu dengan pembangun jalur tambang pasir khusus agar truk pengangkut pasir tidak melalui jalur evakuasi. 15. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman harus meningkatkan kinerjanya melalui pembagian tugas dan wewenang, pembagian jadwal kerja, bekerjasama dengan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknik Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta dalam upaya pemberian informasi aktivitas Gunung Merapi kepada masyarakat, perbaikan dan penambahan early warning system (EWS), perbaikan jalur evakuasi dan penyediaan alat evakuasi. 16. Lembaga Non Pemerintah (Non Government Organization/NGO) Arsitek Komunitas (ARKOM) Yogyakarta dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta harus saling bekerjasama, mengevaluasi program kerja yang digagas di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen serta menjaga komunikasi dan koordinasi dengan masyarakat Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen. Hal tersebut dapat dilakukan dengan 116
kunjungan berkala, pengiriman peserta magang lembaga ataupun melalui sarana telekomunikasi. 117