PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN DAN KAITANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH (STUDI KASUS KOTA BOGOR) ADITYO HADISUSILO A

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penduduk dan Ketenagakerjaan/Population and Employment Penduduk dan Ketenagakerjaan/ Population and Employment

PENDUDUK DAN TENAGA KERJA

PP 2/1995, PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BOGOR DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BOGOR. Presiden Republik Indonesia,

KARAKTERISTIK PEMEKARAN KOTA BOGOR DAN EVALUASINYA TERHADAP POLA RUANG PUBLIKASI ILMIAH

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruang, Tata Ruang dan Penataan Ruang

Geografis/ Geographical

REKAPITULASI KARTU INVENTARIS BARANG PEMERINTAH KOTA BOGOR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2016 AUDITED

ANALISIS POLA PENYEBARAN SPASIAL PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun )

Energi/Energy Energi/ Energy

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

LAPORAN TAHAPAN REKAPITULASI PENGHITUNGAN PEROLEHAN SUARA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

Pemerintahan/Government Pemerintahan/ Government

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Larnpiran 1 Nama kelurahanldesa di Kota Bogor pada tahun 2005 No. Nama Kecamatan Nama Kelurahan 1 Bogor Selatan 1. Mulyaharia 2. pamoya"an 3.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00 Ha. Saat ini

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Sumberdaya Air dan Irigasi/Water Resources and Irrigation Sumberdaya Air dan Irigasi/ Water Resources and Irrigation

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH

ANALISIS PERUBAHAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH, KESESUAIAN PENGALOKASIAN RUANG, DAN NILAI LAND RENT DI KECAMATAN BOGOR SELATAN, KOTA BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

POLA PENYEBARAN SPASIAL DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BOGOR TAHUN 2005 YOLI KARTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penentuan Pusat-pusat Kegiatan Baru sebagai Alternatif untuk Mengurangi Kemacetan Kota Bogor

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Z = HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN KELAS JALAN DENGAN KECENDERUNGAN INKONSISTENSI PEMANFAATAN RUANG DI KOTA BOGOR TOPAN LISTIAWAN A

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

KARAKTERISTIK PEMEKARAN KOTA BOGOR DAN EVALUASINYA TERHADAP POLA RUANG SKRIPSI

IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 1 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

ANALISIS DEVIASI PEMANFAATAN RUANG AKTUAL TERHADAP RENCANA DETIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENDUGAAN RAGAM PENARIKAN CONTOH PADA SMALL AREA ESTIMATION

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR,

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 56 Tahun 2016 Seri D Nomor 1 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena

Bab III Pelaksanaan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ISTILAH DI NEGARA LAIN

Perubahan Penggunaan Tanah Sebelum dan Sesudah Dibangun Jalan Tol Ulujami-Serpong Tahun di Kota Tangerang Selatan

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

LINGKUNGAN HIDUP. Lingkungan Hidup/ Environmental. Lingkungan Hidup/ Environmental

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengertian Sistem Informasi Geografis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE

ANALISIS POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PERKEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN TAHAPAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DITEMPAT PEMUNGUTAN SUARA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

SPATIAL OUTLIER DETECTION BERDASARKAN POLIGON DESA PADA DATA PEMILIHAN WALIKOTA BOGOR HUDANUL HAFIIZH

Transkripsi:

PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN DAN KAITANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH (STUDI KASUS KOTA BOGOR) ADITYO HADISUSILO A14053882 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

RINGKASAN ADITYO HADISUSILO. Penggunaan/Penutupan Lahan dan Kaitannya dengan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah (Studi Kasus Kota Bogor). Di bawah bimbingan KHURSATUL MUNIBAH dan KOMARSA GANDASASMITA. Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat akan berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan ruang untuk mewadahi kegiatannya, dan salah satunya dimanifestasikan dalam wujud lahan terbangun. Di atas lahan inilah kemudian penduduk melakukan berbagai kegiatan, baik secara individual maupun kelompok. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan Kota Bogor periode 2005-2007, menganalisis komposisi penggunaan/penutupan lahan tahun 2007 dan kaitannya dengan indeks pertumbuhan ekonomi desa, serta menganalisis kecocokan penggunaan/penutupan lahan tahun 2007 terhadap peta Rencana Tata Ruang Wilayah. Pada tahun 2005 sebaran penggunaan/penutupan lahan di Kota Bogor didominasi oleh permukiman sebesar 31,1% (3.563,01 Ha), diikuti oleh sawah dengan 23,2 % (2.656,07 Ha) dan ruang terbuka hijau sebesar 13,9% (1.592,75 Ha). Tidak terjadi perubahan urutan dominasi penggunaan lahan pada tahun 2007. Permukiman tetap mendominasi sebaran penggunaan/penutupan lahan di Kota Bogor dengan sedikit kenaikan persentase, yaitu 31,3% (3583,98 Ha). Sawah dengan persentase tetap 23,2% (2658,88 Ha) pada peringkat kedua, dan ruang terbuka hijau sebesar 13.9% (1592,79 Ha) pada posisi ketiga. Perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terjadi pada periode 2005 sampai 2007 sebesar 109,14 Ha, dimana perubahan dari tanah kosong menjadi perumahan paling dominan, yaitu sebesar 45 Ha. Disusul oleh perubahan penggunaan lahan ladang yang beralih fungsi menjadi perumahan sebesar 21,75 Ha. Peringkat perubahan penggunaan/penutupan lahan ketiga ditempati perubahan tanah kosong menjadi ladang dengan besar 12,67 Ha. Peningkatan jumlah penduduk, berbanding lurus dengan peningkatan jumlah permintaan akan tempat tinggal. Hal inilah yang menjadi dasar dibangunnya perumahan-perumahan baru. Pembangunan jalur bebas hambatan lingkar luar Bogor nampaknya menjadi pemicu dibangunnya perumahan-perumahan di daerah ini. Karena dengan dibangunnya kedua infrastruktur tersebut, maka perumahan-perumahan ini akan ii

memiliki aksesibilitas yang baik dari dan menuju Ibu Kota yang merupakan pusat aktifitas perekonomian. Kota Bogor terdiri dari dua hirarki, yaitu hirarki I dan III. Sebanyak 57 desa termasuk wilayah hirarki III. Sedangkan 11 desa lainnya termasuk dalam hirarki I. Pada dasarnya, daerah hirarki I merupakan daerah yang berperan sebagai pusat perekonomian serta pusat aktifitas. Oleh karena itu pada umumnya daerah ini didominasi oleh lahan terbangun. Sedangkan daerah hirarki III pada umumnya didominasi oleh lahan tidak terbangun. Ketidak cocokan antara Rencana Tata Ruang Wilayah dan penggunaan/penutupan lahan tahun 2007 dibagi menjadi dua jenis, yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah yang luas peruntukannya lebih besar dibandingkan penggunaan/penutupan lahan aktualnya dan Rencana Tata Ruang Wilayah yang luas aktualnya lebih besar dibandingkan luas peruntukannya. Rencana Tata Ruang Wilayah yang luas peruntukannya lebih besar dibandingkan penggunaan/ penutupan lahan aktualnya dominan terjadi pada rencana tata ruang untuk fasilitas kesehatan. Peruntukan untuk fasilitas kesehatan mencapai 18,3 Ha, sedangkan yang telah terealisasi baru 1,8 Ha. Sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang luas aktualnya lebih besar dibandingkan luas peruntukannya dominan terjadi pada rencana tata ruang untuk pertanian / kebun campuran dengan peruntukannya yang mencapai 128,4 Ha, sedangkan luas aktualnya mencapai 408,1 Ha. Dengan mengidentifikasi inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan di lapang terhadap arahan di dalam rencana tata ruang sebagaimana terdokumentasi di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dapat diketahui penyimpangan penataan ruang yang terjadi di Kota Bogor. Kata kunci; Penggunaan Lahan, Pertumbuhan Ekonomi, Tata Ruang Wilayah iii

SUMMARY ADITYO HADISUSILO. The Relationship Between Land Use/Land Cover and Regional Economic Growth (Bogor Municipality). Under Supervision of KHURSATUL MUNIBAH and KOMARSA GANDASASMITA. Rapid population growth will implied the need for space to accommodate their activity. And one of it manifested in the shape of built up area. On this land then this population do their activity, individually or in a group. The aims of this study were namely, to analyzes changes in land use/land cover of Bogor Municipality between 2005 and 2007, to analyzes the influence of economic factor to the land use/land cover compositions, and to analyzes the consistency between land use of the Bogor Municipality in 2007 and Regional Spatial Plan (RTRW). In 2005, Bogor Municipality land use/land cover was dominated by settlement with 31,1% (3.563,01 Ha), followed by paddy with 23,2 % (2.656,07 Ha) and urban forest with 13,9% (1.592,75 Ha). There were no change in the land use/land cover domination in 2007. Settlement still dominating Bogor Municipality land use/land cover with a little increase, which is 31,3% (3583,98 Ha). Paddy with the same percentage, which is 23,2% (2658,88 Ha) on second place and urban forest with 13.9% (1592,79 Ha) in third place. Between 2005 and 2007, there were 109,14 Ha land use/land cover change that occurs in Bogor Municipality. The transformation from non used space became a residential is the most dominating transformation, which reach 45 Ha. Followed by the transformation from field became a residential with 21,75 Ha and the transformation from non used space became fields is on the third place with 12,67 Ha. The growth of the population equal to the demand for housing. This is the reason for the developer to build new residential. The Bogor outer ring road project is also suspected as the trigger to the growth of residential area. With this infrastructure built, these new residential will have the best accessibility to or from Jakarta, which is the centre of economic activity in Indonesia. Bogor Municipality consist of two hierarchy, first hierarchy and third hierarchy. The third hierarchy consist of 57 villages. While another eleven 11 were classified as the first hierarchy. Essentially, the first hierarchy is the centre iv

of general activity and economic activity, which is why the first hierarchy is dominated by built up area, while the third hierarchy is commonly dominated by the non built area. There are two kinds of the inappropriateness between Regional Spatial Plan and 2007 land use. The first one is the Regional Spatial Plan which was built less than the allocated plan, which is dominated by the allocation for health facilities, with 1,8 Ha over 18,3Ha which was allocated. The second is the Regional Spatial Plan which was built more the allocated plan, which is dominated by the allocation for agriculture with 128,4 Ha allocated, but built up to 408,1 Ha. By identifying the inconsistencies of actual land use to Regional Spatial Plan (RTRW), spatial plan deviations in Bogor Municipality can be identified. Keywords; Land Use, Economic Growth, Spatial Plan v

PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN DAN KAITANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH (STUDI KASUS KOTA BOGOR) ADITYO HADISUSILO A14053882 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 vi

Judul Penelitian Nama Mahasiswa Nomor Pokok : Penggunaan/Penutupan Lahan dan Kaitannya dengan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah (Studi Kasus Kota Bogor) : Adityo Hadisusilo : A14053882 Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Khursatul Munibah, MSc. Dr.Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc. NIP. 19620515 199003 2 001 NIP. 19550111 197603 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc. NIP. 19621113 198703 1 003 Tanggal lulus: vii

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Adityo Hadisusilo, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 November 1988. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Nilo Hadi Soesilo dan Laksita Kridobudiastuti. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Mutiara Indonesia, kemudian masuk SD Negeri Cikini, dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPK 4 BPK Penabur Jakarta dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Al-Azhar dan menyelesaikannya pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui program SPMB di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam setiap kegiatan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Dalam kegiatan akademik, penulis pernah berkesempatan menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra pada tahun 2007 dan 2008, Geomorfologi dan Analisis Lanskap pada tahun 2008 dan 2009, dan Sistem Informasi Geografis pada tahun 2009. viii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan keridhoan-nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada bimbingan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membimbing seluruh umat manusia. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pertanian di Institut Pertanian Bogor. Dalam penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan dan halangan yang mungkin tidak dapat penulis jalani sendiri. Dukungan serta dorongan moral maupun spiritual dari berbagai pihak begitu besar, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis ucapkan terimakasih kepada : 1. Dr. Khursatul Munibah, MSc. selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, pengajaran, dan nasihat selama penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengajaran, masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc. selaku ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis. 4. Dr. Baba Barus, Msc. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi. 5. Keluarga tercinta, ayah, ibu, serta adik yang selalu memberikan semangat serta doa yang tiada hentinya mengalir. 6. Ikhsan, Eni, Bayu, Rahmat, Fitri, Rizal, Adrian, Arbas, Herman, Topan, Ai, Adi, Icad, Yugo, Acid, Rani dan Via terima kasih atas dukungan dan bantuannya. 7. Bambang dan Yudi teman satu bimbinganku. 8. Teman-teman program studi Ilmu Tanah angkatan 42, teman-teman di bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan semua mahasiswa ix

MSL yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas dukungan semangat dan kerjasamanya selama menempuh kuliah di Fakultas Pertanian IPB. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, November 2011 Adityo Hadisusilo x

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan... 3 2.2. Ruang, Tata Ruang dan Penataan Ruang... 5 2.3. Sistem Informasi Geografis... 5 2.4. Penginderaan Jauh, Citra Ikonos dan Quickbird... 7 2.5. Analisis Skalogram... 8 III. METODOLOGI PENELITIAN... 10 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 10 3.2. Bahan dan Alat Penelitian... 13 3.3. Metode Penelitian... 14 3.3.1. Persiapan... 14 3.3.2. Pengolahan Data Awal... 15 3.3.3. Analisis Data... 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 17 4.1. Hasil Pengolahan Data Awal... 17 4.1.1. Pennggunaan/Penutupan Lahan... 17 4.1.2. Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa... 21 4.2. Hasil Analisis... 24 4.2.1. Hasil Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor Periode 2005-2007... 24 xi

4.2.2. Hasil Analisis Komposisi Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2007 dan Kaitannya dengan Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa 27 4.2.3. Kecocokan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2007 terhadap Peta Rencana Tata Ruang Wilayah... 34 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 37 5.1. Kesimpulan... 37 5.2. Saran... 38 DAFTAR PUSTAKA... 39 xii

DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Bahan Penelitian... 13 2. Alat Penelitian... 13 3. Penggunaan/Penutupan Lahan Pada Setiap Desa di Kota Bogor Tahun 2007... 19 4. Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa di Kota Bogor... 23 5. Luas dan Persentase penggunaan/penutupan Lahan Kota Bogor... 26 6. Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor antara Tahun 2005 dan 2007... 26 7. Persentase Penggunaan/Penutupan Lahan Daerah Hirarki I Kota Bogor Tahun 2007... 30 8. Persentase Penggunaan/Penutupan Lahan Daerah Hirarki III Kota Bogor Tahun 2007... 31 9. Luas Peruntukan Lahan Untuk Berbagai Penggunaan Lahan Menurut RTRW dan Luas Aktualnya... 36 xiii

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks 1. Peta Lokasi Penelitian... 11 2. Peta Administrasi Kota Bogor... 12 3. Diagram Alir Penelitian... 14 4. Peta Persebaran Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2007. 18 5. Peta Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa di Kota Bogor... 22 6. Peta Persebaran Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2005 25 7. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Hirarki I Kota Bogor... 28 8. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Hirarki III Kota Bogor... 29 9. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 1999-2009... 35 xiv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat akan berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan ruang untuk mewadahi kegiatannya, dan salah satunya dimanifestasikan dalam wujud lahan terbangun yang meliputi perumahan, permukiman, industri, pendidikan, perhubungan, perkantoran, serta perdagangan dan jasa. Pembangunan infrastruktur di suatu wilayah menyebabkan perubahan nilai lahan, sehingga akan cenderung menyebabkan perubahan penggunaan lahan dari penggunaan lahan dengan land rent rendah menjadi penggunaan lahan dengan land rent tinggi. Berubahnya nilai lahan ini dipicu oleh meningkatnya kemudahan aksesibilitas ke wilayah tersebut ataupun kemudahan akses menuju pusat perekonomian. Perubahan penggunaan lahan dari lahan sawah menjadi perumahan, tanah kosong menjadi perumahan, dan perubahan ladang menjadi perumahan merupakan beberapa contoh perubahan penggunaan lahan yang terjadi akibat perubahan nilai land rent. Komposisi penggunaan lahan di suatu wilayah merupakan cermin dari tingkat pembangunan atau kemajuan di wilayah tersebut. Tingkat pembangunan atau kemajuan wilayah dicerminkan dalam indeks ekonomi, yaitu nilai yang menunjukan banyaknya infrastruktur yang terdapat dalam suatu wilayah. Dengan kata lain, perkembangan kota dan wilayah pada dasarnya adalah wujud fisik perkembangan ekonomi. Semakin tinggi indeks ekonomi suatu wilayah, maka semakin tinggi pula tingkat pembangunannya. Pembangunan infrastruktur ini tidak selalu berdampak positif, karena terkadang pembangunan menjadi berlebihan dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Untuk itu diperlukan sistem monitoring perubahan pemanfaatan ruang lebih dari satu titik tahun dan evaluasi konsistensi tata ruang yang kemudian dapat digunakan sebagai landasan dalam pengendalian tata ruang wilayah. Monitoring dapat dilakukan dengan memanfaatkan Citra Satelit Ikonos 2005 dan Citra Satelit Quickbird 2007, untuk mengetahui pola penggunaan lahan aktual yang kemudian dianalisis untuk mendeskripsikan ketidak cocokan pola ruang di Kota Bogor. 1

1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis perubahan penggunaan lahan di Kota Bogor dari tahun 2005 ke tahun 2007. 2. Menganalisis keterkaitan antara indeks ekonomi dengan penggunaan lahan. 3. Menganalisis ketidak cocokan pemanfaatan ruang di Kota Bogor tahun 2007 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi, tumbuhan (relief), hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini yang bersifat mantap atau mendaur. Lahan merupakan matrik dasar kehidupan manusia dan pembangunan karena hampir semua aspek kehidupan pembangunan, baik langsung maupun tidak langsung, berkaitan dengan permasalahan lahan (Saefulhakim dan Nasoetion, 1995). Terdapat perbedaan antara penutup lahan (land cover) dengan penggunaan lahan (land use). Penutup lahan didefinisikan sebagai bahan-bahan seperti vegetasi dan pondasi yang menutup tanah. Sedangkan inti dari penggunaan lahan adalah aktivitas manusia yang mencirikan suatu daerah sebagai daerah industri, pertanian, atau pemukiman (Marsh,1991, dalam Saefulhakim, 1994). Penutupan lahan (land cover) berkaitan dengan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1997). Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Sepuluh kelas penggunaan lahan menurut Barlowe (1978) adalah sebagai berikut: 1) lahan pemukiman, 2) lahan industri dan perdagangan, 3) lahan bercocok tanam, 4) lahan peternakan dan penggembalaan, 5) lahan hutan, 6) lahan mineral/pertambangan, 7) lahan rekreasi, 8) lahan pelayanan jasa, 9) lahan transportasi dan 10) lahan tempat pembuangan. Perubahan penutupan lahan merupakan bentuk peralihan dari penutupan lahan sebelumnya ke penutupan lahan yang lain, yang berarti berubahnya luas dan lokasi penggunaan lahan tertentu pada suatu kurun waktu. Perubahan penggunaan lahan dan penutupan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta penggunaan lahan dan penutupan lahan dari titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat 3

berguna dalam pengamatan perubahan penggunaan lahan. Secara umum Barlowe (1978) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan adalah faktor fisik dan biologi (sumberdaya alam dan sumberdaya manusia), faktor ekonomi, dan kelembagaan. Proses perubahan penggunaan lahan umumnya bersifat tidak dapat diubah (irreversible), contohnya adalah lahan-lahan sawah yang dikonversikan ke berbagai aktivitas urban sangat kecil kemungkinannya untuk kemudian dikembalikan lagi menjadi sawah. Oleh karenanya proses-proses perubahan penggunaan lahan harus selalu ditempatkan dalam perspektif perencanaan jangka panjang (Rustiadi, 2001). Alih fungsi lahan berskala luas maupun kecil seringkali memiliki permasalahan klasik berupa: 1) efisiensi alokasi dan distribusi sumberdaya dari sudut ekonomi, 2) keterkaitannya dengan proses degradasi dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Ketiga masalah tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu dengan yang lainnya sehingga permasalahan-permasalahan tersebut tidak bersifat independen dan tidak dapat dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan parsial, namun memerlukan pendekatan-pendekatan intregatif (Rustiadi et al, 2005). Perkembangan kota dan wilayah yang dicerminkan oleh pembangunan fisik sangat dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijaksanaan ekonomi. Dengan kata lain, perkembangan kota dan wilayah pada dasarnya adalah wujud fisik perkembangan ekonomi. Pembangunan fisik kota dan wilayah yang ditandai oleh perubahan penggunaan lahan sangat dirasakan khususnya pada metropolitan Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang dan Bekasi). Sebagai contoh, pada tahun 1990 kawasan Puncak, Kabupaten Bogor didominasi oleh hutan, dengan luas 758,43 Ha, atau sekitar 53,04% dari luas keseluruhan. Penggunaan lahan dominan kedua adalah sawah, yaitu sebesar 254, 79 Ha atau sekitar 17,82 % dari luas kawasan Puncak. Sepuluh tahun berikutnya atau pada tahun 2001 menunjukan suatu perubahan yang sangat drastis dimana hutan berkurang menjadi sekitar 580,99 Ha atau sekitar 40,63% dari seluruh luas penggunaan lahan. Hutan di daerah Puncak dan sekitarnya berkurang sekitar 177,44 Ha atau berkurang sekitar 12,41 % dari luasan awalnya. Permukiman aatau kawasan permukiman 4

menjadi penggunaan lahan terbesar kedua dengan luas 443,73 Ha atau meningkat 14,66 %. (Aditya, D. A, 2007) 2.2. Ruang, Tata Ruang dan Penataan Ruang Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya (Pasal 1 butir 1 UU No. 26/2007). Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak, yang menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang ( UU No. 26 Tahun 2007). Berdasarkan UU No.26/2007, pengertian penataan ruang tidak terbatas pada dimensi perencanaan tata ruang saja, namun lebih dari itu termasuk dimensi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang merupakan proses penyusunan rencana tata ruang, baik untuk wilayah administratif (seperti propinsi, kabupaten dan kota), maupun untuk kawasan fungsional (seperti kawasan perkotaan dan perdesaan); pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan; dan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan rencana tata ruangnya. Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dengan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan 1) dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, 2) tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan 3) tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang (UU Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007, Pasal 5) 2.3. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan salah satu produk ilmu komputer yang paling mutakhir saat ini. Pengertian tentang SIG sangat beragam. 5

Hal ini sejalan dengan perkembangan SIG itu sendiri sejak pertama kali SIG dikembangkan oleh Tomlinson tahun 1967. Murai (1999) mengartikan SIG sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data berefrensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumberdaya alam, lingkungan, transportasi fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. Menurut Aronoff (1993), SIG merupakan sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasiinformasi geografi. Sedangkan Bernhardsen (2001) mendefinisikan SIG sebagai sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang berfungsi untuk akusisi dan verifikasi data, kompilasi data, penyimpanan data, perubahan dan pembaharuan data, manajemen dan pertukaran data, manipulasi data, pemanggilan dan presentasi data serta analisa data. Walaupun SIG tak lepas dari perangkat keras dan perangkat lunak komputer sera manajemen data dan informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi. Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Intinya SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non-spasial (Star dan Estes, 1990 dalam Barus dan Wiradisastra, 2000). Menurut Barus dan Wiradisastra (2000) Sistem Informasi Geografi atau disingkat sebagai SIG, terjemahan dari Geographical Information System (GIS), pada saat ini sudah merupakan teknologi yang dianggap biasa pada kalangan perencanaan atau kelompok-kelompok lain yang berkecimpung dalam hal pemetaan sumberdaya maupun dalam berbagai bidang lainnya seperti pengelolaan dalam penggunaan lahan di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. SIG juga unggul dalam mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan menampilkan data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi. 6

2.4. Penginderaan Jauh, Citra Ikonos dan Quickbird Lillesand dan Kiefer (1994) menyatakan bahwa penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Menurut Kennie dan Matthews (1985) secara fisik penginderaan jauh adalah pengukuran dan perekaman variasi-variasi energi elektromagnetik yang terjadi ketika energi itu berinteraksi dengan atmosfer dan permukaan bumi. Data penginderaan jauh dapat berupa (1) data analog, misalnya foto udara cetak atau data video, dan (2) data digital, misalnya matriks/raster nilai kecerahan yang diperoleh menggunakan penyiam, susunan linier (linier array) atau susunan luasan (area array) (Jensen, 1996). Data analog penginderaan jauh dianalisis dengan metode visual, sedangkan data digital dianalisis dengan metode digital. Untuk melengkapi proses penginderaan jauh, data yang dikumpulkan oleh sistem penginderaan jauh harus dianalisis melalui interpretasi dan teknik pengukuran untuk memperoleh informasi yang berguna mengenai obyek-obyek yang diteliti (Avery dan Berlin, 1992). Data penginderaan jauh mempunyai karakteristik khusus yang dikenal dengan istilah resolusi. Resolusi adalah ukuran kemampuan sistem optik untuk membedakan sinyal-sinyal yang dekat secara spasial atau sama secara spektral (Jensen, 1996). Terdapat tiga resolusi yang umum digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik citra, yaitu resolusi spektral, resolusi spasial, resolusi temporal dan resolusi radiometrik. Resolusi spektral berhubungan dengan nomor dan ukuran interval panjang gelombang spesifik pada spektrum elektromagnetik yang peka diindera (Jensen, 1996). Resolusi spasial adalah ukuran angular terkecil atau pemisahan linier antara dua obyek yang dapat dipisahkan oleh sensor atau dengan kata lain ukuran keruangan yang direkam sensor ke dalam satu piksel (Jensen, 1996). Resolusi temporal menunjukkan frekuensi sensor merekam citra pada daerah tertentu (Jensen, 1996). Resolusi temporal ini sangat berguna untuk mendeteksi perubahan di permukaan bumi. Resolusi radiometrik adalah ukuran sensitivitas sensor untuk membedakan aliran radiasi (radiant flux) yang dipantulkan atau diemisikan dari suatu obyek permukaan bumi. Citra yang mempunyai resolusi radiometrik yang 7

lebih tinggi akan memberikan variasi informasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan citra yang mempunyai resolusi radiometrik yang lebih rendah. (Sidik, A. 2008) Ikonos merupakan satelit observasi komersial bumi yang dapat mendeteksi obyek sampai dengan ketelitian satu meter. Citra Ikonos diluncurkan pertama kali pada tanggal 24 september 1999 di California. (Wikipedia. 2010) Ikonos menghasilkan dua macam data: multispektral pada empat interval panjang gelombang, yaitu merah (0,45-0,52 µm), biru (0,52-0,60 µm), hijau (0,63-0,69 µm), infra merah dekat (0,76-0,90 µm), serta pankromatik (0,45-0,90 µm). Memiliki resolusi spasial (1x1) m untuk citra pankromatik, dan (4x4) m untuk citra multispektral. Resolusi temporal Ikonos adalah 14 hari, ini berarti sensor merekam daerah yang sama setiap 14 hari. (Sidik, A. 2008) Quickbird merupakan citra satelit dengan resolusi yang tinggi, yang dimiliki perusahaan penyedia citra satelit dari Amerika Serikat yaitu Digital Globe. Satelit-nya sendiri mengumpulkan citra pankromatik (warna hitam putih) dengan resolusi spasial 0,6 meter dan juga mengumpulkan citra satelit multispektral (berwarna) dengan resolusi spasial 2,4 meter. Dengan tingkat resolusi spasial yang tinggi seperti itu, bangunan seperti rumah, gedung-gedung perkantoran, dan banyak bangunan lainnya akan tampak dengan cukup jelas. (Umardani, M. 2010) Citra Quickbird menghasilkan dua macam data: multispektral pada empat interval panjang gelombang, yaitu biru (0,45-0,52 µm), hijau (0,52-0,60 µm), merah (0,63-0,69 µm), infra merah dekat (0,76-0,90 µm), serta pankromatik (0,50-0,90 µm). Resolusi temporal Quickbird adalah 20 hari. (Sidik, A. 2008) 2.5. Analisis Skalogram Analisis skalogram merupakan salah satu alat untukmengidentifikasi pusat pertumbuhanwilayah berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan demikian dapat ditentukan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktifitas suatu wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap merupakan pusat pelayanan, sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang akan menjadi daerah belakang (hinterland). 8

Hirarki dari pusat pelayanan yang lebih tinggi memiliki sarana pelayanan yang lebih banyak dan lebih beragam. Adanya hirarki secara teoritis mencerminkan adanya perbedaan masa, dimana hirarki yang lebih tinggi mempunyai masa yang lebih besar daripada yang berhirarki lebih rendah. (Rustiadi et al 2005). 9

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai pada Bulan September 2011 sampai November 2011. Lokasi yang diteliti adalah Kota Bogor. Kota Bogor terletak pada 106 43'30"-106 51'00" Bujur Timur dan 6 30'30"-6 41'00" Lintang Selatan. Kota Bogor berjarak sekitar 60 km dari Ibu Kota Negara DKI Jakarta. Secara administrasi Kota Bogor termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat dan dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan, yaitu : Bogor Utara, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah, Bogor Selatan dan Tanah Sereal. Dengan 67 Kelurahan. Luas wilayah Kota Bogor adalah 11.465 Ha. Peta Lokasi Penelitian disajikan pada Gambar 1. Sedangkan Peta Administrasi Kecamatan Kota Bogor disajikan pada Gambar 2. 10

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 11

Gambar 2. Peta Administrasi Kota Bogor 12

3.2. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan perangkat lunak yang digunakan disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Bahan Penelitian No Bahan Sumber Keterangan 1 Citra Ikonos Kota Bogor tahun 2005 Badan Lingkungan Hidup Kota Bogor Untuk membuat Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan aktual tahun 2005 2 Citra Quickbird Kota Bogor tahun 2007 Badan Lingkungan Hidup Kota Bogor Untuk membuat Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan aktual tahun 2007 3 Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005 Badan Lingkungan Hidup Kota Bogor Untuk mengetahui sebaran Penggunaan/ Penutupan Lahan aktual tahun 2005 4 Peta Administrasi Kota Bogor 2007 BAPPEDA Bogor Kota Untuk mengetahui batas wilayah administrasi Kota Bogor (Desa) 5 Data Potensi Desa Kota Bogor Tahun 2006 BPS Kota Bogor Untuk digunakan dalam analisis indeks ekonomi wilayah 6 Peta RTRW Kota Bogor Periode 1999-2009 BAPPEDA Bogor Kota Untuk mengetahui penggunaan lahan menurut perencanaan tata ruang Tabel 2. Alat Penelitian No Perangkat Lunak Keterangan 1 ArcView Gis 3.3 Interpretasi penggunaan/penutupan lahan dan pengolahan data 2 Microsoft Office Excel 2007 Tabulasi data 3 Microsoft Office Visio 2007 Membuat diagram alir 13

3.3 Metode Penelitian Metode penelitian terdiri dari tahap persiapan, pengolahan data awal, dan analisis data. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Diagram Alir Penelitian 3.3.1. Persiapan Penelitian ini dilakukan mulai dari tahap pengumpulan studi literatur, yaitu dengan mengumpulkan tulisan ilmiah yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan, hirarki wilayah, dan penataan ruang di wilayah Kota Bogor, kemudian tahap pembuatan proposal yang diikuti dengan tahap pengumpulan data yang meliputi citra Ikonos tahun 2005, citra Quickbird tahun 2007, dan peta penggunaan/penutupan lahan Kota Bogor tahun 2005 yang berasal dari Badan Lingkungan Hidup Kotamadya Bogor, peta administrasi Kota Bogor tahun 2007 14

dan peta RTRW Kota Bogor tahun 1999-2009 yang berasal dari Bappeda Kotamadya Bogor, dan data potensi desa wilayah Kota Bogor tahun 2006 yang berasal dari BPS Kotamadya Bogor. 3.3.2 Pengolahan Data Awal Pada tahap ini dilakukan interpretasi pengunaan/penutupan lahan berdasarkan citra Quickbird Kota Bogor tahun 2007. Setelah diperoleh peta penggunaan/penutupan lahan tentatif, dilakukan pengecekan lapang yang pada akhirnya menghasilkan Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor tahun 2007. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap penentuan Indeks Pertumbuhan Ekonomi Wilayah yang diperoleh dari hasil analisis Skalogram yang mengacu pada data Potensi Desa Kota bogor tahun 2006. Indeks Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ini kemudian ditambahkan sebagai data atribut pada Peta Administrasi (Desa) Kota Bogor, sehingga diperoleh Peta Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa. 3.3.3. Analisis Data Tahap analisis data meliputi analisis perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005-2007, analisis penggunaan/penutupan lahan tahun 2007 dan kaitannya dengan indeks pertumbuhan ekonomi desa, serta analisis kecocokan penggunaan/penutupan lahan tahun 2007 dengan rencana tata ruang wilayah. Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Periode 2005-2007 Dalam tahap ini, peta perubahan penggunaan lahan Kota bogor periode 2005-2007 yang diperoleh dari proses overlay antara peta penggunaan/penutupan lahan 2005 dengan peta penggunaan/penutupan lahan 2007 dianalisis untuk mengetahui perubahan penggunaan/penutupan lahan apa saja yang terjadi di Kota Bogor pada periode 2005 sampai 2007. Analisis Komposisi Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2007 dan Kaitannya dengan Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa Pada tahap ini Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2007 dioverlay dengan Peta Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa di Kota Bogor, 15

sehingga menghasilkan Peta Penggunaan/Penutupan Lahan dengan Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa untuk kemudian dianalisis. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komposisi pengunaan/penutupan lahan yang dimiliki oleh masing-masing kelompok Indeks Ekonomi Desa. Analisis Kecocokan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2007 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Pada tahap ini Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2007 dioverlay dengan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah untuk kemudian dianalisis kecocokan penguunaan/penutupan lahannya. 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengolahan Data Awal 4.1.1 Penggunaan/Penutupan Lahan Penggunaan/penutupan lahan di Kota Bogor pada tahun 2007 dibagi menjadi delapan belas kelas penggunaan/penutupan lahan. Kedelapan belas kelas penggunaan/penutupan lahan itu adalah: Industri, Istana Negara, Kolam, Ladang, Pendidikan, Perdagangan, Perhubungan, Perkantoran, Permukiman, Perumahan, Ruang Terbuka Hijau, Sarana Olah Raga, Sawah, Semak, Situ, Sungai, Tanah Kosong, dan Tempat Pemakaman Umum. Pada tahun 2007 penggunaan/penutupan lahan di Kota Bogor didominasi oleh permukiman, dengan luasan mencapai 31,3% (3583,98 Ha). Posisi kedua ditempati sawah dengan persentase 23,2% (2658,88 Ha), dan ruang terbuka hijau sebesar 13,9% (1592,79 Ha) pada posisi ketiga. Peta Persebaran Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor tahun 2007 disajikan pada Gambar 4. Sedangkan Data Penggunaan/Penutupan Lahan Pada Setiap Desa di Kota Bogor tahun 2007 disajikan pada Tabel 3. 17

Gambar 4. Peta Persebaran Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2007 18

Tabel 3. Penggunaan/Penutupan Lahan Pada Setiap Desa di Kota Bogor Tahun 2007 Nama Desa Industri Istana Negara Kolam Ladang Pendi dikan Perda gangan Perhu bungan Perkan toran Penggunaan/Penutupan Lahan Ruang Permu Peru Sarana Terbuka kiman mahan Olah Raga Hijau Sawah Semak Situ Sungai BABAKAN 0.57 0.02 21.63 2.63 11.18 46.57 20.22 1.16 8.76 112.74 BABAKANPASAR 0.24 2.13 0.12 26.46 1.14 30.09 BALUMBANGJAYA 1.78 0.43 7.58 42.73 0.19 18.49 46.21 1.85 9.57 128.83 BANTARJATI 1.42 5.54 4.94 4.78 1.33 61.39 52.21 20.62 10.97 16.11 179.31 BARANANGSIANG 0.37 3.65 11.11 5.18 1.19 3.01 83.74 133.73 8.4 10.6 7.63 0.38 1.69 270.68 BATUTULIS 0.2 0.82 0.05 0.03 52.77 2.85 0.51 4.01 6.16 1.07 68.47 BOJONGKERTA 4.09 0.52 12.6 0.06 54.81 73.15 74.3 9.19 17.13 245.85 BONDONGAN 1.38 0.38 49.71 4.04 0.77 2.04 0.72 0 59.04 BUBULAK 0.56 11.56 0.01 36.8 4.98 30.14 47.21 0.29 24.06 155.61 CIBADAK 13.26 8.48 39.26 0.46 0.63 104.98 54.6 35.65 17.07 4.94 1.6 280.93 CIBOGOR 0.01 0.28 5.56 7.43 0.59 29.45 2.57 45.89 CIBULUH 20.46 1.43 0.48 1.57 0.42 76.54 22.28 22.21 0.28 26.31 8.62 12.51 193.11 CIKARET 0.21 17.79 2.14 0.31 83.59 10.58 65.99 3.57 9.31 193.49 CILENDEK BARAT 0.74 2.81 0.77 0.05 53.2 11.46 23.09 19.44 11.12 122.68 CILENDEK TIMUR 0.4 2.03 0.47 0.12 35.23 25.96 18.03 19.98 0 20.05 0.06 122.33 CILUAR 4.43 0.27 1.3 0.15 35.2 24.84 27.57 122.24 10.17 14.61 240.78 CIMAHPAR 1.14 5.45 0.26 0.09 40.34 36.54 73.78 0.16 115.64 14.33 18.91 306.64 CIPAKU 3.25 0.18 0.26 54.3 13.7 18.76 25.32 3.5 5.73 27.99 152.99 CIPARIGI 9.26 0.58 4.51 0.3 0.49 101.99 44.62 16.79 0.27 14.43 16.52 8.38 218.14 CIWARINGIN 0.76 8.77 1.75 0.2 12.26 40.88 7.48 6.42 0.27 0.04 1.58 80.41 CURUG 1.48 2.59 0.03 22.11 21.63 44.31 17.38 0.7 9.9 120.13 CURUGMEKAR 0.65 3.76 0.07 0.01 26.08 59.81 12.29 1.84 5.6 37.39 147.5 EMPANG 2.63 3.22 1.35 59.42 3.75 1.4 8.23 80 GENTENG 0.04 3.38 0.33 0.05 25.39 0.03 35.92 2.27 36.82 18.77 11.16 63.12 197.28 GUDANG 0.97 0.3 1.73 25.62 0.01 0.98 29.61 GUNUNGBATU 0.23 0 0.45 0.4 0.13 57.25 20.68 14.46 0 1.57 17.43 112.6 HARJASARI 5.32 0.44 13.75 0.16 0.04 55.75 20.84 38.36 3.61 0.25 138.52 KATULAMPA 0.25 2.6 0.06 73.38 83 23.14 0.05 221.38 23.6 0.07 0.17 427.7 KAYUMANIS 0.41 6.13 27.02 1.84 0.12 85 12.13 29.44 98.78 7.49 11.87 1.14 281.37 KEBON KALAPA 0.53 3.29 3.3 0.3 0.36 33.93 1.39 1.45 1.45 46 KEBONPEDES 13.47 0.66 1.26 0.27 0.57 100.23 0.42 4.56 2.23 0.59 1.79 0.97 8.77 135.79 KEDUNGBADAK 9.17 0.08 7.99 3.9 2.56 0.42 101.01 33.59 5.13 50.44 3.66 0.54 8.88 227.37 KEDUNGHALANG 12.83 1.82 9.8 0.47 0.27 65.23 28.58 17.65 4.78 20.59 11.24 173.26 KEDUNGJAYA 2.34 1.5 9.24 1.54 0.23 0.85 0.08 45.33 19.4 2.79 9.43 0.38 1.45 94.56 KEDUNGWARINGIN 0.84 0.53 20.73 0.88 0.12 104.23 8.87 14.53 0.04 3.01 153.78 KENCANA 0.47 2.33 22.61 0.05 74.36 34.64 15.43 158.91 6.81 1.6 317.21 KERTAMAYA 0.21 8.25 0.03 29.78 20.57 40.24 39.07 76.69 58.95 123.81 14.12 411.72 LAWANGGINTUNG 4.12 0.68 0 0.1 22.29 30.27 9.42 2.14 1.18 0 5.54 75.74 LOJI 0.65 2.11 0.53 0.7 0.22 57.23 6.55 33.46 0.1 15.42 12.31 129.28 Tanah Kosong TPU Total 19

Tabel 3. Penggunaan/Penutupan Lahan Pada Setiap Desa di Kota Bogor Tahun 2007 (lanjutan) Nama Desa Industri Istana Negara Kolam Ladang Pendi dikan Perda gangan Perhu bungan Perkan toran Penggunaan/Penutupan Lahan Ruang Permu Peru Sarana Terbuka kiman mahan Olah Raga Hijau Sawah Semak Situ Sungai MARGAJAYA 0.27 3.99 1.63 33.25 6.92 41.65 8.11 95.82 MEKARWANGI 5.36 18.25 0.09 0.1 98.14 94.09 29.55 98.7 9.93 8.84 363.05 MENTENG 0.6 14.31 36.72 0.2 3.71 59.95 22.74 20.04 26.84 4.51 32.27 221.89 MUARASARI 1.09 0.21 5.71 0.08 0.02 37.81 0.92 35.37 70.68 2.1 8.87 162.86 MULYAHARJA 0.17 23.53 0.1 0.1 93.66 11.49 81.62 282.21 10.37 20.64 523.89 PABATON 4.01 8.96 13.12 31.55 1.4 2.87 61.91 PAKUAN 0 0.26 11.12 0.04 31.54 42.1 12.32 0.02 7.87 0.53 2.27 108.07 PALEDANG 6.82 1 7.01 5.19 8.59 32.29 98.56 0.56 160.02 PAMOYANAN 1.18 0.32 28.14 0.46 0.05 70.71 116.11 181.46 32.62 26.56 1.19 458.8 PANARAGAN 3.89 1.33 23.97 0.19 0.41 29.79 PASIRJAYA 7.21 1.24 4.77 51.15 10.97 31.55 0.19 14.83 0 8.36 130.27 PASIRKUDA 0.45 4.25 1.16 1.56 50.95 3.55 31.74 0.04 9.83 0.02 24.94 128.49 PASIRMULYA 0.33 0.97 0.11 0.38 33.03 13.66 14.58 6.27 17.7 87.03 RANCAMAYA 9.18 0.1 0.14 23.81 14.39 73.86 68.35 12.66 12.62 215.11 RANGGAMEKAR 3.78 15.08 0.75 0.12 56.78 17.86 32.88 22.12 3.1 7.43 159.9 SEMPLAK 2.74 3.45 0.46 0.13 49.68 0.7 34.62 28.5 13.16 1.19 134.63 SEMPUR 1.15 0.22 0.98 26.16 8.8 1.26 0 2.88 41.45 SINDANGBARANG 0.98 5.17 0.56 0.51 0.06 60.89 0.89 24.03 48.44 28.47 170 SINDANGRASA 11.07 0.13 0.04 46.2 14.03 8.27 11.95 18.77 110.46 SINDANGSARI 5.95 10.33 0.2 0.05 49.45 5.43 11.73 15.09 11.67 0.2 110.1 SITUGEDE 2.74 14.23 0.89 43.56 78.67 121.73 0.5 5.14 9.34 0.56 277.36 SUKADAMAI 2.36 4.39 0.56 0.05 47 24.97 12.05 29.79 2.66 1.36 125.19 SUKARESMI 0.3 11.66 0.05 81.11 0.08 21.9 95.48 1.64 212.22 SUKASARI 1.34 11.74 0.45 45.53 0.74 0.34 0.03 60.17 TAJUR 6.1 3.53 0.02 28.07 0.07 0.26 5.47 43.52 TANAHBARU 3.26 0.61 7.57 4.47 0.23 2.29 73.84 24.57 63.28 130.76 22.21 34.1 367.19 TANAHSEREAL 2.24 0.14 3.3 0.08 1.49 36.67 49.51 5.82 11.02 0.02 0.02 2.47 112.78 TEGALEGA 4.59 16.51 1.62 48.1 32.37 2.86 0 4.04 110.09 TEGALGUNDIL 0 0.42 2.93 3.96 0.26 44.83 73.55 12.57 10.65 1.28 23.76 1.33 175.54 Jumlah 139.41 6.82 50.1 468.3 156.88 64.1 9.77 78.6 3583.98 1297.74 1592.79 88.24 2656.88 382.46 5.14 2.39 750.8 130.63 11465.03 Tanah Kosong TPU Total 20

4.1.2 Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa Analisis hirarki dengan metode skalogram dapat dilakukan berdasarkan indeks sosial, ekonomi dan pemerintahan. Dalam penelitian ini, digunakan indeks ekonomi dengan tiga parameter, yaitu jumlah supermarket/pasar swalayan/toserba, jumlah restoran/rumah makan/kedai makanan minuman, dan jumlah bank umum. Pada umumnya hasil analisis skalogram terdiri dari tiga hirarki, yaitu hirarki I, II, dan III, dimana semakin tinggi tingkatan hirarkinya maka wilayah tersebut semakin maju. Wilayah hirarki I mempunyai tingkat kemajuan paling tinggi, karena jumlah fasilitas dan infrastruktur ekonominya lebih banyak dibandingkan desa lain. Wilayah hirarki II mempunyai jumlah fasilitas dan infrastruktur ekonomi lebih sedikit dibandingkan Wilayah hirarki I. Wilayah hirarki III mempunyai jumlah fasilitas dan infrastruktur ekonomi paling sedikit. Wilayah yang tergolong dalam hirarki I merupakan wilayah-wilayah yang memiliki jumlah supermarket / pasar swalayan / toserba atau restoran / rumah makan / kedai makanan minuman atau bank umum atau kombinasi dari ketiganya lebih dari 15 unit. Sedangkan wilayah yang tergolong dalam hirarki II merupakan wilayah-wilayah yang memiliki jumlah supermarket / pasar swalayan / toserba atau restoran / rumah makan / kedai makanan minuman atau bank umum atau kombinasi dari ketiganya sebanyak 15 unit. Wilayah yang memiliki jumlah supermarket / pasar swalayan / toserba atau restoran / rumah makan / kedai makanan minuman atau bank umum atau kombinasi dari ketiganya kurang dari 15 unit tergolong dalam hirarki III. Hanya terdapat dua hirarki pada Kota Bogor, yaitu hirarki I dan hirarki III. Peta Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa di Kota Bogor disajikan pada Gambar 5. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa daerahdaerah hirarki I tersebar di wilayah-wilayah yang memiliki aksesibilitas terbaik, karena wilayah-wilayah ini merupakan akses utama wilayah Kota Bogor. Hal inilah yang menyebabkan lebih lengkapnya fasilitas-fasilitas serta infrastruktur yang tersedia. Desa-desa yang tergolong dalam hirarki I adalah Kelurahan Babakan, Baranang Siang, Cibogor, Cibuluh, Empang, Gudang, Kedung Badak, Kedung Halang, Pabaton, Sempur, dan Tegalega. Daftar Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa di Kota Bogor ditampilkan dalam Tabel 4. 21

Gambar 5. Peta Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa di Kota Bogor 22

Tabel 4. Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa di Kota Bogor Nama Desa Jumlah Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba (unit) Jumlah Restoran/Rumah Makan/Kedai Makanan Minuman (unit) Jumlah Bank Umum (unit) Indeks Total Hirarki MULYAHARJA 0 0 0 0 0 Hirarki III PAMOYANAN 0 0 0 0 0 Hirarki III RANGGAMEKAR 0 0 0 0 0 Hirarki III GENTENG 0 0 0 0 0 Hirarki III KERTAMAYA 0 0 0 0 0 Hirarki III RANCAMAYA 0 0 0 0 0 Hirarki III BOJONGKERTA 0 0 0 0 0 Hirarki III HARJASARI 0 0 0 0 0 Hirarki III MUARASARI 0 3 0 1 3 Hirarki III PAKUAN 1 1 0 2 2 Hirarki III CIPAKU 1 4 0 2 5 Hirarki III LAWANGGINTUNG 0 1 0 1 1 Hirarki III BATUTULIS 0 2 1 2 3 Hirarki III BONDONGAN 0 1 0 1 1 Hirarki III EMPANG 3 25 2 3 30 Hirarki I CIKARET 0 0 0 0 0 Hirarki III SINDANGSARI 0 2 0 1 2 Hirarki III SINDANGRASA 0 0 0 0 0 Hirarki III TAJUR 1 9 4 3 14 Hirarki III KATULAMPA 1 1 0 2 2 Hirarki III BARANANGSIANG 10 12 1 3 23 Hirarki I SUKASARI 1 10 1 3 12 Hirarki III BANTARJATI 3 4 3 3 10 Hirarki III TEGALGUNDIL 6 2 0 2 8 Hirarki III TANAHBARU 2 2 0 2 4 Hirarki III CIMAHPAR 0 0 0 0 0 Hirarki III CILUAR 1 0 0 1 1 Hirarki III CIBULUH 0 14 3 2 17 Hirarki I KEDUNGHALANG 3 15 0 2 18 Hirarki I CIPARIGI 2 0 1 2 3 Hirarki III PALEDANG 2 4 7 3 13 Hirarki III GUDANG 3 8 6 3 17 Hirarki I BABAKANPASAR 2 5 5 3 12 Hirarki III TEGALLEGA 2 14 1 3 17 Hirarki I BABAKAN 0 10 7 2 17 Hirarki I SEMPUR 4 15 0 2 19 Hirarki I PABATON 3 7 14 3 24 Hirarki I CIBOGOR 2 50 0 2 52 Hirarki I PANARAGAN 2 4 0 2 6 Hirarki III KEBONKELAPA 2 3 1 3 6 Hirarki III CIWARINGIN 0 2 2 2 4 Hirarki III PASIRMULYA 2 3 0 2 5 Hirarki III PASIRKUDA 0 6 0 1 6 Hirarki III PASIRJAYA 0 1 0 1 1 Hirarki III GUNUNGBATU 1 2 2 3 5 Hirarki III LOJI 1 3 0 2 4 Hirarki III MENTENG 1 1 0 2 2 Hirarki III CILENDEK TIMUR 0 0 0 0 0 Hirarki III CILENDEK BARAT 2 9 0 2 11 Hirarki III SINDANGBARANG 4 10 0 2 14 Hirarki III MARGAJAYA 1 6 0 2 7 Hirarki III BALUNGBANG JAYA 0 11 0 1 11 Hirarki III SITUGEDE 0 0 0 0 0 Hirarki III BUBULAK 0 0 0 0 0 Hirarki III SEMPLAK 3 4 1 3 8 Hirarki III CURUGMEKAR 1 1 0 2 2 Hirarki III CURUG 0 0 0 0 0 Hirarki III KEDUNGWARINGIN 2 3 0 2 5 Hirarki III KEDUNGJAYA 3 4 0 2 7 Hirarki III KEBONPEDES 3 2 0 2 5 Hirarki III TANAHSAREAL 0 2 0 1 2 Hirarki III KEDUNGBADAK 3 12 3 3 18 Hirarki I SUKARESMI 0 1 0 1 1 Hirarki III SUKADAMAI 0 0 0 0 0 Hirarki III CIBADAK 3 2 0 2 5 Hirarki III KAYUMANIS 0 2 0 1 2 Hirarki III MEKARWANGI 0 5 0 1 5 Hirarki III KENCANA 0 0 0 0 0 Hirarki III 23

4.2 Hasil Analisis 4.2.1 Hasil Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor Periode 2005-2007 Kota Bogor memiliki luas 11.465 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Barat, Bogor Selatan, Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Utara, dan Tanah Sareal. Berdasarkan hasil interpretasi Citra Ikonos tahun 2005 dan Citra Quickbird tahun 2007 Kota Bogor terdiri dari delapan belas klasifikasi penggunaan/penutupan lahan, yaitu: industri, istana negara, kolam, ladang, pendidikan, perdagangan, perhubungan, perkantoran, permukiman, perumahan, ruang terbuka hijau, sarana olah raga, sawah, semak, situ, sungai, tanah kosong, dan tempat pemakaman umum. Peta Persebaran Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor tahun 2005 disajikan pada Gambar 6, sedangkan Peta Persebaran Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor tahun 2007 telah disajikan sebelumnya pada Gambar 4. Sedangkan luas dan persentasenya disajikan pada Tabel 5 baik untuk tahun 2005 maupun 2007. Pada tahun 2005 sebaran penggunaan/penutupan lahan di Kota Bogor didominasi oleh permukiman sebesar 31,1% (3.563,01 Ha), diikuti oleh sawah dengan 23,2 % (2.656,07 Ha) dan ruang terbuka hijau sebesar 13,9% (1.592,75 Ha). Tidak terjadi perubahan urutan dominasi penggunaan lahan pada tahun 2007. Permukiman tetap mendominasi sebaran penggunaan/penutupan lahan di Kota Bogor dengan sedikit kenaikan persentase, yaitu 31,3% (3583,98 Ha). Sawah dengan persentase tetap 23,2% (2658,88 Ha) pada peringkat kedua, dan ruang terbuka hijau sebesar 13,9% (1592,79 Ha) pada posisi ketiga. 24

Gambar 6. Peta Persebaran Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2005 25

Tabel 5. Luas dan Persentase penggunaan/penutupan Lahan Kota Bogor Penggunaan/Penutupan Lahan 2005 2007 Luas (Ha) % Luas Luas (Ha) % Luas Industri 138,33 1,2 139,41 1,2 Istana Negara 6,82 0,1 6,82 0,1 Kolam 51,72 0,5 50,10 0,4 Ladang 491,48 4,3 468,30 4,1 Pendidikan 156,88 1,4 156,88 1,4 Perdagangan 64,10 0,6 64,10 0,6 Perhubungan 9,77 0,1 9,77 0,1 Perkantoran 77,89 0,7 78,60 0,7 Permukiman 3563,01 31,1 3583,98 31,3 Perumahan 1221,36 10,7 1297,74 11,3 Ruang Terbuka Hijau 1592,75 13,9 1592,79 13,9 Sarana Olah Raga 88,11 0,8 88,24 0,8 Sawah 2656,07 23,2 2656,88 23,2 Semak 381,01 3,3 382,46 3,3 Situ 5,14 0,0 5,14 0,0 Sungai 2,39 0,0 2,39 0,0 Tanah Kosong 827,57 7,2 750,80 6,5 TPU 130,63 1,1 130,63 1,1 Total 11465,03 100 11465,03 100 Jarak dua tahun sebenarnya relatif sempit untuk mengidentifikasi perubahan penggunaan/penutupan lahan karena tingkat perubahan yang tidak signifikan, namun karena citra yang digunakan beresolusi tinggi, dalam hal ini citra Quickbird dan Ikonos, sehingga walaupun jarak waktu tidak terpaut jauh, perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terjadi tetap dapat teridentifikasi dengan jelas. Perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terjadi selama tahun 2005 sampai tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Kota Bogor antara Tahun 2005 dan 2007 2005 Industri Kolam Ladang Perkan toran Permu kiman Peruma han Ruang Sarana Terbuka Olah Raga Hijau Sawah Semak Tanah Kosong Kolam 0.68 0.05 0.04 0.93 0.04 1.75 3.49 Ladang 1.37 7.67 21.75 2.17 32.96 Sawah 0.48 0.48 Tanah Kosong 0.74 0.64 12.67 0.49 10.77 45 0.13 0.36 1.41 72.21 Total 0.74 2.01 13.35 0.49 18.49 67.23 0.04 0.13 1.29 1.45 3.92 109.14 2007 Total Dari Tabel diatas dapat diketahui bahwa antara tahun 2005 dan 2007, perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terjadi sebesar 109,14 Ha, dimana perubahan dari tanah kosong menjadi perumahan paling dominan, yaitu sebesar 26

45 Ha. Perubahan penggunaan lahan ini mayoritas terjadi di Kelurahan Mekarwangi, Kencana, dan Cibadak. Ketiganya termasuk dalam Kecamatan Tanah Sareal. Selain di Kecamatan Tanah Sareal, perubahan penggunaan lahan dari tanah kosong menjadi perumahan juga terjadi di Kecamatan Bogor Utara. Perubahan penggunaan lahan yang mendominasi berikutnya adalah ladang yang beralih fungsi menjadi perumahan (21,75 Ha). Perubahan penggunaan lahan ini paling banyak terjadi di Kecamatan Bogor Utara. Peningkatan jumlah penduduk, berbanding lurus dengan peningkatan jumlah permintaan akan tempat tinggal. Hal inilah yang menjadi dasar dibangunnya perumahan-perumahan baru. Pembangunan jalur bebas hambatan lingkar luar Bogor serta Pembangunan Jalan Kyai Haji Soleh Iskandar atau yang lebih dikenal dengan nama jalan Baru nampaknya menjadi pemicu dibangunnya perumahan-perumahan di daerah ini. Karena dengan dibangunnya kedua infrastruktur tersebut, maka perumahanperumahan ini akan memiliki aksesibilitas yang baik dari dan menuju Ibu Kota yang merupakan pusat aktifitas perekonomian. Peringkat perubahan penggunaan/penutupan lahan ketiga ditempati perubahan tanah kosong menjadi ladang (12,67 Ha) dengan dominasi Kecamatan Tanah Sareal. 4.2.2 Hasil Analisis Komposisi Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2007 dan Kaitannya dengan Indeks Pertumbuhan Ekonomi Desa Pada dasarnya, daerah hirarki I merupakan daerah yang berperan sebagai pusat perekonomian serta pusat aktifitas. Oleh karena itu pada umumnya daerah ini didominasi oleh lahan terbangun berupa industri, pendidikan, perdagangan, perhubungan, perkantoran, permukiman, perumahan, dan sarana olah raga. Sedangkan daerah hirarki III pada umumnya didominasi oleh lahan tidak terbangun, seperti kolam, ladang, ruang terbuka hijau, sawah, semak, situ, sungai, tanah kosong, dan tempat pemakaman umum. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan pada masing-masing hirarki disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8. Sedangkan Persentase Penggunaan/Penutupan Lahan Daerah Hirarki I dan III Kota Bogor Tahun 2007 disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8. 27

Gambar 7. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Hirarki I Kota Bogor 28

Gambar 8. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Hirarki III Kota Bogor 29