1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal yang penting. Peningkatan produksi susu ini dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas atau populasi dari sapi perah laktasi. Pemuliaan memiliki fungsi dan peranan yang penting dalam usaha peningkatan produktivitas ternak karena dapat meningkatkan potensi genetik ternak yang maksimum. Kegiatan pemuliaan meliputi dua hal, yaitu seleksi dan persilangan. Pemilihan sapi perah atau seleksi sangat penting untuk dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kualitas bibit yang baik sehingga menghasilkan produksi susu yang optimal. Proses seleksi dengan tujuan tersebut, diperlukan peningkatan kualitas susu terutama pada kadar lemak. Kadar lemak pada susu merupakan sifat kuantitatif yang dimiliki oleh sapi perah yang merupakan gabungan antara faktor genetik dan faktor lingkungan, sehingga untuk mendapatkan produksi susu yang maksimum diperlukan ternak dengan potensi genetik yang baik maupun secara fenotipik. Hal ini menunjukkan bahwa sifat kadar lemak susu sapi perah penting diperhatikan dalam proses seleksi sehingga produksi susu yang optimal serta kandungan kadar lemak yang baik dapat tercapai. Produktivitas suatu ternak dapat dievaluasi dari mengkaji parameterparameter genetik, salah satunya mencari nilai ripitabilitas dan nilai Most Probable Producing Ability (MPPA). Ripitabilitas diartikan sebagai kemampuan pengulangan suatu sifat pada ternak. Cara untuk mengetahui kemampuan sapi
2 perah betina dalam mengulang kadar lemak susunya di masa mendatang dan melakukan seleksi sapi perah betina berdasarkan nilai MPPA kadar lemak susu. MPPA adalah suatu nilai pendugaan kemampuan produksi dari seekor ternak yang diungkapkan dalam suatu deviasi di dalam suatu populasi, sehingga dengan mengetahui nilai MPPA kita dapat melakukan seleksi yang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan culling/pengafkiran pada ternak yang kurang baik dalam berproduksi. Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah di bawah Direktorat Jenderal Peternakan yang bergerak di bidang pemuliaan, pemeliharaan, produksi dan pemasaran bibit sapi perah unggul juga hijauan pakan ternak. Balai tersebut merupakan balai pembibitan sapi perah yang memiliki sistem recording yang baik, sehingga dapat mendukung penelitian yang akan dilaksanakan. 1.2. Identifikasi Masalah (1) Berapa pendugaan nilai ripitabilitas kadar lemak susu sapi perah Friesian Holstein (FH) di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto, Jawa Tengah. (2) Berapa nilai MPPA kadar lemak susu sapi perah Friesian Holstein (FH) di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto, Jawa Tengah. 1.3. Maksud dan Tujuan (1) Untuk mengetahui dugaan nilai ripitabilitas kadar lemak susu sapi perah Friesian Holstein (FH) di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto, Jawa Tengah.
3 (2) Untuk mengetahui nilai MPPA kadar lemak susu sapi perah Friesian Holstein (FH) di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto, Jawa Tengah. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini secara umum diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang peternakan sapi perah. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi untuk BBPTU-HPT Baturraden mengenai besarnya dugaan nilai ripitabilitas dan MPPA kadar lemak susu sapi perah, sehingga dapat memberikan masukan untuk balai tersebut dalam melakukan seleksi ternak serta dapat juga dimanfaatkan dalam pembuatan rencana program pemuliaan sapi perah. 1.5. Kerangka Pemikiran Sapi perah merupakan hewan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya, dan dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu sebagai salah satu sumber protein hewani bagi manusia. Bangsa sapi perah yang umum dikembangkan dan dipelihara di Indonesia adalah sapi Friesian Holstein (FH) yang memiliki produksi susu yang tinggi dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya. Produksi susu sapi FH saat ini di Indonesia memiliki produksi rata-rata sekitar 10 liter/ekor/hari atau sekitar 3.471 kilogram/laktasi (Anggraeni, 2012). Kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh peternak, maka selain adanya dukungan faktor lingkungan yaitu tatalaksana pemeliharaannya, pencegahan penyakit, pakan yang berkualitas, perlu juga didukung oleh kualitas genetik sapi perah yang dibudidayakan. Faktor genetik sangat penting karena faktor tersebut besifat mewaris, yang artinya keunggulan yang diekspresikan oleh suatu individu dapat
4 diwariskan pada keturunannya, sehingga perlu dilakukan usaha untuk perbaikan dan peningkatan mutu genetiknya. Upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu genetik ternak, yaitu dengan cara seleksi. Estimasi potensi genetik diperlukan juga untuk mengetahui seberapa besar sifat-sifat yang dapat diwariskan tetua kepada keturunannya sehingga dapat diketahui ternak mana yang mempunyai sifat produksi dan reproduksi tinggi untuk diseleksi (Dudi, dkk., 2006; Prahanisa, dkk., 2011). Proses seleksi bibit sapi perah bertujuan untuk memperoleh kualitas bibit yang baik dengan produksi susu yang optimal serta kualitas susu sapi perah yang baik terutama pada kadar lemak. Susu yang mengandung kadar lemak yang baik juga akan memberikan nilai nutrisi optimal dan juga nilai ekonomi tinggi bagi peternak. Kadar lemak susu yang semakin tinggi di dalam susu akan meningkatkan harga susu yang dihasilkan oleh sapi perah (Winarno, 1993). Kadar lemak pada susu sapi perah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pakan, iklim, waktu laktasi, umur sapi, dan waktu pemerahan. Hijauan yang merupakan pakan utama yang dikonsumsi oleh sapi perah, berpengaruh terhadap kandungan lemak pada susu yang dihasilkan. Semakin tinggi serat kasar yang dikonsumsi sapi perah, maka semakin tinggi pula kandungan lemak pada susu yang dihasilkan. Seleksi terhadap sapi betina merupakan hal yang sangat penting karena pemasukan utama peternak adalah hasil dari penjualan susu, maka produktivitas sapi betina merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui (Ensminger, 1980). Semakin cepat seleksi dilakukan, semakin cepat pula perbaikan genetiknya, maka dilakukanlah seleksi pada sapi perah betina periode laktasi awal untuk memperpanjang masa produksi ternak sapi perah betina tersebut. Keadaan di lapangan sering terjadi pencatatan yang tidak lengkap, sehingga diperlukan suatu
5 catatan yang fleksibel dan sederhana yakni Test Day (TD), untuk mencatat produksi susu pada hari-hari pengujian tertentu selama laktasi (Indrijani, 2009). Test Day ini dimana produksi susu dicatat satu hari pada hari-hari uji tertentu. Begitu pula dengan kadar lemak susu yang dicatat satu hari pada hari-hari uji tertentu dengan metode pencatatan Test Day. Jika menggunakan catatan berulang, pengaruh yang bukan sifat genetik dan merupakan faktor tetap (suhu, kelembaban, tahun produksi, periode laktasi) terhadap produktivitas ternak sepanjang hidupnya turut diperhitungkan (Karnaen dan Arifin, 2006). Ripitabilitas berarti suatu kemampuan ternak untuk mengulang produksi selama hidupnya. Ripitabilitas meliputi semua pengaruh genetik ditambah pengaruh lingkungan yang bersifat permanen. Pengaruh lingkungan yang permanen adalah semua pengaruh yang bukan bersifat genetik, tetapi mempengaruhi produktivitas seekor ternak selama hidupnya, sedangkan keragaman lingkungan temporer berasal dari nutrisi, iklim, dan tatalaksana pemeliharaannya (Aditya, dkk., 2015). Pengetahuan tentang ripitabilitas suatu sifat itu dapat mengetahui batas minimum nilai heritabilitas dari sifat yang diamati. Jika ragam lingkungan permanen sama dengan nol berarti lingkungan permanen tidak memberikan pengaruh atau respon, sehingga nilai r=h 2, sedangkan jika ragam lingkungan permanen tidak sama dengan nol maka lingkungan permanen memberikan respon atau pengaruh sehingga r > h 2. Jadi, jika rumus ripitabilitas dibandingkan dengan heritabilitas, maka angka pengulangan merupakan batas maksimum dari angka pewarisan, atau angka pengulangan selalu lebih besar atau sama dengan angka pewarisan (r h 2 ) (Hardjosubroto, 1994). Besar nilai ripitabilitas tergantung dari banyaknya populasi, waktu dan tempat penelitian, dan metode yang digunakan sehingga nilai ripitabilitas itu tidak tetap.
6 Kemampuan produksi individu sapi dapat diketahui pula dengan metode Most Probable Producing Ability. Nilai MPPA adalah salah satu pendugaan secara maksimum dari kemampuan berproduksi seekor betina yang diperhitungkan atau diduga atas dasar performa yang ada (Warwick dkk., 1990). Ternak yang memiliki daya produksi kadar lemak yang tinggi akan mempunyai peringkat MPPA yang tinggi dibandingkan dengan rataan populasi. MPPA menunjukkan kemampuan berulang seekor sapi perah dalam memproduksi kadar lemak susu. Parameter genetik yang digunakan dalam metode MPPA ini yaitu ripitabilitas yang gunanya untuk menduga nilai maksimum yang dapat dicapai heritabilitas, untuk menduga kemampuan produksi dalam masa produksi seekor ternak (MPPA) dan meningkatan ketepatan dalam seleksi (Wahyuni, 2012). Ripitabilitas digolongkan ke dalam rendah jika nilainya kurang dari 0,2, sedang jika nilainya berkisar antara 0,2 dan 0,4, dan tinggi jika nilainya lebih besar dari 0,4 (Noor, 2010). Menurut hasil penelitian Dianayanti (2004), bahwa nilai ripitabilitas kadar lemak susu sapi perah FH di BBPTU-HPT Sapi Perah Baturraden Purwokerto, Jawa Tengah yang didapatkan data pencatatan dari tahun 1999-2004 sebesar 0,65 yang tergolong tinggi jika dibandingkan dengan menurut pendapat Noor (2010) yaitu nilai ripitabilitas tergolong tinggi jika nilainya sudah lebih besar dari 0,4 yang menunjukkan kemampuan sapi perah mengulangi kadar lemak susu tersebut tinggi. Diduga nilai ripitabilitas kadar lemak susu sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden saat ini juga tinggi dan sebagian besar dari sapi perah betina di balai tersebut memiliki nilai MPPA di atas rata-rata. Evaluasi mutu genetik sapi perah dengan nilai ripitabilitas dan MPPA kadar lemak susu ini akan memberikan informasi sapi perah yang dapat dibudidayakan dan dikembangkan untuk bibit
7 unggul dan juga dapat dilakukan pengafkiran pada sapi perah betina yang dianggap mempunyai mutu genetik yang tidak baik. 1.6. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada 8 Januari 22 Januari 2018 bertempat di lokasi penelitian di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden Purwokerto, Jawa Tengah.