BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENATAAN ULANG TROTOAR TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI (Studi Kasus Penggal Jalan Babarsari, Sleman, Yogyakarta)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

EVALUASI PELAYANAN FASILITAS PEJALAN KAKI (Studi Kasus : Jalan Urip Sumoharjo Yogyakarta)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

Persyaratan Teknis jalan

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MEGA MALL JALAN A.YANI KOTA PONTIANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAU PUSTAKA

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

UNIVERSITAS ESA UNGGUL Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. Manajemen Pejalan Kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 DATA DAN ANALISA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Departemental Advice Note TA/10/80 dalam Idris Zilhardi (2007) menyatakan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

Penempatan marka jalan

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi geometri teluk bus

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

UNIVERSITAS GUNADARMA KRITIK ARSITEKTUR

Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

BAB III LANDASAN TEORI

AKSESIBILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) BAGI PENYANDANG DIFABEL DI KOTA BANDA ACEH MENURUT PERSEPSI MASYARAKAT

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas tentang kelayakan trotoar dengan melihat kepadatan jumlah pejalan kaki yang melalui trotoar. Hasil pengamatan di tinjau kembali berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 1993 dan Direktorat Jendral Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Pertokoan No.11/T/Bt/1995, hasil penelitian menunjukkan lebar jalur pejalan kaki yang dibutuhkan berdasarkan volume pejalan kaki (pejalan kaki/menit/meter) maksimal, hanya sebesar 1,5 meter. Hasil ini menunjukkan bahwa trotoar di pasar Pakem masih layak untuk digunakan. Hananto (2011), dalam Penataan Ulang Trotoar terhadap Kenyamanan Pejalan Kaki, yang mengambil lokasi penelitian di Jalan Babarsari, Sleman, Yogyakarta, membahas tentang penataan ulang trotoar dengan melakukan pengamatan dan menghitung secara langsung jumlah pejalan kaki yang melintasi trotoar. Selain itu juga digunakan metode kuisioner, untuk memperoleh informasi dari responden tentang kenyamanan pejalan kaki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebar trotoar masih memenuhi syarat minimal yaitu 1,8 meter. Walaupun demikian masih ditemui beberapa masalah anatara lain, trotoar sebagai lahan parkir,peletakan rambu-rambu di trotoar, material trotoar yang rusak, trotoar terputus atau tidak menerus, ketinggian 9

10 kerb lebih dari 15cm, peletakan vegetasi dan street furniture berada ditengah trotoar, kemiringan trotoar lebih dari 2-4% kemiringan. Beberapa alternatif pemecahan masalah adalah penggunaan ramp bagi pejalan kaki dan kendaraan bermotor, pengaturan parkir dan PKL, penggunaan material kasar dan guiding block, penggunaan speed bump pada penyeberangan, pengaturan letak vegetasi dan street furniture,meneruskan trotoar yang terputus. Henrile (2014), dalam Evaluasi Pelayanan Fasilitas Pejalan Kaki, yang mengambil lokasi penelitian di ruas Jalan Laksda Adisucipto Yogyakarta, membahas tentang pelayanan fasilitas pejalan kaki berupa trotoar dan fasilitas penyeberangan terhadap pejalan kaki yang berada di kawasan Jalan Laksda Adisucipto tepatnya pada fasilitas pejalan kaki yang berada di depan Ambarukmo Plaza Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pengukuran kondisi eksisting fasilitas pejalan kaki, pengumpulan data volume pejalan kaki, volume penyeberang jalan, dan volume kendaraan. Data yang sudah diperoleh kemudian dilakukan pengolahan berdasarkan peraturan-peraturan pemerintah dan syarat teknis yang berlaku di Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh lebar trotoar pada lokasi 1 dan 2 yang pada awalnya berukuran 1 meter harus dilakukan pelebaran menjadi 1,5 meter. Pada lokasi 3 lebar trotoar eksisting adalah 1,5 meter, kebutuhan lebar trotoar berdasarkan volume pejalan kaki adalah selebar 1,7 meter namun pelebaran pada lokasi ini tidak dapat dilakukan karena keterbatasan lahan. Pada lokasi 4 lebar trotoar eksiting sebesar 2,5 meter, lebar trotoar hasil perhitungan sebesar 1,6 meter sehingga trotoar masih mampu melayani kebutuhan para pejalan kaki. Pada lokasi 5 lebar trotoar eksisting selebar 3,5 meter,

11 lebar trotor hasil perhitungan sebesar 1,5 meter, sehingga trotoar masih mampu melayani para pejalan kaki, namun pada trotoar harus diberi ramp. Pada fasilitas penyeberangan yang awalnya berupa zebra cross harus ditingkatkan menjadi zebra cross yang dilengkapi dengan pelican crossing dengan lapak tunggu. Dalam penelitian ini, penulis mengambil penelitian dengan judul Evaluasi Pelayanan Fasilitas Pejalan Kaki dengan melakukan pengamatan terhadap pejalan kaki yang berada di jalan Urip Sumoharjo Yogyakarta. Pengamatan dilakukan dengan mengukur dimensi trotoar, volume pejalan kaki, kecepatan pejalan kaki, platoon pejalan kaki, volume penyeberang jalan, dan volume kendaraan yang melintas. Untuk memudahkan pengambilan data, daerah penelitian sepanjang 150 meter dibagi kedalam 3 lokasi pengamatan, dengan panjang 50m/lokasi. Hasil dari pengamatan yang dilakukan, akan di evaluasi berdasarkan literatur berupa peraturan pemerintah yang berlaku dan dikeluarkan melalui dinas-dinas terkait, sehingga didapatkan kebutuhan fasilitas pejalan kaki yang sesuai dibutuhkan saat ini. 2.2 Pejalan Kaki (Pedestrian) Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari Bahasa Yunani yaitu pedos yang berarti kaki. Pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang melakukan perpindahan dari suatu tempat sebagai titik tolak ke tempat lain dengan berjalan kaki. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 1993, Pejalan kaki harus berjalan pada bagian jalan yang diperuntukan bagi pejalan kaki, atau pada bagian pejalan kaki, atau pada bagian jalan yang paling kiri apabila tidak terdapat bagian jalan

12 yang diperuntukan bagi pejalan kaki, serta menyeberang ditempat yang telah ditentukan. 2.2.1 Definisi Pejalan Kaki Pejalan kaki adalah orang yang melakukan aktifitas berjalan kaki dan merupakan salah satu unsur pengguna jalan. (Keputusan Dirjen Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97). Undang-undang No.22 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (2009) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan di ruang lalu lintas jalan. Sedangkan menurut Listianto (2006) pejalan kaki sebagai istilah aktif adalah orang yang bergerak atau berpindah dari suatu tempat titik tolak ke tempat tujuan tanpa menggunakan alat lain, kecuali mungkin penutup/alas kaki dan tongkat yang tidak bersifat mekanis. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pejalan kaki merupakan setiap orang atau manusia yang melakukan suatu kegiatan pergerakan atau sirkulasi perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan dengan berjalan kaki. Dirjen Perhubungan (1993), menyatakan bahwa pejalan kaki merupakan suatu bentuk transportasi yang penting di daerah perkotaan. Berjalan kaki merupakah kegiatan yang cukup esensial dari sistem angkutan dan harus mendapatkan tempat yang selayaknya. Perjalanan dengan menggunakan angkutan umum selalu diawali dan diakhiri dengan berjalan kaki, sehingga sangat penting sekali untuk dapat memberikan pelayanan fasilitas yang nyaman bagi pejalan kaki agar dapat meningkatkan minat masyarakat untuk beralih menggunakan angkutan umum.

13 2.2.2 Jenis Pejalan Kaki Terdapat empat jenis pejalan kaki Menurut Rubenstein (1978), yaitu sebagai berikut. 1. Pejalan kaki penuh (Berjalan kaki dari tempat asal menuju tempat tujuan). 2. Pejalan kaki pemakai kendaraan umum (Berjalan kaki dari tempat asal menuju tempat pemberhentian kendaraan umum). 3. Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi dan kendaraan umum (Berjalan kaki dari tempat parkir kendaraan pribadi menuju tempat pemberhentian kendaraan umum). 4. Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi penuh (Berjalan kaki dari tempat parkir kendaraan pribadi menuju tempat tujuan). 2.2.3 Keragaman Pejalan Kaki Rubenstein (1978) juga menjelaskan bahwa tujuan kegiatan berjalan kaki dapat dikelompokkan sebagai berikut. 1. Berjalan kaki untuk menuju ke tempat kerja atau perjalanan fungsional, seperti berjalan kaki menuju tempat kerja dan melakukan pekerjaan bisnis. 2. Berjalan kaki untuk belanja dan tidak terikat waktu, dapat dilakukan dengan perjalanan santai dan biasanya kecepatan berjalanan lebih rendah dibandingkan dengan perjalanan fungsional. 3. Berjalanan kaki untuk keperluan rekreasi, dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan santai. Untuk menempatkan kegiatan tersebut diperlukan fasilitas yang bersifat rekreatif seperti tempat berkumpul dan bercakap-cakap.

14 2.2.4 Karakteristik Pejalan Kaki Beberapa karakteristik pejalan kaki secara umum antara lain sebagai berikut. 1. Kecepatan Pejalan Kaki, merupakan kecepatan rerata pejalan kaki yang dinyatakan dalam satuan m/detik. 2. Arus Rerata Pejalan Kaki, merupakan jumlah pejalan kaki yang melintasi suatu titik dalam suatu satuan waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam pejalan kaki/15 menit (Ped/15mnt). 3. Tingkat Arus Pejalan Kaki, merupakan arus rerata pejalan kaki per satuan lebar efektif jalur jalur jalan. Dinyatakan dalam satuan pejalan kaki per menit per meter (Ped/mnt/m). 4. Platoon, didefinisikan sebagai jumlah pejalan kaki yang berjalan bersama dalam satu grup, umumnya tanpa unsur kesengajaan. 5. Kepadatan Pejalan Kaki, merupakan jumlah rerata area jalan atau area antrian yang dinyatakan dalam satuan pejalan kaki per meter persegi (Ped/m 2 ). 6. Ruang Pejalan Kaki, merupakan daerah rerata yang dibutuhkan tiap pejalan kaki yang dinyatakan dalam satuan meter persegi per pejalan kaki (m 2 /Ped). 2.2.5 Kebutuhan Ruang Pejalan Kaki Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, kebutuhan ruang pejalan kaki berdasarkan dimensi tubuh manusia saat berdiri dan berjalan dihitung berdasarkan dimensi tubuh

15 manusia, dimensi tubuh yang lengkap berpakaian adalah 45 cm untuk tebal tubuh sebagai sisi pendeknya dan 60 cm untuk lebar bahu sebagai sisi panjangnya. Sumber : Literature review Highway Capacity Manual,2000 Gambar 2.1 Syarat Minimum Ruang Seseorang berdiri Tegak Berdasarkan perhitungan dimensi tubuh manusia, kebutuhan kebutuhan ruang minimum pejalan kaki adalah sebagai berikut : 1. tanpa membawa barang dan keadaan diam yaitu 0,27 m 2 ; 2. tanpa membawa barang dan keadaan bergerak yaitu 1,08 m 2 ; 3. membawa barang dan keadaan bergerak yaitu antara 1,35 m 2 1,62 m 2. Kebutuhan ruang minimum untuk berdiri, bergerak, dan membawa barang dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.

16 Tabel 2.1 Kebutuhan Ruang Gerak Minimum Pejalan Kaki Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2014 Kebutuhan ruang gerak minimum tersebut diatas harus memperhatikan kondisi perilaku pejalan kaki dalam melakukan pergerakan, baik pada saat membawa barang, maupun berjalan bersama (berombongan) dengan pelaku pejalan kaki lainnya, dalam kondisi diam maupun bergerak sebagaimana gambar berikut.

17 Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2014 Gambar 2.2 Kebutuhan Ruang Pejalan Kaki 2.3 Fasilitas Pejalan Kaki Menurut Keputusan Dirjen Bina Marga (1999) Mengenai Pedoman Perencanaan Jalur Perjalanan Kaki Pada Jalan Umum, yang dimaksud dengan fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatanh bagi pejalan kaki.

18 Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam pasal 3 menyatakan bahwa fasilitas pejalan kaki terdiri dari sebagai berikut. 1. Trotoar, yang harus memenuhi persyaratan : a. lebar sesuai dengan kondisi lokasi atau jumlah pejalan kaki yang melalui atau menggunakan trotoar tersebut, b. memiliki ruang bebas diatasnya sekurang-kurangnya 2,50 meter dari permukaan trotoar. 2. Tempat penyeberangan berupa zebra cross atau yang dinyatakan dengan marka jalan berupa 2 garis utuh melintang jalur lalu lintas dan/atau rambu lalu lintas yang menyatakan tempat penyeberangan pejalan kaki. 3. Jembatan penyeberangan, memiliki lebar sekurang-kurangnya 2,00 meter dan tinggi jembatan penyeberangan bagian paling bawah sekurang-kurangnya 5,00 meter dari atas permukaan jalan. 4. Terowongan penyeberangan, memiliki lebar sekurang-kurangnya 2,00 meter dan tinggi bagian atas terowongan sekurang-kurangnya 3,00 meter dari lantai terowongan serta dilengkapi dengan lampu penerangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendesain fasilitas pejalan kaki menurut Khisty dan Lall, 2003 adalah sebagai berikut.

19 1. Kenyamanan : Berupa perlindungan terhadap cuaca, pengaturan ruangan, halte transit, jembatan penyeberangan. 2. Kemudahan : Jarak jalan, rambu petunjuk, kemiringan pada rampa, tangga yang sesuai untuk lanjut usia, peta petunjuk, dan factor-faktor lain yang memudahkan gerak pejalan kaki. 3. Keselamatan : Pemisahan lalu lintas pejalan kaki dari lalu lintas kendaraan, rambu-rambu lalu lintas yang melindungi nyawa pejalan kaki. 4. Keamanan : Penerangan, garis pandang, lingkungan bebas criminal. 5. Ekonomi : Minimalisasi keterlambatan perjalanan. 2.3.1 Jalur Pejalan Kaki Kriteria jalur pejalan kaki menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan adalah sebagai berikut. 1. Jalur pejalanan kaki adalah ruang yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi penyandang disabilitas secara mandiri dan dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, mudah, nyaman dan tanpa hambatan. 2. Jalur pejalan kaki ini merupakan ruang dari koridor sisi jalan yang secara khusus digunakan untuk area pejalan kaki. Ruas ini harus dibebaskan dari segala rintangan, berbagai objek yang menonjol dan penghalang vertikal paling sedikit 2,5 meter dari

20 permukaan jalur pejalan kaki yang berbahaya bagi pejalan kaki dan bagi yang memiliki keterbatasan indera penglihatan. 3. Lebar jalan pejalan kaki bergantung pada intensitas penggunaannya untuk perhitungan lebar efektifnya. Jalur pejalan kaki ini setidaknya berukuran lebar 1,8 hingga 3,0 meter atau lebih untuk memenuhi tingkat pelayanan yang diinginkan dalam kawasan yang memiliki intensitas pejalan kaki yang tinggi. 4. Jalur yang digunakan untuk pejalan kaki di jalan lokal dan jalan kolektor adalah 1,2 meter, sedangkan jalan arteri adalah 1,8 meter. Ruang tambahan diperlukan untuk tempat pemberhentian dan halte bus dengan luas 1,5 meter x 2,4 meter. 5. Jalur pejalan kaki tidak boleh kurang dari 1,2 meter yang merupakan lebar minimum yang dibutuhkan untuk orang yang membawa seekor anjing, pengguna alat bantu jalan, dan para pejalan kaki. 6. Jalur pejalan kaki memiliki perbedaan ketinggian dengan jalur kendaraan bermotor. Perbedaan tinggi maksimal antara jalur pejalan kaki dengan jalur kendaraan bermotor adalah 20 cm. 2.3.2 Ruang Pejalan Kaki Berdasarkan Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, ruang pejalan kaki dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut. 1. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Jalan (sidewalk) merupakan ruang pejalan kaki yang berada di tepi jalan hingga tepi terluar kavling/persil baik yang ditinggikan maupun tidak.

21 Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2014 Gambar 2.3 Perspektif Ruang Pejalan Kaki di Sisi Jalan (Sidewalk) Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2014 Gambar 2.4 Tampak atas dan Potongan Sidewalk

22 Pemasangan utilitas dan perabot jalan harus mempertimbangkan ruang bebas jalur pejalan kaki. Ruang pejalan kaki di sisi jalan hendaknya dibuat pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur lalu lintas dan dibuat sejajar dengan jalan. Ruang pejalan kaki di sisi jalan pada pemberhentian bus harus ditempatkan berdamping/sejajar dengan jalur bus, dapat ditempatkan didepan atau di belakang halte. 2. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Air (Promenade) merupakan ruang pejalan kaki yang salah satu sisinya berbatasan dengan badan air baik danau, laut, sungai, maupun kolam dan sisi lainnya berbatasan dengan jalan, tanaman dan/atau bangunan. Penyediaan ruang pejalan kaki di sisi air bertujuan agar pengguna jalur pejalan kaki dapat tetap berjalan pada lokasi yang berbatasan dengan badan air, baik untuk melintasi maupun keperluan lain. Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2014 Gambar 2.5 Perspektif Ruang Pejalan Kaki di Tepi air (Promenade)

23 Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2014 Gambar 2.6 Tampak atas dan Potongan Promenade 3. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Bangunan (Arcade) merupakan ruang pejalan kaki yang berdampingan dengan bangunan pada salah satu atau kedua sisinya.penyediaan ruang pejalan kaki di sisi bangunan pada umumnya berada di kawasan perdagangan dan perkantoran.

24 Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2014 Gambar 2.7 Perspektif Ruang Pejalan Kaki di Sisi Bangunan (Arcade) Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional, 2007 Gambar 2.8 Tampak atas dan Potongan Arcade