BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

Hubungan Kebiasaan Melihat Dekat dengan Miopia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Sahara Miranda* Elman Boy**

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan. akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada kehidupan sehari-hari. Pekerjaan dan segala hal yang sedang. saatnya untuk memperhatikan kesehatan mata.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bayangan benda yang jauh jatuh di depan retina (Schmid, 2015). Menurut survei

BAB I PENDAHULUAN. Selama 20 tahun terakhir, telah terjadi kemajuan besar dalam bidang teknologi

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia,

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria sebanyak 77 orang. Sampel diuji menggunakan tes Saphiro-Wilk dan. Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

HANG TUAH MEDICAL JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN. lahir adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka tersebut merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

Keluhan Mata Silau pada Penderita Astigmatisma Dibandingkan dengan Miopia. Ambient Lighting on Astigmatisma Compared by Miopia Sufferer

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dekat sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia) dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terletak pada satu titik yang tajam (Ilyas, 2006), kelainan refraksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia. Melalui mata

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN KATARAK DI INSTALASI RAWAT JALAN (POLI MATA) RUMAH SAKIT DR. SOBIRIN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang besar dan persebaran penduduk yang belum merata. Berdasarkan data

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sel-sel baru, memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak, dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. otomatis, terintegrasi dan terkoordinasi. luas dewasa ini, ditambah penggunaan internet yang semakin populer

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MIOPI PADA MURID SMA NEGERI 3 BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN di prediksikan jumlah lansia akan mengalami peningkatan sebesar 28,8 juta

BAB I PENDAHULUAN. gerakan gerakan shalat yang meliputi berdiri, ruku, sujud, dan duduk adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelaku pembangunan dapat merasakan dan menikmati hasil dari pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. pada iritasi mata bahkan kemungkinan katarak mata (Fazar, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015.

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk. memasyarakat dikalangan anak-anak. Hal ini mungkin menjadi suatu

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. koroner, stroke, kanker, penyakit paru kronik dan diabetes militus yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

berkas cahaya, sehingga disebut fotoreseptor. Dengan kata lain mata digunakan

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak menimbulkan efek berbahaya bagi manusia. Lamanya radiasi komputer

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Manusia dalam menjalankan kehidupannya. akan tetapi manusia dapat hidup berminggu-minggu tanpa makan

BAB I PENDAHULUAN. muncul pula tingkat kecanduan yang berbeda-beda dan bentuk implementasi

Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Derajat Kelainan Refraksi pada Anak di RS Mata Cicendo Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

BAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah

BAB I PENDAHULUAN. telah meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata umur

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD X Jatinegara Jakarta Timur

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN jiwa yang terdiri atas jiwa penduduk laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai di masyarakat, baik anak-anak, remaja, dewasa. maupun lanjut usia. Cedera kepala dapat dikaitkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menganggap merokok sebuah perilaku yang bisa membuat. ditentukan tidak boleh merokok/ kawasan tanpa rokok.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengaruh Pemberian Kacamata Koreksi pada Penderita Miopia terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 34 Surabaya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka yang telah

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi. penerus bangsa memiliki kemampuan yang dikembangkan dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar pengetahuan tentang dunia disekeliling kita didapat melalui mata. Sekitar 95% informasi yang diterima otak, masuk melalui indera penglihatan tersebut (Cameron, 2006). Penurunan tajam penglihatan merupakan kelainan refraksi atau cacat mata yang terdiri dari hipermetropi, miopi, dan astigmatisma yang disebabkan akibat berkas cahaya jatuh tidak tepat pada retina. Diantara cacat mata tersebut, miopia adalah cacat mata yang paling banyak dikalangan masyarakat (Youngson, 2010). Miopia adalah kelainan refraksi yang disebabkan karena sinar sejajar yang masuk ke dalam mata tidak dipusatkan di retina tetapi didepan retina sehingga penglihatan menjadi kabur (Setyandariana, 2006). Kelainan refraksi merupakan kelainan yang paling banyak terjadi di dunia tanpa memandang jenis kelamin, usia, maupun kelompok etnis (Ilyas, 2009). Miopia juga merupakan salah satu gangguan penglihatan yang memiliki prevalensi yang tinggi di dunia. Dalam hal ini dari semua kelainan refraksi yang ada, angka kejadian miopia di dunia terus meningkat, data WHO tahun 2004 menunjukkan angka kejadian 10% dari 66 juta anak usia sekolah menderita kelainan refraksi yaitu miopia. Puncak terjadinya miopia adalah pada usia remaja yaitu pada tingkat SMA dan miopia paling sering banyak terjadi pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki,dengan perbandingan perempuan terhadap laki-laki 1,4 : 1.

Perbandingan serupa pada miopia tinggi adalah 3,5 : 1. Sebanyak 30% penderita miopia berasal dari keluarga dengan golongan ekonomi menengah keatas (Supartoto, 2006). Di Amerika Serikat, berdasarkan data yang dikumpulkan dari 7401 orang berumur 17-54 tahun oleh National Health and Nutrition Examination Survey pada tahun 2002-2004, diperkirakan prevalensi miopia di USA sebanyak 25%. Bila dibandingkan dengan Amerika Serikat, Asia merupakan daerah yang memiliki prevalensi miopia yang lebih tinggi terutama pada masyarakat Cina dan Jepang. Pada awal tahun 1990, Rassmusen memperkirakan sekitar 70% prevalensia miopi di Cina. Ada peningkatan prevalensi miopia seiring dengan bertambahnya umur, dari 4% dari umur 6 tahun sampai 40% pada umur 12 tahun. Lebih dari 70% dari umur 17 tahun dan lebih dari 75% pada umur 18 tahun (Saw, 2006). Di Indonesia, terutama anak-anak remaja dengan status ekonomi keluarganya menengah keatas mempunyai angka kejadian miopia yang semakin meningkat. Dari seluruh kelompok umur (berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, kelainan refraksi ( 12,9%) merupakan penyebab low vission/ penglihatan terbatas yang terbanyak setelah katarak (61,3%) (Saw, 2003). Di yogyakarta sendiri berdasarkan survei yang dilakukan pada bulan Januari-Juni 2006 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta penderita miopia mengalami peningkatan, pada penelitian ini juga terlihat bahwa pelajar SMA dan mahasiswa menempati peringkat teratas penderita miopia (Setyandariana, 2006). Rata-rata siswa dan mahasiswa menggunakan media visual yang cukup banyak untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuannya terutama penggunaan media

komputer untuk pembelajaran dikelas dimana satu jam mata kuliah disampaikan dalam waktu lima puluh menit. Dalam sehari mereka bisa mengikuti kuliah 5-8 jam, sementara membaca lebih dari 30 menit tanpa beristirahat dan posisi lampu yang tidak sesuai dapat mempercepat progresivitas derajat miopia. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan miopia adalah melihat dalam jarak dekat atau nearwork, yang sejalan dengan perkembangan tekhnologi dan komunikasi seperti televisi, komputer, video game, serta pencahayaan yang redup secara langsung dan tidak langsung akan meningkatkan aktivitas melihat dalam jarak dekat (Sahat, 2006). Tingginya akses ke media visual ini apabila tidak diimbangi dengan pengawasan terhadap perilaku buruk seperti jarak lihat yang terlalu dekat serta istirahat yang kurang, tentunya akan meningkatkan kejadian miopia (Sahat, 2006). Tingkat pendidikan juga sering digunakan untuk menghubungkan lamanya waktu bekerja dalam jarak dekat pada orang-orang yang berpendidikan tinggi. Berdasarkan penelitian ini, orang-orang yang berpendidikan tinggi lebih banyak mengalami miopia (Wensor, 2009). Pada penelitian yang dilakukan pada komunitas nelayan di Hong Kong, miopia lebih sering terjadi pada subjek yang bersekolah, dengan resiko terbesar pada anakanak yang masuk sekolah pada umur yang relatif muda dan pada anak-anak yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca dan menulis (Wong, 2002). Mahasiswa fakultas kedokteran cenderung mengalami miopia. Penelitian yang dilakukan di Universitas Singapura menunjukkan bahwa 89,8% mahasiswa kedokteran tahun kedua mengalami miopia (Woo, 2004). Penelitian lain di

Fakultas kedokteran Grant, Norwegia, juga menunjukkan bahwa 78% mahasiswa kedokteran tahun pertama mengalami miopia, hal ini mungkin karena mahasiswa kedokteran banyak melakukan kegiatan membaca buku sehingga mereka cenderung mengalami miopia, begitu pula dengan mahasiswa jurusan kesehatan lainnya seperti bidan, perawat, ahli gizi, apoteker dan mahasiswa jurusan kesehatan lainnya. Selain itu, berdasarkan uraian diatas, orang yang mengalami miopia cenderung mempunyai IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi pada umumnya (Midelfart, 2005). Mahasiswa keperawatan merupakan salah satu populasi yang juga sangat rentan terhadap masalah refraksi ini karena mahasiswa keperawatan cenderung lebih banyak menghabiskan waktu dengan berbagai macam kondisi yang mendukung proses pembelajarannya dan kondisi yang menuntut mereka untuk berada pada kondisi tersebut. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di kampus Stikes Alma Ata Yogyakarta, hasil observasi pada mahasiswa PSIK mayoritas dari luar daerah Yogyakarta. Dari 152 orang mahasiswa PSIK ada sebanyak 15 mahasiswa yang menggunakan kacamata untuk membantu penglihatannya, sedangkan untuk mahasiswa yang mengalami gangguan penglihatan yang gejalanya menyerupai tanda dan gejala miopi tetapi tidak menggunakan kacamata secara jelas masih belum teridentifikasi. Sebagian besar mahasiswa mengatakan bahwa gangguan penglihatan sangat mengganggu dalam proses belajar mengajar, sedangkan sebagian lainnya mengatakan bahwa mereka merasa biasa-biasa saja terhadap miopi karena mereka tidak mengalami salah satu dari tanda dan gejala miopi

tersebut dan mereka tidak melakukan tindakan khusus untuk mencegah terjadinya miopi. Dari hal-hal yang sudah diuraikan diatas, maka penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang hubungan persepsi mahasiswa tentang miopia dengan perilaku pencegahan terjadinya kelainan refraksi miopi. Untuk melihat hubungan ini penulis melakukan penelitian di kampus STIKES Alma Ata Yogyakarta Tahun 2011. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Persepsi Tentang Miopi Dengan Perilaku Pencegahan Miopi Pada Mahasiswa PSIK Di STIKES ALMA ATA Yogyakarta 2011. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara persepsi tentang miopia dengan perilaku pencegahan miopia pada mahasiswa PSIK di STIKES ALMA ATA Yogyakarta 2011. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui persepsi miopia pada mahasiswa PSIK di STIKES ALMA ATA Yogyakarta 2011. b. Mengetahui perilaku pencegahan miopia pada mahasiswa PSIK di STIKES ALMA ATA Yogyakarta 2011.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan keperawatan medikal bedah, terutama kesehatan mata dan menambah wawasan khususnya tentang persepsi mahasiswa terhadap miopi dan perilaku pencegahan miopi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Hasil peneletian ini diharapkan memberikan masukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan melalui penyuluhan tentang kesehatan mata khususnya miopi. b. Bagi Tenaga Kesehatan dan Masyarakat Memberikan informasi untuk meningkatkan pendidikan kesehatan mata terutama kepada pelajar dan mahasiswa sebagai kelompok dengan resiko terbesar. c. Bagi Peneliti Menambah wawasan pengetahuan bagi penulis khususnya tentang hubungan antara persepsi tentang miopi dengan perilaku pencegahan miopia pada mahasiswa PSIK serta meningkatkan daya nalar, minat, dan kemampuan dalam meneliti bidang penelitian.

d. Bagi peneliti lainnya Menjadi referensi dan bahan informasi untuk penelitian selanjutnya dan dapat menjadi acuan untuk dilakukannya penelitian untuk masalah kesehatan mata lainnya. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Febriana Kistianti (2008) dengan judul Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Cacat Mata Miopia Pada Mahasiswa. Populasi mahasiswa FK UGM Yogyakarta sebanyak 148 orang. 74 orang mahasiswa miopia sebagai kelompok kasus sedangkan kelompok kontrol diperoleh sesuai dengan kriteria proporsif. Analisa data dengan perhitungan odds ratio (OR dan test chi-square) dengan tingkat kemaknaan 5%. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan progresivitas miopia seperti kelelahan mata, posisi membaca, pencahayaan, riwayat keluarga menderita miopia pada mahasiswa keperawatan FK UGM Yogyakarta. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada penelitiaan ini yaitu sama-sama tentang kelainan refraksi miopia dan perbedaan terletak pada tempat penelitian, faktor yang diteliti, cara pengambilan sampel, tahun penelitian analisa data yang menggunakan tes chi-square dengan regresi linier untuk mengetahui faktor resiko yang dominan.

2. Fatika sari hasibuan (2010) meneliti Hubungan Faktor Keturunan, Lamanya Bekerja Jarak Dekat Dengan Miopia Pada Mahasiswa FK USU. Jenis penelitian Non Eksperimen dengan rancangan penelitian yang dipakai adalah Cross Sectional. Lokasi penelitian di Fakultas kedokteran USU pada tahun 2010. Sampel yang diambil adalah mahasiswa FK USU tahun tahun ajaran 2006,2007,2008. Metode pengambilan sampel dengan stratified randomi sampling. Analisa data menggunakan chi-square test. Sedangkan perbedaan dengan penelitan yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu sama-sama pada cacat mata miopia, jenis penelitian, rancangan penelitian yang dilakukan, cara pengambilan sampel dan perbedaan terletak pada judul penelitian, tempat penelitian, tahun penelitian dan analisa data. 3. Anastasia Vanny Launardo (2010) dengan judul Kelainan Refraksi Pada Anak Usia 3-6 Tahun Di Kecamatan Tallo Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan metode observasional cross-sectional, dengan jumlah sampel 185 anak dari kecamatan Tallo Kota Makassar dengan analisis uji Pearson Chi-Square. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah tempat penelitian, waktu penelitian, tahun penelitian, cara pengambilan sampel, judul penelitian dan variabel penelitian. Sedangkan persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang kelainan refraksi miopi, rancangan penelitian, dan jenis penelitian.