I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim, sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia, bahwa pada tahun 2010 sektor ini menyumbang 15 persen terhadap produk domestik bruto dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan dan bahan baku industri serta berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Maka dari itu, pemerintah menempatkan sektor pertanian menjadi salah satu primadona dalam memacu pembangunan nasional. Masyarakat pertanian, baik dalam maupun luar negeri diberikan ruang dan kesempatan yang luas berperan serta aktif untuk mendorong laju pembanguan nasional. Sektor pertanian yang dalam hal ini adalah tanaman padi-padian, karena memproduksi beras yang merupakan bahan makan pokok sekitar 98% penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Pangan menempati prioritas yang tinggi dalam pembangunan perekonomian suatu bangsa, sedangkan pangan di Indonesia identik dengan beras. Harga beras menjadi lokomotif pergerakan harga barang dan jasa, oleh karena itu pemerintah baik pusat maupun daerah menjaga stabilitas harga beras untuk mengatur pengendalian inflasi dan kemiskinan yang sangat riskan seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk. Sektor pertanian merupakan sumber pertumbuhan output nasional. Sektor pertanian memberikan kontribusi 19,1% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari keseluruhan sektor yang mempengaruhi perekonomian Indonesia (Herliana L, 2004). Meskipun secara absolut masih lebih kecil dari sektor jasa (43,5%) dan manufaktur (23,9%), namun 1
2 sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja yang paling tinggi sebesar 47,1%. Dalam komponen pengeluaran konsumsi beras mempunyai bobot yang paling tinggi. Oleh karena itu, pergerakan inflasi nasional sangat dipengaruhi oleh tingkat perubahan harga beras (Sutomo, 2005). Beras mempunyai peran yang strategis dalam meningkatkan ketahanan pangan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilisasi politik nasional (Suryana dan Krisnamurthi, 2001). Selain itu, beras memiliki pengaruh dalam fungsi sosial, namun seiring rotasi amandemen kebijakan terhadap beras berubah menjadi salah satu jenis barang yang dipolitisasi (Amang dan Sawit, 1999). Persoalan beras bukan hal yang sederhana dan sangat sensitif sehingga penanganannya harus dilakukan secara intensif, karena kebijakan perberasan akan berdampak pada kondisi yang dapat mempengaruhi perekonomian nasional. Pemerintah dalam penyebaran pangan pokok harus secara merata ke seluruh masyarakat pelosok tanah air. Bahkan, dari sisi harga beras mesti terjangkau oleh pendapatan masyarakat. Pada sisi lain, baik pemerintah maupun masyarakat menyadari adanya anomali iklim yang mengakibatkan terganggunya produksi beras secara signifikan berpengaruh terhadap persediaan beras yang mempengaruhi tingkat inflasi terhadap harga beras, di lain sisi terjadinya disparitas harga beras dalam persediaan beras, karena harga beras di pasar dunia jauh lebih rendah dari harga beras domestik yang mengakibatkan impor beras semakin tinggi dan mempengaruhi keseimbangan harga beras domestik. Melalui landasan instrumen terbaru dalam UU No. 3 Tahun 2012, pemerintah dapat mengintervensi harga pasar sehingga yang terjadi positive welfare effects, dimana
3 yang menghasilkan profit bukan hanya produsen tetapi juga konsumen, karena harga beras seiring rotasi waktu dapat berfluktuatif. Persediaan beras yang diterapkan pemerintah menggunakan konsep ketahanan pangan (food security) yang cenderung mementingkan ketersediaan (availability), keterjangkauan (affordability) dan keamanan (security) pangan tanpa memperhatikan bagaimana pangan diproduksi (how to produce) dan bagaimana pangan diperoleh (how to get). Proses dinamika yang begitu kompleks dalam penanganan berbagai problema dalam kemandirian pangan menuju ketahanan pangan ternyata memiliki arti sempit, karena selain mencakup ketersediaan pangan juga mengatur pada gizi pangan, aksebilitas terhadap panga, keamanan dan kualitas pangan sebagaimana kewajiban negara untuk menghormati (to respect), memenuhi (to fullfill) dan melindungi (to protect) hak atas pangan segenap masyarakat Indonesia. Ketahanan pangan (setelah dilakukan perubahan RUU pangan) adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan individu yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, merata dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan dan budaya untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. Provinsi Bali adalah bagian dari negara Indonesia yang penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Bali merupakan sebuah provinsi yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 4,104.9 juta jiwa (Tahun 2010-2014). Tabel 1.1
4 Tabel 1.1 Luas Wilayah, Proyeksi Penduduk, Rasio Jenis Kelamin, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2010-2014 Kabupaten/ Kota Luas (km²) Jumlah penduduk (000 jiwa) Pria Wanita Jumlah Sex Ratio Kepadatan per km² (000 jiwa) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Jembrana 841.80 133.9 135.9 269.8 98.53 0.321 2. Tabanan 839.33 215.1 218.2 433.3 98.58 0.516 3. Badung 418.52 307.4 295.3 602.7 104.10 1.440 4. Gianyar 368.00 247.5 243.0 490.5 101.85 1.333 5. Klungkung 315.00 86.5 88.3 174.8 97.96 0.555 6. Bangli 520.81 112.0 109.3 221.3 102.47 0.425 7. Karangasem 839.54 203.4 203.6 406.6 100.10 0.484 8. Buleleng 1.365.88 320.0 322.3 642.3 99.29 0.470 9. Denpasar 127.78 440.9 422.7 863.6 104.31 6.758 Jumlah: 2014 5.636.66 2.066.7 2.038.2 4.104.9 101.40 0.728 2013 5.636.66 2.042.0 2.014.3 4.056.3 101.38 0.720 2012 5.636.66 2.017.0 1.990.2 4.007.2 101.35 0.711 2011 5.636.66 1.991.8 1.965.8 3.957.6 101.32 0.702 2010 5.636.66 1.966.2 1.941.2 3.907.4 101.29 0.693 Sumber: BPS Prov. Bali Bali Dalam Angka 2014 (Angka Proyeksi) Berdasarkan data pada tabel 1.1, kota Denpasar merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk terbanyak dibandingkan kota dan kabupaten lainnya di Provinsi Bali. Meningkatnya penduduk di kota Denpasar dipengaruhi oleh meningkatnya imigrasi masyarakat yang menetap di wilayah tersebut, sehingga secara signifikan mempengaruhi tingkat konsumsi beras di Provinsi Bali. BULOG sebagai lembaga pangan bentukan pemerintah mengemban tugas secara efektif, efisen dan konsisten dalam mengelola dan menjaga stabilitas harga
5 dan persediaan beras turut andil dalam membangun tubuh perekonomian nasional dengan berperan aktif dalam melaksanakan program yang bersifat konstruktif dalam bidang pangan. Peran BULOG dalam hal ini untuk menjaga stabilisasi dan stok pangan nasional, secara khusus BULOG juga memperbaharui kinerja baik dari sisi pengawasan maupun sisi keterbukaan (transparansi). Perubahan status BULOG dari LPND menjadi BUMN telah memperluas lingkup BULOG dalam melakukan aktivitas komersial (bisnis) sebagai bagian dari peran pentingnya dalam pelayanan jasa publik. Berdasarkan tahapan strategis bisnis perusahaan, cakupan kegiatan, dan usaha komersial BULOG dibagi menjadi tiga, yaitu industri, perdagangan dan jasa (BULOG, 2000). Kegiatan komersial BULOG ini diharapkan dapat mendukung tugas PSO (Public Services Obligation), sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi BULOG serta meningkatkan kualitas BULOG (Husodo, 2003). Namun, adanya dua fungsi BULOG sebagai PSO dan aktivitas komersial menyebakan kekhawatiran dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan, karena adanya dua fungsi yang dapat memungkinkan terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan BULOG. Melalui peran fungsi ganda pada BULOG serta pergerakan BULOG yang cukup luas ini, pemerintah melakukan langkah preventif dengan mereformasi BULOG agar mengembalikan tugas pokok utamanya dalam menangani stabilitas perberasan nasional. Perum BULOG Divre Bali berupaya memberikan pelayanan baik, yakni agar masyarakat memperoleh harga yang terjangkau oleh semua lapisan dan petani memperoleh harga yang wajar sesuai peraturan pemerintah yang tertuang
6 dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Perum BULOG Divisi Regional (Divre) Bali mempunyai tanggung jawab dalam menangani persediaan bahan pangan komoditas beras yang tidak mudah, karena produk pertanian lainnya, seperti beras memiliki sifat yang mudah rusak dan musiman, adanya persediaan beras yang cukup sangat penting untuk memenuhi kebutuhan permintaan pasar masyarakat di Provinsi Bali. Jumlah ketersediaan beras di Perum BULOG Divre Bali sangat mempengaruhi proses kegiatan penyaluran beras kepada masyarakat Bali dan pendatang. Persediaan beras yang dikelola oleh Perum BULOG Divre Bali untuk mengantisipasi ketidakpastian permintaan, ketika terjadinya gagal panen serta gejolak harga beras yang tidak wajar di tingkat konsumen. Maka dari itu, peneliti ingin melihat dan mengetahui bagaimanakah peran BULOG Divre Bali dalam menstabilkan harga dan persediaan beras serta kebijakan-kebijakan pemerintah mendukung peran BULOG Divre Bali. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dapat dirumuskan dalam penelitiaan ini: 1. Bagaimanakah peran BULOG Divre Bali sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam menstabilkan harga beras? 2. Bagaimanakah peran BULOG Divre Bali dalam meningkatkan persediaan beras?
7 3. Bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam mendukung peran BULOG Divre Bali menstabilisasi harga dan persediaan beras menuju Indonesia sebagai negara kedaulatan pangan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Peran BULOG Divre Bali sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam menstabilkan harga beras. 2. Peran BULOG Divre Bali dalam meningkatkan persediaan beras. 3. Kebijakan pemerintah dalam mendukung peran BULOG Divre Bali menstabilkan harga dan persediaan beras menuju Indonesia sebagai negara kedaulatan pangan. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Pemerintah dan Perum BULOG Divre Bali, semoga dapat memberikan informasi tambahan dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam upaya mengatasi persediaan beras dalam negeri dan menjaga stabilitas harga beras, setelah BULOG menyandang statusnya sebagai badan usaha. 2. Pembaca, tulisan ini sebagai bahan referensi ilmiah dan bahan melakukan penelitian lanjutan. 3. Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wahana wawasan dan pengetahuan akan pengembangan mengenai status BULOG yang berubah dari Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
8 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengamati peran Perum BULOG Divre Bali dalam upaya menstabilkan harga beras, meningkatkan persediaan beras dan kebijakankebijakan pemerintah dalam mendukung peran BULOG Divre Bali, sehingga lembaga pangan bentukan pemerintah ini dapat berjalan secara optimal, sistematis, efektif, efisien dan konsisten serta menentukan strategi alternatif untuk menjalankan fungsi dan peran Perum BULOG sehingga mempunyai daya saing tinggi. Pemerintah melalui BULOG, sebagai lembaga pangan yang dibentuk atas landasan utama terkait penanganan harga dan persediaan beras dalam negeri mengharapkan, bahwa BULOG dapat melakukan tugas serta fungsionalnya sebagai lembaga yang independen dalam menjaga stabilitas keseimbangan di tubuh perekonomian nasional, terkhusus dalam hal penanganan harga beras dan yang tepenting BULOG dapat menjaga statuta kelembagaannya agar tidak mudah diintervensi oleh kepentingan-kepentingan individu dan kelompok yang berusaha menginginkan keuntungan yang lebih besar dari bisnis usaha komersial ini.