Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Berbagai Rangsangan Pada Sediaan Otot Saraf Laporan ini disusun guna memenuhi nilai praktikum mata kuliah yang dibimbing oleh Dra.Moerfiah, M.Si dan Rouland Ibnu Darda, M,Si Disusun oleh : Riska Fauzia Hermawan (061114006) Ajsam Aziz (061114009) Erynnia Dewi Hernawan (061114013) Zulfikar Rahman (061114044) Rika Meidiana Maharani (061114046) Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan 2016
Tabel pengamatan Jenis Respon Rangsang Rangsang Kuat/lemah Cepat/lambat I II III IV V VI I II III IV V VI Mekanis + + + + + ++ +++ + + ++ + ++ Osmotik +++ +++ +++ +++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ + Panas ++ - + - + - + - + - + - Kimiawi +++ + ++ + + ++ ++ ++ ++ + ++ + Galvanis +++ - - - ++ ++ +++ - - - ++ ++ Keterangan: +++ : Kuat ++ : Sedang + : Lemah Pembahasan Sistem saraf adalah suatu sistem tubuh yang merupakan adaptasi tubuh terhadap rangsangan yang di terima (Pratiwi dalam Lia Suryani). Menurut Tetty Setiowati, sistem syaraf pada katak berupa otak yang berbentuk langsing atau memanjang untuk menyesuaikan diri dengan habitatnya di darat dan di air. Bagian otak yang berkembang dengan baik ialah otak tengah yang tumbuh membentuk gelembung (Tetty Setiowati dalam Lia Suryani) Otak tengah berfungsi sebagai pusat penglihatan. Pusat pembau pada katak kurang berkembang. Sistem syaraf tersusun oleh berjuta-juta sel syaraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem syaraf pusat dan sistem syaraf tepi. Syaraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor. Sistem syaraf terdiri dari jutaan sel syaraf (neuron), neuron adalah kesatuan struktural dan fungsional sistem syaraf. Fungsi sel syaraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsangan atau tanggapan. Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya mengandung Inti sel
yang besar dan berbentuk seperti pembuluh dengan membran yang tipis. Inti sel mengandung satu anak inti besar yang kaya akan RNA (Asam Ribo Nukleat) dan Sitoplasma yang disebut Neuroplasma (Pratiwi dalam Lia Suryani). Pada praktikum yang dilakukan kali ini yaitu berbagai rangsangan pada sediaan otot saraf dimana rangsangan tersebut yaitu berupa rangsangan mekanis, rangsangan osmotik, rangsangan panas, rangsangn kimiawi, dan rangsangan galvanis. Rangsangan mekanis yang dilakukan dengan cara memberi tekanan pada serabut saraf menggunakan batang gelas yang tumpul, respon rangsang menunjukkan hasil yang lemah karena pada rangsangan tekanan bersifat rangsangan lokal sehingga hanya sel saraf perifer saja yang dirangsang. Sehingga menimbulkan kontraksi otot yang lemah. Hal ini sesuai dengan yan dikatakan oleh Sherwood dalam Lela Juwita Sari,2008. Namun ada kelompok yang meimbulkan rangsangan yang kuat hal ini dapat terjadi karena dari masing-masing kelompok memberikan perlakuan yang berbeda. Rangsangan osmotik dilakukan dengan menempelkan butiran garam (NaCl) dan gliserin pada ujung benang saraf, hasil yang menunjukkan respon rangsang karena larutan NaCl mengandung ion Na dan Cl yang dapat mempertahankan tekanan osmotik dan isotonis plasma sel. Ion-ion itu tidak bergerak bebas, sehingga senyawa ion dalam bentuk padatan lemah dalam menghantarkan arus listrik. Akan tetapi jika senyawa ion dilelehkan atau dilarutkan, maka ion-ionnya dapat bergerak bebas, sehingga lelehan dan larutan senyawa ion dapat menghantarkan arus listrik dan dapat disebabkan karena ionion yang terdapat di otot tersebut mengalami perpindahan keluar masuk di dalam otot yang di atur oleh pergerakan aktin-miosin, yang menyebabkan ion-ion positif dan ion-ion negatif yang berasal dari senyawa NaCl yang terurai dalam larutan sehingga terjadi kontraksi. Dalam praktikum NaCl fisiologis di teteskan terlebih dahulu sebelum garam di taburkan maka dari itu garam dapur disini menjadi larutan elektrolit yang dapat menghantarkan listrik sehingga respon yang terjadi cepat serta rangsangan yang di timbulkan juga kuat.
Rangsangan panas dilakukan dengan cara ujung pengaduk gelas di panaskan di dalam air mendidih kemudian ditempelkan pada benang saraf dari hasil yang telah kami lakukan didapat bahwa rangsangan yang di timbulkan lambat dan kontraksi otot lemah ini dapat terjadi karena kondisi dari katak tersebut otot saraf nya sudah lemah sehingga respon yang dihasilkan lemah karena pada kelompok kami rangsangan panas ini dilakukan pada akhir pemberian rangsangan. Namun di lihat dari hasil kelompok lain menunjukan hal sama dan beberapa kelompok tidak melakukan rangsangan panas hal ini disebabkan karena kondisi katak yang sudah mati. Rangsangan kimiawi dengan mencelupkan ujung benang saraf ke dalam larutan asam cuka. Refleks pada katak yang dicelupkan ke dalam larutan asam cuka lebih cepat dari rangsangan yang lain karena rangsangan pada larutan cuka bersifat difusi dan mengenai seluruh bagian tubuh katak tersebut sehingga menimbulkan kontraksi dari otot rangka. Larutan asam cuka dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H + dan CH3COO -. Asam cuka encer (CH 3 COOH) menginduksi mitokondria yang terdapat di otot rangka untuk menghasilkan Ca 2+. Peningkatan konsentrasi Ca 2+ di otot rangka digunakan untuk kontraksi otot polos (Sherwood dalam Lela Juwita,2008). Dalam praktikum yang dilakukan mendapatkan hasil bahwa rangsangan kimiawi menimbulkan respon lemah serta kontraksi otot yang lemah hal ini dapat terjadi karena pada setiap kelompok memberikan perlakuan yang berbeda terhadap katak itu sendiri, seperti melakukan rangsangan kimiawi ini dilakukan pada akhir pemberian rangsangan sehingga kondisi katak sudah melemah sehingga respon yang di hasilkan juga lemah. Namun ada juga kelompok yang menunjukan kontraksi otot yang kuat namun respon terhadap rangsangan lemah hal ini dapat terjadi karena kurang telitinya dalam memperhatikan kontraksi otot. Rangsangan galvanis dilakukan dengan menjepit ujung otot saraf dengan kaki-kaki pinset galvanis, yang ujung dari pinset tersebut diberi Cu dan Zn pada sisi yang berbeda. Hasil respon rangsang yang menunjukkan respon kuat karena antara tembaga (Cu) dan seng (Zn) terdapat perbedaan potensial, sehingga bila dihubungkan melalui serabut saraf akan terjadi arus listrik atau impuls, karena
tembaga merupakan kutub positif dan seng kutub negatif. Terdapat impuls butirbutir membran akan berubah dan ion-ion Na + akan masuk dari luar sel ke dalam sel. Sehingga, didalam sel akan menjadi lebih positif daripada di luar sel, dan potensial membran meningkat dan terjadi kontraksi pada ototnya. Hasil praktikum menunjukkan respon lemah karena ion Na + sedikit yang berdifusi masuk kedalam sel sehingga respon yang di hasilkan lemah. Namun ada beberapa kelompok yang menghasilkan respon rangsangan yang cepat dan kontraksi otot yang kuat hal ini dapat di lihat dari kemampuan otot saraf dalam menerima respon rangsangan dan kontraksi yang ditimbulkan. Perbedaan hasil dari setiap pemberian rangsangan pada semua kelompok merupakan hal yang sangat wajar karena pada setiap kelompok memberikan perlakuan yang berbeda pada katak, seperti urutan dalam pemberian rangsangan semakin lama maka otot saraf akan melemah, dan lamanya dalam menemukan otot saraf semakin lama menemukan otot saraf maka semakin lemah kondisi kata sehingga dapat menimbulkan respon yang berbeda. Daftar Pustaka
Juwita, L.S, Riski,S.2008. Fisiologi Sistem Saraf pada Katak. Jurnal. Diakses pada tanggal 12 April 2016 pukul 11.29 WIB Suryani,L, Syarah,D.A.B, Septia, R.W, Apriyani. Rangsangan Otot Saraf. Jurnal. Diakses pada tanggal 14 April 2016 pukul 19.03WIB S, Rahmatullah, I.L. Perbedaan Pengaruh Pemberian Strenghthening Exercise Jenis Kontraksi Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Biceps Brachii. Jurnal. Diakses pada tanggal 14 April 2016 pukul 21.09 WIB