BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional dalam Millenium Development Goal s (MDG s). Salah satu tujuan MDG s adalah menurunkan 2/3 angka kematian anak dibawah usia lima tahun dari tahun 1990 sampai 2015. Indikator yang digunakan terkait hal tersebut adalah angka kematian balita, angka kematian bayi dan cakupan pencapaian imunisasi campak pada anak dibawah 1 tahun (United Nation Development Programme, 2008). Lebih dari 3 juta anak di negara berkembang meninggal setiap tahun akibat penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin, 30% kematian tersebut akibat penyakit campak, karena pencapaian program imunisasi belum optimal. Di dunia ini diperkirakan terdapat 250 juta orang telah menjadi carrier Hepatitis B. Dari jumlah itu, sekitar 200 juta orang terdapat di beberapa negara Asia. Di negara-negara Asia Tenggara diperkirakan bahwa 10-25% dari penduduknya sudah menjadi carrier Hepatitis B. Jumlah yang pernah terkena infeksi jauh lebih tinggi lagi. Di Indonesia diperkirakan jumlah carrier Hepatitis B sekitar 10% dari jumlah penduduk (World Health Organization, 2005). Sedangkan di Indonesia diperkirakan 1,7 juta anak atau 5% dari kematian balita di Indonesia adalah akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi/pd3i (Depkes,2007).
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 130 bahwa pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Dalam hal ini baik negara, pemerintah, keluarga dan orangtua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup atau menimbulkan kecacatan (Kemenkes, 2010). Imunisasi adalah perlindungan yang paling ampuh untuk mencegah beberapa penyakit berbahaya. Imunisasi merangsang kekebalan tubuh bayi sehingga dapat melindungi dari beberapa penyakit berbahaya (Depkes, 2009). Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan, sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai MDG s khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak (Kemenkes, 2010). Pemberian imunisasi dasar lengkap berguna untuk memberi perlindungan menyeluruh terhadap penyakit-penyakit yang berbahaya. Dengan memberikan Imunisasi Dasar Lengkap sesuai jadwal, tubuh bayi dirangsang untuk memiliki kekebalan sehingga tubuhnya mampu bertahan melawan serangan penyakit berbahaya (Depkes, 2009). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan hasil monitoring dan evaluasi bahwa kegiatan pelayanan imunisasi rutin pada bayi dibawah umur 1 tahun beberapa tahun terakhir memperlihatkan hasil yang kurang memuaskan. Menurut laporan rutin tahun 2008, pencapaian Universal Child Immunization (UCI) Desa/Kelurahan sebesar 68,2% dan tahun 2009 mencapai 69,2% sehingga diprediksi target UCI Desa/Kelurahan 100% pada tahun 2010 sulit dicapai (Kemenkes, 2010).
Di Sumatera Utara, pencapaian program imunisasi sudah cukup tinggi bila dilihat dari cakupan jenis imunisasi dimana 306.221 bayi yang menjadi sasaran, diketahui bahwa yang mendapat imunisasi BCG sebesar 286.215 bayi (93,47%), imunisasi DPT1+HB1 sebesar 295.499 bayi (96,50%), imunisasi DPT3+HB3 sebesar 277.239 bayi (90,54%), imunisasi Polio3 sebesar 286.359 bayi (93,51%), imunisasi campak sebesar 282.550 bayi (92,27%) dan imunisasi Hepatitis B3 sebesar 142.235 bayi yaitu 46,45% (Dinkes Sumatera Utara, 2009). Sedangkan pencapaian program imunisasi di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2008 diketahui bahwa yang mendapat imunisasi BCG sebanyak 1.308 bayi (51,50%), DPT1+HB1 sebanyak 1.266 bayi (49,38%), DPT3+HB3 sebanyak 1.263 bayi (49,25%), Polio3 sebanyak 1.244 bayi (48,53%), Campak sebanyak 1.226 bayi (47,83%) dan Hepatitis B3 sebanyak 1.220 bayi (47,58%). Sedangkan desa/kelurahan UCI di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2008 adalah sebesar 65,02%. Pada tahun 2010, desa/kelurahan UCI di Kabupaten Tapanuli Utara meningkat menjadi sebesar 67,49% (Dinkes Kabupaten Tapanuli Utara, 2010). Oleh karena itu, pemerintah menetapkan melalui RPJMN dan Renstra Kementerian Kesehatan 2010-2014 bahwa target UCI Desa/Kelurahan 100% akan dicapai pada tahun 2014. Untuk itu perlu upaya percepatan melalui Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional (GAIN UCI). Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI 2010-2014 (GAIN UCI) adalah upaya bersama dari pemerintah, masyarakat dan berbagai pihak terkait disemua tingkat administrasi untuk melaksanakan percepatan pencapaian UCI di seluruh
desa/kelurahan pada tahun 2014. Strategi pelaksanaan GAIN UCI adalah sebagai berikut : 1. Penguatan PWS (pemantauan wilayah setempat) Tenaga kesehatan menganalisis masalah dan menyusun langkah-langkah tindak lanjut untuk mengatasi segera cakupan imunisasi yang kurang. 2. Menyiapkan sumber daya yang dibutuhkan di setiap tingkat administrasi berdasarkan pembagian tugas dan kewenangan seperti tenaga kesehatan, logistik (vaksin, alat suntik, peralatan rantai vaksin) sarana pelayanan (Puskesmas, Posyandu, unit pelayanan swasta, dll). 3. Pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat seperti Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, PKK, LSM, Pramuka, dll. 4. Pemerataan jangkauan terhadap semua desa/kelurahan dengan lebih memfokuskan pada Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) serta Daerah Bermasalah Kesehatan (Kemenkes, 2010). Sasaran dari GAIN UCI adalah bayi usia 0-11 bulan mendapat Imunisasi Dasar Lengkap di seluruh desa/kelurahan. Dimana tahapan pencapaian pada tahun 2010 sebesar 80%, pada tahun 2011 sebesar 85%, pada tahun 2012 sebesar 90%, pada tahun 2013 sebesar 95% dan pada tahun 2014 akan mencapai 100% (Kemenkes, 2010). Penyebab utama rendahnya pencapaian Universal Child Immunization (UCI) adalah rendahnya akses pelayanan dan tingginya angka drop out. Hal ini antara lain terjadi karena tempat pelayanan imunisasi jauh dan sulit dijangkau, jadwal pelayanan
tidak teratur dan tidak sesuai dengan kegiatan masyarakat, kurangnya tenaga, tidak tersedianya kartu imunisasi (buku KIA), rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang manfaat, serta waktu pemberian imunisasi. Selain itu, faktor budaya dan pendidikan serta kondisi sosial ekonomi juga ikut memengaruhi rendahnya pencapaian UCI desa/kelurahan (Kemenkes, 2010). Pelaksanaan program imunisasi merupakan program penting dalam upaya pencegahan primer bagi individu dan masyarakat terhadap penyebaran penyakit menular. Pelaksanaan imunisasi menjadi kurang efektif bila banyak bayi yang tidak diimunisasi. Beberapa faktor penghambat pelaksanaan imunisasi menurut WHO (2000) antara lain adalah pengetahuan ibu, lingkungan dan logistik, urutan anak dalam keluarga, jumlah anggota keluarga, sosial ekonomi, mobilitas keluarga, kestabilan politik, sikap petugas kesehatan, pembiayaan dan pertimbangan hukum. Sebaliknya faktor pendorong pelaksanaan imunisasi adalah tersedianya petugas kesehatan di desa, tersedianya logistik vaksin, keamanan yang kondusif dan pembiayaan gratis. Tiga faktor yang memengaruhi kepatuhan ibu mengimunisasikan anaknya yaitu perilaku ibu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan selama kehamilan (ANC), akses ke pelayanan kesehatan dan tingkat pendidikan ibu (Sofie, 2004). Penelitian lainnya di Kecamatan Bayan, Jawa Tengah dalam Kasniyah (2001) menyatakan bahwa penerimaan ibu terhadap imunisasi bayi dapat disebabkan adanya faktor diluar pengetahuan atau pemahaman masyarakat tentang imunisasi. Faktor tersebut berupa
anjuran dari pemimpin formal maupun non formal di masyarakat serta anjuran dari petugas kesehatan. Hasil penelitian Harahap (2008) di Kabupaten Asahan di Provinsi Sumatera Utara bahwa ketidaktahuan waktu dan tempat imunisasi merupakan alasan yang paling sering dikemukakan ibu atas ketidaklengkapan imunisasi balitanya. Alasan lain, dikarenakan anak sedang sakit, padahal tidak ada halangan atau kontraindikasi dalam pemberian imunisasi hepatitis B. Namun baik petugas kesehatan maupun ibu ternyata sering menunda pemberian imunisasi hepatitis B jika anak sedang sakit. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi hepatitis B, hendaknya para petugas kesehatan maupun kader lebih sering memberikan penyuluhan dan sosialisasi agar para ibu lebih sadar untuk membawa balitanya ke posyandu ataupun sarana pelayanan kesehatan lainnya untuk diimunisasi. Hasil penelitian Effendi (2010) di wilayah kerja Puskesmas Dalam Pagarbahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan dukungan suami dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi dasar bayi. Berdasarkan survei pendahuluan di Puskesmas yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara, peneliti melakukan diskusi langsung dengan petugas pengelola program imunisasi dan juga para ibu yang memiliki bayi dibawah satu tahun. Dan didapat keterangan bahwa pencapaian program imunisasi memang sangat rendah dan diduga disebabkan oleh sebagian besar para ibu yang memiliki bayi di bawah satu tahun berpendidikan rendah dan juga pengetahuan yang kurang tentang imunisasi dasar lengkap. Selain itu, kendala tidak adanya bidan desa pada tiap desa
menyebabkan imunisasi tidak dapat berjalan dengan baik. Jauhnya jarak antar desa dimana akses jalan yang belum memadai menyebabkan para petugas kesehatan enggan untuk turun ke desa untuk mengadakan program kesehatan. Dan juga dana Puskesmas yang sangat minim sehingga petugas Puskesmas tidak dapat membuat suatu kegiatan yang dapat meningkatkan cakupan imunisasi di Puskesmas tersebut. Sedangkan diskusi langsung dengan para ibu yang memiliki bayi dan di dapat keterangan bahwa jarak tempat tinggal yang jauh dari puskesmas menyebabkan mereka tidak rutin membawa anaknya untuk diimunisasi, kurangnya dukungan suami dan juga dukungan petugas kesehatan dapat membuat para ibu tidak patuh membawa bayinya untuk di imunisasi. Selain itu, waktu imunisasi yang tidak sesuai dengan waktu masyarakat desa juga merupakan kendala yang harus diatasi. Dimana biasanya para ibu membawa anaknya ke sawah/ladang untuk mencari nafkah sehingga lebih mengutamakan mencari nafkah daripada imunisasi. Menurut Lawrence Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu : faktor pemudah (pengetahuan dan sikap masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan keluarga), faktor pemungkin (ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat), faktor penguat (sikap dan perilaku tokoh masyarakat, sikap dan perilaku petugas kesehatan). Sesuai dengan hal diatas ada faktor pemudah, pemungkin dan penguat yang mempengaruhi pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi oleh ibu. Faktor pemudah yaitu tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu tentang imunisasi. Faktor pemungkin yaitu jarak tempat tinggal dengan sarana
pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor penguat yaitu dukungan suami dan dukungan petugas kesehatan. Dari uraian tersebut diatas, penulis merasa tertarik dan ingin mengetahui lebih mendalam tentang faktor pemudah (pendidikan dan pengetahuan), faktor pemungkin (jarak tempat tinggal dengan sarana pelayanan kesehatan) serta faktor penguat (dukungan suami dan dukungan petugas kesehatan) dalam pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi oleh ibu. 1.2. Permasalahan Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor pemudah meliputi tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu tentang imunisasi, faktor pemungkin yaitu jarak tempat tinggal dengan sarana pelayanan kesehatan serta faktor penguat meliputi dukungan suami dan dukungan petugas kesehatan terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi oleh ibu di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan pengaruh faktor pemudah (pendidikan dan pengetahuan), pemungkin yaitu jarak tempat tinggal dengan sarana pelayanan kesehatan dan penguat (dukungan suami dan dukungan petugas kesehatan) terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi oleh ibu di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011.
1.4. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh faktor pemudah (pendidikan dan pengetahuan ibu tentang imunisasi), pemungkin (jarak tempat tinggal dengan sarana pelayanan kesehatan) dan penguat (dukungan suami dan dukungan petugas kesehatan) terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi oleh ibu di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Menambah pengetahuan dalam penelitian lapangan dan dapat dimanfaatkan sebagai referensi ilmiah untuk pengembangan ilmu khususnya tentang pemberian imunisasi dasar lengkap. 2. Dapat digunakan sebagai informasi dan masukan bagi pihak Dinas Kesehatan untuk mengatasi masalah imunisasi di Kabupaten Tapanuli Utara. 3. Secara teoritis, dapat menambah khasanah keilmuan khususnya kesehatan masyarakat dan dapat sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.