BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PEMBAHASAN. I. Definisi

UJI EFEKTIFITAS FORMULA PASTA GIGI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) SEBAGAI ANTIPLAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadi pada jaringan keras gigi yang bermula dari ke dentin berlanjut ke

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB 2 PASTA GIGI SEBAGAI SALAH SATU MEDIA DALAM MENJAGA KESEHATAN RONGGA MULUT

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berdasarkan ada atau tidaknya deposit organik, materia alba, plak gigi, pelikel,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif golongan

BAB 1 PENDAHULUAN. putih akan membuat orang lebih percaya diri dengan penampilannya (Ibiyemi et

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rongga mulut manusia tidak terlepas dari berbagai macam bakteri, diantaranya

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang menggalakkan pemakaian bahan alami sebagai bahan obat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC-

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Angka kejadian masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan pada spesimen adalah sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A SURAT DETERMINASI SIMPLISIA BUAH APEL

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sediaan kosmetik merupakan suatu sediaan yang diperuntukkan untuk kontak langsung dengan jaringan tubuh manusia (epidermis, jaringan rambut,kuku, bibir, dan organgenital eksternal) atau dengan gigi dan membran mukosa pada rongga mulut, penggunaan kosmetik dimaksudkan untuk membersihkan, sebagai pewangi, atau mengubah penampilan dan menjaga bau badan agar tetap stabil (Poucher, 2000). Salah satu sediaan mulut yang digunakan untuk menjaga kesehatan gigi yaitu pasta gigi. Pasta gigi yang digunakan saat menyikat gigi berfungsi untuk mengurangi pembentukan plak, memperkuat gigi terhadap karies, membersihkan dan memoles permukaan gigi, menghilangkan atau mengurangi bau mulut, memberikan rasa segar pada mulut serta memelihara kesehatan gingiva. Pasta gigi merupakan bahan semi-aqueous yang pemakaiannya bersamaan dengan sikat gigi (Mutmainnah, 2013). Gigi tersusun atas beberapa struktur yang berlapis-lapis yaitu mulai dari enamel, dentin (tulang gigi), sementum, rongga pulpa, gingiva, dan ligman peridontal. Sekalipun memiliki struktur yang keras, gigi tidak terhindar dari beberapa penyakit seperti karies gigi (gigi berlubang) dan penyakit pada jaringan pendukung gigi. Karies gigi didefinisikan sebagai penyakit yang mengakibatkan kerusakan dan hancurnya jaringan keras dari struktur gigi melalui proses demineralisasi. Demineralisasi menggambarkan lanjutan dari asam yang diproduksi oleh mikroorganisme pada gula dan karbohidrat yang terdapat di dalam mulut dan terbentuklah plak pada gigi (Poucher, 2000). Plak gigi tersusun atas 80% air dan 20% sisanya merupakan komponen lain, seperti protein 40% 50%, karbohidrat 13% 1

17%, lipid 10% - 14%, dan abu 10%, serta komponen mineral seperti kalsium dan fosfor, yang dihitung dari berat kering plak (Wilkinson and Moor, 1982). Streptococcus mutans diketahui sebagai mikroorganisme utama yang berperan dalam proses terjadinya karies gigi. Streptococcus mutans serotip E banyak ditemukan pada plak gigi manusia. Beberapa jenis karbohidrat seperti sukrosa dan glukosa dapat difermentasikan oleh Streptococcus mutans dan membentuk asam sehingga dapat merusak ph plak gigi. Penurunan ph yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan terjadinya demineralisasi email sehingga proses karies dimulai (Fejerskov, 2003). Salah satu cara untuk mencegah karies gigi yaitu dengan mengurangi pembentukan plak pada permukaan gigi. Pengendalian plak gigi secara tradisional diatasi dengan menyikat gigi dengan cara yang benar dan waktu yang tepat untuk langkah awal membantu kontrol plak. Banyak pasta gigi yang mengandung bahan antimikroba seperti fluoride sebagai bahan aktif yang mampu mencegah karies dengan meningkatkan mineralisasi gigi dan mencegah bakteri menghasilkan asam yang dapat memicu terjadinya karies gigi (Enanda, 2009). Apabila digunakan dalam periode tertentu dapat berdampak erupsi pada gigi sehingga email menjadi berbintik - bintik warna cokelat (Kidd and Bechal, 1992). Seiring kemajuan ilmu teknologi, maka banyak dilakukan inovasi dengan menambahkan bahan herbal dalam pasta gigi. Bahan herbal berkhasiat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu Malus sylvestris Mill yang memiliki sinonim Pyrus malus Linn (Rao et al., 2013). Malus sylvestris Mill varietas manalagi yang dikenal sebagai apel Batu yang akan digunakan dalam penelitian ini, karena memiliki manfaat antibakteri terhadap Streptococcus mutans, mudah diperoleh dipasaran, harganya yang relatif terjangkau dan memanfaatkan tanaman Indonesia. 2

Diperkirakan ada tujuh ribu jenis buah apel yang tumbuh di dunia, tapi hanya ada beberapa macam yang ada di pasaran Indonesai. Apel yang ada di Indonesia antara lain apel Kampung, apel Australia, apel Manalagi, apel Amerika dan apel Batu. Apel Batu memiliki empat varietas yaitu manalagi, romebeauty, anna dan wangling. Semua varietas apel tersebut memiliki ciri khusus. Apel romebeauty berwarna hijau dengan semburat merah, memiliki rasa lebih masam dibanding dengan apel jenis yang lainnya. Apel manalagi berwarna hijau kekuningan dan rasanya manis. Apel anna berwarna kuning dengan semburat merah, memiliki rasa segar karena kandungan airnya lebih banyak. Sedangkan wangling kulitnya rata berwarna merah (Trisnowati, 2012). Buah apel memiliki manfaat sebagai penghambat pembentukan plak. Kandungan aktif berkhasiat yang terdapat dalam apel yaitu katekin. Katekin merupakan golongan metabolit skunder yang dihasilkan oleh tumbuhan dan termasuk golongan flavonoid. Sifat antibakteri pada katekin disebabkan adanya gugus pirogalol dan gugus galoil. Katekin mampu menghambat pembentukan plak gigi dengan mencegah pembentukan ekstraselulerglukan yang berfungsi sebagai perlekatan bakteri Streptococcus mutans pada permukaan gigi. Katekin menghambat bakteri dengan cara merusak membrane sitoplasma bakteri. Kerusakan tersebut dapat mencegah masuknya nutrisi yang diperlukan bakteri untuk menghasilkan energi akibatnya bakteri akan terhambat pertumbuhannya dan mengalami kematian (Jannata, Gunadi dan Ermawati, 2014). Penelitian dengan membandingkan efek antibakteri jus apel (Pyrus malus) jenis Granny Smith pada berbagai konsentrasi terhadap Streptococcus mutans sudah dilaksanakan oleh Khairan (2007). Digunakan beberapa konsentrasi mulai dari 100%, 50%, 25%, dan 12,5%. Diperoleh pada konsentrasi 100% dan 50% secara signifikan dapat menghambat 3

koloni Streptococcus mutans pada media blood agar. Ekstrak apel yang digunakan merupakan sediaan jus, yang diperoleh dengan memotong apel kemudian dilakukan ekstraksi dengan alat juicer dan jus yang dihasilkan disentrifugasi kemudian disterilisasi dengan alat vakum filter. Van der Sluis (Khairan, 2007) menyatakan konsentrasi total phloridzin, chlorogenic acid dan katekin justru lebih tinggi pada ampas (pomace) daripada jus apel. Konsentrasi flavonoid padajus apel lebih rendah bila dibandingkan dengan apel segar. Selain itu jumlah kadar katekin pada jus kasar (raw juice) dan ampas apel adalah 43% lebih rendah daripada kadar yang terdapat pada apel segar. Katekin merupakan komponen yang rentan selama produksi jus apel mengingat sifatnya yang sensitif terhadap proses oksidasi.khairan (2007)menyatakan bahwa 42% dari total phenol terekstraksi ke dalam jus, meninggalkan lebih dari setengah total phenol pada ampas apel.katekin memiliki titik leleh 104% - 106%, titik didih 254%, tekanan uap 1 mmhg pada 75 o C, densitas uap 3,8 g/m 3, dan flash poin 137 o C (Paramita, 2014). Pada penelitian ini akan diformulasikan sediaan pasta gigi dengan menggunakan ekstrak kental buah apel (Malus sylvestris Mill) varietas manalagi. Sebelum dilakukan ekstraksi buah apel direndam dalam natrium metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) dengan konsentrasi 0,2% (2 gram dalam tiap 1 liter air perendaman) selama 15 menit, dengan tujuan mencegah terjadinya reaksi browning pada buah (Nuramanah, Sholihin dan Siswaningsih, 2013). Ekstrak kental didapat dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%, dilanjutkan dengan pemekatan menggunakan waterbath. Konsentrasi ekstrak kental yang digunakan pada formula mengacu pada penelitian Paramita (2014) yaitu 9,6%. Konsentrasi tersebut merupakan hasil konversi terhadap hasil rendemen ekstrak kental buah apel sebesar 50% yang dikatakan memiliki efek antibakteri Streptococcus mutans. Sebelum digunakan pada proses formulasi hasil ekstrak maupun simplisia perlu 4

distandarisasi terlebih dahulu. Standarisasi ditujukan untuk menjaga ketetapan kadar senyawa aktif yang merupakan syarat mutlak mutu ekstrak yang diproduksi dan mendapatkan suatu bentuk bahan baku dan produk kefarmasian yang bermutu, aman serta bermanfaat (Departemen Kesehatan RI, 2000). Bentuk sediaan pasta gigi yang dipilih pada formula ini yaitu bentuk gel. Hal ini disebabkan bentuk gel lebih menarik karena memiliki penampilan fisik yang jernih, mudah dicuci dengan air serta memiliki daya lekat yang cenderung lebih tinggi, karena gel mengandung banyak air sehingga memiliki penampilan transparan atau transluen hingga buram opak. Gel sendiri merupakan suatu sediaan semi padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, memiliki kemampuan berpenetrasi oleh suatu cairan (Departemen Kesehatan RI, 2014). Matriks kompleks untuk memformulasikan pasta gigi yaitu bahan pembersih dan polishing (abrasive), surfaktan (pembersih dan pembuat busa), humektan, bahan pengikat (gelling), pemanis, flavouring, dan bahan-bahan minor (pewarna, agen pemutih, pengawet). Pemilihan gelling agent yang tepat mampu mempengaruhi kualitas pasta gigi yang dihasilkan karena mampu mempengaruhi stabilitas sediaan, dispersi pasta di mulut, dan generalisasi busa. Rentang konsentrasi penggunaan gelling agent pada pasta gigi adalah 0,5% - 2,0% (Poucher, 2000). Formula penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan Paramita (2014). Pada penelitian tersebut digunakan CMC-Na sebagai gelling agent. Diketahui CMC-Na sebagai basis gel menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositas stabil, resisten terhadap pertumbuhan mikroba (Lieberman, Rieger and Banker, 1989). Namun, mutu fisik dari sediaan tersebut yaitu warna yang dihasilkan sediaan tidak transparan 5

menyerupai gel pada umumnya dan konsistensi dari pasta tersebut kurang baik sehingga kemampuan dikeluarkan dari tube yang relatif sulit. Hal tersebut dapat disebabkan karena kelemahan yang dimiliki CMC-Na sebagai basis gel yaitu mampu membentuk dispersi koloid dalam air yang ditandai munculnya bintik-bintik sehingga membuat gel menjadi tidak jernih (Rowe,Shesky, and Quinn, 2009). CMC-Na merupakan bahan yang sangat higroskopik, dapat menyerap sejumlah besar air relative tinggi (>50%) pada kelembaban. Oleh karena itu, sediaan yang menggunakan CMC-Na sebagai gelling agent memiliki kecenderungan untuk mengeras pada penyimpanan. CMC-Na tidak kompatibel dengan larutan asam kuat, garam logam, seng dan aluminium. Sediaan gel berbasis CMC-Na memiliki diameter penyebaran yang lebih kecil dibanding gel berbasis carbomer (Erawati dkk., 2013). Formula akan dimodifikasi menggunakan carbomer 940 sebagai gelling agent. Konsentrasi lazim carbomer 940 yang digunakan sebagai bahan pembentuk gel yaitu 0,5%-2,0%. Dengan konsentrasi tersebut mampu menghasilkan viskositas 40.000-60.000 centipoise yang sangat baik sebagai pengental (Rowe,Shesky, and Quinn, 2009). Carbomer 940 mampu menghasilkan bentuk gel yang terdispersi secara homogen, sekalipun memiliki sifat yang higroskopis; carbomer 940 tahan bila mengalami pemanasan pada suhu 104 0 C dalam waktu 2 jam; mampu melawan serangan bakteri sehingga jamur tidak dapat tumbuh; carbomer 940 sering digunakan pada sistem cair karena partikel-partikelnya yang mudah terbasahi dan tidak toksik (The Lubrizol Corporation, 2010). Carbomer 940 merupakan salah satu contoh polimer sintetik dengan berat molekul tinggi dari asam akrilat yang disambung silang dengan alil sukrosa atau alil eter dari pentaeritriol, sehingga dapat membentuk gel dengan konsentrasi rendah, yaitu ± 0,5% (Setyowati, 2015). Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh 6

Wijatno (2014) yang menggunakan carbomer 940 sebagai gelling agent pada sediaan pasta gigi dengan konsentrasi (0,5%; 1,0%, 1,5%) dan menunjukkan konsistensi serta viskositas sediaan yang baik pada konsentrasi carbomer 940 1,0% dan konsentrasi carbomer 940 1,5%. Mengacu pada penelitian tersebut dibuat 3 formula dengan perbandingan konsentrasi carbomer 940 yang berbeda: formula I (0,75%), formula II (1,0%) dan formula III (1,5%). Pada penelitian ini dibuat juga 3 formula blangko yang terdiridari formula A (dengan ekstrak dan tanpa carbomer 940), formula B (dengan carbomer 940 konsentrasi 1% dan tanpa ekstrak), serta formula C (tanpa carbomer 940 dan tanpa ekstrak). Blangko tersebut dibuat dengan tujuan dapat mengetahui dan membandingkan pengaruh adanya penambahan carbomer 940 dan pengaruh adanya penambahan ekstrak terhadap mutu fisik sediaan. Ditambahkan juga trietanolamin (TEA) pada formula ini dengan tujuan sebagai netralisasi carbomer 940, dengan konsentrasi TEA sebanding dengan carbomer 940 yang digunakan. Hal tersebut bertujuan agar mampu meningkatkan viskositas gel yang terbentuk (The Lubrizol Corporation, 2009; Osborne, 1990). Modifikasi formula juga akan dilakukan pada surfaktan yang digunakan. Surfaktan yang digunakan pada penelitian Paramita (2014) yaitu Na-lauril sulfat (NLS) dengan konsentrasi 1%. Diketahui Na-lauril sulfat memiliki fungsi untuk menurunkan tegangan permukaan larutan sehingga dapat melarutkan minyak serta membentuk mikro emulsi yang menyebabkan terbentuknya busa. Penggunaan Na-lauril sulfat pada dewasa ini sudah tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan iritasi pada rongga mulut, ulserasi yang parah, penurunan kelarutan saliva serta perubahan sensitivitas rasa. Pada penggunaan jangka lama Na-lauril sulfat dapat mengakibatkan gangguan pengecapan yang permanen dan menimbulkan efek-efek samping yang berbahaya seperti menyebabkan iritasi epidermis 7

pada rongga mulut, iritasi pada mata, kekeringan dan pengelupasan kulit, ulserasi yang parah juga berbahaya pada organ tubuh lain seperti hati dan jantung (Raymond and Paul, 2003). Sekalipun penggunaannya pada rentangkonsentrasi surfaktan yang dianjurkan 1-2% (Rowe,Shesky, and Quinn, 2009), tetapi apabila Na-lauril sulfat tertelan secara sistemik juga diduga memiliki efek karsinogenik. Ditinjau dari kelemahan Na-lauril sulfat, maka surfaktan pada formula ini akan diganti dengan cocamidopropil betain konsentrasi 1%. Cocamidopropil betain merupakan tipe surfaktan amfoterik, surfaktan amfoterik mempunyai tolerabilitas yang sangat baik pada kulit dan membrane mukosa (Poucher, 2000). Betaine merupakan surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah dan pengemulsi yang baik, khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik (Barelet al., 2009). Daya busa yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh ph dan sifatnya kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik, maupun nonionik (Rieger and Rhein, 1997). Evaluasi yang dilakukan meliputi parameter mutu fisik, uji karakteristik, uji stabilitas, aseptabilitas dan keamanan sediaan. Parameter mutu fisik meliputi organoleptis, homogenitas, ph, viskositas, dan daya sebar. Uji karakteristik meliputi uji konsistensi, uji daya lekat, dan kemudahan pengeluaran dari tube. Uji stabilitas sediaan meliputi stabilitas sediaan pada suhu ruang, stabilitas sediaan pada suhu tinggi dan uji cycling test. Uji aseptabilitas meliputi kesukaan dari aroma dan tekstur sediaan. Panelis yang digunakan pada uji aseptabilitas adalah 10 orang, karena semakin banyak jumlah panelis yang digunakan maka hasil pengujian sensoris semakin baik dan variasi data antar individu dapat ditekan lebih rendah (Larmond, 1975). Uji keamanan sediaan berupa uji iritasi, dengan menggunakan rahang sapi bagian atas dan dilakukan pengamatan apakah terjadi tanda-tanda iritasi berupa perubahan warna atau munculnya bintik- 8

bintik kemerahan pada daerah gusi sekitar gigi setelah pengaplikasian pasta gigi ekstrak buah apel. Dipilih gigi sapi karena mudah diperoleh dan dilihat dari morfologi, fisiologi dan komposisi kimia dari gigi sapi dan manusia, diketahui bahwa gigi sapi memiliki kesamaan dengan gigi manusia. Metode analisis data statistik yang digunakan untuk melihat perbedaan antar bets yang bersifat parametrik yang bermakna atau tidak dilakukan dengan independent t-test. Data yang dianalisis adalah hasil uji ph, viskositas, daya sebar dan uji karakteristik. Apabila antar bets tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna maka hasil dari pengamatan dapat dilanjutkan dengan membandingkan terlebih dahulu dengan spesifikasi sediaan yang diinginkan. Hasil yang memenuhi spesifikasi yang diinginkan maka akan dilanjutkan dengan perbandingan antar formula. Metode analisis data statistik yang digunakan untuk melihat perbedaan antar formula yang bersifat parametrik yang bermakna atau tidak, dengan menggunakan anova one way. Data yang dianalisis adalah hasil uji ph, viskositas, daya sebar dan efektivitas. Bila uji anova one way menunjukkan hasil yang berbeda bermakna, maka dilanjutkan dengan uji post-hoc yaitu Tukey. Metode analisis Tukey dipilih karena metode ini cocok dilakukan pada perbandingan sederhana dan tingkat kesalahannya paling kecil diantara metode-metode lainnya. Hasil data yang bersifat non parametrik menggunakan metode analisa Kruskal Wallis yang terdiri dari uji aseptabilitas(jones, 2010). 9

1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi carbomer 940 (0,75%; 1%; 1,5%) sebagai gelling agent pada sediaan pasta gigi ekstrak etanol buah apel (Malus sylvestris Mill) terhadap mutu fisik, karakteristik dan aseptabilitas sediaan? 2. Pada formula berapakah yang menghasilkan formula terbaik sediaan pasta gigi ekstrak etanol buah apel (Malus sylvestris Mill) dalam bentuk gel yang memenuhi persyaratan mutu fisik, karakteristik, stabilitas, aseptabilitas dan keamanan sediaan? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh konsentrasi carbomer 940 (0,75%; 1%; 1,5%) sebagai gelling agent pada formulasi sediaan pasta gigi ekstrak etanol buah apel (Malus sylvestris Mill) terhadap mutu fisik, karakteristik dan aseptabilitas sediaan. 2. Menentukan formula terbaik sediaan pasta gigi ekstrak etanol buah apel (Malus sylvestris Mill) dalam bentuk gel yang memenuhi persyaratan mutu fisik, karakteristik, stabilitas, aseptabilitas dan keamanan sediaan. 1.4. Hipotesis Penelitian 1. Peningkata konsentrasi carbomer 940 (0,75%; 1%; 1,5%) sebagai gelling agent pada sediaan pasta gigi ekstrak etanol buah apel (Malus sylvestris Mill) dalam bentuk gel akan memberikan pengaruh terhadap mutu fisik, karakteristik, stabilitas, aseptabilitas dan keamanan. 2. Sediaan pasta gigi akan menghasilkan formula terbaik terhadap mutu fisik, karakteristik, aseptabilitas dan keamanaan seiring dengan peningkatan konsentrasi carbomer 940 sebagai gelling agent. 10

1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian kali ini yaitu diharapkan dengan mengolah buah apel menjadi sediaan pasta gigi dalam bentuk gel dapat memberi informasi terhadap pengembangan tanaman bahan alam dalam bidang kesehatan mulut, khususnya untuk penelitian lebih lanjut tentang buah apel. 11