MISKONSEPSI PADA PENYELESAIAN SOAL ALJABAR SISWA KELAS VIII BERDASARKAN PROSES BERPIKIR MASON

dokumen-dokumen yang mirip
PENELUSURAN KESALAHAN SISWA DAN PEMBERIAN SCAFFOLDING DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMP DALAM MATERI PERBANDINGAN DENGAN MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI)

Identifikasi Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan dengan Menggunakan Tes Diagnostik Three-Tier Multiple Choice

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX PADA OPERASI HITUNG BILANGAN

PEMAHAMAN KONSEPTUAL SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA MATERI ALJABAR DI SMP

Identifikasi Miskonsepsi Siswa SDN Kemayoran I Bangkalan pada Konsep Cahaya Menggunakan CRI (Certainty Of Response Index)

Analisis Kesalahan Siswa Dilihat dari Skema Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika AYU ISMI HANIFAH

Keyword: miskonsepsi, penjumlahan, pengurangan, bilangan bulat, garis bilangan

Scaffolding untuk Mengatasi Kesalahan Menyelesaikan Soal Cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

PROSES BERPIKIR SISWA BERDASARKAN KERANGKA KERJA MASON

IDENTIFIKASI KESALAHAN SISWA MENGGUNAKAN NEWMAN S ERROR ANALYSIS (NEA) PADA PEMECAHAN MASALAH OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR

PENGEMBANGAN SOFTWARE PENDETEKSI MISKONSEPSI KIMIA SOFTWARE DEVELOPMENT FOR DETECTING CHEMICAL MISCONCEPTIONS. Abstract

MEREMEDIASI MISKONSEPSI SISWA YANG MEMILIKI GAYA BELAJAR VISUAL-VERBAL SEIMBANG MENGGUNAKAN CONCEPTUAL CHANGE PADA KONSEP IKATAN KIMIA

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DAN SCAFFOLDING- NYA BERDASARKAN ANALISIS KESALAHAN NEWMAN

PROSES SCAFFOLDING BERDASARKAN DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERTIDAKSAMAAN KUADRAT DENGAN MENGGUNAKAN MAPPING MATHEMATICS

PENELUSURAN MISKONSEPSI MAHASISWA TENTANG MATRIKS MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENERAPKAN ATURAN EKSPONEN

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 2 Tahun 2014

Mustafa Ramadhan 1, Sunardi 2, Dian Kurniati 3

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL GARIS SINGGUNG LINGKARAN BERDASARKAN ANALISIS NEWMAN PADA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KEC.

ANALISIS KESALAHAN SISWA BERDASARKAN KATEGORI KESALAHAN WATSON DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL HIMPUNAN DI KELAS VII D SMP NEGERI 11 JEMBER

Profil Miskonsepsi Mahasiswa tentang Konsep Kepolaran Molekul dengan Menggunakan CRI (Certainty of Response Index)

IDENTIFIKASI KESALAHAN SOAL SISTEM PERSAMAAN LINEAR- KUADRAT DUA VARIABEL

PROFIL SISWA MEMAHAMI KONSEP BARISAN DAN DERET BERDASARKAN TAHAP BELAJAR DIENES DI KELAS IX-C SMP NURIS JEMBER

ANALISIS KESALAHAN MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPERASI PENJUMLAHAN PECAHAN BENTUK ALJABAR. Herna* ABSTRAK

DESKRIPSI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI ATOM, MOLEKUL, DAN ION DI SMP NEGERI 21 PONTIANAK

LEMBAR PENGESAHAN JURNAL

Analisis Kesalahan siswa Pada Topik Aljabar di Kelas VII.1 SMPN 3 Padangsidimpuan. Oleh: Dr. Ahmad Nizar Rangkuti, S. Si., M. Pd 1.

TESIS. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Progran Studi Pendidikan Matematika. Oleh: Linda Sunarya NIM.

PROFIL MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK PECAHAN DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA

UNESA Journal of Chemical Education Vol. 2, No. 1, pp Januari 2013 ISSN:

PROFIL PENGETAHUAN KONSEPTUAL SISWA KELAS VII SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL BERDASARKAN TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA

Teams Achievement Division (STAD) pada mata pelajaran Matematika materi

DESKRIPSI MISKONSEPSI SISWA SMA SEKECAMATAN KAPUAS TENTANG GERAK MELINGKAR BERATURAN MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST

IDENTIFIKASI PEMAMAHAN KONSEP FISIKA TERHADAP POKOK BAHASAN TERMODINAMIKA PADA SISWA SMA. Mohammad Khairul Yaqin

Penerapan Instrumen Three-Tier Test untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa SMA pada Materi Keseimbangan Benda Tegar

Keywords: Concepts, Misconceptions, Certainty Response Indeks (CRI).

JURNAL. Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (STRATA I ) YUNIKA HARIANA NIM

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA POKOK BAHASAN RANGKAIAN ARUS SEARAH DI KELAS XII MAN 1 JEMBER. Risalatun Nur Rohmah

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL- SOAL OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 TOROH

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI ALJABAR BAGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 SALATIGA

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA FISIKA BERBASIS MODEL EMPIRICAL INDUCTIVE LEARNING CYCLE DI SMA

Departement of Mathematic Education Mathematic and Sains Education Major Faculty of Teacher Training and Education Riau University

LITERASI MATEMATIS SISWA PADA KONTEN QUANTITY DI SMP NEGERI 02 PONTIANAK

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA ARITMATIKA SOSIAL (ANALYSIS OF STUDENT ERRORS TO SOLVE NARATIVE QUESTIONS SOCIAL ARITMATHIC)

ANALISIS KESALAHAN PENYELESAIAN SOAL PROSEDURAL BENTUK PANGKAT BULAT DAN SCAFFOLDING

PEMAHAMAN KONSEP PERBANDINGAN SISWA SMP BERKEMAMPUAN MATEMATIKA RENDAH

Error Analysis Based On Categories Of Error According To Watson In Solving Fractional Multiplication And Division Students Grade V SDN Tegal Gede 01

Daimul Hasanah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

ANALISIS KESULITAN SISWA KELAS IX DALAM MENGERJAKAN SOAL OPERASI BENTUK ALJABAR

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

ANALISIS KESALAHAN PESERTA DIDIK PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI KELAS VIII MTS NEGERI SUNGAI TONANG

BERPIKIR KREATIF DALAM PEMBELAJARAN RME

PEMAHAMAN KONSEPTUAL SISWA PADA MATERI PERTIDAKSAMAAN LINIER SATU VARIABEL DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

IMPLEMENTASI STRATEGI POGIL UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI PADA MATERI STOIKIOMETRI KELAS X DI SMAN 1 KANDANGAN

ANALYSIS OF STUDENT MISCONCEPTIONS IN PHYSICS LEARNING OF STATIC FLUID MATERIALS USING CERTAIN OF RESPONSE INDEX (CRI) METHOD IN SMAN 7 PEKANBARU

A. PENDAHULUAN. Moh Zayyadi, Berpikir Kritis Mahasiswa. 11

DIAGNOSIS KESALAHAN SISWA PADA MATERI FAKTORISASI BENTUK ALJABAR DAN SCAFFOLDINGNYA. Imam Safi i*, Toto Nusantara** Universitas Negeri Malang

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL MENGGUNAKAN MASALAH OPEN ENDED

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII 3 SMP NEGERI 26 MAKASSAR.

PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA SISWA KELAS V SDN BALONGGEMEK 1 JOMBANG

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEPRIBADIAN TIPE EKSTROVERT DAN INTROVERT SISWA SMP KELAS VII

Dr. Hj. Masriyah, M.Pd Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, Abstrak. Abstract

Disusun oleh: Fauzi Mulyatna NIM. S

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

Kesulitan Belajar Matematika Berkaitan dengan Konsep pada Topik Aljabar: Studi Kasus pada Siswa Kelas VII Sekolah ABC Lampung


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI POKOK LARUTAN PENYANGGA UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA KELAS XI SMA

PERILAKU METAKOGNISI BERDASARKAN TINGKAT KEMAMPUAN DALAM PEMECAHAN MASALAH POLA BILANGAN PADA SISWA KELAS X SMA

Jurnal Sosial Humaniora ISSN Volume 7 Nomor 1, April

PEMAHAMAN KONSEPTUAL DAN KELANCARAN PROSEDURAL SISWA DALAM OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL SERTA UPAYA MENGATASINYA MENGGUNAKAN SCAFFOLDING

KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN OPERASI HITUNG ALJABAR BENTUK PECAHAN

ABSTRAK. Kaca kunci: lesson study, profesionalisme guru

ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN GRAFIK KINEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS. Oleh Surya Gumilar

PROFIL KONSISTENSI REPRESENTASI DAN KONSISTENSI ILMIAH SISWA SMP PADA KONSEP GERAK

PENERAPAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 PADANG

REMEDIASI MATERI PERBANDINGAN MENGGUNAKAN STRATEGI SOLUSI BERBANTUAN TABEL PADA SISWA KELAS VII SMP

PENERAPAN TEORI BRUNER BERBANTUAN KARTU SAPURA PADA PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DI SMP

Oleh: Mahasiswa Program Studi Pendididkan Matematika STKIP PGRI Sumatera Barat. ABSTRACT

Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Mata Kuliah Aljabar Linear Mahasiswa Informatika

STUDI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DITINJAU DARI KEGIATAN PEMBELAJARAN PADA PAKET KEAHLIAN TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN PADA SMK KOTA MALANG

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERDASARKAN NEWMAN S ERROR ANALYSIS PADA SISWA KELAS VIII SMPN 27 PADANG

ANALISIS KESALAHAN SISWA KELAS IX-G DI SMP NEGERI 3 CIMAHI DALAM MENYELESAIKAN SOAL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA MATERI LINGKARAN

PROFIL KONSEPSI SISWA SMP DENGAN CRI TEST BERBASIS REVISED BLOOM S TAXONOMY PADA MATERI KLASIFIKASI MATERI DAN PERUBAHANNYA

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN TUTOR SEBAYA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP BUNDA PADANG. Endah 1, Susi Herawati 1

ANALISIS KESALAHAN LEMBAR KERJA SISWA MATEMATIKA PRODUK MGMP WONOGIRI

Komunikasi Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

Alumni Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Mataram 2

KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PERBANDINGAN SENILAI DAN BERBALIK NILAI

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. digunakan secara luas dalam berbagai bidang kehidupan.

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG PECAHAN SISWA KELAS IV SD

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

ANALISIS KEMAMPUAN KOGNITIF MAHASISWA MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN SOAL STRUKTUR ALJABAR II

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL- SOAL OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 TOROH

Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika Vol. 1 No. 4, Maret 2017

Pengembangan Media Berbasis Flash untuk Mendukung Siswa Kelas VII dalam Menemukan Prinsip-Prinsip Pencerminan

matematis siswa SMPN 1 Karangrejo Tulungagung Tahun Pelajaran 2016/2017 yang menggunakan model discovery learning lebih baik daripada menggunakan mode

Transkripsi:

Tersedia secara online EISSN: 2502-471X Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan Volume: 1 Nomor: 10 Bulan Oktober Tahun 2016 Halaman: 1917 1925 MISKONSEPSI PADA PENYELESAIAN SOAL ALJABAR SISWA KELAS VIII BERDASARKAN PROSES BERPIKIR MASON Karolin Natalia T, Subanji, I Made Sulandra Pendidikan Matematika Pascasarjana-Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang. E-mail: karolinnatalia@gmail.com Abstract: Misconception is one of the common problem in understanding the concepts of mathematics and answering questions test of mathematics. Misconseption must be minimalized because the conceptual knowledge is one aspects knowledge within the competency of students of junior high school. Each students has different thinking process in answering questions test of mathematics. There are three stages of thinking process stated by mason whereas entry phase, attack, and review. Thus, this study was aimed to describe misconception in answering algebra question of eightth grade student based on masons' thinking process. The subjects of this research were two students of grade eight chosen based on the result of test of understanding concept completed by CRI. The result of this study shown that based on the thinking process stated by mason, students experinced misconception only at phase attack when equalling the denominator, algebra manipulation and operational of equal tribe. Keywords: algebra, misconception, Mason thinking process Abstrak: Kesalahan konsep (Miskonsepsi) adalah salah satu jenis kesalahan dalam memahami konsep-konsep matematika dan dalam menyelesaikan soal matematika. Miskonsepsi harus diminimalisir karena pengetahuan konseptual adalah salah satu aspek pengetahuan yang ada dalam kompetensi siswa tingkat SMP/MTs/SMPLB dan sederajat. Setiap siswa memiliki proses berpikir yang berbeda-beda dalam menyelesaikan soal matematika. Ada 3 fase proses berpikir yang dikemukakan oleh Mason, yaitu fase entry, fase attack, dan fase review. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan mendeskripsikan miskonsepsi pada penyelesaian soal aljabar siswa kelas VIII berdasarkan proses berpikir Mason. Subjek dalam penelitian ini adalah 2 siswa kelas VIII yang dipilih berdasarkan hasil tes pemahaman konsep yang dilengkapi dengan CRI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 3 tahap proses berpikir mason, siswa mengalami miskonsepsi hanya pada tahap attack, yaitu pada saat menyamakan penyebut, manipulasi aljabar, dan mengoperasikan suku sejenis. Kata kunci: aljabar, miskonsepsi, proses berpikir Mason Menurut Permendikbud No. 64 tahun 2013, pengetahuan konseptual merupakan salah satu aspek pengetahuan yang terdapat dalam kompetensi siswa tingkat SMP/MTs/SMPLB dan sederajat. Oleh karena itu, pengetahuan konseptual sangat penting, sehingga miskonsepsi (kesalahan dalam pengetahuan konseptual) harus diminimalisir. Edogawatte (2011) menyatakan bahwa ada 3 jenis kesalahan dalam menyelesaikan soal, yaitu salah algoritma (faulty algorithms), salah konsep (misconception), dan error (kesalahan akibat kurang teliti). Tracht (2011) berpendapat bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang penuh dengan konsep-konsep. Jika salah satu konsep tidak dipahami maka akan berpengaruh terhadap pemahaman konsep-konsep lainnya karena konsep-konsep tersebut saling berkaitan. Artinya, diperlukan pemahaman konsep-konsep dasar agar nantinya lebih mudah memahami konsepkonsep berikutnya. Selain itu, Ozkan (2011) juga berpendapat bahwa pemahaman yang rendah terhadap suatu konsep menjadikan siswa membuat pengertian sendiri terhadap konsep tersebut. Aygor (2012) menjelaskan bahwa siswa yang mengalami miskonsepsi pada latihan akan cenderung mengalami miskonsepsi pada saat ujian. Artinya miskonsepsi bersifat berulang-ulang. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi merupakan suatu bagian kerangka konsep yang salah tetapi dianggap benar oleh siswa sehingga terjadi kesalahan yang muncul secara berulang atau konsisten. Sehingga miskonsepsi perlu ditangani karena dapat menghambat siswa memahami konsep-konsep matematika selanjutnya. Hasan (dalam Tayubi, 2005) mengajukan suatu metode untuk mengidentifikasi miskonsepsi sekaligus membedakannya dengan siswa yang tidak tahu konsep. Metode tersebut dikenal dengan istilah CRI (Certainty of Response Index). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes pemahaman konsep yang dilengkapi kriteria CRI. CRI merupakan ukuran tingkat keyakinan responden dalam menjawab setiap pertanyaan pada soal. CRI didasarkan pada suatu skala dan diberikan bersamaan dengan setiap jawaban suatu soal. Berikut adalah skala enam (0 5) seperti yang disajikan dalam Tabel 1 berikut ini. 1917

1918 Jurnal Pendidikan, Vol. 1, No. 10, Bln Oktober, Thn 2016, Hal 1917 1925 Tabel 1. Skala dan Kriteria CRI CRI Kriteria 0 (Totally guessed answer) 1 (Almost guess) 2 (Not sure) 3 (Sure) 4 (Almost certain) 5 (Certain) Edogawatte (2011) berpendapat bahwa aljabar merupakan salah satu materi dalam pembelajaran matematika yang berisi konsep abstrak. Aljabar menggunakan simbol yang memiliki arti yang berbeda dan interpretasi pada situasi yang berbeda sehingga siswa berpeluang mengalami miskonsepsi. Untuk dapat mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa, perlu dilakukan upaya untuk mengetahui dimana letak miskonsepsi pada siswa tersebut dengan mengetahui proses berpikir yang dilakukan siswa. Penelusuran proses berpikir matematis siswa dapat dilakukan dengan fase-fase yang diungkapkan oleh Mason, dkk (2012), yaitu fase entry, attack, dan review. Penelitian ini menggunakan tes pemahaman konsep yang dilengkapi dengan CRI serta wawancara. CRI digunakan untuk mengidentifikasi siswa yang mengalami miskonsepsi. Jawaban tes pemahaman konsep dan wawancara digunakan untuk melihat proses berpikir siswa yang diduga mengalami miskonsepsi dan menggali lebih dalam miskonsepsi yang terjadi pada siswa tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Miskonsepsi pada Penyelesaian Soal Aljabar Siswa Kelas VIII Berdasarkan Proses Berpikir Mason. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana deskripsi miskonsepsi pada penyelesaian soal aljabar siswa kelas VIII berdasarkan proses berpikir Mason?. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan miskonsepsi pada penyelesaian soal aljabar kelas VIII berdasarkan proses berpikir Mason. Adapun manfaat hasil penelitian ini adalah (1) sebagai bahan masukan mengenai miskonsepsi siswa pada penyelesaian soal aljabar kelas VIII dan (2) sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan penelitian yang berkaitan dengan miskonsepsi siswa pada penyelesaian soal aljabar. METODE Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Creswell (2012:16) pendekatan kualitatif berguna untuk mengungkapkan suatu masalah dan mengembangkannya secara detail untuk memahami pusat fenomena dari suatu masalah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif. Gambaran yang akurat atau gambaran status atau karakteristik dari suatu situasi atau fenomena merupakan tujuan utama dari penelitian deskriptif (Johnson & Christensen, 2004:347). Hal yang akan dideskripsikan dalam penelitian ini miskonsepsi pada penyelesaian soal aljabar kelas VIII berdasarkan proses berpikir Mason. Pendeskripsian data diperoleh dari pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti. Peneliti mengharapkan agar mendapatkan gambaran mengenai miskonsepsi yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal aljabar. Untuk mendapatkan informasi dan data pendeskripsian secara akurat, beberapa tindakan akan dilakukan peneliti pada saat penelitian dilaksanakan. Tindakan tersebut yaitu melakukan tes pemahaman konsep yang dilengkapi CRI. Materi yang digunakan adalah materi aljabar kelas VIII SMP yaitu menyederhanakan bentuk aljabar. Subjek dipilih berdasarkan hasil tes pemahaman konsep yang dilengkapi CRI pada materi aljabar. Peneliti melakukan identifikasi terhadap jawaban dari masing-masing calon subjek penelitian yang terdiri dari 27 siswa kelas VIII SMP. Dari hasil tersebut, maka dipilihlah siswa yang diduga mengalami miskonsepsi. Dalam penelitian kualitatif terdapat tahap-tahap penelitian yang tidak selalu berurutan. Adapun tahap-tahap penelitian ini mengikuti tahap-tahap menurut Bogdan dan dimodifikasi oleh Moleong (2010:126), yaitu (1) tahap pra lapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, dan (3) tahap analisis data. Penelitian kualitatif merupakan penelitian interpretif yang didalamnya peneliti terlibat dalam pengalaman yang berkelanjutan dan terus-menerus (Creswell, 2012). Sehingga instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri dan instrumen pendukung dalam penelitian ini, yaitu: tes pemahaman konsep yang dilengkapi CRI. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan memberikan tes pemahaman konsep yang dilengkapi CRI kepada siswa. Hasil dari tes tersebut dianalisis untuk menentukan subjek penelitian. Subjek penelitian yang dipilih adalah siswa yang memilih skala tinggi CRI pada tes pemahaman konsep tersebut. Analisis data dalam penelitian kualitatif memiliki tujuan untuk menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut. Terdapat enam tahap dalam proses menganalisis dan menginterpretasikan data kualitatif yaitu (1) menyiapkan dan mengumpulkan data untuk dianalisis, (2) mengembangkan

Natalia, Subanji, Sulandra, Miskonsepsi Pada Penyelesaian 1919 dan mengode data, (3) membuat kode berdasarkan deskripsi-deskripsi, (4) menyajikan dan melaporkan hasil yang ditemukan, (5) menginterpretasikan hasil yang ditemukan, dan (6) memvalidasi keakuratan dari hasil yang ditemukan (Creswell, 2012:261). HASIL Proses berpikir M1 ketika menyelesaikan soal 1 dapat diamati dengan baik melalui hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek. Pada saat M1 diminta untuk menjelaskan langkah awal yang dilakukan ketika menyelesaikan soal 1 yaitu memahami maksud soal, M1 mampu menjelaskan informasi apa saja yang diketahui dan diperlukan untuk menyelesaikan soal meskipun M1 tidak menuliskan informasi yang diketahui pada lembar jawaban. Berikut ini adalah hasil wawancara antara peneliti dan M1 ketika memahami soal 1. P: Setelah membaca soal, apa saja informasi yang terdapat dari soal? SP: diminta menyederhanakan bentuk aljabar dari 8 + 2 x 2 4 x+2 dengan syarat x 2 atau x 2 P: Dari soal tersebut, apa kamu paham dengan apa yang dimaksud pada soal? P: Ada berapa pecahan yang ada pada soal? Apa saja? SP: dua P: Untuk pecahan pertama, coba sebutkan pembilang dan penyebutnya! 8 SP: Pembilangnya 8 dan penyebutnya x 2 4 x2 4 P: Untuk pecahan kedua, coba sebutkan pembilang dan penyebutnya! 2 SP: Pembilangnya 2 dan penyebutnya x + 2 x+2 Gambar 1. Hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek Berdasarkan hasil wawancara (Gambar 1) yang telah dilakukan terlihat bahwa dalam menyebutkan apa yang diketahui dari soal 1, M1 mengetahui mana yang merupakan pembilang dan mana yang merupakan penyebut dari soal. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, menunjukkan bahwa M1 dapat menjabarkan informasi yang diberikan pada soal serta mampu menjelaskan dan menunjukkan bagian pada soal yang menjabarkan informasi tersebut. Berdasarkan tahap penyelesaian soal yang disampaikan oleh Mason, dkk (2010), M1 memenuhi tahap memahami maksud soal (entry) dengan baik sehingga dapat diketahui pada tahap ini M1 tidak mengalami miskonsepsi. Hal ini terlihat dari M1 mampu memahami soal serta mampu menemukan hal-hal yang terkait pada soal dengan tepat yang digunakan untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Berikut ini adalah pernyataan yang diungkapkan M1 ketika menyelesaikan soal 1. P: Apa yang kamu lakukan pada langkah awal penyelesaian soal? SP: memfaktorkan x 2 4 P: Apa faktornya? SP: (x + 2) dan (x 2) P: kamu yakin itu faktornya? kin Gambar 2. Hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek M1 mencoba menyelesaikan soal 1 dengan memfaktorkan x 2 4 menjadi x 2 dan x + 2 terlebih dahulu. Dari hasil jawaban terlihat bahwa M1 tidak mengalami miskonsepsi pada saat memfaktorkan x 2 4. Untuk langkah selanjutnya M1 menyamakan kedua pecahan tersebut seperti yang terlihat pada hasil jawaban siswa di bawah ini. Dari jawaban terlihat bahwa M1 sudah dapat menyamakan peyebut dengan tepat, tetapi M1 mengalami miskonsepsi pada saat mengalikan pembilang dengan (x + 2). M1 beranggapan pembilang dikali dengan (x + 2) agar sama dengan penyebutnya seperti pernyataan yang diungkapkan M1 ketika wawancara.

1920 Jurnal Pendidikan, Vol. 1, No. 10, Bln Oktober, Thn 2016, Hal 1917 1925 SP: Menyamakan penyebut sehingga menjadi 8+2(x+2) (x+2)(x 2) karena berdasarkan penyebutnya P: Apa kamu yakin dengan jawabanmu? Pembilang dikali (x2) Gambar 3. Hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek Untuk memastikan miskonsepsi yang dialami M1 pada langkah ini, maka peneliti memberi dua soal tambahan yaitu dalam bentuk aljabar sederhana dan dalam bentuk pecahan biasa. Untuk soal dalam bentuk aljabar sederhana, berikut hasil jawaban siswa pada lembar soal. Pada soal ini juga terlihat bahwa M1 menggunakan cara yang sama dengan langkah penyelesaian soal sebelumnya. M1 sudah bisa menyamakan penyebut tetapi salah pada saat mengubah pembilangnya. M1 masih beranggapan pembilang dikali dengan penyebutnya seperti yang diungkapkan M1 pada saat wawancara. P: Jika dberi soal 2 ab + 3 a SP: 2 ab + 3 a = 2 (a)(b) + 3 a = 2+3(a) (a)(b) = 5 b P: dari mana 3(a)? SP: dari penyebut sebelumnya = setelah dikerjakan coba jelaskan caranya! Gambar 4. Hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek Untuk soal dalam bentuk aljabar sederhana, berikut hasil jawaban M1 pada lembar soal. Dari hasil jawaban siswa, pada soal pecahan biasa terlihat bahwa M1 dapat menyamakan penyebut, tetapi masih terdapat kesalahan yang sama yaitu pada pembilang. Langkah selanjutnya yang dilakukan untuk menyelesaikan soal 1 adalah dengan menggunakan sifat distributif. Pada langkah ini siswa mengalami miskonsepsi pada saat mengoperasikan suku sejenis adalah sebagai berikut. Berikut ini adalah pernyataan yang diungkapkan M1 ketika wawancara. P: Setelah itu apa langkah selanjutnya dalam menyelesaikan soal? SP: dari 8+2(x+2) menjadi 10x 4 (x+2)(x 2) (x 2)(x+2) Gambar 5. Hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek

Natalia, Subanji, Sulandra, Miskonsepsi Pada Penyelesaian 1921 Dari jawaban di atas terlihat bahwa M1 mengalami miskonsepsi pada saat menjumlahkan suku sejenis, yaitu mengoperasikan 8 + 2(x + 2) menjadi 8 + 2(x + 2). Untuk memastikan miskonsepsi yang dialami M1 pada langkah ini maka peneliti memberi 3 soal tambahan. Adapun salah satu jawaban M1 saat mengerjakan soal tersebut adalah sebagai berikut. Pada langkah selanjutnya yaitu saat melakukan manipulasi aljabar M1 juga mengalami miskonsepsi. M1 mengubah bentuk 10x 4 menjadi 10(x 2) seperti yang terlihat di bawah ini. M1 beranggapan bahwa 10x 4 diubah menjadi 10(x 2) agar dapat disederhanakan sehingga (x 2) pada penyebut bisa habis dibagi dengan (x 2) pada pembilang seperti pernyataan yang diungkapkan M1 pada saat wawancara. P: Setelah itu apa langkah selanjutnya dalam menyelesaikan soal? SP: mengubah 10x 4 menjadi 10(x 2) (x+2)(x 2) (x+2)(x 2) P: Mengapa bisa seperti itu? SP: agar bisa habis dibagi dengan penyebutnya Gambar 6. Hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek Jika ditinjau dari hasil penyelesaian soal 1, wawancara serta tahapan penyelesaian soal (attack) yang disampaikan oleh Mason, dkk (2010), menunjukkan bahwa M1 memenuhi aspek try, maybe, dan why. Hal ini diketahui melalui wawancara yang dilakukan, yaitu M1 dapat menyebutkan langkah-langkah cara penyelesaian dalam menyelesaikan soal, mencoba menggunakan cara tersebut, dan memikirkan kebenaran jawaban yang diperoleh. Meskipun tidak menuliskan alasan menggunakan cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, namun subjek M1 mampu menjelaskan alasan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini sesuai dengan aspek try, maybe, dan why yang dilalui siswa dalam proses penyelesaian masalah (attack). Akan tetapi, pada fase attack, M1 mengalami miskonsepsi pada beberapa langkah penyelesaian soal seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Tahap penyelesaian masalah yang selanjutnya adalah tahap memeriksa kembali proses penyelesaian soal (review). Proses berpikir M2 ketika menyelesaikan soal 1 dapat diamati dengan baik melalui hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek. Pada saat M2 diminta untuk menjelaskan langkah awal yang dilakukan ketika menyelesaikan soal 1 yaitu memahami maksud soal, M2 mampu menjelaskan dengan baik informasi apa saja yang diketahui dan diperlukan untuk menyelesaikan soal meskipun M2 tidak menuliskan informasi yang diketahui ada lembar jawaban. Berikut ini adalah hasil wawancara antara peneliti dan M2 ketika memahami soal 1. P: Setelah membaca soal, apa saja informasi yang terdapat dari soal? SP: menyederhanakan bentuk aljabar dari 8 + 2 x 2 4 x+2 dengan syarat x 2 atau x 2 P: Dari soal tersebut, apa kamu sudah paham dengan apa yang dimaksud pada soal? P: Ada berapa pecahan yang ada pada soal? SP: dua P: Untuk pecahan pertama, coba sebutkan pembilang dan penyebutnya! 8 SP: Pembilangnya 8, penyebutnya x 2 4 x2 4 P: Untuk pecahan kedua, coba sebutkan pembilang dan penyebutnya! 2 SP: Pembilangnya 2, penyebutnya x + 2. x+2 Gambar 7. Hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek

1922 Jurnal Pendidikan, Vol. 1, No. 10, Bln Oktober, Thn 2016, Hal 1917 1925 Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan terlihat bahwa dalam menyebutkan apa yang diketahui dari soal 1, M2 mengetahui mana yang merupakan pembilang dan mana yang merupakan penyebut dari soal. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, menunjukkan bahwa M2 dapat menjabarkan informasi yang diberikan pada soal serta mampu menjelaskan dan menunjukkan bagian pada soal yang menjabarkan informasi tersebut. Berdasarkan tahap penyelesaian soal yang disampaikan oleh Mason, dkk (2010), M2 memenuhi tahap memahami maksud soal (entry) dengan baik sehingga dapat diketahui pada tahap ini M2 tidak mengalami miskonsepsi. Hal ini terlihat dari M2 mampu memahami soal serta mampu menemukan hal-hal yang terkait pada soal dengan tepat yang digunakan untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Berikut ini adalah pernyataan yang diungkapkan M2 ketika menyelesaikan soal 1. P: Apa yang kamu lakukan pada langkah awal penyelesaian soal? SP: menyamakan penyebut P:bagaimana menyamakan penyebutnya? SP: penyebutnya menjadi x 2 4 karena lebih besar dari x + 2 Gambar 8. Hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek M2 mencoba menyelesaikan soal 1 dengan menyamakan kedua penyebut dengan menggunakan penyebut yang lebih besar seperti yang terlihat pada hasil jawaban siswa dibawah ini. Berikut ini adalah hasil wawancara yang mendukung pernyataan tersebut. P: Setelah menyamakan penyebut bagaimana dengan pembilangnya? SP: pembilang yang penyebutnya x 2 4 tetap 8 tetapi yang penyebutnya x + 2 pembilangnya menjadi 4x karena x 2 4 dibagi x + 2 hasilnya 2x maka pembilang dikali dengan 2x P: Apa kamu yakin dengan jawabanmu? Gambar 9. Hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek Dari jawaban siswa terlihat M2 tidak mengalami miskonsepsi pada saat menyamakan penyebut tetapi mengalami miskonsepsi pada saat mengubah pembilang. M2 beranggapan bahwa x 2 4 dibagi x + 2 hasilnya 2x sehingga pembilang dikali dengan 2x menjadi 4x. Untuk langkah selanjutnya yang dilakukan untuk menyelesaikan soal 1 adalah dengan menjumlahkan kedua pecahan tersebut sehingga hasilnya seperti yang terlihat di bawah ini. Berikut ini adalah hasil wawancara yang mendukung pernyataan tersebut. P: terus bagaimana langkah selanjutnya? S: menjumlahkan kedua pecahannya P: kamu yakin dengan jawabamu? S: ya Gambar 10. Hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek Dari jawaban siswa terlihat M2 sudah dapat menyamakan penyebut, tetapi M2 mengalami miskonsepsi pada saat menjumlahkan pembilangnya. M2 menganggap bahwa bilangan tanpa variabel dan bilangan bervariabel bisa dijumlahkan. Untuk memastikan miskonsepsi yang dialami siswa, maka peneliti memberikan soal tambahan, yaitu dalam bentuk aljabar sederhana dan pecahan biasa kepada M2. Untuk soal dalam bentuk aljabar sederhana, berikut hasil jawaban siswa pada lembar soal.

Natalia, Subanji, Sulandra, Miskonsepsi Pada Penyelesaian 1923 Pada soal ini juga terlihat bahwa M2 menggunakan cara yang sama dengan langkah penyelesaian soal sebelumnya. M2 sudah bisa menyamakan penyebut, tetapi salah pada saat menjumlahkan pembilangnya. M2 masih beranggapan bahwa bilangan tanpa variabel dan bilangan bervariabel bisa dijumlahkan. seperti yang diungkapkan M2 pada saat wawancara. P: Jika dberi soal 1 ab + 3 a = setelah dikerjakan coba jelaskan caranya! SP: 1 + 3 = 1 + 3b = 4b ab a ab ab ab P: Jika diberi soall 3 1 = coba kamu kerjakan! Mengapa hasilnya seperti itu? a 2 a SP: 3 1 = 3 1a = 2a a 2 a a 2 a 2 a 2 Gambar 11. Hasil jawaban serta wawancara yang dilakukan terhadap subjek Untuk soal dalam bentuk pecahan biasa, berikut hasil jawaban M2 pada lembar soal. Dari hasil jawaban siswa, pada soal pecahan biasa terlihat bahwa M2 tidak mengalami miskonsepsi karena M2 dapat menyederhanakan bentuk pecahan biasa tersebut dengan tepat. Jika ditinjau dari hasil penyelesaian soal 1, wawancara serta tahapan penyelesaian soal (attack) yang disampaikan oleh Mason, dkk (2010), menunjukkan bahwa M2 memenuhi aspek try, maybe, dan why. Hal ini diketahui melalui wawancara yang dilakukan, yaitu M2 dapat menyebutkan langkah-langkah cara penyelesaian dalam menyelesaikan soal, mencoba menggunakan cara tersebut, dan memikirkan kebenaran jawaban yang diperoleh. Meskipun tidak menuliskan alasan menggunakan cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, namun subjek M2 mampu menjelaskan alasan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini sesuai dengan aspek try, maybe, dan why yang dilalui siswa dalam proses penyelesaian masalah (attack). Akan tetapi, pada fase attack, M2 mengalami miskonsepsi pada beberapa langkah penyelesaian soal seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Tahap penyelesaian masalah yang selanjutnya adalah tahap memeriksa kembali proses penyelesaian soal (review). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal yang diberikan dalam penelitian menunjukkan bahwa siswa mengalami miskonsepsi dalam menyamakan penyebut. Indikasi miskonsepsi dalam menyamakan penyebut ini karena siswa merasa yakin dengan konsep menyamakan penyebut yang digunakan dalam menyelesaikan soal. Miskonsepsi dalam menyamakan penyebut ini terjadi saat siswa menyelesaikan soal 1, soal 2, dan soal 3. Miskonsepsi dalam menyamakan penyebut ini terjadi pada tahap attack, semua subjek dalam penelitian ini mengalami miskonsepsi dalam menyamakan penyebut. Salah satu siswa yang mengalami miskonsepsi dalam menyamakan penyebut adalah siswa 1. Siswa menganggap setelah menyamakan penyebut maka pembilang dikali dengan (x + 2) agar sama dengan penyebutnya. Konsep yang digunakan tidak tepat karena seharusnya pembilang menjadi 8 + 2(x 2). Konsep yang diasumsikan benar oleh siswa ini merupakan miskonsepsi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Ozkan EM dan Ozkan A (2012) bahwa miskonsepsi adalah salah konsep atau mengonsepkan yang diasumsikan benar dan digunakan sebagai suatu kebiasaan. Untuk menggali lebih dalam miskonsepsi yang dialami siswa pada langkah ini, peneliti memberi soal tambahan yang lebih sederhana. Dari jawaban siswa terlihat bahwa siswa menggunakan cara yang sama, yaitu mengalikan pembilangnya dengan penyebutnya sendiri. Siswa lainnya yang mengalami miskonsepsi adalah siswa 2. Siswa menganggap x 2 4 dibagi x + 2 hasilnya 2x sehingga pembilang dikali dengan 2x menjadi 4x. Konsep yang digunakan tidak tepat karena seharusnya pembilang menjadi 8 + 2(x 2). Untuk menggali lebih dalam miskonsepsi yang dialami siswa 2, pada langkah ini peneliti memberi soal tambahan yang lebih sederhana. Dari jawaban siswa terlihat bahwa siswa menggunakan cara yang sama, yaitu mengalikan pembilangnya dengan penyebutnya sendiri. Miskonsepsi ini terjadi karena siswa tidak bisa memahami konsep menyamakan penyebut secara utuh, sehingga siswa membuat framework untuk konsep tersebut yang tidak benar dan framework tersebutlah yang digunakan untuk menyelesaikan soal (Holmes, dkk, 2013). Berdasarkan hasil penelitian terhadap hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal yang diberikan menunjukkan bahwa siswa mengalami miskonsepsi dalam manipulasi aljabar. Indikasi miskonsepsi dalam manipulasi aljabar ini karena siswa merasa yakin dengan konsep manipulasi aljabar yang digunakan dalam menyelesaikan soal. Miskonsepsi dalam manipulasi aljabar ini terjadi saat siswa menyelesaikan soal 1, soal 2, dan soal 3.

1924 Jurnal Pendidikan, Vol. 1, No. 10, Bln Oktober, Thn 2016, Hal 1917 1925 Siswa yang mengalami miskonsepsi pada saat manipulasi aljabar adalah siswa 1. Siswa mengubah bentuk 10x 4 menjadi (10)(x 2). Dari wawancara, siswa menggunakan langkah ini dengan tujuan agar ada pembilang yang mempunyai faktor yang sama dengan penyebutnya sehingga bisa habis dibagi. Pernyataan siswa 10x 4 = 10 (x 2) adalah salah karena tanda sama dengan pada bentuk aljabar mengartikan bahwa nilai masing-masing ruas adalah sama (NCERT, 2012), sementara nilai dari kedua ruas itu berbeda sehingga siswa mengalami miskonsepsi pada langkah ini. Miskonsepsi siswa pada langkah manipulasi aljabar ini diduga siswa tidak mengetahui cara manipulasi bentuk aljabar yang benar, walaupun tujuan dari siswa ini benar, yaitu untuk menemukan faktor yang sama antara pembilang dan penyebutnya. Miskonsepsi ini terjadi karena siswa tidak bisa memahami konsep manipulasi aljabar secara utuh, sehingga siswa membuat framework untuk konsep tersebut yang tidak benar dan framework tersebutlah yang digunakan untuk menyelesaikan soal (Holmes, dkk, 2013). Siswa yang mengalami miskonsepsi dalam menjumlahkan suku sejenis adalah siswa 1. Siswa mengalami miskonsepsi pada langkah menjumlahkan suku sejenis, yaitu mengoperasikan 8 + 2x 4 menjadi 10x 4 karena siswa menganggap bahwa 8 + 2x = 10x. Konsep suku sejenis adalah jika bentuknya memiliki faktor aljabar yang sama, jika tidak memiliki faktor aljabar yang sama maka suku tidak sejenis (NCERT, 2012). 8 dan 2x tidak memiliki faktor aljabar yang sama sehingga merupakan suku tidak sejenis. Selanjutnya NCERT (2012) menjelaskan bahwa suku yang tidak sejenis tidak dapat dijumlahkan atau dikurangkan sehingga 8 + 2 10x. Setelah itu peneliti memberikan soal tambahan terkait dengan kesalahan siswa pada langkah ini. Dari jawaban siswa terlihat bahwa siswa masih menggunakan cara yang sama. Siswa mengalami miskonsepsi pada langkah menjumlahkan suku sejenis diduga karena pemahaman yang rendah terhadap konsep operasi suku sejenis. Hal ini sesuai dengan pendapat Ozkan (2011) bahwa pemahaman yang rendah terhadap suatu konsep menjadikan siswa membuat pengertian sendiri terhadap konsep tersebut. Siswa lain yang mengalami miskonsepsi dalam menjumlahkan suku sejenis adalah siswa 2. Siswa 2 juga mengalami miskonsepsi pada langkah menjumlahkan suku sejenis, yaitu mengoperasikan 8 + 4x menjadi 12x. Konsep suku sejenis adalah jika bentuknya memiliki faktor aljabar yang sama, jika tidak memiliki faktor aljabar yang sama maka suku tidak sejenis (NCERT, 2012). 8 dan 4x tidak memiliki faktor aljabar yang sama sehingga merupakan suku tidak sejenis. Selanjutnya NCERT (2012) menjelaskan bahwa suku yang tidak sejenis tidak dapat dijumlahkan atau dikurangkan sehingga 8 + 4 12x. Setelah itu peneliti memberikan soal tambahan terkait dengan kesalahan siswa pada langkah ini. Dari jawaban siswa terlihat bahwa siswa masih menggunakan cara yang sama. Miskonsepsi yang dialami siswa ini diduga karena siswa memiliki pemahaman yang rendah terhadap konsep operasi suku sejenis. Hal ini sesuai dengan pendapat Ozkan (2011) bahwa pemahaman yang rendah terhadap suatu konsep menjadikan siswa membuat pengertian sendiri terhadap konsep tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap miskonsepsi pada penyelesaian soal aljabar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kota Malang maka peneliti mendapatkan kesimpulan, yaitu berdasarkan proses berpikir yang dikemukakan Mason, siswa tidak mengalami miskonsepsi pada tahap entry dan review, melainkan pada tahap attack siswa mengalami miskonsepsi, yaitu pada saat menyamakan penyebut, menjumlahkan suku sejenis, dan manipulasi aljabar. Miskonsepsi yang dialami pada saat menyamakan penyebut terjadi karena siswa menganggap setelah menyamakan penyebut maka pembilang dikali dengan (x + 2) agar sama dengan penyebutnya dan siswa menganggap setelah menyamakan penyebut maka pembilang dan penyebut dapat langsung dibagi dengan (x 2). Miskonsepsi yang dialami pada saat menjumlahkan suku sejenis terjadi karena siswa menganggap bahwa 8 + 2x = 10x dan mengoperasikan 8 + 4x menjadi 12x. Jawaban siswa salah karena suku yang tidak sejenis tidak dapat dijumlahkan atau dikurangkan sehingga 8 + 4 12x. Miskonsepsi yang dialami pada saat manipulasi aljabar karena siswa mengubah bentuk 10x 4 menjadi (10)(x 2). Siswa menggunakan langkah ini dengan tujuan agar ada pembilang yang mempunyai faktor yang sama dengan penyebutnya sehingga bisa habis dibagi. Pernyataan siswa 10x 4 = 10 (x 2) adalah salah karena tanda sama dengan pada bentuk aljabar mengartikan bahwa nilai masingmasing ruas adalah sama. Saran Saran yang dapat peneliti berikan terkait dengan penelitian yang telah dilakukan, yakni miskonsepsi pada penyelesaian soal aljabar siswa kelas VIII bahwa miskonsepsi ini dapat dikembangkan dengan pemberian scaffolding guna meminimalisir dan menghilangkan miskonsepsi. Dalam menyusun instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi dapat menggunakan CRI, tetapi akan lebih baik jika ditambahkan dengan instrumen lainnya. Selain itu, untuk melihat miskonsepsi pada siswa dapat dikembangkan pada materi lain, tidak terpaku pada materi menyederhanakan bentuk aljabar.

Natalia, Subanji, Sulandra, Miskonsepsi Pada Penyelesaian 1925 DAFTAR RUJUKAN Aygor, N. 2012. Misconceptions in Linear Algebra: The Case of Undergraduate Students. Procedia Social and Behavioral Sciences. (46):2989 2994. Creswell, J.W. 2012. Educational Research Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. Amerika: Pearson. Edogawatte, G. 2011. Secondary School Students Misconceptions in Algebra. Department of Curriculum, Teaching, and Learning University of Toronto. NCERT (National Council of Educational Research and Training). 2012. New Delhi: National Institute of Education. Ozkan, E.M. 2011. Misconceptions in Radicals in High School Mathematics. Procedia-Social and Behavioral Sciences (15):120 127. Ozkan, E.M. & Ozkan, A. 2012. Misconseption in Exponential Numbers in IST and IIND Level Primary School Mathematics. Procedia-Social and Behavioral Sciences (46): 65 69. Permendikbud RI No. 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendikbud,