Identifikasi Potensi Masalah Terkait Obat Pada Pasien Anak Dengan Epilepsi Di Rumah Sakit X Di Jakarta Periode Januari April 2016

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kejang berulang disebabkan oleh pelepasan sinkron berulang, abnormal, dan

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

BAB III METODE PENELITIAN. dengan diagnosis utama Congestive Heart Failure (CHF) yang menjalani

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD

DRUG RELATED PROBLEMS

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

PROFIL PENYANDANG EPILEPSI DI POLIKLINIK SARAF RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013 MEI 2014

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG TESIS

INTISARI IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA RESEP PASIEN UMUM DI UNIT RAWAT JALAN INSTALASI FARMASI RSUD DR. H.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan jaringan. Orang yang menderita DM

Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. keluaran klinik yang diharapkan. Kesalahan pemberian obat (drug administration)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada periode Januari 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse

ANALISA DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN DISLIPIDEMIA DI BANGSAL RAWAT INAP DAN RAWAT JALAN PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract. Vivit Erdina Yunita, 1 Afdal, 2 Iskandar Syarif 3

BAB III METODE PENELITIAN. secara descriptive dengan metode cross sectional dan pengambilan data secara

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah medication error tidak dapat dipisahkan dengan Drug

INTISARI KESESUAIAN PERESEPAN OBAT PASIEN BPJS KESEHATAN DENGAN FORMULARIUM NASIONAL DI RSUD BANJARBARU PERIODE OKTOBER SAMPAI DESEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan air dalam bentuk urine (Stein, 2007). Gagal Ginjal Kronik (GGK)

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES PADA RESEP PASIEN DI APOTEK RAHMAT BANJARMASIN

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan studi potong lintang (cross sectional) yaitu jenis pendekatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan formal yaitu di puskesmas, rumah sakit, dan di apotek. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR...

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik komparatif dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KOMBINASI OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN ANAK RAWAT JALAN ASKES DI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO

KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA

Kata Kunci : Variasi Makanan, Cara Penyajian Makanan, Ketepatan Waktu Penyajian Makanan, Kepuasan Pasien

6.2. Alur Penelitian Selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kardiovaskuler dan kanker. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di

TINJAUAN HUBUNGAN ANTARA SPESIFISITAS DIAGNOSIS UTAMA DENGAN AKURASI KODE KASUS PENYAKIT BEDAH PERIODE TRIWULAN I TAHUN 2014

Made Ary Sarasmita Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana, Bali

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

ABSTRAK TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN HOSPITAL DOTS LINKAGE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL KOTA BANDUNG TAHUN 2012 DALAM UPAYA PENANGANAN TUBERKULOSIS PARU

EVALUASI PENGGUNAAN KARBAMAZEPIN PADA PASIEN EPILEPSI DI RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ARTRITIS GOUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI PENGGUNAAN ANTIPLATELET (CLOPIDOGREL) PADA PENGOBATAN STROKE ISKEMIK DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO

HUBUNGAN BIAYA OBAT TERHADAP BIAYA RIIL PADA PASIEN RAWAT INAP JAMKESMAS DIABETES MELITUS DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013

Bagaimana Penulisan SOAP oleh Farmasi? Tim KARS

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh ENDAH FITRI NOVITASARI PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010

POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK

POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDEPRESAN DI RUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG PERIODE JANUARI SEPTEMBER TAHUN 2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2010). Penyakit hipertensi dikenal dengan sebutan silent killer karena

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS JAKARTA UTARA PERIODE TAHUN 2016

PHARMACY, Vol 05 No 01 April 2007

BAB I PENDAHULUAN. naiknya kadar glukosa darah karena ketidakmampuan tubuh untuk. memproduksi insulin (IDF, 2015). DM adalah suatu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

pelayanan non resep, serta pengalaman dalam memberikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien. 5. Apoteker tidak hanya memiliki

J. Teguh Widjaja 1, Hartini Tiono 2, Nadia Dara Ayundha 3 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KAJIAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN FENITOIN, KARBAMAZEPIN, DAN ASAM VALPROAT TUNGGAL TERHADAP OUTCOME PASIEN

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTI-HIPERTENSI PADA RESEP PASIEN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INSTALASI FARMASI UNIT RAWAT JALAN RSUD

Transkripsi:

Identifikasi Potensi Masalah Terkait Obat Pada Pasien Anak Dengan Epilepsi Di Rumah Sakit X Di Jakarta Periode Januari April 2016 P.R. Veryanti 1 dan A. Manaf 2 1,2 Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta Jl. Moh. Kahfi II, Jagakarsa-Jakarta Selatan Email 1 : rika_veryanti@yahoo.co.id ABSTRAK Telah dilakukan studi mengenai identifikasi potensi masalah terkait obat (MTO) pada pasien anak dengan epilepsi untuk mengetahui gambaran potensi MTO yang terjadi. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto Jakarta periode Januari - April 2016. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sebanyak 57 data pengobatan pada rekam medic dianalisis dengan cara membandingkan antara terapi yang diberikan dengan pedoman tatalaksana epilepsy perdossi (2014). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa asam valproat merupakan monoterapi yang paling banyak digunakan (93,61%) sedangkan terapi kombinasi yang paling banyak digunakan adalah asam valproat dan topiramat (46,51%). Dari 57 sampel, teridentifikasi sebanyak 21 data rekam medik (36,84%) berpotensi mengalami MTO yang meliputi : dosis terlalu rendah (31,58%), reaksi obat yang tidak dikehendaki (21,05%), obat tidak efektif (17,11%), dosis terlalu tinggi (17,11%), terapi obat yang tidak perlu (7,89%), dan membutuhkan terapi obat tambahan (5,26%). Kata kunci : Masalah Terkait Obat, Epilepsi, Anak, Rumah Sakit, Jakarta Identification Of Potential Drug Related Problems In Pediatric With Epilepsy In X Hospital Jakarta Januari-April 2016 P. R. Veryanti 1 and A. Manaf 2 1,2 Fakultas Farmasi Institut Sain dan Teknologi Nasional Jakarta Jl. Moh. Kahfi II, Jagakarsa-Jakarta Selatan Email 1 : rika_veryanti@yahoo.co.id ABSTRACT A descriptive study about identification of potential drug related problems (DRPs) in pediatric with epilepsy has been conducted in pediatric department of X Hospital Jakarta. This study used cross sectional method. The DRPs were identify in 57 medical records by compared data with Indonesian Epilepsy Therapy Guideline (2014). The result showed that as mono-therapy, acid valproate was the most widely used drug in pediatric with epilepsy. While in the combination drug categories, the combination of valproate acid and topiramat was the most used (46.51%) in patient. From 57 sample, 21 medical records were identified had potential DRPs. These DRPs were: dose too low (31.58%), adverse drug reaction (21.05%), drugs were not effective (17.11%), dose too high (17.11%), drugs with no indication (7.89%) and also there were indications with no drugs (5.26%). Key words : Drug Related Problems, Pediatric, Epilepsy, Hospital in Jakarta. PENDAHULUAN Epilepsi merupakan gangguan kronis pada otak yang mempengaruhi orang-orang di seluruh dunia. Epilepsi ditandai dengan kejang berulang, dalam episode singkat, gerakan spontan yang mungkin melibatkan salah satu bagian tubuh (parsial) atau seluruh tubuh (umum). Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anakanak. Di negara berkembang, insidensi epilepsi pada anak berkisar antara 35-150/100.000 penduduk pertahun (WHO, 2015). Pasien pediatri terutama pada masa bayi dan anak merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat sehingga mememiliki perbedaan karakteristik yang menyebabkan perbedaan farmakokinetik, farmakodinamik, efektivitas, efek samping obat dengan pasien dewasa (Depkes RI, 2009). Terapi utama epilepsi adalah pemberian obat anti epilepsi (OAE). Pemilihan Obat Anti Epilepsi (OAE) pada pediatri bukanlah tugas yang sederhana. Banyak variabel yang harus dipertimbangkan antara lain OAEspecific variables (sindrom epilepsi spesifik, efikasi/ efektivitas, efek samping, farmakokinetik, formulasi, dan sebagainya), patient specific variables (latar belakang genetik, jenis kelamin, usia, komorbiditas, dan status sosial ekonomi), dan nation specific variables (ketersediaan dan biaya OAE). Penggunaan OAE dan banyaknya variabel yang harus diperhatikan dalam Sainstech Farma Vol. 9 No.2, Juli 2016 1

pemilihan OAE pada pediatri akan meningkatkan resiko terjadinya masalah terkait obat (Glauser et.al, 2006). Masalah terkait obat (MTO) adalah setiap kejadian yang tidak diinginkan, dialami oleh seorang pasien yang melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat sehingga dapat mengganggu tercapainya tujuan terapi yang diinginkan (efek samping, reaksi obat yang tidak diinginkan, kegagalan terapi dan efek toksik) dan membutuhkan pertimbangan profesional untuk menyelesaikannya. Masalah terkait penggunaan obat antara lain: obat tidak perlu, butuh terapi tambahan, obat tidak efektif, dosis terlalu rendah atau terlalu tinggi, reaksi obat yang tidak dikehendaki dan kepatuhan. Pelayanan kefarmasian diharapkan mampu mengidentifikasi, menyelesaikan dan masalah terkait pengunaan obat (MTO) yang aktual dan potensial (Kaufmann et.al, 2015). Sebuah penelitian di RSUD Prof. Dr. Margondo Soekarjo Purwokerto menunjukan masalah terkait obat yang terjadi dalam penggunaan obat anti epilepsi (OAE) pada pasien pediatri masih cukup tinggi (Hanif, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi masalah terkait obat dan berapa besar jumlah masingmasing kategori MTO dalam pengobatan epilepsi pada pasien pediatri di Poliklinik Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto Jakarta periode Januari April 2016. METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional yang bersifat deskriptif analitik untuk menggambarkan jenis dan persentase kejadian Masalah Terkait Obat (MTO) dalam pengobatan epilepsi pada pasien pediatri. Desain penelitian menggunakan pendekatan studi potong lintang (Cross Sectional) Pengambilan data dilakukan di Poliklinik Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto Jakarta pada bulan Mei 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rekam medik pasien pediatri yang mendapatkan pengobatan epilepsi di Poliklinik Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto Jakarta periode Januari April 2016. Sampel diambil dengan metode total sampling yaitu semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusinya adalah rekam medik pasien pediatri (usia 0 bulan 18 tahun) dengan diagnosa epilepsi dan mendapatkan pengobatan epilepsi di Poliklinik Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto Jakarta dan rekam medik lengkap dan terbaca. Data yang sudah diperoleh selanjutnya dievaluasi dan dianalisis. Identifikasi potensi masalah terkait obat dilakukan dengan menggunakan acuan dari buku Pedoman Tatalaksana Epilepsi (Perdossi, 2014), Pharmacotherapy Handbook (Wells et al, 2009), NICE Guideline 2012 (NICE, 2012), BNF for Children (BNF, 2014) dan beberapa literatur lainnya. Sedangkan untuk mengklasifikasifikasikan masalah terkait obat yang teridentifikasi, digunakan standar klasifikasi Cipolle, Strand dan Morley. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari 78 rekam medik pasien pediatri yang didiagnosa epilepsi, sebanyak 57 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi sedangkan 21 rekam medik pasien tidak memenuhi syarat sebagai subjek penelitian karena tidak ada data terapi obat sehingga total subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 57 rekam medik pasien. Masalah Terkait Obat Evaluasi masalah terkait obat dilakukan dengan mengidentifikasi tujuh kategori masalah terkait obat menurut Cipolle dalam bukunya Pharmaceutical Care Practice: The Patient Centered Approach to Medication Management 3rd Edition. Dari 57 rekam medik pasien pediatri yang mendapat pengobatan epilepsi di Poliklinik Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto Jakarta periode Januari April 2016, sebanyak 21 pasien (36,84%) potensial mengalami Masalah Terkait Obat (MTO) sedangkan 36 pasien (63,16%) lainnya tidak mengalami masalah terkait obat. Jumlah masalah terkait obat yang potensial terjadi adalah sebanyak 76 masalah dan satu pasien dapat mengalami lebih dari satu MTO dengan jumlah rata-rata MTO per pasien adalah 1,42. Jenis dan jumlah dari 7 (tujuh) kategori masalah terkait obat secara lengkap dapat dilihat pada tabel 1. Potensi masalah terkait obat yang paling banyak terjadi adalah dosis terlalu rendah (31,58%) dan diikuti reaksi obat yang tidak dikehendaki (21,05%). Dalam mengidentifikasi 7 kategori masalah terkait obat, seorang ahli farmasi harus memahami dan mengerti penyebab terjadinya MTO karena hanya dengan begitu kita dapat memberikan solusi atau pencegahan terjadinya MTO selama pengobatan. Tabel 2 secara lengkap menggambarkan penyebab terjadinya MTO dalam pengobatan epilepsi pada pasien pediatri di Poliklinik Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto Jakarta periode Januari April 2016. Tabel 1. Jenis MTO dalam pengobatan epilepsi pada pedatri di Poliklinik Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto No Jenis Masalah Terkait Obat (MTO) Jumlah MTO Persentase (%) 1 Terapi obat yang tidak perlu 6 7,89 2 Membutuhkan terapi obat tambahan 4 5,26 3 Obat tidak efektif 13 17,11 4 Dosis terlalu rendah 24 31,58 5 Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) 16 21,05 6 Dosis terlalu tinggi 13 17,11 7 Kepatuhan - - Total 76 100,00 Sainstech Farma Vol. 9 No.2, Juli 2016 2

Tabel 2. Penyebab MTO dalam pengobatan epilepsi pada pedatri di Poliklinik Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto No Penyebab Masalah Terkait Obat (MTO) Jumlah Persentase (%) 1 Duplikasi Terapi 3 3,95 2 Tidak ada indikasi medis saat ini 3 3,95 3 Kondisi medis yang tidak diobati 1 1,32 4 Butuh terapi pencegahan 3 3,95 5 Tersedia obat yang lebih efektif 11 14,46 6 Bentuk sediaan tidak tepat 2 2,63 7 Dosis tidak efektif 14 18,42 8 Interaksi obat 35 46,05 9 Efek yang tidak diinginkan 1 1,32 10 Dosis terlalu tinggi 2 2,63 11 Frekuensi terlalu sering 1 1,32 Total 76 100,00 Terapi Obat yang Tidak Perlu Terapi obat tidak diperlukan karena pasien tidak mengalami indikasi medis. Keluhan yang dialami pasien mungkin dapat diatasi dengan terapi non farmakologi. Membutuhkan Terapi Obat Tambahan Membutuhkan terapi obat tambahan artinya pasien membutuhkan terapi obat untuk mengobati kondisi medis atau untuk mencegah terjadinya perkembangan penyakit. Penyebab MTO kategori membutuhkan terapi obat tambahan diantaranya pasien membutuhkan terapi obat untuk suatu kondisi medis tetapi tidak diberikan, pasien membutuhkan terapi preventif (pencegahan) untuk mengurangi resiko perkembangan penyakit dan pasien membutuhkan terapi untuk mendapatkan efek sinergis atau aditif (Hanif, 2013). Masalah terkait obat (MTO) kategori membutuhkan terapi obat tambahan. Satu masalah disebabkan oleh kondisi medis yang tidak diobati dan 3 masalah disebabkan karena pasien membutuhkan terapi pencegahan hepatoksisitas dari asam valproat. Kondisi medis yang dialami pasien yang tidak diobati adalah dispepsia. Dispepsia merupakan rasa yang tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian atas (PGI, 2014). Obat Tidak Efektif Masalah terkait obat kategori obat tidak efektif artinya obat yang diberikan tidak mampu untuk menghasilkan respon atau hasil yang diinginkan. Obat tidak efektif dpat disebabkan bentuk sediaan obat tidak tepat dan obat yang digunakan bukan yang paling efektif untuk indikasi yang sedang diatasi. MTO kategori obat tidak efektif dalam penelitian ini di evaluasi berdasarkan guideline pemilihan obat anti epilepsi menurut NICE, Perdossi, dan beberapa rekomendasi pengobatan epilepsi pada pediatri. Dosis Terlalu Rendah Dosis terlalu rendah artinya regimen dosis (dosis, interval dosis dan durasi terapi) yeng diberikan tidak menghasilkan respon atau hasil yang diinginkan. Penyebab masalah terkait obat kategori dosis terlalu rendah diantaranya dosis tidak efektif karena dosis terlalu rendah dan interaksi obat yang menyebabkan penurunan jumlah kadar aktif obat[8]. Penentuan dosis terlalu rendah didasarkan pada BNF for children 2014-2015[9], drug interaction checker online (http://drug.com), www.mims.com serta beberapa jurnal pendukung lainnya. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki Reaksi obat yang tidak dikehendaki merupakan reaksi negatif yang dialami pasien karena pemberian suatu obat. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya reaksi yang tidak diharapkan dari suatu obat dan tidak terkait dosis, reaksi alergi, rute pemberian obat salah, kontraindikasi, pasien dengan faktor resiko membutuhkan obat yang lebih aman dan interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan (tidak terkait dosis) (Hanif, 2013). ROTD potensial yang terjadi adalah trombositopenia akibat dari penggunaan asam valproat. Reaksi obat yang tidak dikehendaki lainnya adalah interaksi obat potensial dari penggunaan kombinasi topiramat dan asam valproat. Penggunaan topiramat bersamaan dengan asam valproat dapat meningkatkan resiko terjadinya efek samping dari asam valproat yaitu hiperammonemia (tingginya kadar amonia dalam darah), ensefalopati, trombositopenia, gagal hati dan hipotermia (Nasreddine. W and Ahmad B, 2008). Dosis Terlalu Tinggi Dosis obat yang terlalu tinggi menyebabkan efek toksik yang tidak diinginkan. MTO kategori dosis terlalu tinggi umumnya disebabkan oleh pemberian dosis berlebih (membutuhkan monitoring tambahan untuk menentukan dosis terlalu tinggi atau tidak), frekuensi dosis terlalu sering, durasi terlalu lama dan interaksi obat yang menyebabkan peningkatan kadar plasma obat sehingga timbul efek toksik (Hanif, 2013). Dalam penelitian ini jenis obat yang diberikan dalam dosis terlalu tinggi adalah asam valproat, INH dan sucralfat. Asam valproat memiliki indeks terapi sempit yaitu 50 100 mcg/ml sehingga pemberian asam Sainstech Farma Vol. 9 No.2, Juli 2016 3

valproat dengan dosis terlalu tinggi dapat mengakibatkan kadar plasma obat mencapai MTC (Minimum Toxic Consentration). MTC menyatakan konsentrasi obat yang diperlukan untuk mulai menghasilkan efek toksik yaitu maka diperlukan pemantauan terapi obat (TDM, Therapeutic Drugs Monitoring) untuk mengetahui kadar plasma asam valproat. Pemberian obat dengan dosis berlebih juga akan memungkinkan timbulnya penyakit baru yang akhirnya akan meningkatkan biaya pengobatan. Dosis terlalu tinggi juga dapat disebabkan oleh interaksi obat. Interaksi obat yang terjadi dimana obat persipitan akan menurunkan kadar plasma (bentuk aktif) obat objek. Interaksi Obat Potensial Interaksi obat potensial yang terjadi berupa interaksi obat - obat baik itu interaksi yang terjadi antar OAE maupun interaksi dengan obat lainnya Kejadian interaksi obat yang terjadi dalam penelitian ini adalah sebesar 46,05% (35 kasus), ini menunjukan bahwa interaksi obat yang terjadi dalam pengobatan epilepsi pada pasien anak masih cukup tinggi terkait pengunaan OAE kombinasi. Tabel 3. Distribusi Interaksi Obat berdasarkan Level Interaksi Level Interaksi Jumlah % Major 2 5,71 Moderate 33 94,29 Total 35 100,00 Interaksi obat memiliki beberapa tingkatan yaitu major, moderate dan minor. Distribusi interaksi berdasarkan level interaksi dapat dilihat pada tabel 3. Sebagian besar level interaksi obat yang terjadi dalam pengobatan epilepsi pada pasien pediatri di Poliklinik Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto Jakarta adalah Moderate. artinya interaksi obat yang terjadi cukup signifikan secara klinis. Kombinasi ini sebisa mungkin dihindari, namun jika kondisi mengharuskan penggunaan obat kombinasi, maka perlu dilakukan pemantauan konsentrasi plasma secara ketat. Sebagian besar mekanisme interaksi farmakokinetik yang terjadi dalam penelitian adalah induksi atau inhibisi enzim yang berperan dalam metabolisme obat. Induksi enzim artinya obat persipitan menstimulasi sintesis isoenzim enzim CYP yang terdapat di hati atau organ lainnya sehingga meningkatkan aktivitas enzim metabolisme dan meningkatkan konsentrasi obat objek dalam plasma. Biasanya induksi enzim akan menurunkan efikasi obat objek, namun potensiasi efek farmakologi atau efek toksik juga dapat terjadi jika induksi tersebut meningkatkan metabolit aktif (misalya 10,11-epoxide CBZ) atau metabolit toksik dari obat objek (Retno, 2008). KESIMPULAN Potensi Masalah Terkait Obat (MTO) pada pasien anak dengan epilepsi di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta periode Januari April 2016 teridentifikasi sebanyak 36,84% (21 data rekam medik) dalam pengobatan epilepsi pada pasien pediatri di Poliklinik Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto Jakarta periode Januari April 2016. Masalah terkait obat yang terjadi adalah sebanyak 76 masalah yang meliputi : dosis terlalu rendah (31,58%), reaksi obat yang tidak dikehendaki (21,05%), obat tidak efektif (17,11%), dosis terlalu tinggi (17,11%), terapi obat yang tidak perlu (7,89%), dan membutuhkan terapi obat tambahan (5,26%). SARAN Perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi MTO secara prospektif dengan melibatkan dokter dan atau tenaga kesehatan lainnya untuk memperoleh data serta informasi secara menyeluruh. DAFTAR PUSTAKA Ahmed, S.N dan Zaeem A.S, 2006, Antileptic Drug and Liver Diseases, Seizure (2006) 15, 156-164 BNF, 2014, British National Formulary for Children 2014-2015, London, BMJ Publishing Group. Cipolle, R.J, et al., 2012, Pharmaceutical Care Practice: The patient centered approach to medication management third edition, USA, McGraw-Hill Companies, Inc. Departemen Kesehatan RI, 2009, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Pasien Pediatri, Jakarta, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI. Glauser, T., et al, 2006, ILAE Treatment Guidelines: Evidence-based Analysis of Antiepileptic Drug Efficacy and Effectiveness as Initial Monotherapy for Epileptic Seizures and Syndromes, Epilepsia 47(7):1094-1120. Hanif Alfajri, 2013, Identifikasi Drug Related Problems Penggunaan Obat Anti Epilepsi Pada Pasien Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Prof. Dr. Margondo Soeakarjo Purwokerto selama Tahun 2012, Yogyakarta, Universitas Gajah Madah. Kaufmann, CP, et al, 2015, Determination of risk factors for drug-related problems: a multidisciplinary triangulation process, BMJ Oen. Nasreddine. W and Ahmad B, 2008, Valproate-induced thrombocytopenia: A prospective monotherapy study, Epilepsia, 49(3):438 445. NICE (National Institute for Health and Care Excellence), 2012, The Epilepsies: The Diagnosis and Management of The Epilepsies in Adult and Children in Primary and Sainstech Farma Vol. 9 No.2, Juli 2016 4

Secondary Care Guidance, www.nice.org.uk/cg137. Perdossi, 2014, Pedoman Tatalaksana Epilepsi 2014, Surabaya: Airlangga University Press. PGI, 2014, Konsensus Nasional; Penatalaksaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori, Jakarta. Retno Gitawati, 2008, Interaksi Obat dab Beberapa Implikasinya dalam Media Litbang Kesehatan Volume XVIII No. 4. Wells, Barbara G, et al, 2009, Pharmacolotheraphy Handbook Seventh Edition, United State of America: McGraw-Hill Companies, Inc. WHO, 2015, Epilepsi WHO fact sheet May 2015; number 999. Diakses tanggal 20 Oktober. Sainstech Farma Vol. 9 No.2, Juli 2016 5