BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan kesejahteraan (Tambunan, 2009 : 44). Proses pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

UNIVERSITAS GUNADARMA PROGRAM DIPLOMA III BISNIS KEWIRAUSAHAAN LAPORAN KERJA PRAKTEK (LKP)

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belanja modal termasuk jenis belanja langsung dan digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Stewardship dalam Pemerintahan Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan sosiologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward berusaha mencapai sasaran organisasinya. Teori ini didesain bagi para peneliti untuk menguji situasi dimana para eksekutif dalam perusahaan sebagai pelayan dapat termotivasi untuk bertindak dengan cara terbaik pada principalnya. Pada Teori Stewardship, model of man ini didasarkan pada pelayan yang memiliki perilaku dimana dia dapat dibentuk agar selalu dapat diajak bekerjasama dalam organisasi, memiliki perilaku kolektif atau berkelompok dengan utilitas tinggi daripada individunya dan selalu bersedia untuk melayani. Pada teori stewardship terdapat suatu pilihan antara perilaku self serving dan proorganisational, perilaku pelayan tidak akan dipisahkan dari kepentingan organisasi adalah bahwa perilaku eksekutif disejajarkan dengan kepentingan principal dimana para steward berada. Steward akan menggantikan atau mengalihkan self serving untuk berperilaku kooperatif. Sehingga meskipun kepentingan antara steward dan principal tidak sama, steward tetap akan menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Sebabsteward berpedoman bahwa terdapat utilitas yang lebih besar pada perilaku kooperatif, dan perilaku tersebut dianggap perilaku rasional yang dapat diterima. Model teori Stewardships mendiskripsikan bahwa

pemerintah daerah sebagai organisasi non profit yang diharapkan tercapai good corporate governance, untuk mencapai itu pemerintah daerah harus memiliki kinerja keuangan yang baik dengan prinsip stewardships yaitu pemerintah sebagai pelayan publik yang non profit. 2. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah. (Halim,2004) Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan asli daerah adalah penambah nilai kekayaan bersih yang berhak diakui pemerintah daerah.sumber Pendapatan Asli Daerah yang sah diantaranya : a) Pajak Daerah Pajak daerah adalah iuaran wajib rakyat yang tidak mendapat imbalan secara langsung yang sifatnya dapat dipaksakan kepada yang telah diwajibkan dengan berdasarkan undang-undang untuk keperluan daerahnya. Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2009, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam pemungutan

pajak daerah, terdapat dua istilah yang kadang disamakan walaupun sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda, yaitu subjek pajak dan wajib pajak. Dalam beberapa jenis pajak, seperti Pajak Kendaraan Bermotor, subjek pajak identik dengan wajib pajak, yaitu setiap orang atau badan yang memenuhi ketentuan sebagai subjek pajak diwajibkan untuk membayar pajak sehingga secara otomatis menjadi wajib pajak. pajak daerah dibagi menjadi dua bagian, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. b) Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah dana kontribusi masyarakat yang berasal dari perorangan atau badan yang ditujukan untuk pemerintah daerah karena pemerintah daerah telah memberikan fasilitas berupa jasa kepada pihak yang bersangkutan.menurut Saragih (2003), retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah yang merupakan salah satu sumber pad merupakan indikator penting untuk mengetahui dan mengevaluasi kinerja keuangan pemerintah daerah. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber kekayaan asli daerah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya yang tentunya akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan di daerah tersebut.

c) Hasil perusahaan dan kekayaan daerah (Laba BUMD) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (Laba BUMD), yaitu penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dari jenis PAD lainnya, dapat mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/bumn, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. d) Lain-lain PAD yang Sah Lain-lain pendapatan yang sah adalah pendapatan yang berasal dari asli daerah tersebut yang dapat dikategorikan sah dan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pendapatan asli daerah lainnya seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah (laba bumd) dan lainnya. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang sebagai pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi yang nantinya akan berdampak pada pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah daerah.lain-lain PAD juga bisa berasal dari lainlain pendapatan milik pemerintah daerah, yang didapatkan dari hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, dan lainnya 3. Dana Perimbangan Dana Perimbangan adalah dana transfer yang bersifat terikat dari pemerintah pusat yang diberikan oleh pemerintah daerah, yang ditujukan

untuk mempercepat pembangunan daerah dan menutupi kesenjangan fiskal daerah. Dana perimbangan yang akan diberikan kepada pemerintah daerah sudah dialokasikan dari dana APBN. Sejak diberlakukannya sistem desentralisasi dengan sistem otonomi daerahnya, maka dana transfer ke daerahnya dialokasikan dalam bentuk dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Suparmoko,2011). Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002). secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah: a. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian dana baik vertikal maupun horisontal. b. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.

Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002) juga menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah selama ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan Universitas Sumatera Utara pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta. Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah. Pada Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah, disebutkan bahwa dana perimbangan terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil adalah dana bagian daerah yang merupakan sumber penerimaan dengan memperhatikan potensi dari daerahnya, yang terdiri: (1) Dana bagian daerah yang berasal dari pajak bumi dan bangunan (PBB) yang mana pemerintah daerah mengambil 90% dari hasil pajak bumi dan bangunan daerahnya.

(2)Dana bagi hasil yang berasal dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebanyak 20% untuk negara dan 80% untuk daerah.dengan rincian 64% untuk provinsi dan 16% untuk kabupaten/kota. (3)Dana bagi hasil yang berasal dari sumber daya alamyang terdiri dari tiga sektor yaitu sector kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan dengan pembagian 80% untuk daerah 20% untuk pemerintah pusat. b. Dana alokasi umum Menurut Undang-undang No. 33 Tahun 2004, dana alokasi umum adalah dana perimbangan untuk daerah yang sudah dialokasikan dalam APBN berdasarkan presentase tertentu dari pendapatan neto dalam negri yang telah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek keadilan dan pemerataan yang selaras dengan pembangunan pemerintah dan perhitungan alokasi umumnya ditetapkan sesuai dengan Undang-undang. c. Dana Alokasi Khusus Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004, DAK adalah salah satu dana perimbangan yang berasal dari APBN yang disalurkan kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan untuk kegiatan tertentu yang telah diusulkan oleh daerah tertentu dalam hal pemenuhan desentralisasi.

4. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), Belanja modal adalah penambahan aset tetap dengan cara melakukan perbelanjaan/pengeluaran yang nantinya diharapkan dapat menimbulakan manfaat lebih dalam satu periode akuntansi termasuk biaya pemeliharaan yang memiliki fungsi menambah masa manfaat,meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.dalam SAP, belanja modal terdiri dari beberapa jenis belanja modal 5 (lima) yang dikategori utama, diantaranya adalah : 1. Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran yang berhubungan dengan aset fisik atau aset berwujud berupa tanah termasuk pengeluaran untuk pembelian, pengadaan, pembebasan, balik nama dan sewa, pengosongan, perataan, pematangan, pembuatan dokumen sertifikat dan pengeluaran lainnya yang berhubungan atas hak perolehan tanah dan sampai kondisi tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran biaya dalam hal pengadaan, penggantian, peningkatan kapasitas modal peralatan dan mesin serta inventaris kantoryang memiliki manfaat

lebih dari 1 tahun, dimana mesin dan peralatan dalam kondisi siap pakai. 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah biaya yang dikeluarkan untukpembelian atau pengadaan, penambahan, perawatan gedung yang mempunyai umur efisiensi dalam jangka waktu yang lama. 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran yang berhubungan dengan modal jalan irigasi dan jaringan sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran selain belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan.sepertikontrak sewa beli, pembelian barangbarang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah dan lain sebagainya. Kriteria belanja modal terdiri dari: 1. Pengeluara bersifat tetap, menambah aset, menambah masa umur, dan masih dalam kapasitas yang relatif tinggi 2. Pengeluaran tersebut melebihi baas minimum kapitalis atas aset tetap suatu pemerintahan

3. Niat dari pembelanjaan tersebut tidak untuk dibagikan. Suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa manfaat dan kapasitas, perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual, pengeluaran tersebut melebihi minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah serta pengeluaran tersebut dilakukan sesudah perolehan aset tetap atau aset lainnya dengan syarat pengeluaran mengakibatkan masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang dimiliki bertambah serta pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi aset tetap/aset lainnya. 4. Kinerja Keuangan Kinerja keuangan pemerintah adalah capaian dari suatu hasil kerja pemerintah daerah pada bidang keuangan daerah yang dapat berupa anggaran dan realisasi PAD dengan menggunakan indikator keuangan sebagai alat ukur keuangan pemerintah daerah yang telah ditetapkan dalam suatu sistem yang telah ada dalam ketetapan melaui undang-undang dan berlaku dalam satu periode anggaran. Menurut Syamsi (1986) kinerja keuangan pemerintah daerah adalah suatu kemampuan daerah untuk memenuhi kebutuhan daerahnya dengan memanfaatkan, menggali serta mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam rangka menjalankan sistem pemerintahan sehingga leluasa

dalam menggunakan pendapatan untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Menurut Halim (2012) pemerintah adalah aparatur yang bertanggung jawab menjalankan roda pemerintahan, pembangunan masyarakat, dan pelayanan terhadap masyarakat dan pemerintah bertanggung jawab untuk menyampaikan laporan kinerjanya sebagai bentuk capaian yang telah dilakukan selama periode berjalan. Menurut Alfarisi (2015) Alat yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah adalah dengan analisis rasio keuangan terhadap kemandirian keuangan, serta kemampuannya terhadap APBD yang telah dianggarkan dan telah direalisasikannya. Tolok Ukur sebagai berikut selanjutnya dapat digunakan setelah terdapat hasil dari analisis rasio keuangan pemerintah daerah: a. Mengukur besar pengaruh dari sumber pendapatan dalam dalam pengumpulan sumber pendapatan daerah. b. Melihat pertumbuhan dan perkembangan pengeluaran pemerintah daerah dan perolehan pendapatan yang dilarealisasikan pada waktu tertentu. c. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah. d. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam melakukan penyelenggaraan daerah.

Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah harus mencakup pengukuran Kinerja Keuangan.Hal ini terkait dengan tujuan organisasi Pemda. Indikator Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah meliputi : 1) Indikator Masukan (Input) Indikator Masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.misalnya : jumlah dana yang dibutuhkan, jumlah pegawai yang dibutuhkan, jumlah infrastruktur yang ada, dan jumlah waktu yang digunakan. 2) Indikator Proses (Process) Indikator Proses adalah merumuskan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut.misalnya : ketaatan pada peraturan perundangan dan ratarata yang diperlukan untuk memproduksi atau menghasilkan layanan jasa. 3) Indikator Keluaran (Output) Indikator Keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau nonfisik.misalnya : jumlah produk atau jasa yang dihasilkan dan ketepatan dalam memproduksi barang atau jasa. 4) Indikator Hasil (Outcome)

Indikator Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah.misalnya : tingkat kualitas produk dan jasa yang dihasilkan dan produktivitas para karyawan atau pegawai 5) Indikator Manfaat (Benefit) Indikator Manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.misalnya : tingkat kepuasan masyarakat dan tingkat partisipasi masyarakat. 6) Indikator Dampak (Impact) Indikator Dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif.misalnya : peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pendapatan masyarakat. Tujuan penilaian kinerja di sektor publik (Mahmudi (2007) dalam Halim, 2007): a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi. b. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai. c. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya. d. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan Keputusan. e. Memotivasi Pegawai pemerintahan. f. Menciptakan Akuntabilitas Publik.

B. Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis 1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah daerah Pendapatan asli daerah (PAD) dapat diartikan sebagai sumber pendapatan yang bersih yang berhak diakui pemerintah daerah yang mana pemerintah daerah berwenang dan memiliki kebebasan dalam hal mengelola sumber pendapatan yang berasal dari daerahnya sendiri. Semakin tingginya penerimaan PAD akan memaksimalkan pemerintah dalam pembangunan pemerintahan daerah yang berprinsip otonomi daerah yang nantinya akan berdampak pada kinerja keuangan pemerintah daerah yang semakin baik. Menurut Wenny (2012), Florida (2006), Juliawati (2012), Amrozi (2016) PAD berpengaruh signifikan positif pada kinerja keuangan pemerintah daerah.juliawati (2012), Martinez (2016) menyatakan bahwa kinerja keuangan akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan asli daerah karena pendapatan asli daerah merupakan pemasukan bagi pemerintah daerah. H1: Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan positif terhadap Kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten atau kota di Indonesia. 2. Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dana perimbangan adalah sumber lain sebagai pembentuk pendapatan daerah selain pendapatan asli daerah. Semakin besar dana perimbangan yang

diperoleh dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah maka dapat mencerminkan tingkat kemampuan keuangan dan kemandirian keuangan pada pemerintah daerah adalah rendah karena tingkat ketergantungan yang tinggi serta bersifat terikat tersebut membuat daerah tidak memiliki kewenangan dan kebebasan dalam hal penggunaan sumber pendapatan tersebut sehingga prinsip otonomi daerah akan sulit tercapai jika pemerintah daerah bergantung pada dana perimbangan. Dana perimbangan yang terdiri dari DBH, DAU, dan DAK ini jelas menunjukkan kinerja fiskal suatu daerah. Khususnya bagi DAU dan DAK, jika persentase suatu daerah dalam penerimaan ke dua dana tersebut tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa celah fiskal / kapasitas fiskal daerah tersebut rendah, yang juga menunjukkan bagaimana kinerja keuangan pemerintah daerahnya. Artinya jika DAU dan DAK suatu daerah tinggi, maka kinerja keuangan daerah tersebut kurang baik.sebaliknya jika DBH suatu daerah tinggi, maka kinerja keuangan daerah tersebut baik.(al-farisi,2015). Menurut Nanda (2015) menyatakan dana perimbangan yang berupa DAU tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah, tetapi secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.sementara. Menurut Febriyansyah (2015) dana perimbangan yang terdiri dari DAU dan DAK tidak berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah daerah. Juliawati (2012), Rukmana (2013) menyatakan bahwa dana perimbangan berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah.

Dana Perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak serta DAU dan DAK merupakan dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemeritah daerah dengan tujuan untuk membiayai kelebihan belanja daerah. Dana Perimbangan yang diterima dari pemerintah pusat akan memperlihatkan semakin kuat pemerintah daerah bergantung kepada pemerintah pusat untuk memenuhi kebutuhan daerahnya. Sehingga akan membuat kinerja keuangan pemerintah daerah menurun (Julitawati, 2012) H2: Dana Perimbangan (DP) berpengaruh signifikan negatif terhadap Kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten atau kota di Indonesia. 3. Pengaruh Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah daerah Dalam rangka pembangunan daerah belanja modal pada akan dialokasikan untuk perolehan aset tetap. Dengan berkembang pesatnya pembangunan dan penambahan aset diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai kegiatannya terutama dalam hal keuangan serta meningkatkan modal bagi kinerja pemerintah daerah yang berdampak pada semakin mengingkatnya kinerja keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyo (2006), Nugroho (2012), Amrozi (2016) Nyoman (2016) mengungkapkan belanja modal berpengaruh positif signifikan terhadap variabel dependen kinerja keuangan pemerintah daerah. Kinerja keuangan ini berarti Belanja modal yang besar merupakan

cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun yang nantinya dapat mendukung kegiatan pembangunan daerah baik dalam pemerintahan maupun masyarakat. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah.sedangkan menurut Putu (2015) belanja modal secara langsung dan tidak langsung berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah daerah, secara tidak langsung belanja modal telah diintervening oleh pendapatan asli daerah. H3: Belanja Modal (BM) berpengaruh signifikan positif terhadap Kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten atau kota di Indonesia. C. Kerangka Pemikiran Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yakni untuk mengetahui pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y. Dengan metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Melalui metode ini dapat dilihat masalah yang akan diteliti pada masing-masing variabel. Dalam penelitian yang mempelajari suatu pengaruh, terdapat variabel penyebab (X) atau variable bebas, variable akibat (Y) atau variabel terikat.sehingga, dapat digambarkan model penelitian sebagai berikut:

X1 Pendapatan Asli Daerah + X2 Dana Perimbangan - Y Kinerja Keuangan X3 Belanja Modal + Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran