KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Halaman ini sengaja dikosongkan.

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Banten

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Ternate, 22 Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA. Dwi Tugas Waluyanto Kepala Perwakilan

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

KATA PENGANTAR. Kendari, Oktober 2009 BANK INDONESIA KENDARI. Lawang M. Siagian Pemimpin

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

Transkripsi:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718

Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) disusun setiap triwulan oleh, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan modeter, makroprudensial maupun sistem pembayaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholder di wilayah kerjanya. Kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2015 mulai menunjukkan peningkatan didorong oleh perbaikan kinerja kategori pertambangan dan konstruksi. Sementara dari sisi permintaan, peningkatan kinerja ekonomi Sultra tersebut didorong oleh perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor luar negeri. Selama triwulan II 2015, perekonomian Sulawesi Tenggara tumbuh sebesar 7,4% (yoy), terakselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 5,8% (yoy). Sementara itu, inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2015 mengalami penurunan, dari 7,81% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 7,35% (yoy). Penurunan laju inflasi tersebut sejalan dengan menurunnya laju inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau terutama bersumber dari komponen volatile food akibat adanya panen raya komoditas beras pada periode laporan. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara langsung melalui survei dan liason maupun data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi, baik berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Kendari, Agustus 2015 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Dian Nugraha i

VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rencah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualiatas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan Undang-Undang NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas: Trust and Integity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork ii

Daftar Isi KATA PENGANTAR... VISI MISI BANK INDONESIA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... TABEL INDIKATOR TERPILIH... i ii iii v vi viii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH...... 5 1.1. Kondisi Umum... 6 1.2. Perkembangan Sisi Pengeluaran... 7 1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga... 7 1.2.2 Konsumsi Pemerintah... 9 1.2.3 Investasi... 9 1.2.4 Ekspor dan Impor... 11 1.3. Perkembangan Sisi Penawaran: Kategori Ekonomi Utama... 12 1.3.1 Kategori Pertanian... 13 1.3.2 Kategori Pertambangan... 13 1.3.3 Kategori Industri Pengolahan... 15 1.3.4 Kategori Perdagangan Besar dan Eceran... 15 1.3.5 Kategori Konstruksi... 17 1.3.6 Kategori Transportasi dan Pergudangan... 18 BOKS 1: KONDISI KELISTRIKAN SULAWESI TENGGARA... 19 BAB 2. KEUANGAN PEMERINTAH...... 21 2.1 Struktur Anggaran dan Realisasi Semester I 2015... 22 2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi... 25 2.2.1 Realisasi Anggaran Pendapatan... 25 2.2.2 Realisasi Anggaran Belanja... 26 BOKS 2: PENYALURAN DANA DESA DARI APBN... 28 BOKS 3: PERAN BELANJA PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN... 30 BAB 3. INFLASI DAERAH... 33 3.1 Kondisi Umum... 34 3.2 Disagregasi Inflasi... 37 3.3 Upaya Pengendalian Inflasi... 39 BAB 4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN..... 43 4.1 Kondisi Umum Perbankan... 44 4.1.1 Perkembangan Kelembagaan... 44 4.1.2 Aset Perbankan... 44 4.1.3 Intermediasi Perbankan... 45 4.1.4 Bank Syariah... 46 iii

4.1.4 Bank Perkreditan Rakyat... 47 4.2 Stabilitas Sistem Keuangan... 47 4.2.1 Ketahanan Sektor Keuangan dari Sisi Korporasi... 47 4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga... 48 4.3 Pengembangan Akses Keuangan... 50 BAB 5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG...... 53 5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran... 54 5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS... 54 5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring... 55 5.2 Pengelolaan Uang Tunai...... 55 5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal... 55 5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar... 56 5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu... 56 BAB 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN...... 59 6.1 Ketenagakerjaan... 60 6.2 Kesejahteraan... 61 BAB 7. PROSPEK EKONOMI... 63 7.1 Prospek Ekonomi Makro... 64 7.2 Prospek Inflasi...... 68 DAFTAR ISTILAH TIM PENYUSUN iv

Daftar Tabel Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (yoy)... 7 Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran (yoy)... 12 Tabel 2.1. Realisasi APBD Kota/Kab di Sultra Semester I 2015... 24 Tabel 2.2. Realisasi dan Pencapaian Target Pendapatan Pemerintah Sulawesi Tenggara pada Triwulan II... 25 Tabel 2.3. Realisasi dan Pencapaian Target Belanja Pemerintah Sulawesi Tenggara 26 Tabel 3.1. Inflasi Provinsi Sulawesi Tenggara (mtm) Per Kelompok... 35 Tabel 3.2. Inflasi Kota Kendari (qtq) Per Kelompok... 36 Tabel 3.3. Kenaikan Tarif Tenaga Listrik... 39 Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR... 44 Tabel 4.2. Aset Perbankan Sulawesi Tenggara... 44 Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum... 45 Tabel 4.4. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah... 46 Tabel 4.5. Perkembangan Indikator BPR... 47 Tabel 5.1. Perputaran Transaksi Kliring... 55 Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kategorial Triwulan III 2015... 65 Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran Triwulan III 2015... 66 Tabel 7.3. Angka Ramalan Produksi Padi Sulawesi Tenggara... 68 Tabel 7.4. Faktor Resiko dan Dampaknya Terhadap Inflasi di Triwulan III 2015... 69 v

Daftar Grafik Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara... 6 Grafik 1.2. Indeks Tendensi Konsumen... 8 Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen... 8 Grafik 1.4. Penerimaan Pajak... 8 Grafik 1.5. Pertumbuhan Kredit Konsumsi... 8 Grafik 1.6. Penanaman Modal Asing... 9 Grafik 1.7. Penanaman Modal Dalam Negeri... 9 Grafik 1.8. Kredit Investasi Sulawesi Tenggara... 10 Grafik 1.9. Impor Barang Modal... 10 Grafik 1.10. Pertumbuhan Nilai Ekspor Nonmigas... 11 Grafik 1.11. Pangsa Komoditas Ekspor Nonmigas... 11 Grafik 1.12. Ekspor Feronikel... 11 Grafik 1.13. Pertumbuhan Ekspor Perikanan... 11 Grafik 1.14. Volume Impor... 12 Grafik 1.15. Arus Bongkar Barang Pelabuhan... 12 Grafik 1.16. Produksi Ore Nikel... 14 Grafik 1.17. Kredit Sektor Pertambangan... 14 Grafik 1.18. Perkembangan Produksi Feronikel... 15 Grafik 1.19. Perkembangan Kredit Kategori Industri... 15 Grafik 1.20. Volume Ekspor Sulawesi Tenggara... 16 Grafik 1.21. Transaksi Perdagangan Luar Negeri... 16 Grafik 1.22. Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan... 17 Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Kategori Perdagangan... 17 Grafik 1.24. Kredit Kategori Konstruksi... 17 Grafik 1.25. Penjualan Semen... 17 Grafik 1.26. Arus Penumpang Kapal laut... 18 Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulawesi Tenggara. 22 Grafik 2.2. Realisasi Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah Semester I di Sulawesi Tenggara... 23 Grafik 2.3. Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara... 24 Grafik 2.4. Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara... 24 Grafik 3.1. Pergerakan Inflasi Sulawesi Tenggara... 34 Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Tahunan... 34 Grafik 3.3. Inflasi Bulanan Kota Kendari... 36 Grafik 3.4. Perbandingan Pola Inflasi Kota Kendari... 36 Grafik 3.5. Perkembangan Inflasi Sultra Berdasarkan Disagregasi Inflasi... 37 vi

Grafik 4.1. Pertumbuhan Kredit Kategori Utama... 48 Grafik 4.2. NPL Kredit Kategori Utama... 48 Grafik 4.3. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga... 49 Grafik 4.4. NPL Kredit Rumah Tangga... 49 Grafik 4.5. Komposisi Penggunaan Pendapatan Rumah Tangga... 49 Grafik 4.6. Kinerja Kredit dan NPL Kredit UMKM... 50 Grafik 4.7. Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja... 51 Grafik 4.8. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja... 51 Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sultra)... 54 Grafik 5.2. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sultra)... 54 Grafik 5.3. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sultra)... 55 Grafik 5.4. Pangsa RTGS... 55 Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal... 56 Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow... 56 Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar... 57 Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu... 57 Grafik 6.1. Indeks Realisasi Kegiatan Usaha... 60 Grafik 6.2. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja... 60 Grafik 6.3. Pangsa Penyerapan Tenaga Kerja Per Sektor (per Februari 2015)... 61 Grafik 6.4. Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektoral (per Februari 2015)... 61 Grafik 6.5. Indeks Penghasilan... 62 Grafik 6.6. Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara... 62 Grafik 7.1. Perkiraan Perkembangan Usaha Kategorial... 64 Grafik 7.2. Proyeksi Harga Nikel Internasional... 67 Grafik 7.3. Proyeksi Permintaan Produk Baja Internasional... 67 Grafik 7.3. Indeks Ekspektasi Harga pada 3 Bulan Mendatang... 70 Grafik 7.4. Perkembangan Harga Jual... 70 vii

Tabel Indikator Terpilih A. Inflasi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indikator 2013 2014 2015 III IV I II III IV I II Indeks Harga Konsumen - Kendari 109,46 108,16 107,34 108,71 110,43 116,16 114,65 115,67 - Baubau - - 109,84 112,72 115,31 121,89 121,39 123,88 Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Kendari 7,30 5,92 5,21 4,50 0,88 7,39 7,81 7,35 PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar) 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.155 3.970 4.004 4.333 4.502 4.082 3.981 5.127 2. Pertambangan dan Penggalian 3.849 3.837 3.371 3.499 3.632 3.646 3.687 3.868 3. Industri Pengolahan 926 966 905 1.016 1.054 1.146 1.069 1.140 4. Pengadaan Listrik, Gas 8 8 8 8 8 9 10 7 5. Pengadaan Air 33 34 35 34 35 36 36 39 6. Konstruksi 1.894 2.086 1.953 2.027 2.110 2.290 1.986 2.302 7. Perdagangan Besar & Eceran, dan Reparasi Mobil & Spd Motor 1.921 1.977 1.927 1.991 2.075 2.146 2.056 2.230 8. Transportasi dan Pergudangan 713 746 700 717 739 793 737 828 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 91 94 92 98 99 103 98 112 10. Informasi dan Komunikasi 384 395 370 376 390 403 384 364 11. Jasa Keuangan 342 345 354 368 371 388 392 451 12. Real Estate 277 283 290 294 294 299 302 320 13. Jasa Perusahaan 32 34 34 35 35 36 37 38 14. Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 881 903 872 906 1.003 1.048 938 1.102 15. Jasa Pendidikan 712 808 737 755 804 924 843 827 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 153 164 164 168 166 181 175 183 17. Jasa Lainnya 228 242 244 252 252 260 258 273 PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar) 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 7.929 8.139 8.070 8.135 8.435 8.629 8.559 8.689 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 174 178 199 194 192 198 177 181 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.528 2.883 2.149 2.528 2.607 3.030 2.202 2.532 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 6.241 6.721 6.241 6.453 6.974 7.435 6.859 7.900 5. Perubahan Inventori (107) 196 (108) 430 337 (188) 376 473 6. Eksport Luar Negeri 1.961 3.837 1.483 729 893 961 844 879 7. Import Luar Negeri 811 1.097 708 752 1.167 1.579 1.149 1.005 8. Net Eksport Antar Daerah (1.316) (3.966) (1.266) (843) (699) (696) (501) (1.042) Total PDRB (Rp Miliar) 16.599 16.893 16.061 16.876 17.571 17.790 16.988 19.211 Pertumbuhan PDRB (%, yoy) - - 8,68 5,45 5,86 5,31 5,79 7,45 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan I 2015 viii

B. Perkembangan Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran Indikator 2013 2014 2015 III IV I II III IV I II Perbankan Total Asset (Rp miliar) 17.896 16.878 17.960 19.242 18.761 17.930 19.902 21.796 - Bank Umum (Konvensional & Syariah) 17.785 16.765 17.827 19.100 18.598 17.743 19.702 21.562 - BPR 112 114 133 142 163 187 200 234 - Syariah 1.248 968 1.224 1.003 925 903 969 1.169 Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) 11.284 11.033 11.502 12.166 12.440 11.476 12.597 13.675 - Giro 3.572 2.263 3.223 3.807 3.670 2.138 3.475 4.169 - Tabungan 5.920 6.933 6.002 5.971 6.084 6.733 5.887 5.923 - Deposito 1.791 1.837 2.277 2.387 2.685 2.604 3.235 3.583 Kredit Bank Umum* (Rp miliar) 12.531 12.963 13.089 13.633 13.910 14.186 14.444 15.174 - Modal Kerja 3.605 3.663 3.782 3.858 3.918 3.932 3.967 4.266 - Investasi 1.779 1.886 1.720 1.647 1.643 1.671 1.689 1.701 - Konsumsi 7.147 7.414 7.586 8.128 8.349 8.583 8.787 9.206 NPL Bank Umum(%) 1,89 1,74 2,14 2,49 2,59 2,36 2,88 3,06 LDR (%) 111 117 114 112 112 124 115 111 Kredit UMKM (Rp miliar) 4.247 4.360 4.391 4.729 4.780 4.786 4.859 5.144 NPL Kredit UMKM (%) 3,59 3,58 4,38 5,16 5,41 4,94 5,87 6,47 Kredit ke Rumah Tangga (Rp miliar) 7.147 7.414 7.586 8.128 8.349 8.583 8.787 9.206 NPL Kredit ke Rumah Tangga (%) 0,89 0,74 0,87 1,05 1,07 1,00 1,39 1,30 Kas (Rp miliar) - Inflow 572 397 632 319 462 281 939 431 - Outflow 1.221 1.430 120 675 1.056 1.025 230 923 - Net (Inflow - Outflow) (649) (1.032) 512 (356) (595) (744) 708 (492) Kliring - Volume (transaksi) 1.162 869 801 874 1.050 878 646 878 - Nominal (Rp miliar) 43 43 38 39 43 41 29 41 RTGS - Volume (transaksi) 24.609 39.800 21.472 23.296 25.676 23.907 9.513 10.057 - Nominal (Rp miliar) 30.663 34.745 22.108 25.541 28.649 28.768 25.624 40.873 *Lokasi Bank ix Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan I 2015

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan I 2015 x

Ringkasan Eksekutif Perekonomian Sulawesi Tenggara pada Triwulan II tumbuh meningkat diiringi dengan tekanan inflasi yang lebih rendah Gambaran Umum Pada Triwulan II 2015 ekonomi Sulawesi Tenggara (Sultra) tumbuh sebesar 7,4% (yoy) mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dengan pertumbuhan tersebut, pertumbuhan Sultra lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya mencapai 4,7% (yoy). Sementara itu, inflasi di Sulawesi Tenggara mencapai 7,35% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,81% (yoy). Penurunan inflasi tersebut terutama bersumber dari berkurangnya tekanan inflasi komponen volatile food. Di sisi lain, kondisi sistem keuangan di Provinsi Sulawesi Tenggara juga mengalami peningkatan sejalan dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi pada pertengahan tahun ini. Perbaikan kinerja kategori tambang dan konstruksi mendorong peningkatan ekonomi pada triwulan II 2015 Pertumbuhan Ekonomi Daerah Selama triwulan II 2015, perekonomian Sulawesi Tenggara tumbuh sebesar 7,4% (yoy), terakselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 5,8% (yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan kinerja ekonomi tersebut didorong oleh perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, investasi serta ekspor luar negeri. Peningkatan konsumsi rumah tangga didorong oleh peningkatan permintaan masyarakat seiring dengan pelaksanaan ibadah di Bulan Ramadhan, masa liburan sekolah dan persiapan memasuki tahun ajaran baru. Sedangkan peningkatan investasi didorong oleh investasi pemerintah sejalan dengan fokus pemerintah daerah atas pengembangan sarana prasarana infrastruktur daerah seperti pembangunan jembatan, pengembangan pelabuhan laut dan udara, serta fokus pemerintah dalam pembangunan kawasan industri khusus. Adapun peningkatan ekspor luar negeri seiring dengan peningkatan permintaan komoditas feronikel dan perikanan. Dari sisi penawaran, peningkatan perekonomian didorong oleh perbaikan kategori pertambangan maupun kategori konstruksi. Kategori 1

pertambangan tumbuh sebesar 12,0% (yoy) setelah selama tahun 2014 mengalami kontraksi akibat dari diberlakukannya UU Minerba. Sementara itu, akselerasi kinerja kategori konstruksi mencapai 13,3% (yoy) didorong oleh upaya perbaikan infrastruktur di beberapa daerah. Sampai dengan akhir tahun 2015, masih terdapat ruang fiskal di Sulawesi Tenggara sebesar Rp16,45 triliun Keuangan Pemerintah Sampai dengan semester I 2015, total anggaran belanja yang sudah direalisasikan adalah sebesar Rp5,99 triliun dan realisasi terhadap target dari APBD Provinsi merupakan yang paling besar, yaitu sebesar 34,3% dari keseluruhan anggaran tahun 2015. Sementara realisasi APBD Kota/Kabupaten mencapai 30,5% dan APBN hanya sebesar 19,3% dari target selama tahun 2015. Dengan demikian, masih ada ruang fiskal di Sulawesi Tenggara sebesar Rp16,45 triliun sampai akhir 2015. Tekanan inflasi Sultra menurun yang disebabkan oleh panen raya komoditas beras dan koordinasi pengendalian inflasi yang efektif Inflasi Daerah Inflasi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 7,81% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 7,35% (yoy) pada triwulan II 2015. Penurunan laju inflasi tersebut sejalan dengan menurunnya laju inflasi yang terjadi di kota perhitungan inflasi yaitu Kota Kendari dan Kota Baubau. Penurunan tekanan inflasi tersebut terutama bersumber dari komponen volatile food akibat adannya panen raya padi. Sementara itu, upaya pengendalian inflasi pada periode tersebut difokuskan pada koordinasi dalam upaya pemantauan harga berbagai komoditas di pasar, ketersediaan stok dan juga kelancaran distribusi untuk mengantisipasi kenaikan harga di Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Kinerja perbankan mengalami peningkatan diiringi dengan risiko kredit yang meningkat Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran Kinerja perbankan di Sulawesi tenggara pada Triwulan II 2015 mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari adanya percepatan pertumbuhan penghimpunan dana masyarakat maupun kredit yang disalurkan. Meskipun demikian, risiko kredit mengalami peningkatan meskipun masih berada dalam level yang aman. Sejalan dengan kondisi perbankan, kondisi sistem pembayaran juga mengalami peningkatan seiring dengan kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara yang mengalami akselerasi. 2

Bab 6- Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kondisi ketenagakerjaan mengalami peningkatan namun tidak diikuti oleh tingkat kesejahteraan. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Akselerasi perekonomian Sulawesi Tenggara yang terjadi di triwulan II 2015 diikuti pula dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Kondisi tersebut seiiring dengan pemulihan kinerja sektor pertambangan yang diikuti perbaikan kinerja sektor pengangkutan, persewaan dan jasa. Meskipun demikian, penyerapan tanaga kerja belum diikuti dengan perbaikan tingkat kesejahteraan terutama pada masyarakat pedesaan. Hal tersebut terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang masih berada di bawah level 100 dan bahkan semakin menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sultra pada triwulan III 2015 diperkirakan akan mengalami peningkatan disertai dengan penurunan tekanan inflasi Prospek Perekonomian Pada triwulan III 2015 mendatang, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara diperkirakan mengalami peningkatan disertai dengan adanya adanya sedikit penurunan tekanan inflasi. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2015 diprakirakan berada pada kisaran 7,4% - 7,8% (yoy). Peningkatan tersebut diperkirakan didorong oleh peningkatan kinerja kategori pertambangan, konstruksi dan industri olahan. Dengan kondisi tersebut, selama tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara diprakirakan dapat tumbuh sebesar 7,0% - 7,4%. Sementara itu, tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2015 cenderung menurun dengan perkirakan berada pada kisaran 6,4% - 6,9% (yoy). Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh melemahnya tekanan inflasi dari kelompok volatile food seiring dengan telah berakhirnya bulan Ramadhan. Dengan demikian, pada akhir tahun 2015 inflasi Sulawesi Tenggara diprakirakan berada di kisaran 2,6% - 3,0% (yoy). Relatif rendahnya tingkat inflasi Sulawesi Tenggara juga disebabkan oleh based point effect mengingat pada akhir tahun 2014 terjadi lonjakan inflasi yang timbul akibat adanya kenaikan harga BBM bersubsidi. 3

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan 4

Pertumbuhan Ekonomi Daerah Bab 1 Kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara di triwulan II 2015 kembali menunjukan peningkatan didorong oleh perbaikan kinerja kategori pertambangan dan konstruksi. Sementara dari sisi permintaan, peningkatan kinerja ekonomi Sultra tersebut didorong oleh perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor luar negeri. Selama triwulan II 2015, perekonomian Sulawesi Tenggara tumbuh sebesar 7,4% (yoy), terakselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 5,8% (yoy). 5

6,2% 6,0% 5,6% 5,0% 5,1% 5,0% 4,9% 5,0% 4,7% 4,7% 1.1 KONDISI UMUM Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2015 tumbuh sebesar 7,4% (yoy), tumbuh terakselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 5,8% (yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan kinerja ekonomi didorong oleh perbaikan konsumsi rumah tangga, aktivitas investasi dan ekspor luar negeri. Peningkatan konsumsi rumah tangga didorong oleh peningkatan permintaan masyarakat seiring dengan pelaksanaan ibadah di Bulan Ramadhan, masa liburan sekolah dan persiapan memasuki tahun ajaran baru. Sedangkan peningkatan investasi didorong oleh investasi pemerintah sejalan dengan fokus pemerintah daerah atas pengembangan sarana prasarana infrastruktur daerah seperti pembangunan jembatan, pengembangan pelabuhan laut dan udara, serta fokus pemerintah dalam pembangunan kawasan industri khusus. Adapun peningkatan ekspor luar negeri seiring dengan peningkatan permintaan komoditas feronikel dan perikanan. Sementara itu dari sisi penawaran, meningkatnya perekonomian Sulawesi Tenggara di periode laporan secara dominan didorong oleh meningkatnya kinerja usaha kategori pertambangan dan kategori kostruksi. Meningkatnya kinerja usaha kategori pertambangan tersebut mengindikasikan proses pemulihan yang terus berlangsung pasca kontraksi yang terjadi sejak awal tahun 2014 akibat pemberlakuan UU Minerba. Adapun peningkatan kinerja usaha kategori konstruksi ditopang oleh masih tingginya kegiatan investasi terutama pembangunan sarana prasarana infrastruktur. %, yoy 10,6% 11,7% 7,5% 6,3% 8,7% 5,5% 5,9% 5,3% 5,8% 7,4% I II III IV I II 2011 2012 2013 2014. 2014 2015 Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional Sumber : BPS Sultra, BPS RI Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara Bila dibandingkan dengan perekonomian secara nasional, perekonomian Sulawesi Tenggara berada di atas level pertumbuhan nasional yang hanya tumbuh 4,7% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Sulawesi Tenggara masih memiliki potensi untuk tumbuh lebih tinggi lagi di periode mendatang. Mulai beroperasinya smelter baru di Sulawesi Tenggara serta based point effect di periode triwulan II tahun 2014 mendorong perbaikan perekonomian Sultra apabila dibandingkan dengan kinerja ekonomi nasional yang masih relatif melambat di triwulan II 2015. 6

1.2 PERKEMBANGAN SISI PENGELUARAN Dari sisi pengeluaran, peningkatan perekonomian Sulawesi Tenggara di triwulan II 2015 didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan aktivitas investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga di Sulawesi Tenggara pada periode tersebut lebih didorong oleh meningkatnya kebutuhan masyarakat terkait dengan perayaan hari besar keagamaan, persiapan menjelang bulan Ramadan dan libur anak sekolah. Sedangkan peningkatan investasi dipicu oleh masih berlanjutnya program-program pengembangan sarana prasarana infrastruktur daerah. Komponen konsumsi rumah tangga masih mendominasi perekonomian Sulawesi Tenggara dengan pangsa sebesar 47,9% diikuti oleh komponen investasi sebesar 38,2%. Dari pertumbuhan ekonomi secara total sebesar 7,4%, kontribusi konsumsi rumah tangga mencapai 3,1% sedangkan kontribusi investasi adalah sebesar 4,8%. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (yoy) 2014 2015 Komponen Pengeluaran 2013 2014 I II III IV I II Pangsa % Tw II 2015 1. Konsumsi Rumah Tangga 7,0% 6,6% 6,8% 6,6% 6,8% 6,4% 5,7% 6,4% 50,4% 2. Konsumsi LNPRT 1,8% 11,9% 15,0% 11,8% 10,0% 10,8% -11,0% -6,9% 1,0% 3. Konsumsi Pemerintah 5,5% 3,4% 2,2% 2,8% 3,1% 5,1% 2,5% 0,2% 13,0% 4. PMTB 6,2% 9,2% 6,5% 7,8% 11,7% 10,6% 10,0% 11,5% 38,2% 5. Perubahan Inventori -37,2% -31,8% -13,2% -16,1% -360,4% -1198,0% -528,5% -24,9% 1,7% 6. Eksport Luar Negeri -2,5% -63,8% -51,1% -69,7% -54,5% -75,0% -43,1% 20,5% 5,0% 7. Import Luar Negeri 37,9% 28,3% -4,2% 19,3% 43,9% 43,9% 62,4% 33,6% -6,8% 8. Net Eksport Antar Daerah -15,1% -68,1% -58,1% -61,8% -38,1% -90,9% -61,9% -2,7% -2,4% PDRB 7,5% 6,3% 8,7% 5,5% 5,9% 5,3% 5,8% 7,4% 100% PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto; Sumber : BPS Sultra, Diolah 1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga Aktivitas konsumsi rumah tangga di Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2015 tumbuh cukup tinggi sebesar 6,4% (yoy), lebih cepat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 5,7% (yoy). Hal ini antara lain disebabkan oleh peningkatan kebutuhan akibat masuknya Bulan Ramadhan pada akhir periode triwulan II 2015 (Juni) dan meningkatnya penghasilan masyarakat, seperti adanya Tunjangan Hari Raya untuk para karyawan. Perilaku rumah tangga tersebut tercermin dari hasil Indeks Tendensi Konsumen (dipublikasikan oleh BPS Provinsi Sultra) yaitu pada triwulan II 2015 komponen pendapatan rumah tangga mengalami peningkatan. Meskipun demikian, Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (hasil Survei Konsumen oleh Bank Indonesia) di Kota Kendari mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan konsumsi rumah tangga yang terjadi didorong oleh pembelian barang tidak tahan lama seperti bahan pangan, makanan jadi dan pakaian. Masih tingginya aktivitas konsumsi rumah tangga juga tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hasil Survei Konsumen oleh Bank Indonesia pada triwulan II yang tercatat sebesar 121,8. Dengan indeks di atas level 100 menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki keyakinan untuk 7

melakukan kegiatan konsumsi. Namun keyakinan konsumen tersebut masih berada pada tren yang menurun, hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga masih menahan sebagian konsumsinya seiring dengan masih terbatasnya perkembangan ekonomi domestik dan eksternal. Di sisi lain, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak pembelian barang mewah (PPnBM) juga menunjukkan adanya peningkatan. Bahkan pada triwulan II 2015 pertumbuhan penerimaan pajak tersebut terakselerasi sebesar 100,9% (yoy) (Grafik 1.6). Meskipun demikian, peningkatan pertumbuhan konsumsi masyarakat di triwulan II 2015 tersebut tidak diikuti oleh meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi. Hal ini menunjukan bahwa sumber pengeluaran masyarakat selama periode laporan lebih besar berasal dari penambahan penghasilan yang diterima, bukan berasal dari kredit yang diperoleh dari perbankan. Pada triwulan II 2015, kredit konsumsi tumbuh sebesar 12,4% (yoy), melambat dari periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 14,4% (yoy). Secara nominal kredit konsumsi (berdasarkan lokasi proyek) tercatat mencapai Rp10,0 triliun atau bertambah sebesar Rp 401,8 miliar dari posisi akhir triwulan I 2015. indeks 120 110 100 90 104 110 114 109 93 103 80 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2014 2015 Indeks Tendensi Konsumen Pendapatan Rumah Tangga Kaitan inflasi dengan konsumsi Konsumsi Barang Sumber: BPS Sultra Grafik 1.2. Indeks Tendensi Konsumen Indeks 170 160 150 140 130 120 110 100 90 80 optimis pesimis Sumber: Survei Konsumen-BI Provinsi Sultra Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen 127 I II III IV I II III IV I II 2013 2014 2015 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Ekspektasi Konsumen 122 Rp miliar 140 yoy 200% 12 Rp Triliun yoy 40% 120 100 80 60 40 20-150% 100,9% 100% 50% 0% -50% 25,7 70,1-100% I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 2015 Penerimaan PPN & PPnBM gpenerimaan PPM & PPnBM (sb.kanan) 10 8 6 4 2-9,63 10,04 35% 30% 25% 20% 14,4% 15% 12,4% 10% 5% 0% I II III IV I II III IV I II 2013 2014 2015 Kredit Konsumsi gkredit Konsumsi (sb. Kanan) Sumber: KPP Kendari (diolah) Grafik 1.4. Penerimaan Pajak Sumber: LB Bank Umum, Lokasi Proyek (diolah) Grafik 1.5. Pertumbuhan Kredit Konsumsi 8

1.2.2 Konsumsi Pemerintah Realisasi pertumbuhan pengeluaran belanja pemerintah pada triwulan II 2015 tercatat mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan tersebut mencapai 0,2% (yoy), sementara pada triwulan I 2015 dapat tumbuh sebesar 2,5% (yoy). Sampai dengan triwulan II 2015, realisasi belanja operasional Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara hanya mencapai 24,7%. Pencapaian tersebut lebih rendah daripada tahun 2014 yang pada periode yang sama merealisasikan anggaran belanja operasional sebesar 34,5%. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi pemerintah daerah dalam merealisasikan anggaran terutama terkait anggaran belanja modal dan belanja barang/jasa. Kendala yang dihadapi pada saat pra pengadaan adalah adanya pembahasan RAPBNP 2015 dan perubahan nomenklatur sehingga terdapat perubahan DIPA sehingga proyek belum dapat dilakukan lelang, adanya perubahan iklim atau cuaca menyebabkan lelang proyek pertanian/kehutanan menjadi terhambat dan terdapat anggaran APBN yang masih diblokir karena masalah administrasi. Selain pada saat pra pengadaan, terdapat juga kendala pada saat proses pengadaan yaitu penundaan/pengulangan lelang jika peserta tidak memenuhi persyaratan dan terdapat pergantian kuasa penggunaan anggaran di beberapa daerah sehingga menyebabkan penundaan lelang dan proses pengadaan yaitu kendala pembebasan lahan. 1.2.3 Investasi Kondisi kegiatan investasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2015 tumbuh meningkat. Pada periode tersebut investasi tumbuh sebesar 11,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang sebesar 10,0% (yoy). Tingginya pertumbuhan investasi tersebut turut menopang kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara di triwulan II 2015. US$ Juta 70 60 50 40 30 55,7 Rp miliar 900 800 700 600 500 400 20 10 - I II III IV I II III IV I II III IV I II 18,0 300 200 100-97,1 0,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015 Sumber: BKPM (diolah) Grafik 1.6. Penanaman Modal Asing Sumber: BKPM (diolah) Grafik 1.7. Penanaman Modal Dalam Negeri 9

Kondisi tersebut sejalan dengan data Badan Koordinasi Penanaman Modal yang menunjukkan adanya peningkatan realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) pada triwulan tersebut. Nilai investasi PMDN tecatat mencapai Rp 97,1 miliar setelah pada periode sebelumnya tidak terdapat investasi. Meskipun demikian, peningkatan tersebut tertahan oleh penanaman modal asing (PMA) yang mengalami penurunan dari yang semula US$ 55,7 juta di triwulan I menjadi US$ 18 juta pada periode laporan. 5 4 4 3 3 2 2 1 1 - Rp Triliun yoy 180% 3,7 160% 140% 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% -3,3% -20% I II III IV I II III IV I II 2013 2014 2015 Kredit Sektor Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan) Volume (ribu ton) 12,0 9,9 10,0 8,0 7,6 6,0 4,0 2,0 - I II III IV I II III IV I II 2013 2014 2015 Series1 Sumber: LB Bank Umum, lokasi proyek (diolah) Grafik 1.8 Kredit Investasi Sulawesi Tenggara Sumber: KP Bea Cukai (diolah) Grafik 1.9. Impor Barang Modal Selain itu, peningkatan investasi juga didorong oleh tingginya realisasi belanja modal pemerintah daerah. Sampai dengan triwulan II 2015, Pemprov Sultra telah mampu merealisasikan anggaran belanja modal sebesar 17,7%, jauh lebih tinggi daripada periode yang sama di tahun sebelumnya yang hanya merealisasikan anggaran sebesar 6,9%. Masih tingginya aktivitas investasi juga berpengaruh pada realisasi kredit investasi yang masih berada pada kisaran Rp3,7 miliar dan masih terkontraksi sebesar 3,3% (yoy), relatif sama dengan kondisi di triwulan sebelumnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh lebih besarnya PMA dibandingkan dengan PMDN di triwulan II 2015 karena PMA lebih banyak menggunakan kredit sindikasi dari perbankan/lembaga keuangan luar negeri sementara PMDN lebih banyak menggunakan kredit perbankan. Di sisi lain, aktivitas impor barang modal menunjukkan adanya penurunan, dari hanya 9,6 ribu ton pada triwulan sebelumnya menjadi 7,6 ribu ton pada triwulan laporan. Namun hal tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan impor barang modal tahun 2014. Tingginya volume impor barang modal tersebut didorong oleh beberapa proyek pembangunan smelter pengolahan nikel. Di samping itu, pelaksanaan beberapa proyek instansi seperti pembangunan beberapa power plant PLN dalam rangka mendukung ketersediaan pasokan listrik juga mendorong impor barang modal tersebut. 10

Millions 1.2.4 Ekspor Dan Impor Komponen ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2015 tercatat mengalami akselerasi sebesar 20,5% (yoy). Kondisi tersebut menujukkan adanya perbaikan karena kontraksi ekspor tersebut tidak sedalam triwulan sebelumnya yang mencapai 43,1% (yoy). Akselerasi ekspor Sulawesi Tenggara pada periode laporan disebabkan sudah mulai normalnya dampak atas pemberlakuan UU Minerba No. 4 Tahun 2009 terkait pelarangan aktivitas ekspor hasil tambang berupa mineral mentah. Komoditas ekspor Sulawesi Tenggara sebelum tahun 2014 didominasi oleh komoditas bahan tambang mentah terutama ore nickel yang terkena dampak secara langsung atas diberlakukannya UU Minerba tersebut. Aktivitas ekspor tambang Sulawesi Tenggara berhenti secara total memasuki bulan Februari tahun 2014 terutama berasal dari perusahaan yang tidak memiliki smelter. Juta US$ yoy 400 40% 350 9,6% 20% 300 0% 250-20% 200-40% 150 100 71-60% 50-80% - -100% I II III IV I II III IV I II III IV I II Feronikel 65448,7 93% Lainnya 3182,8 4% Ikan hidup 276,0 0% Tuna 94,5 0% Rajungan 497,3 1% Gurita 1237,9 2% 2012 2013 2014 2015 Ekspor Sultra g Ekspor Sultra Dalam ribu USD Sumber: KP Bea Cukai (diolah) Sumber: KP Bea Cukai (diolah) Grafik 1.10 Pertumbuhan Nilai Ekspor Nonmigas Grafik 1.11. Pangsa Komoditas Ekspor Nonmigas Juta US$ yoy 120 450% -2% 400% Gurita 100 350% 73% 300% 80 89% 63,8 65 250% Rajungan 36% 200% 60 150% 40 100% Tuna -83% 50% -13% 20 0% 8,13% -50% 1% Ikan Hidup - -100% -47% %,yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 2015-100% -80% -60% -40% -20% 0% 20% 40% 60% 80% 100% Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan) Tw II Tw I Sumber: KP Bea Cukai (diolah) Grafik 1.12 Ekspor Feronikel Sumber: KP Bea Cukai (diolah) Grafik 1.13. Pertumbuhan ekspor perikanan 11

Perbaikan kinerja ekspor tersebut terlihat dari data ekspor di Bea Cukai yang menunjukkan bahwa ekspor nonmigas Sulawesi Tenggara di triwulan II 2015 mencapai US$70,7 juta. Nilai ekspor tersebut tumbuh teraksalerasi sebesar 9,6% (yoy), lebih baik daripada triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 47,7% (yoy). Perbaikan tersebut terutama didorong oleh peningkatan ekspor feronikel, ikan hidup dan rajungan. Sementara itu aktivitas impor luar negeri di Sulawesi Tenggara mengalami perlambatan di periode laporan. Selama triwulan II 2015, nilai tambah dari aktivitas impor tersebut hanya tumbuh sebesar 33,6% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 62,4% (yoy). Perlambatan impor tersebut tercermin pada nilai impor yang mengalami penurunan dari US$17,1 juta di triwulan I 2015 menjadi US$11,9 juta pada periode laporan. Melambatnya impor tersebut disebabkan oleh penurunan impor barang modal yang terkontraksi sebesar 0,48% (yoy). Juta US$ yoy 70 300% 60 250% 50 200% 40 150% 30 100% 20 50% 12 10 0% -16,1% - -50% I II III IV I II 2014 2015 Import Sultra g Import Sultra (sb. Kanan) Sumber: KP Bea Cukai (diolah) Grafik 1.14 Volume Impor Volume (T/M 3 ) 450.000 400.000 350.000 300.000 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 - yoy 60% 50% 40% 30% 263.819 20% 10% 0% -10% -8,8% -20% -30% -40% I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 2015 Arus bongkar g Arus bongkar (sb. Kanan) Sumber: PT. Pelindo IV (diolah) Grafik 1.15. Arus Bongkar Barang Pelabuhan 1.3 PERKEMBANGAN SISI PENAWARAN: KATEGORI EKONOMI UTAMA Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran (yoy) 2014 2015 Pangsa % Sektoral 2013 2014 I II III IV I II Tw II 2015 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,0% 9,1% 13,9% 12,0% 8,3% 2,8% -0,6% -1,9% 23,4% Pertambangan dan Penggalian 7,5% -4,8% 0,0% -8,1% -5,6% -5,0% 9,4% 12,0% 21,6% Industri Pengolahan 4,2% 7,7% -3,8% 2,3% 13,9% 18,7% 18,2% 11,0% 6,2% Pengadaan Listrik, Gas 13,6% 10,6% 7,1% 7,3% 9,1% 18,6% 17,0% 10,9% 0,1% Pengadaan Air 9,3% 7,0% 9,5% 4,9% 7,3% 6,2% 3,0% 8,1% 0,2% Konstruksi 8,7% 12,6% 16,2% 13,8% 11,4% 9,8% 1,7% 13,3% 12,7% Perdagangan Besar dan Eceran 9,1% 8,3% 10,8% 6,0% 8,0% 8,5% 6,7% 8,9% 12,0% Transportasi dan Pergudangan 6,4% 5,1% 7,0% 3,6% 3,7% 6,3% 5,3% 7,1% 4,2% Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,3% 9,4% 9,7% 9,5% 8,8% 9,6% 5,8% 6,8% 0,6% Informasi dan Komunikasi 13,8% 2,9% 4,8% 3,3% 1,7% 2,0% 3,6% 6,6% 2,2% Jasa Keuangan 14,2% 9,4% 8,8% 8,2% 8,4% 12,2% 10,8% 12,1% 2,3% Real Estate 5,6% 6,6% 7,7% 7,5% 5,9% 5,5% 4,0% 5,5% 1,7% Jasa Perusahaan 13,0% 9,7% 13,0% 9,9% 9,3% 7,1% 7,7% 10,7% 0,2% Administrasi Pemerintahan 4,3% 13,0% 11,3% 10,2% 13,9% 16,1% 7,6% 10,4% 5,5% Jasa Pendidikan 11,5% 14,0% 14,9% 13,7% 13,0% 14,4% 14,4% 11,8% 4,7% Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 11,1% 12,1% 15,2% 15,6% 8,2% 10,0% 6,8% 7,1% 1,0% Jasa Lainnya 8,5% 12,9% 16,7% 18,0% 10,5% 7,4% 5,5% 5,9% 1,5% PDRB 7,5% 6,3% 8,7% 5,5% 5,9% 5,3% 5,8% 7,4% 100,0% Sumber : BPS Sultra, Diolah 12

Dari sisi penawaran, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sultra secara dominan didorong oleh kinerja positif di kategori pertambangan dan kategori konstruksi. Pada periode laporan kategori pertambangan tumbuh sebesar 12,0% (yoy) setelah selama tahun 2014 mengalami kontraksi akibat dari diberlakukannya UU Minerba. Sementara itu, akselerasi kinerja kategori konstruksi mencapai 13,3% (yoy) didorong oleh upaya perbaikan infrastruktur. 1.3.1 Kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Kategori pertanian, kehutanan dan perikanan masih menunjukkan tren penurunan, bahkan selama tahun 2015 usaha di kategori ini masih mengalami kontraksi. Pada periode laporan kategori tersebut tercatat mengalami kontraksi sebesar 1,9% (yoy) setelah di periode sebelumnya juga terkontraksi sebesar 0,6%. Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan kinerja kategori perikanan akibat tingginya gelombang laut selama periode laporan. Tingginya gelombang laut tersebut berakibat menurunnya hasil tangkapan ikan. Sementara itu, kinerja tanaman perkebunan yang secara dominan diwakili oleh tanaman kakao juga masih rendah. Panen kakao yang semula diharapkan sudah memasuki musim panen pada akhir triwulan II masih belum optimal dikarenakan terjadi pergeseran musim tanam menjadi triwulan III 2015. Meskipun demikian, panen raya padi yang terjadi pada periode laporan mampu menahan kontraksi pada kategori pertanian, kehutanan dan perikanan lebih dalam. Berdasarkan hasil liaison dengan beberapa instansi serta beberapa pelaku usaha di lapangan, saat ini terjadi pergeseran musim panen raya di hampir seluruh sentra produksi padi di Sulawesi Tenggara. Pola panen raya yang biasanya terjadi di rentang periode triwulan I (bulan Maret), pada tahun ini bergeser menjadi bulan April-Mei. Pergeseran musim panen itu sendiri disebabkan oleh relatif tingginya tingkat curah hujan selama awal periode triwulan I (bulan Februari) sehingga mengganggu pola masa tanam komoditas padi. 1.3.2 Kategori Pertambangan Kinerja kategori pertambangan masih terus menunjukkan perbaikan, setelah pada tahun 2014 mengalami kontraksi dan memberikan andil negatif, maka pada triwulan II 2015 kategori pertambangan tumbuh terakselerasi cukup tinggi, yaitu sebesar 12,0% (yoy). Peningkatan tersebut cukup tinggi dikarenakan di triwulan sebelumnya kinerja kategori ini tumbuh pada level 9,4% (yoy). Tingginya tingkat pertumbuhan kategori tambang di periode laporan, selain disebabkan oleh based point effect pasca pemberlakuan UU Minerba di tahun 2014, juga disebabkan oleh tingginya kebutuhan akan pasokan bahan tambang berupa ore nickel dalam proses pembuatan nikel olahan. Kondisi tersebut sejalan dengan pesatnya perkembangan di kategori industri olahan seiring dengan pembangunan smelter baru di beberapa wilayah di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil pemantauan terakhir di lapangan, diketahui bahwa saat ini sudah terdapat 2 (dua) smelter yang telah beroperasi secara penuh. Pengoperasian tungku smelter 13

secara maksimal akan memberikan efek langsung atas naiknya tingkat kebutuhan ore nickel yang digunakan untuk proses pemurnian menjadi komoditi Nickel Pig Iron (NPI) maupun Ferro Nickel (Feni) sehingga turut mendorong kinerja kategori tambang. Mulai membaiknya kinerja kategori tambang tercermin dari mulai meningkatnya produksi ore nickel di salah satu perusahaan pertambangan yang tercatat sebesar 117,7 ribu WMT atau meningkat sebesar 4,9 ribu WMT dibandingkan periode sebelumnya. Meskipun demikian, hasil produksi tersebut masih jauh di bawah rata-rata produksi ore nickel triwulanan pada tahun 2012-2013 yang mencapai 710 ribu WMT/triwulan. Perusahan yang memiliki smelter pengolahan nikel berupa Feni juga mencatat peningkatan produksi Feni. Pada triwulan II 2015, produksi Feni di perusahaan tersebut mencapai 4.948 WMT pada periode yang sama. Sejalan dengan telah berlakunya UU Minerba terkait pelarangan ekspor mineral mentah, maka fokus pemerintah saat ini beralih kepada realisasi pembangunan dan pengembangan industri pengolahan di wilayah Sulawesi Tenggara. Diharapkan dengan berdirinya pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) tersebut akan memberikan nilai tambah yang jauh lebih tinggi terhadap hasil pertambangan di Sulawesi Tenggara, selain itu juga dapat menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi di kategori tambang sekaligus turut mendorong berkembangnya kategori industri pengolahan. Upaya pemerintah saat ini terlihat dari telah berdirinya 2 (dua) pabrik pengolahan dan pemurnian mineral di Kabupaten Konawe dan Kolaka. Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan terhadap responden pelaku usaha tambang, diperoleh informasi bahwa terdapat rencana pengembangan dan pembangunan 34 pabrik pengolahan dan pemurnian mineral lainnya dan 12 di antaranya sudah mulai masuk di tahap konstruksi. Diharapkan pembangunan smelter tersebut dapat diselesaikan pada tahun 2016 dan beroperasi secara optimal di tahun 2017. Volume (WMT) yoy 1.400.000 1200% 1.800 1.600 1.200.000 1000% 1.400 1.000.000 800% 1.200 800.000 600% 1.000 600.000 400% 800 600 400.000 200% 400-46,03% 200.000 0% 200-117.651-200% - I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 2015 Series1 Series2 Rp miliar yoy 100% 1.428 80% 60% 40% 20% 0% -4,2% -20% I II III IV I II III IV I II 2013 2014 2015 Kredit Sektor Pertambangan g Kredit Pertambangan (sb. Kanan) Sumber: Salah Satu Produsen Nikel Utama Sultra Grafik 1.16. Produksi Ore Nikel Sumber: LB Bank Umum, Lokasi Proyek (diolah) Grafik 1.17. Kredit Kategori Pertambangan Meskipun demikian, peningkatan kinerja kategori pertambangan tidak diikuti dengan meningkatnya penyaluran kredit ke kategori tersebut. Pada triwulan II 2015, kredit ke kategori pertambangan di Sulawesi Tenggara berdasarkan lokasi proyek mencapai Rp1,43 triliun, tumbuh 14

terkontraksi sebesar 4,2% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang terakselerasi sebesar 5,9% (yoy). 1.3.3 Kategori Industri Pengolahan Berbeda dengan kinerja di kategori pertambangan, pada triwulan II 2015 kinerja usaha kategori industri pengolahan mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh sebesar 11,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan kinerja di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 18,2% (yoy). Perlambatan tersebut menahan laju akselerasi perekonomian di periode laporan. Hal ini disebabkan karena produksi feronikel di salah satu perusahaan industri pengolahan terbesar di Sulawesi Tenggara mengalami penurunan. Pada triwulan II 2015, produksi feronikel di perusahaan tersebut tumbuh sebesar 16,1% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 35,6% (yoy). Sejalan dengan penurunan yang terjadi pada kinerja kategori pengolahan, realisasi kredit perbankan di kategori ini juga mengalami penurunan. Pada triwulan II 2015, kredit ke kategori industri pengolahan hanya tumbuh sebesar 3,7% (yoy), lebih rendah daripada pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 8,3% (yoy). Meskipun demikian, kondisi tersebut tidak terlalu mempengaruhi kinerja kategori ini dalam menunjang perkembangan ekonomi di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil konfirmasi dari beberapa pelaku usaha terkait, diketahui bahwa mayoritas pelaku usaha kategori industri olahan relatif cenderung memilih memenuhi kebutuhan modalnya melalui pemenuhan modal sendiri dibandingkan melalui fasilitas kredit perbankan. Volume (WMT) yoy 6.000 50% 4.942 40% 5.000 30% 4.000 20% 16,1% 10% 3.000 0% 2.000-10% -20% 1.000-30% - -40% I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 2015 Produksi nikel g Produksi nikel 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 - Rp miliar yoy 40% 177,7 30% 20% 3,7% 10% 0% -10% -20% -30% I II III IV I II III IV I II 2013 2014 2015 Kredit Sektor Industri g Kredit Industri (sb. Kanan) Sumber: Salah Satu Produsen Feronikel Utama Sultra Grafik 1.18 Perkembangan Produksi Feronikel Sumber: LB Bank Umum Sultra, Lokasi Proyek (diolah) Grafik 1.19. Perkembangan Kredit Kategori Industri 1.3.4 Kategori Perdagangan Besar Dan Eceran Kinerja kategori perdagangan besar dan eceran pada triwulan II 2015 juga mengalami akselerasi dengan tumbuh sebesar 8,9% (yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,5% (yoy). Akselerasi yang terjadi pada triwulan ini lebih didominasi oleh 15

peningkatan kinerja ekspor luar negeri. Pada triwulan II 2015, total ekspor provinsi Sulawesi Tenggara tercatat sebesar 37.848,7 ton atau terkontraksi sebesar 0,5%, jauh lebih tinggi dari pada periode sebelumnya terkontraksi tajam sebesar 99,1% (19.603,9 ton). 2.500 (ton) yoy 0% Juta USD 160 2.000 1.500-49,3% -20% -40% 140 120 100 1.000 500 - -99,1% 20 38 I II III IV I II -60% -80% -100% -120% 80 60 40 20-17,1 11,9 66,1 70,7 I II III IV I II 2014 2015 2014 2015 Volume Eksport g Volume Eksport Nilai Eksport Nilai Import Sumber: KP Bea Cukai (diolah) Grafik 1.20 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Sumber: KP Bea Cukai (diolah) Grafik 1.21 Transaksi Perdagangan luar negeri Pada triwulan II 2015 komoditas utama yang memicu akselerasi pertumbuhan pada kategori perdagangan adalah komoditas Ferronickel dengan tercatat sebesar 22.263,7 ton atau tumbuh sebesar 30,4% (yoy), lauh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar sebesar 18.819,3 ton atau tumbuh -25,1% (yoy). Selain komoditas tersebut, komoditas ikan hidup juga tercatat sebesar 47,7 ton atau tumbuh sebesar 1,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercacat sebesar 27,9 ton) atau tumbuh sebesar 0,7% (yoy). Selain itu, kinerja perdagangan domestik relatif membaik meskipun masih terbatas. Hal tersebut terlihat dari kegiatan di pelabuhan Kendari yang didominasi oleh kegiatan bongkar yang mengalami perbaikan. Pada triwulan II 2015 pertumbuhan arus bongkar tercatat terkontraksi sebesar 8,8% (yoy), lebih kecil daripada periode sebelumnya yang terkontraksi sebesar 23,3% (yoy). Perbaikan aktivitas bongkar tersebut disebabkan oleh adalah masuknya bulan Ramadhan pada akhir periode laporan yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan masyarakat akan komoditas-komoditas bahan makanan, makanan jadi maupun pakaian. Di sisi lain, akselerasi yang terjadi di kategori perdagangan besar dan eceran tidak diikuti dengan pertumbuhan pada kredit yang diberikan pada kategori tersebut. Pada triwulan II 2014, kredit kategori perdagangan mencapai Rp4,1 triliun, atau tumbuh sebesar 8,8% (yoy), melambat dibandingkan periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 10,7% (yoy). 16

Billions 350% 300% 250% %, yoy 4.500 4.000 3.500 Rp miliar yoy 45% 40% 35% 200% 3.000 30% 150% 2.500 25% 100% 2.000 20% 50% 0% -50% -100% -5,3% I II III IV I II III IV I II III IV I II -8,8% 2012 2013 2014 2015 Arus bongkar Arus muat 1.500 1.000 500-15% 10% 5% 0% I II III IV I II III IV I II 2013 2014 2015 Kredit Sektor Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan) Sumber: PT Pelindo (diolah) Grafik 1.22 Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Kendari Sumber: LB Bank Umum, Lokasi Proyek (diolah) Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Kategori Pedagangan 1.3.5 Kategori Konstruksi Pada triwulan II 2015, kategori konstruksi dapat tumbuh sebesar 13,3% (yoy), meningkat cukup besar bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 1,7% (yoy). Akselerasi tersebut terjadi seiring fokus pemerintah pusat maupun daerah pada upaya perbaikan infrastruktur seperti pembangunan jalan, pelabuhan, bandara maupun saluran irigasi. Sementara itu, berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa beberapa realisasi proyek swasta terkait konstruksi beberapa hotel dan komplek perumahan juga turut mendorong perkembangan pertumbuhan kategori konstruksi pada periode triwulan II 2015. 600 Rp miliar yoy 30% kg 160.000 500 400 300 200 100 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 131.613 123.173 - I II III IV I II III IV I II 2013 2014 2015 Kredit Sektor Konstruksi g Kredit Konstruksi (sb. Kanan) -15% - I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 2015 Series1 Sumber: LB Bank Umum, lokasi proyek (diolah) Grafik 1.24 Kredit Kategori Konstruksi Sumber: Asosiasi Semen Grafik 1.25. Penjualan Semen Hal tersebut terkonfirmasi dengan peningkatan penjualan semen di Sulawesi Tenggara. Penjualan semen pada periode laporan tercatat sebesar 131.613 kg atau tumbuh sebesar 21,2% (yoy), jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 123.173 kg atau 1,7% (yoy). Selain itu, kredit yang diberikan kepada kategori konstruksi di Sulawesi Tenggara juga 17

mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya sejalan dengan akselerasi yang terjadi di kategori Konstruksi. Pada triwulan II 2015, kredit konstruksi mengalami pertumbuhan sebesar 1% (yoy) setelah pada periode sebelumnya mengalami konstraksi sebesar 8,9% (yoy). 1.3.6 Kategori Transportasi Dan Pergudangan Kategori transportasi dan pergudangan Sulawesi Tenggara tercatat tumbuh terakselerasi sebesar 7,1% (yoy) pada triwulan II 2015 setelah di periode sebelumnya tumbuh sebesar 5,7% (yoy). Peningkatan tersebut terkonfirmasi oleh peningkatan jumlah penumpang kapal laut yang mengalami penambahan sebanyak 6,2 ribu orang dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara berdasarkan hasil liaison dengan pihak terkait diketahui bahwa penumpang udara pun pengalamai peningkatan. Peningkatan yang terjadi pada periode laporan disebabkan mulai masuknya arus mudik pada akhir Juni. Selain itu, peningkatan kinerja pada usaha kategori ini juga didorong oleh peningkatan aktivitas pengiriman barang baik ke luar negeri maupun secara domestik. orang 200.000 180.000 160.000 140.000 120.000 131.577 125.377 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 - I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 2015 Sumber: PT Pelindo Grafik 1.26. Arus Penumpang Kapal laut 18

BOKS 1 KONDISI KELISTRIKAN SULAWESI TENGGARA Dibandingkan dengan daerah lainnya di Kawasan Timur Indonesia (Kawasan Timur Indonesia), rasio elektrifikasi di Sulawesi Tenggara tahun 2014 masih berada di kategori rendah yaitu hanya sebesar 66,9%. Rasio elektrifikasi Sultra tersebut hanya lebih tinggi dibandingkan Papua, NTT dan NTB. Kondisi tersebut tentu saja akan berdampak pada hilangnya kesempatan untuk mendapatkan investasi yang lebih sustainable seperti investasi pada industri pengolahan. Padahal kebutuhan listrik untuk KTI tumbuh cukup tinggi yaitu mencapai 9,4% per tahun. Sedangkan pemenuhan listrik masih diprioritaskan kepada pelanggan rumah tangga, sehingga harga jualnya juga rendah dan tidak memberi keuntungan bagi investor pembangkit baik oleh PLN maupun swasta. Gambar 1. Peta Rasio Elektrifikasi KTI Tabel 1. Pembangkit Listrik di Sultra Sumber: RPTUL 2015 PT. PLN 19

Dari sisi suply listrik, sistem pembangkit di Sultra memiliki surplus yang relatif kecil yaitu hanya sebesar 7MW dihitung dari daya mampu pembangit dikurangi dengan beban puncak. Meskipun demikian, surplus tersebut tidak dapat mensupport apabila ada kerusakan pada pembangkit karena infrastruktur kelistrikan di Sultra menggunakan 8 sistem isolated (tidak saling terhubung). Sumber: RPTUL 2015 PT. PLN Gambar 2. Peta Jaringan Isolated dan Rencana Pengembangan Jaringan di Sultra Meskipun demikian, Pemerintah dan PT. PLN sudah menyiapkan beberapa pengembangan untuk menyediakan listrik bagi masyarakat, baik berupa pembangunan pembangkit listrik maupun pembangunan jaringan transmisi. Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam pemenuhan listrik tersebut. Dari hasil liaison dan diskusi dengan pelaku usaha dan beberapa instansi terkait masalah tersebut yaitu: Pertama, masalah pembebasan lahan yaitu harga tanah jauh di atas harga standar PLN/appraisal, adanya tumpang tindih kepemilikan lahan dan pemilik lahan belum memiliki dokumen. Kedua, masalah perizinan yaitu proses perizinan lintas instansi yang memerlukan waktu panjang dan izin untuk melintasi area perkebunan, hutan lindung, kereta api, dll. Ketiga, masalah anggaran seperti kontrak APBN yang masih menggunakan rupiah murni dan tidak menerapkan eskalasi harga. Keempat, masalah return on investment yang rendah karena besarnya pangsa pelanggan kelompok rumah tangga yang memiliki tarif rendah (subsidi). 20

Keuangan Pemerintah Bab 2 Sampai dengan semester I 2015, total anggaran belanja yang sudah direalisasikan adalah sebesar Rp5,99 triliun dengan realisasi terhadap target dari APBD Provinsi paling besar, yaitu sebesar 34,3% dari keseluruhan anggaran tahun 2015. Sementara realisasi APBD Kota/Kabupaten mencapai 30,5% dan APBN hanya sebesar 19,3% dari target selama tahun 2015. Dengan demikian, masih ada ruang fiskal di Sulawesi Tenggara sebesar Rp16,45 triliun sampai akhir 2015. 21

2.1 STRUKTUR ANGGARAN DAN REALISASI SEMESTER I 2015 Keuangan Pemerintah di Sulawesi Tenggara terbagi atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD) dengan keuangan pemerintah pusat di daerah, dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Keuangan pemerintah daerah terdiri atas APBD Provinsi Sulawesi Tenggara dengan seluruh APBD Kabupaten dan Kota. Sementara keuangan pemerintah pusat di daerah, merupakan anggaran instansi vertikal yang berada di Sulawesi Tenggara. Total anggaran pemerintah daerah maupun anggaran pemerintah pusat di daerah untuk Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai Rp22,45 Triliun di tahun 2015, meningkat sebesar 27,2% dibandingkan tahun 2014. Adapun porsi terbesar adalah anggaran keuangan Pemerintah Kota/Kab sebesar 52,2% (Rp11,72 triliun), diikuti dengan anggaran keuangan bersumber dari APBN 1 sebesar 37,4% (Rp8,41 triliun) dan APBD Provinsi sebesar 10,3% (Rp2,32 triliun). 39,5% (yoy) 20,9% (yoy) Operasional 25% Belanja Barang 31% Belanja Modal 44% Belanja Modal Belanja Barang Operasional APBD Provinsi APBN Rp8,41 37,4% Triliun meningkat 51,2% (yoy) 10,3% APBD Kota/Kab 52,2% 89,1% (yoy) 12,9% (yoy) Operasional 60% Rp2,32 meningkat Triliun 6,2% (yoy) Belanja Modal 26% Belanja Barang 14% Belanja Modal Belanja Barang Operasional Rp11,72 Triliun 15,5% (yoy) Operasional 52% meningkat 18,4% (yoy) -4,1% (yoy) 0,3% (yoy) Belanja Modal 31% Belanja Barang 17% 7,0% (yoy) Belanja Modal Belanja Barang Operasional 31,3% (yoy) *belanja operasional termasuk belanja tidak langsung dan belanja langsung pegawai, belanja hibah, bansos, dll Sumber: BPKAD Prov. Sultra, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu RI, Kanwil Perbendaharaan Negara Prov. Sultra Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulawesi Tenggara Sampai dengan semester I 2015, total anggaran belanja yang sudah direalisasikan adalah sebesar Rp5,99 triliun dengan pangsa terbesar masih didominasi oleh realisasi anggaran APBD Kota/Kabupaten sebesar 59,6%, diikuti oleh APBN sebesar 27,1% dan APBD Provinsi sebesar 1 Anggaran bersumber dari APBN tidak termasuk dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah karena dana transfer tersebut sudah tercatat dalam APBD. 22

Prov Kab/Kota APBN Prov Kab/Kota APBN Prov Kab/Kota APBN Prov Kab/Kota APBN Prov Kab/Kota APBN 13,3%. Meskipun pangsa realisasinya terkecil, namun realisasi terhadap target dari APBD Provinsi paling besar, yaitu sebesar 34,3% dari keseluruhan anggaran tahun 2015. Sementara realisasi APBD Kota/Kabupaten mencapai 30,5% dan APBN hanya sebesar 19,3% dari target selama tahun 2015. Dengan demikian, masih ada ruang fiskal di Sulawesi Tenggara sebesar Rp16,45 triliun sampai akhir 2015. 100,0% 90,0% 80,0% 70,0% 60,0% 50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 25,2% 27,6% 33,4% 34,3% 30,5% 19,3% 10,0% 0,0% 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: BPKAD Prov. Sultra, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu RI, Kanwil Perbendaharaan Negara Prov. Sultra Grafik 2.2. Realisasi Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah Semester I di Sulawesi Tenggara Data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Daerah (LKPP) menunjukkan kinerja keuangan per bulan untuk Provinsi Sulawesi Tenggara selama triwulan II 2015 relatif masih rendah dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Sampai dengan pertengahan tahun 2015, kondisi keuangan Pemprov Sultra baru mencapai 36,0% di bawah target 59,4%. Sementara itu kondisi penyelesaian fisik baru mencapai 24,1%, di bawah target 62,9%. Kondisi tersebut diperkirakan disebabkan oleh masih berlangsungnya proses lelang sehingga tingkat realisasi di lapangan relatif masih rendah. Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan pencapaian tahun sebelumnya, tingkat realisasi baik kondisi keuangan maupun pada proses penyelesaian fisik di periode laporan tercatat relatif lebih baik apabila dibandingkan dengan kinerja di periode yang sama tahun sebelumnya yaitu tingkat realisasi keuangan hanya mencapai 26,7% dan penyelesaian fisik sebesar 12,4%. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan I 2015 23

70% 60% 50% Target Realisasi 44,4% 50,9% 59,4% 40% 32,3% 31,5% 30% 24,8% 36,0% 23,0% 19,5% 19,5% 26,7% 30,1% 20% 10,8% 18,1% 20,5% 23,5% 10% 3,2% 10,6% 3,4% 14,1% 2,7% 7,4% 9,1% 0% 2,7% 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 2014. 2015 70% 60% 50% 40% Target Realisasi 33,3% 43,6% 40,6% 49,8% 62,9% 26,1% 27,5% 30% 24,1% 18,7% 20% 16,2% 12,4% 10,9% 6,6% 7,7% 10,6% 10% 3,8% 1,3% 0,9% 2,7%4,5% 3,5% 0,7% 0% 0,0% 0,0% 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 2014. 2015 Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Grafik 2.3. Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara Sumber : Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Grafik 2.4. Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara Tabel 2.1. Realisasi APBD Kota/Kabupaten di Sulawesi Tenggara Semester I 2015 Kota/kab 2012 2013 2014 2015 Kab. Buton 36,6% 23,7% 25,2% 28,0% Kab. Konawe 35,5% 42,4% 23,7% N/A Kab. Kolaka 34,6% 35,3% 40,9% 32,3% Kab. Muna 33,1% 28,7% 35,8% 49,1% Kota Kendari 32,0% 28,8% 24,4% 28,3% Kota Bau-Bau 36,0% 24,3% 21,1% 30,2% Kab. Konawe Selatan 29,4% 24,3% 27,7% N/A Kab. Bombana 23,9% 27,5% 28,0% 24,3% Kab. Wakatobi 31,8% 25,2% 28,9% 25,3% Kab. Kolaka Utara 47,6% 31,4% 23,5% 26,2% Kab. Konawe Utara 42,7% 22,6% 29,1% 47,7% Kab. Buton Utara 31,0% 27,6% 26,5% 20,2% Kab. Kolaka Timur 27,3% N/A Kab. Konawe Kepulauan 24,8% 20,0% Kab. Muna Barat 20,0% 20,4% Kab. Buton Tengah 14,6% Kab. Buton Selatan N/A Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu RI, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Adapun untuk realisasi belanja APBD Kota/Kabupaten relatif bervariasi antar daerah. Daerah dengan realisasi sampai dengan semester I 2015 yang terbesar adalah di Kab.Muna sebesar 49,1% diikuti dengan Kab. Konawe Utara sebesar 47,7%. Sementara itu, daerah dengan realisasi terendah adalah di Kab. Buton Tengah yang baru merealisasikan anggarannya sebesar 14,6%. 24

2.2 PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 2 2.2.1 Realisasi Anggaran Pendapatan Realisasi pendapatan Sulawesi Tenggara terhadap anggaran pada triwulan II 2015 relatif lebih baik jika dibandingkan realisasi pendapatan pemerintah daerah di periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara di triwulan II 2015 terealisasi senilai Rp1,21 triliun, atau sebesar 53,71% dari target total pendapatan dalam APBD 2015. Angka serapan tersebut tercatat mengalami sedikit kenaikan dibandingkan dengan realisasi di triwulan II 2014 yang tercatat sebesar Rp1,12 triliun atau 52,48% dari target dalam APBD. Kinerja positif realisasi pendapatan daerah tersebut secara dominan disebabkan oleh sudah terealisasinya pendapatan transfer dari pemerintah pusat yang pada periode triwulan II tahun 2015 mencapai sebesar 57,03% atau senilai Rp986,5 miliar. Tabel 2.2. Realisasi dan Pencapaian Target Pendapatan Pemerintah Sulawesi Tenggara Pada Triwulan II APBD 2013 Triwulan II Triwulan II Triwulan II U R A I A N Realisasi Realisasi Realisasi Serap (%) Serap (%) Serap (%) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) PENDAPATAN 1,033.38 52.94% 1,121.33 52.48% 1,212.61 53.71% PENDAPATAN ASLI DAERAH 232.89 46.34% 269.57 47.28% 213.34 40.43% Pendapatan Pajak Daerah 188.68 50.22% 186.71 39.94% 141.38 35.33% Hasil Retribusi Daerah 11.73 48.47% 9.19 39.87% 8.03 43.82% Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan 23.84 100.08% 23.32 97.15% 22.89 95.37% Lain-lain PAD 8.64 10.95% 50.35 90.49% 41.04 48.19% PENDAPATAN TRANSFER 794.69 55.05% 805.71 52.78% 986.51 57.03% Transfer Pemerintah Pusat 649.56 56.91% 614.62 50.70% 782.05 59.17% Dana Bagi Hasil Pajak 28.76 42.77% - 0.00% 12.58 45.78% Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 32.55 81.84% - 0.00% 57.30 129.17% Dana Alokasi Umum 572.27 58.33% 614.62 58.33% 686.25 58.33% Dana Alokasi Khusus 15.98 30.00% - 0.00% 25.92 35.27% Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 145.13 48.02% 191.09 60.80% 204.46 50.09% Dana Otonomi Khusus - - - - - - Dana Penyesuaian 145.13 48.02% 191.09 60.80% 204.46 50.09% LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 5.80 99.93% 46.06 115.46% 12.76 - Pendapatan Hibah 5.80 99.93% - 0.00% - - Pendapatan Dana Darurat - - - - - - Pendapatan Lainnya - - 46.06-12.76 - Ket: *Posisi data Triwulan realisasi Ihanya pada triwulan II bukan diakumulasikan dengan triwulan I Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara APBD 2014 APBD 2015 Di sisi lain, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada periode laporan juga tercatat cukup baik yakni sebesar 40,43% atau senilai 213,34 miliar, meski sedikit menurun dibanding pencapaian pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar 47,28% atau senilai Rp269,57 miliar. 2 Asesmen pada sub-bab menggunakan data realisasi pendapatan dan belanja pemerintah daerah hanya pada triwulan II 2015 bukan data kumulatif s.d triwulan II 2015. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan I 2015 25

Sementara itu, realisasi pendapatan pajak daerah relatif masih rendah, sehingga menyebabkan realisasi anggaran PAD di periode laporan menjadi sedikit kurang optimal. Meskipun demikian, pos hasil pengelolaan yang dipisahkan justru tercatat mengalami peningkatan yang signifikan yakni sebesar 95,37% atau senilai Rp22,89 miliar di triwulan II 2015 dari total APBD 2015 sebesar Rp23,82 miliar. 2.2.2 Realisasi Anggaran Belanja Tabel 2.3 Realisasi dan Pencapaian Target Belanja Pemerintah Sulawesi Tenggara APBD 2013 Triwulan II Triwulan II Triwulan II U R A I A N Realisasi Realisasi Realisasi Serap (%) Serap (%) Serap (%) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) BELANJA 635.02 29.17% 640.79 26.15% 503.80 21.90% Bagi Hasil Pajak 129.53 54.84% - 0.00% 42.10 0.00% *Posisi Triwulan II Ket: data realisasi hanya pada triwulan II bukan diakumulasikan dengan triwulan I Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara APBD 2014 APBD 2015 BELANJA OPERASI 467.59 35.26% 500.78 34.45% 356.74 24.68% Belanja Pegawai 231.51 39.85% 205.89 35.74% 133.12 22.43% Belanja Barang 60.50 20.35% 94.56 23.28% 79.47 25.35% Belanja Bunga 8.82 30.10% 11.11 43.51% 2.45 10.12% Belanja Subsidi - 0.00% - 0.00% - 0.00% Belanja Hibah 148.52 48.34% 161.35 49.38% 109.56 26.53% Belanja Bantuan Sosial - 0.00% - 0.00% - 0.00% Belanja Bantuan Keuangan 18.24 16.37% 27.86 23.41% 32.15 31.77% BELANJA MODAL 37.90 6.28% 49.96 6.87% 104.96 17.71% Belanja Tanah - 0.00% - 0.00% 10.79 49.49% Belanja Peralatan dan Mesin 5.60 11.54% 4.62 9.34% 11.50 22.23% Belanja Bangunan dan Gedung 1.15 2.05% 19.46 9.80% 20.85 11.24% Belanja Jalan, irigasi dan Jaringan 31.15 6.63% 25.81 5.92% 61.82 18.64% Belanja Aset Tetap Lainnya - 0.00% 0.07 6.15% 0.00 0.05% BELANJA TIDAK TERDUGA - 0.00% - 0.00% - 0.00% Belanja Tak Terduga - 0.00% - 0.00% - 0.00% TRANSFER 129.53 54.84% 90.05 36.07% 42.10 18.72% Transfer Bagi hasil ke Kab/Kota - 0.00% 90.05 36.07% - 0.00% Berbeda dengan kinerja di sisi pendapatan, penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2015 justru tercatat lebih rendah dibandingkan dengan realisasi anggaran di triwulan II 2014. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode laporan mencapai 21,90% dari target atau masih lebih rendah dibandingkan kinerja pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mampu merealisasikan anggaran sebesar 26,15%. Penurunan tersebut terutama didorong oleh penurunan daya serap belanja operasi dan pos transfer bagi hasil ke Kabupaten/Kota. Belanja operasi terealisasikan sebesar 24,68% atau senilai Rp356,74 miliar, angka tersebut mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan tingkat realisasi sebesar 34,45% atau senilai Rp500,78 miliar. Di sisi lain, belanja transfer terealisasikan sebesar 18,72 % atau senilai Rp42,10 miliar, menurun dibanding 26

triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 36,07% atau senilai Rp90,05 miliar. Penurunan kinerja penyerapan belanja operasi diantaranya disebabkan oleh realisasi pada pos belanja pegawai dan belanja bunga yang masih belum optimal. Diperkirakan realiasi belanja operasi khususnya pada pos belanja pegawai baru akan mengalami penyerapan yang cukup optimal di triwulan III 2015 seiring dengan pembagian gaji ke-13 bagi PNS yang jatuh pada bulan Juli. Sementara itu, kinerja realisasi pos belanja modal juga diketahui relatif masih cukup rendah yakni sebesar 17,71% atau senilai Rp104,96 miliar. Meski demikian angka realisasi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan kinerja penyerapan di periode yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar 6,87% atau senilai Rp49,96 miliar. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan I 2015 27

BOKS 2 PENYALURAN DANA DESA DARI APBN Pada tahun 2015, desa mendapatkan tambahan dana yang bersumber langsung dari APBN. Sesuai dengan Peraturan Presiden RI No.36/2015 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2015, Dana Desa yang dialokasikan untuk Sulawesi Tenggara selama tahun 2014 mencapai Rp496,07 miliar. Nominal tersebut hanya sebesar 2,39% dari keseluruhan Dana Desa yang disalurkan secara nasional sebesar Rp20,77 triliun. Tabel 1. Alokasi Dana Desa APBN dan Penyaluran Tahap I Kabupaten Alokasi Penyaluran Tahap I April-Juni Juli Buton 23,23 9,29 Konawe 63,87 25,55 Kolaka 27,61 11,04 Muna 34,21 13,69 Konawe Selatan 89,65 35,86 Bombana 31,99 12,80 Wakatobi 21,23 8,49 Kolaka Utara 34,85 13,94 Konawe Utara 36,35 14,54 Buton Utara 21,77 8,71 Konawe Kepulauan 20,22 8,09 Kolaka Timur 32,10 12,84 Buton Selatan 17,43 6,97 Buton Tengah 19,08 7,63 Muna Barat 22,49 8,99 Jumlah 496,1 190,3 8,09 Kabupaten yang paling besar mendapatkan Dana Desa dari APBN di Sultra adalah Kab. Konawe Selatan sebesar Rp89,65 miliar dan diikuti oleh Kab. Konawe (Rp63,87 miliar). Adapun daerah dengan alokasi paling kecil adalah Kab. Buton Selatan dan Kab. Konawe Kepulauan. Meskipun demikian, mengingat alokasi tersebut didasarkan pada jumlah desa yang ada pada suatu kabupaten, maka perbedaan anggaran yang diterima tiap desa tidak terlalu besar. Sesuai dengan data Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, penyaluran tahap I untuk Sultra sudah selesai dilakukan. Penyaluran tahap I tersebut adalah sebesar 40% dari alokasi yang disediakan. Dengan demikian, pada rekening daerah atau desa sudah terdapat anggaran sebesar Rp198,43 miliar. Sesuai dengan peruntukannya, anggaran tersebut hanya dapat digunakan untuk (1) pembangunan infrastruktur desa seperti jalan desa, jembatan, dan irigasi; (2) pemberdayaan masyarakat desa seperti pelatihan UMKM, pelatihan menjahit, dll. 28

Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya diindikasikan adanya permasalahan. Dari hasil liaison dan diskusi dengan beberapa instansi terkait beberapa masalah tersebut antara lain: 1. Kesiapan regulasi pelaksanaannya (Perda, Perkada, Perdes & Perkades), 2. Kompetensi SDM Pemda, Kecamatan dan Perangkat Desa yang belum memadai, 3. Belum sinkronnya regulasi di tingkat pusat dan daerah, 4. Proporsi 30% (Operasional) dan 70% (Pembangunan /Pemberdayaan) menjadi hambatan dalam penyusunan APB Desa, 5. Desa belum memiliki prosedur yang dibutuhkan untuk menjamin tertib administrasi dan pengelolaan keuangan serta kekayaan milik desa, 6. Belum ada Grand Design Standar Akuntansi Pemerintahan untuk Desa Gambar 1. Aliran Keuangan ke Desa Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan I 2015 29

BOKS 3 PERAN BELANJA PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN Pada saat perekonomian sedang lesu maka masyarakat dan pelaku usaha mengharapkan agar pemerintah dapat memperbesar belanjanya untuk mendorong perekonomian lebih tinggi. Meskipun demikian, tidak serta merta pengeluaran pemerintah yang semakin tinggi akan terus mendorong ekonomi tumbuh lebih tinggi. Ekonom Richard W. Rahn (1996) 3 menyatakan bahwa terdapat level tertentu dari pengeluaran pemerintah yang dapat memberikan pertumbuhan ekonomi yang maksimal. Kondisi tersebut disebut dengan Kurva Rahn (Rahn Curve). Dalam teori tersebut disebutkan bahwa suatu perekonomian pada awalnya memerlukan peran pemerintah untuk mendorong pertumbuhannya karena perekonomian memerlukan pemerintah untuk perlindungan usaha, untuk menjaga kepastian bisnis, untuk memberikan pelayanan dan membangun infrastruktur. Meskipun demikian apabila belanja pemerintah terus-menerus tinggi maka pertumbuhan ekonomi malah akan melambat. Grafik 1. Rasio Pengeluaran Pemerintah per PDRB dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi untuk KTI Fenomena tersebut juga terjadi pada perekonomian di Kawasan Timur Indonesia yaitu terlihat bahwa semakin besar rasio pengeluaran pemerintah (konsumsi dan investasi) per PDRB (atas dasar harga berlaku) tidak memberikan pertumbuhan ekonomi yang optimal. Untuk Sulawesi Tenggara, rasio pengeluaran pemerintah per PDRB mencapai 20,13% dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 6,88%. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa alokasi anggaran pemerintah secara umum 3 Richard Rahn (1996). What Is The Optimal Size Of Government 30

sudah mampu mendorong produksi di sektor swasta. Hal ini juga didukung dengan relatif besarnya peran fiskal di Sulawesi Tenggara terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan penambahan 10% realisasi belanja konsumsi pemerintah dan belanja modal pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 46,43% 4 selama 2 tahun berjalan. Meskipun demikian, untuk mewaspadai agar perekonomian Sultra tidak mengalami downward slope jika belanja pemerintah semakin ditambah di masa yang akan datang maka perlu menghindari beberapa hal sbb: 1. The displacement cost Belanja pemerintah tidak ditujukan untuk mendorong peningkatan produktifitas sektor swasta maupun investasi. 2. The negative multiplier cost Belanja pemerintah sudah ditujukan untuk mendorong peningkatan produktifitas sektor swasta maupun investasi, namun cost yang dikeluarkan lebih besar dari output atau investasi yang dilakukan tidak dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. 3. The behavioral subsidy cost Terdapat bantuan sosial atau subsidi yang tidak tepat sasaran dan tidak mendorong masyarakat untuk meningkatkan akses kepada pekerjaan, akses kepada pendidikan dan akses kepada kesehatan. 4. The inefficiency cost Pelayanan publik berjalan tidak efisien baik dari sisi jumlah SDM, pemanfaatan waktu kerja dan kualitas jasa yang diberikan. 4 Dihitung dengan menggunakan model simultan REMBI (Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia) Provinsi Sulawesi Tenggara yang dibangun untuk memperoleh proyeksi indikator makroekonomi daerah. Model REMBI disusun dengan basis persamaan Y=C+I+G+X-M dan menghubungkan berbagai variabel ekonomi dalam 5 blok yaitu blok PDRB sisi permintaan, PDRB sisi penawaran, fiskal, harga, moneter. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara Triwulan I 2015 31

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan 32

Inflasi Daerah Bab 3 Secara agregat, inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2015 mengalami penurunan, dari 7,81% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 7,35% (yoy). Penurunan laju inflasi Sulawesi Tenggara sejalan dengan menurunnya laju inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau. Penurunan tekanan inflasi tersebut terutama bersumber dari komponen volatile food akibat adanya panen raya komoditas beras. Pada periode laporan upaya pengendalian inflasi difokuskan pada koordinasi dalam upaya pemantauan harga berbagai komoditas di pasar, ketersediaan stok dan juga kelancaran alairan distribusi untuk mengantisipasi kenaikan harga di Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. 33

3.1 KONDISI UMUM Berdasarkan rilis inflasi yang dikeluarkan oleh BPS mengenai tingkat inflasi Kota Kendari dan Kota Baubau, menunjukkan bahwa secara agregat tingkat inflasi provinsi Sulawesi Tenggara mencapai 7,35% (yoy) pada triwulan II 2015 1. Angka inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan laju laju inflasi di periode triwulan sebelumnya yang mencapai 7,81% (yoy). Penurunan laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut sejalan dengan menurunnya tekanan inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau. Meskipun demikian, realisasi inflasi tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat inflasi nasional (7,26%, yoy). Dilihat dari kota yang dihitung inflasinya, laju inflasi Kota Kendari di triwulan II 2015 mencapai 6,40% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan laju inflasi di triwulan I 2015 sebesar 6,81% (yoy). Sementara itu, laju inflasi kota Baubau mencapai 9,90% (yoy), mengalami penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan laju inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,52% (yoy). 12% 10% 8% 6% Inflasi Nasional (7,26%, yoy) Kendari (6,40%, yoy) Sultra (7,35%, yoy) Baubau (9,90%, yoy) Perbandingan Inflasi Tahunan 9,90% 7,43% 7,35% 7,26% 6,40% 4% 2% 0% Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun 2014 2015 IHK Inflasi Kendari IHK Inflasi Baubau IHK Inflasi Sultra IHK Inflasi Nasional IHK Inflasi KTI Sumber: BPS Prov Sultra (diolah) Grafik 3.1. Pergerakan Inflasi Sulawesi Tenggara Sumber: BPS Prov Sultra (diolah) Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Tahunan Penurunan inflasi di Kota Kendari, terutama disebabkan oleh adanya penurunan pada kelompok bahan makanan (dari 10,43%-yoy menjadi 6,97%-yoy) dan kelompok sandang (dari 0,27%-yoy menjadi -0,75%-yoy). Penurunan pada kelompok bahan makanan tersebut disebabkan oleh adanya panen raya padi sehingga membuat subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya mengalami penurunan inflasi dari yang semula 22,43% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 13,50% (yoy) pada triwulan II 2015. Sedangkan penurunan pada kelompok sandang disebabkan oleh pemberian diskon yang diberikan oleh beberapa ritel besar menjelang Bulan Ramadhan. Sementara itu untuk Kota Baubau penurunan tingkat inflasi secara dominan dipengaruhi oleh penurunan inflasi pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang pada triwulan II 2015 mengalami inflasi sebesar 12,68% (yoy) setelah pada periode sebelumnya mencapai 15,16% (yoy). 1 Seluruh angka inflasi Sulawesi Tenggara merupakan perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara berdasarkan data inflasi Kota Kendari yang dikeluarkan oleh BPS Provinsi Sulawesi Tenggara dan inflasi Kota Baubau yang dikeluarkan oleh BPS Kota Baubau 34

Kondisi tersebut terutama disebabkan oleh adanya penurunan inflasi angkutan udara dari 52,76% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 30,07% (yoy) pada triwulan II 2015. Tabel 3.1 Inflasi Provinsi Sulawesi Tenggara (mtm) Per Kelompok Kelompok 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Bahan Makanan 0,19-0,86-1,65-0,05 1,79 0,91 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 0,94 0,45 0,38 0,36 2,02 0,54 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 0,84-0,11 0,28 0,19 0,03 0,03 Sandang -0,43 0,30 0,87-0,65-0,27 0,51 Kesehatan 0,36 0,05 1,20 0,14 0,70 0,19 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga -0,85 0,49 0,04-0,07 0,08 0,25 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -3,96-2,96 2,67 0,63-0,77 1,09 Inflasi (mtm) -0,60-0,75 0,30 0,18 0,51 0,52 Sumber: BPSProv Sultra (diolah) Secara bulanan, tingkat laju inflasi Sulawesi Tenggara selama triwulan II 2015 lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi di periode triwulan I 2015. Selama periode triwulan II 2015 tersebut Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami inflasi sebesar 0,18% (mtm) pada bulan April, inflasi sebesar 0,51% (mtm) pada bulan Mei dan inflasi sebesar 0,52% (mtm) pada bulan Juni. Inflasi yang terjadi pada bulan April disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah menaikan harga komoditas bensin dan solar bersubsidi pada tanggal 28 Maret 2015, sehingga memberikan dampak secara penuh pada bulan April. Pada tanggal tersebut, pemerintah menaikan harga komoditas bensin dari semula Rp6.800,-/liter menjadi Rp7.300,-/liter dan komoditas solar dari yang semula Rp6.400,-/litter menjadi Rp6.900,-/liter. Selanjutnya pada bulan Mei tekanan inflasi disebabkan oleh meningkatnya harga komoditas ikan segar akibat tingginya gelombang air laut sehingga nelayan kesulitan untuk melaut. Sedangkan untuk bulan Juni inflasi disebabkan oleh meningkatnya harga pada kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan akibat bertambahnya permintaan masyarakat menjelang Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Kondisi tersebut sejalan dengan pergerakan laju inflasi yang terjadi di Kota Baubau selama triwulan II 2015. Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS Prov. Sultra, Kota Baubau tercatat mengalami inflasi sebesar 0,72% (mtm) di bulan April, inflasi sebesar 0,19% (mtm) di bulan Mei dan pada bulan Juni tercatat mengalami inflasi sebesar 1,13% (mtm) (Grafik 3.3). Sementara itu, kondisi inflasi di kota Kendari memiliki pola yang berbeda dengan kota Baubau yaitu pada bulan April mengalami deflasi sebesar 0,03% (mtm) sementara pada bulan Mei dan Juni mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,64% (mtm) dan 0,28% (mtm). Secara triwulanan, Sulawesi Tenggara mengalami inflasi sebesar 1,21% (qtq) pada triwulan II 2015, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi sebesar 1,05% (qtq). Peningkatan tersebut didorong oleh inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang masing-masing tercatat mengalami inflasi sebesar 2,66% (qtq) dan 0,95% (qtq), setelah pada periode sebelumnya masing- 35

masing tercatat mengalami deflasi sebesar 2,31% (qtq) dan 4,31 (qtq). Peningkatan pada kelompok bahan makanan dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan masyarakat pada saat Bulan Ramadhan, sedangkan inflasi yang terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan disebabkan oleh adanya peningkatan pemesanan tiket angkutan menjelang arus mudik/balik dari maupun ke Provinsi Sulawesi Tenggara. Meskipun perjalanan dilakukan pada bulan Juli, namun pembayaran sudah dilakukan pada saat pemesanan dan tercatat pada periode laporan. Sementara itu, perkembangan harga di kelompok sandang mampu menahan laju inflasi pada periode laporan dengan tercatat deflasi sebesar 0,41% (qtq). Penurunan tekanan inflasi tersebut utamanya disebabkan oleh pemberian diskon pembelian yang diberikan oleh beberapa ritel besar menjelang Bulan Ramadhan. IHK, % (mtm) Apr Mei Jun 0,57 0,64 0,64% 0,53% 0,70% 0,28 (0,03) Jan Feb Mar Apr Mei Jun TW I TW II 0,13% 0,28% (0,96) (0,91) -0,03% Apr '15 (mtm, %) Rata-rata Inflasi Mei '15 (mtm, %) Rata-rata Inflasi Jun '15 (mtm, %) Rata-rata Inflasi Apr 2010-2014 Mei 2010-2014 Jun 2010-2014 Sumber: BPS Prov Sultra Grafik 3.3. Inflasi Bulanan Kota Kendari Sumber: BPS Prov Sultra (diolah) Grafik 3.4 Perbandingan Pola Inflasi Kota Kendari Kondisi tersebut terjadi di Kota Kendari maupun Kota Baubau yang masing-masing tercatat mengalami inflasi sebesar 0,89% (qtq) dan 2,05 (qtq) setelah triwulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 1,30% (qtq) dan 0,41%(qtq). Tingginya tekanan inflasi di Kota Kendari disebabkan oleh inflasi yang terjadi kelompok bahan makanan (1,07%, qtq) dan kelompok transport dan komunikasi (1,37%, qtq). Sedangkan untuk Kota Baubau disebabkan oleh inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan (1,07%, qtq) dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (3,15%, qtq). Sumber: BPSProv Sultra (diolah) Tabel 3.2 Inflasi Kota Kendari (qtq) Per Kelompok Kelompok 2013 2014 2015 I II III IV I II III IV I II Bahan Makanan 0,24 1,06 9,09-5,15-4,69 4,34 2,98 4,18-1,35 1,07 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 0,65 0,96 1,70 0,55 0,82 1,01 1,54 1,04 2,08 2,85 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 0,88 6,16 0,96 0,79 0,76 0,12 2,01 5,48 1,19 0,36 Sandang -1,03-7,11 1,65-1,31 0,48-0,34 0,36-0,08 0,33-1,36 Kesehatan 1,58 0,10 0,02 1,04 1,05 0,87 1,23 2,13 2,20 0,88 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,66-0,05 0,42 0,11 0,08 0,30 0,66 1,33-0,60 0,36 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -0,96 4,77 13,56 0,19-0,21 0,70 0,48 11,42-6,76 1,37 Inflasi (qtq) 0,18 1,96 5,23-1,20-0,76 1,28 1,58 5,19-1,30 0,89 36

3.2 DISAGREGASI INFLASI 2 Inflasi (0,52%, mtm) Volatile Food (0,72%, mtm) 4% Core (0,26%, mtm) Administered Price (0,87%, mtm) 8% 4% 3% 6% 3% 4% 2% 2% 2% 1% 0% 1% 0% -1% -1% -2% Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun 2014 2015-2% -4% -6% Grafik 3.5.Perkembangan Inflasi Sultra Berdasarkan Disagregasi Inflasi Peningkatan tekanan inflasi Sulawesi Tenggara secara bulanan pada triwulan II 2015, terutama bersumber dari komponen volatile food. Pada triwulan II 2015 komponen volatile food mengalami inflasi, sementara pada periode sebelumnya tercatat mengalami deflasi. Inflasi yang terjadi pada kelompok tersebut mulai terjadi sejak bulan Mei 2015 didorong oleh peningkatan permintaan masyarakat menjelang Bulan Ramadhan. Deflasi yang terjadi pada triwulan I 2015 masih berlanjut hingga bulan April. Di Kota Kendari tercatat mengalami deflasi sebesar 0,14 (mtm) yang disebabkan oleh terkendalinya level harga untuk subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya (-2,92%, mtm) dan subkelompok sayur-sayuran (-3,72%, mtm). Namun kondisi berbeda terjadi di Kota Baubau yang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,26% (mtm) dengan penyumbang utama berasal dari subkelompok ikan segar (dari -11,95%-mtm menjadi 5,20%-mtm) dan subkelompok sayur-sayuran (dari - 10,44%-mtm menjadi 8,90%-mtm). Peningkatan inflasi yang terjadi pada subkelompok ikan segar didorong oleh peningkatan yang terjadi pada komoditas ikan cakalang (dari -13,80%-mtm menjadi 20,60%-mtm) dan ikan kembung (dari -3,04%-mtm menjadi 15,50%-mtm). Hal ini terjadi akibat tingginya gelombang di sekitar perairan Baubau sehingga membuat para nelayan di daerah tersebut sulit untuk melaut pada periode tersebut. Pada bulan Mei komponen volatile food di Kota Kendari tercatat mengalami inflasi sebesar 1,91% (mtm) dan bulan Juni sebesar 0,50% (mtm). Sedangkan untuk kota Baubau tercatat mengalami inflasi berturut-turut sebesar 1,95% (mtm) dan 1,31% (mtm). Peningkatan tekanan yang terjadi tersebut utamanya disebabkan oleh peningkatan inflasi pada subkelompok ikan segar baik di kota Kendari (4,80% mtm untuk Mei dan 0,83%, mtm untuk Juni) maupun di Baubau (5,01% mtm 2 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non inti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. 37

untuk Mei dan 3,39%, mtm untuk Juni) akibat tingginya gelombang air laut. Adapun untuk bulan Juni meningkatnya permintaan masyarakat menjelang masuknya Bulan Ramadhan semakin menambah tekanan inflasi volatile food. Untuk komponen administered prices di Sulawesi Tenggara pada periode laporan mengalami penurunan tingkat inflasi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Di Bulan April, komponen administered prices di Kota Kendari tercatat mengalami inflasi sebesar 1,69 % (mtm), sedangkan untuk Kota Baubau tercatat mengalami deflasi sebesar 0,61% (mtm), tekanan inflasi pada komponen administered prices tersebut merupakan dampak lanjutan dari kebijakan pemerintah untuk menaikan bahan bakar bersubsidi pada akhir Maret. Namun demikian, tekanan yang terjadi di Kota Baubau tersebut tertahan oleh penurunan harga pada komoditas angkutan udara (- 8,60%, mtm). Pada bulan Mei 2015 komponen administered prices mengalami penurunan jika dibandingkan dengan bulan April 2015 akibat adanya penurunan harga pada komoditas angkutan udara. Deflasi komoditas angkutan udara di Kota Kendari tercatat sebesar (3,05%, mtm) sementara di Kota Baubau tercatat mengalami deflasi sebesar (12,15%, mtm). Penurunan tersebut disebabkan oleh kecenderungan masyarakat untuk menunda menggunakan angkutan udara hingga Idul Fitri sehingga menurunkan permintaan atas komoditas tersebut. Sementara itu untuk bulan Juni komponen administered prices mengalami peningkatan tekanan inflasi seiring peningkatan tarif angkutan udara, tarif listrik dan rokok. Peningkatan tarif angkutan udara sebesar 3,68% (mtm) di Kota Kendari dan 17,16% (mtm) di Kota Baubau memberikan andil terbesar pada peningkatan inflasi administered prices di Sultra. Peningkatan tersebut lebih disebabkan karena peningkatan pemesanan tiket angkutan udara menjelang arus mudik/balik dari maupun masuk ke Sultra. Meskipun perjalanan dilakukan pada bulan Juli, namun pembayaran sudah dilakukan pada saat pemesanan dan tercatat di periode laporan. Selain itu, beberapa kebijakan pemerintah juga menyebabkan peningkatan tekanan inflasi yaitu kebijakan Tarif Tenaga Listrik (TTL) sebesar 0,62% dan peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) rokok dari 8,4% menjadi 10% serta peningkatan tarif cukai rokok. Pada bulan Juni 2015, tarif listrik di Sultra tercatat naik sebesar 0,27% (mtm), sementara harga rokok kretek filter meningkat 0,71% (mtm). Untuk perkembangan komponen inflasi inti (core inflation) di Sulawesi Tenggara masih berada pada level yang stabil. Di Kota Kendari, sub kelompok sandang mengalami tren yang sedikit meningkat selama periode laporan yaitu deflasi sebesar -1,38% (mtm) pada bulan April, deflasi sebesar 0,38% (mtm) pada bulan Mei lalu terjadi inflasi pada bulan Juni sebesar 0,41% (mtm). Sementara untuk kota baubau subkelompok yang mengalami pergerakan harga adalah makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yaitu dari bulan April hingga Juni secara berturut-turut tercatat mengalami inflasi sebesar 0,31% (mtm), 1,91% (mtm) dan 0,90 (mtm). 38

Sumber: PT. PLN (Persero) Tabel 3.3 Kenaikan Tarif Tenaga Listrik Golongan Tarif Mei 2015 Tarif Juni 2015 Kenaikan Tarif (per kwh) (per kwh) R-2, 3.500 VA-5.500 VA Rp1.514,81 Rp1.524,24 0,62% R-3, > 6.600 VA Rp1.514,81 Rp1.524,24 0,62% B-2, 6.600 VA-200 kva Rp1.514,81 Rp1.524,24 0,62% B-3, > 200 kva Rp1.108,70 Rp1.115,60 0,62% I-3, > 200 KVA Rp1.108,70 Rp1.115,60 0,62% I-4, > 30.000 kva Rp1.063,80 Rp1.070,42 0,62% P-1, 6.600 VA-200 kva Rp1.514,81 Rp1.524,24 0,62% P-2, > 200 kva Rp1.108,70 Rp1.115,60 0,62% P-3 Rp1.514,81 Rp1.524,24 0,62% L/TR, TM, TT Rp1.650,73 Rp1.661,01 0,62% 3.3 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan Bank Indonesia selama triwulan II 2015 ini masih di fokuskan kepada koordinasi dalam upaya pemantauan harga berbagai komoditas di pasar, ketersediaan stock dan juga kelancaran aliran distribusi untuk mengantisipasi kenaikan harga selama Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: 1. High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam rangka pengendalian harga kebutuhan pokok menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, pada tanggal 16 Juni 2015, Wakil Gubernur Sultra, H.M. Saleh Lasata memimpin High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sultra dan diputuskan beberapa rekomendasi strategis sebagai berikut: a. Seluruh pihak senantiasa bersinergi dan berkoordinasi secara intens guna memantau dan menjaga pergerakan tingkat harga komoditas bahan pangan yang dapat memicu lonjakan inflasi di Sulawesi Tenggara. b. Seluruh distributor turut serta membantu pemerintah daerah dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan bahan pangan, menjaga pergerakan harga, dan tidak melakukan penimbunan. c. Otoritas kepelabuhanan senantiasa memberikan prioritas kepada semua kapal yang mengangkut komoditas bahan pangan untuk dapat berlabuh dan melakukan aktivitas bongkar muat. d. Dinas Perindustrian dan Perdagangan baik di seluruh kota/kabupaten maupun di tingkat provinsi untuk senantiasa melakukan pemantauan baik stok maupun harga di pasaran, serta melaporkan secara langsung kepada pimpinan apabila terdapat fenomena/kejadian yang diluar pola normal. 39

e. Pertamina agar senantiasa menjaga ketersediaan stok BBM di depot dan turut melakukan pemantauan ketersediaan stok BBM di lapangan, serta segera melakukan pengiriman apabila terdapat SPBU yang mengalami kehabisan/kekurangan stok. f. Mengadakan operasi pasar (sidak) secara berkala dan melaksanakan kegiatan pasar murah guna menjamin pemenuhan kebutuhan dari masyarakat dan menjaga pergerakan tingkat harga. g. Senantiasa meningkatkan kerjasama antar daerah guna menutupi defisit ketersediaan stok bahan pangan di salah satu daerah. h. Melakukan identifikasi terkait potensi dan kendala yang terdapat di setiap daerah. i. Penyaluran Raskin dari Bulog Divre Sultra dipercepat, khususnya dalam rangka persiapan memasuki hari raya idul fitri. j. Dengan segera melakukan tindak lanjut atas hasil temuan kepolisian, serta melakukan sidak dan pengawasan secara berkala di lapangan. k. Mendorong pemerintah daerah untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi panganan lokal gunan mengurangi konsumsi beras. l. Meningkatkan pengawasan barang guna memastikan kesesuaian volume barang dengan informasi yang tercantum dalam kemasan. 2. Sidak ke Berbagai Tempat Strategis, seperti Gudang Bulog, Pasar serta Pelabuhan. Menindaklanjuti hasil High Level Meeting TPID Provinsi Sulawesi Tenggara melakukan sidak ke beberapa lokasi strategis guna memastikan kesiapan daerah dalam menghadapi Bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Salah satu tempat yang menjadi lokasi peninjauan adalah gudang Bulog Divre Sultra dan berdasarkan hasil kunjungan tersebut diketahui bahwa cadangan beras Bulog masih sangat memadai, cukup untuk memenuhi kebutuhan beras hingga 6 bulan mendatang. Selain ke gudang Bulog, TPID juga menuju beberapa pasar di Kota Kendari untuk memantau secara langsung perkembangan pergerakan harga serta ketersediaan bahan kebutuhan pokok Kegiatan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua TPID Prov. Sultra sekaligus Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Dr. H. Lukman Abunawas. Kegiatan sidak diawali dari Pasar Basah Mandonga yang merupakan salah satu pasar tradisional yang banyak dikunjungi masyarakat. Pedagang beras, telur, daging ayam dan sapi serta bumbu-bumbuan merupakan sasaran sidak tersebut. Dari kegiatan itu diketahui beberapa harga bahan pokok mulai mengalami peningkatan harga seiring dengan naiknya permintaan menjelang memasuki Bulan Ramadhan. Meskipun demikian, kenaikan harga yang terjadi masih dalam tingkatan yang wajar, sementara untuk ketersediaan stok barang pokok masih aman dan diperkirakan cukup untuk memenuhi permintaan Ramadhan hingga Idul Fitri. Selain melakukan pemantauan harga, tim sidak juga 40

melakukan pemeriksaan barang dagangan khususnya makanan kue kering dalam kemasan tanpa label untuk memastikan barang yang dijual aman dikonsumsi. TPID Sultra juga melakukan kunjungan pelabuhan bongkar muat yang dikelola oleh PT. Pelindo IV. Kunjungan ke pelabuhan bongkar muat ini bertujuan untuk memastikan distribusi barang berjalan dengan lancar. Dari hasil inspeksi diketahui bahwa arus terpantau arus distribusi masih normal dan waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat terhitung cepat yakni 24 Jam hingga 2,5 hari. Kendati terjadi peningkatan arus barang masuk menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri namun tidak terjadi antrian kapal yang akan masuk pelabuhan. 3. Pasar Murah Guna mengurangi tekanan inflasi yang terjadi di Bulan Ramadhan dan Idul Fitri pemerintah daerah bekerjasama dengan Bank Indonesia mengadakan kegiatan pasar murah. Pada tanggal 19 Juni 2015 pemerintah provinsi mengadakan pasar murah di kecamatan Abeli dan dibuka langsung oleh Ketua TPID Provinsi Sulawesi Tenggara, Dr. H. Lukman Abunawas. Sementara untuk pasar murah yang diadakan oleh pemerintah Kota Kendari diadakan di 10 kecamatan secara bergilir. Rangkaian pasar murah tersebut dibuka oleh Walikota Kendari, Dr. Ir. H. Asrun pada tanggal 22 Juni 2015 bertempat di Kantor Kecamatan Baruga. 41

Halaman ini sengaja dikosongkan 42

Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Bab 4 Kinerja perbankan di Sulawesi tenggara pada Triwulan II 2015 mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari adanya percepatan pertumbuhan baik dari penghimpunan dana maupun kredit yang disalurkan kepada masyarakat. Meskipun demikian, ketahanan perbankan yang tercermin dari risiko kredit mengalami peningkatan meskipun masih berada dalam level yang aman. 43

4.1 KONDISI UMUM PERBANKAN 1 Secara umum, perkembangan sistem keuangan terutama kinerja perbankan di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan seiring dengan akselerasi perekonomian Sulawesi Tenggara yang terjadi pada Triwulan II 2015. Hal ini terlihat dari peningkatan pertumbuhan aset, DPK dan juga penyaluran kredit kepada masyarakat. Meskipun demikian, peningkatan kinerja tersebut diiringi dengan peningkatan risiko kredit walau secara umum masih dapat dijaga pada level yang aman. 4.1.1 Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan II 2015, jumlah bank umum di Sulawesi Tenggara tidak mengalami banyak perubahan dari triwulan sebelumnya yaitu sebanyak 26 bank. Begitu pula dengan jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak 17 BPR (Tabel 4.1). Tabel 4.1.Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR KATEGORI 2012 2013 2014 2015 I II III IV I II Bank Umum 21 24 25 25 25 26 26 26 Konvensional 18 18 19 19 19 19 19 19 UUS 3 3 3 3 3 3 3 3 Syariah 3 6 6 6 6 7 7 7 Jumlah Kantor Bank Umum 147 190 199 224 224 237 236 236 BPR 12 12 12 12 12 17 17 17 Jumlah Kantor 18 18 18 18 18 25 25 25 Jumlah kantor termasuk KP, Kanwil, KC, KCP, BRI Unit, dan KK Sumber: LBU & LBBPR 4.1.2 Aset Perbankan Tabel 4.2.Aset Perbankan Sulawesi Tenggara Pertumbuhan (%, yoy) Nominal Aset (Rp miliar) KATEGORI 2014 2015 2014 2015 I II III IV I II I II III IV I II Total Aset 9,2 14,7 4,8 6,2 10,8 13,3 17.960 19.242 18.761 17.930 19.902 21.796 Bank Umum 9,1 14,5 4,6 5,8 10,5 12,9 17.827 19.100 18.598 17.743 19.702 21.562 Bank Pemerintah 7,6 16,6 5,7 6,2 12,8 14,3 13.862 15.136 14.736 13.811 15.634 17.303 Bank Swasta Nasional 14,6 7,4 0,5 4,7 2,6 7,5 3.965 3.964 3.862 3.932 4.068 4.259 BPR 28,0 36,0 45,8 64,7 50,9 64,4 132,7 142,2 163,0 187,0 200,3 233,8 Sumber: LBU & LBBPR Total aset perbankan di Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 13,3% (yoy) atau menjadi Rp21,80 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,8%-yoy (Tabel 4.2). Peningkatan pertumbuhan aset tersebut terjadi pada semua kategori bank, 1 Asesmen perkembangan perbankan di Sulawesi Tenggara di bab ini menggunakan data lokasi bank untuk kredit/pembiayaan yang disalurkan dan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun. 44

baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat (BPR). Bahkan pertumbuhan aset BPR pada triwulan II 2015 mencapai 64,4% (yoy) sementara aset bank umum hanya tumbuh sebesar 12,9% (yoy). Secara umum, bank pemerintah masih mendominasi industri perbankan di Sulawesi Tenggara dengan porsi aset mencapai 79,38%. Adapun porsi BPR masih sangat kecil yaitu sebesar 1,07%. 4.1.3 Intermediasi Perbankan Dana Pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh bank umum pada triwulan II 2015 mengalami peningkatan pertumbuhan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, dari 9,5% (yoy) di triwulan I menjadi 12,4% (yoy) di triwulan II. Secara nominal, jumlah dana yang berhasil dihimpun tersebut mencapai Rp13,67 triliun. Peningkatan kinerja tersebut didorong oleh pertumbuhan deposito yang mencapai 50,1% (yoy) dan giro sebesar 9,5% (yoy). Sementara itu, untuk tabungan masih mengalami kontraksi sebesar 0,8% (yoy). Dari sisi penyaluran kredit, secara keseluruhan penyaluran kredit oleh bank umum juga mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi. Pada triwulan II 2015, kredit perbankan tumbuh sebesar 11,3% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,4% (yoy). Secara nominal, kredit perbankan yang disalurkan sampai dengan pertengahan tahun 2015 tersebut mencapai Rp15,17 triliun. Peningkatan penyaluran kredit tersebut lebih dipengaruhi adanya perbaikan pada penyaluran kredit investasi dan kredit modal kerja. Pada periode laporan kredit investasi mengalami akselerasi sebesar 3,3% (yoy) setelah sebelumnya terkontraksi sebesar 1,8% (yoy). Sedangkan untuk kredit modal kerja mengalami pertumbuhan sebesar 10,6% (yoy) setelah pada periode sebelumnya hanya tumbuh sebesar 4,9% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi yang mendominasi kredit di Sulawesi Tenggara hanya tumbuh sebesar 13,3% (yoy) pada triwulan II 2015, melambat daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,8% (yoy) sehingga menahan percepatan pertumbuhan kinerja kredit perbankan di Sulawesi Tenggara. Tabel 4.3.Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp miliar) KATEGORI 2014 2015 2014 2015 I II III IV I II I II III IV I II DPK Bank Umum 8,7 12,1 10,2 4,0 9,5 12,4 11.502 12.166 12.440 11.476 12.597 13.675 Giro 8,7 12,1 10,2 4,0 9,5 12,4 3.223 3.807 3.670 2.138 3.475 4.169 Tabungan 2,3 15,6 2,7-5,5 7,8 9,5 6.002 5.971 6.084 6.733 5.887 5.923 Deposito 6,5 3,6 2,8-2,9-1,9-0,8 2.277 2.387 2.685 2.604 3.235 3.583 Kredit Bank Umum 17,6 13,6 11,0 9,4 10,4 11,3 13.089 13.633 13.910 14.186 14.444 15.174 Modal Kerja 7,9 10,5 8,7 7,3 4,9 10,6 3.782 3.858 3.918 3.932 3.967 4.266 Investasi 44,0-2,0-7,7-11,4-1,8 3,3 1.720 1.647 1.643 1.671 1.689 1.701 Konsumsi 18,0 19,1 16,8 15,8 15,8 13,3 7.586 8.128 8.349 8.583 8.787 9.206 LDR 113,8 112,1 111,8 123,6 114,7 111,0 NPLs Gross 2,14 2,49 2,59 2,36 2,88 3,06 Sumber: LBU 45

Meskipun demikian, kondisi intermediasi perbankan yang diindikasikan dengan indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) masih berada pada tren yang menurun. Pada triwulan II 2015 LDR bank umum di Sulawesi Tenggara mencapai 111,0%, lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang mencapai 114,7%. Hal tersebut terjadi karena pertumbuhan penghimpunan dana lebih besar dari pertumbuhan pada penyaluran kredit. Selain itu, peningkatan kredit perbankan juga diiringi dengan peningkatan risiko kredit yang tercermin dari indikator Non Performance Loans (NPLs) Gross dari 2,88 pada triwulan I 2015 menjadi 3,06 pada periode laporan. Meskipun demikian, perbankan Sulawesi Tenggara masih dapat menjaga risiko kredit pada batas yang aman (di bawah 5%). 4.1.4 Bank Syariah Aset bank syariah pada triwulan II 2015 tumbuh tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan syariah di Sulawesi Tenggara tumbuh sebesar 16,5% (yoy) atau menjadi Rp1,17 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 20,8% (yoy). Dengan pertumbuhan yang tinggi tersebut, pangsa aset perbankan syariah meningkat dari 4,9% menjadi 5,4%. Peningkatan aset tersebut juga dipengaruhi oleh perbaikan kinerja penghimpunan DPK yang pada periode laporan dapat tumbuh sebesar 3,5% (yoy). KOMPONEN Sumber: LBU Tabel 4.4.Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Pertumbuhan (%, yoy) I II III IV I II I II III IV I II Aset Bank Syariah 14,2-8,3-25,9-6,8-20,8 16,5 1.224 1.003 925 903 969 1.169 %Aset thd Total Aset Bank 6,9 5,3 5,0 5,1 4,9 5,4 DPK 35,3 14,6 11,8 0,8-12,1 3,5 639 533 568 602 561 551 Giro -19,1-10,9 40,8 22,3 24,6 23,2 30,1 28,9 42,1 42,9 37,5 35,6 Tabungan 13,0 5,0 5,5-1,5-2,1 1,9 312,6 291,1 311,1 351,7 306,2 296,6 Deposito 87,4 37,1 17,1 1,1-26,5 3,0 295,8 212,5 215,4 207,6 217,3 218,9 Pembiayaan 45,6 34,0 29,2 18,4 10,8 4,6 755 811 846 853 837 849 FDR 61,7 80,9 91,5 94,5 86,4 72,6 NPF Gross 3,08 3,72 3,83 4,80 5,00 5,37 Meskipun dari sisi aset dan penghimpunan DPK mengalami peningkatan pertumbuhan, namun untuk penyaluran pembiayaan masih mengalami perlambatan. Pada triwulan I 2015 pembiayaan bank syariah dapat tumbuh sebesar 10,8% (yoy), namun pada periode laporan hanya dapat tumbuh sebesar 4,6% (yoy). Hal ini menyebabkan rasio Finance deposit ratio (FDR) mengalami penurunan dari 86,4% menjadi 72,6% di triwulan II 2015. Sementara itu, risiko pembiayaan di bank syariah juga semakin meningkat sehingga perbankan syariah diharapkan lebih selektif dalam menyalurkan dana yang dimilikinya kepada calon debitur. Nominal (Rp miliar) 2014 2015 2014 2015 46

4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat Di triwulan II 2015, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh tinggi. Aset BPR tumbuh sebesar 64,4% (yoy) sehingga secara nominal asetnya mencapai RP233,8 miliar. Penghimpunan DPK juga tumbuh sebesar 35,4% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumya yang tumbuh sebsar 18,8% (yoy). Bahkan penyaluran kredit juga tumbuh tinggi sebesar 47,5% (yoy) dengan nominal kredit sebesar Rp169,95 miliar. Meskipun demikian, tingkat intermediasi BPR masih relatif rendah bahkan berada pada tren yang menurun diiringi dengan tingkat risiko kredit yang masih tinggi. KOMPONEN Tabel 4.5.Perkembangan Indikator BPR NPLs Gross 11,30 10,10 9,80 8,30 10,40 9,40 Sumber: LBBPR 4.2 STABILITAS SISTEM KEUANGAN 4.2.1 Ketahanan Sektor Keuangan dari Sisi Korporasi 2 Di triwulan II 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh kredit usaha kategori perdagangan. Kredit korporasi (di luar kredit konsumsi) pada triwulan I 2015 mencapai Rp5,96 triliun, dengan pangsa terbesar adalah kategori perdagangan yaitu sebesar 68,6%. Adapun porsi kredit untuk kategori pertanian, pertambangan dan industri pengolahan masih relatif kecil yaitu masing-masing sebesar 2,5%, 1,0% dan 2,9%. Rendahnya penyaluran kredit ke kategori utama tersebut menunjukkan peran perbankan pada kategori utama masih memiliki ruang untuk ditingkatkan. Pertumbuhan (%, yoy) I II III IV I II I II III IV I II Aset BPR 28,0 36,0 45,8 64,7 50,9 64,4 132,7 142,2 163,0 187,0 200,3 233,8 DPK 27,3 19,1 22,3 19,9 18,8 35,4 77,881 77,124 85,19 93,854 92,5 104,424 Kredit 25,6 29,7 41,4 40,0 42,9 47,5 105,848 115,21 129,871 135,744 151,231 169,953 FDR 79,8 81,0 79,7 72,6 75,5 72,7 Pada periode laporan, percepatan kinerja kredit dipicu oleh pertumbuhan kinerja kredit di kategori konstruksi yang tumbuh sebesar 14,2% (yoy) pada triwulan I menjadi tumbuh sebesar 19,1% (yoy) pada triwulan II 2015. Hal ini terjadi seiring dengan percepatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kategori konstruksi dan investasi. Meskipun demikian, ketahanan kategori konstruksi mengalami pelemahan pada triwulan II 2015 dibanding dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari rasio NPL kategori konstruksi yang naik dari 5,3% menjadi 5,6% pada triwulan II 2015. NPL yang berada di atas 5% tersebut masih menjadi titik kritis dan dapat mempengaruhi perbankan dalam menyalurkan kreditnya ke kategori tersebut. Nominal (Rp miliar) 2014 2015 2014 2015 2 Asesmen Ketahanan Sektor Keuangan sisi Korporasi menggunakan pendekatan kredit kepada korporasi dilihat secara sektoral untuk kredit investasi dan kredit modal kerja. 47

Lebih lanjut, kinerja penyaluran kredit kategori pertanian, perburuan dan kehutanan menunjukkan percepatan pertumbuhan dari 4,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 20,54% (yoy) pada periode laporan, hal ini sejalan dengan masuknya musim panen pada periode laporan sehingga para petani membutuhkan bantuan dana untuk memanen lahannya. Membaiknya kondisi kategori pertanian khususnya di tanaman pangan dan perkebunan turut mendorong perbaikan ketahanan kategori ini. Hal ini terlihat dari rasio NPL yang turun dari 4,1% menjadi 3,3% pada triwulan II 2015. 150 100 Pertanian (%) Perikanan (%) Pertambangan & Penggalian (%) Pengolahan (%) Konstruksi (%) Perdagangan (%) 15 10 Pertanian (%) Perikanan (%) Pertambangan & Penggalian (%) Pengolahan (%) Konstruksi (%) Perdagangan (%) Batas Aman NPL 50 5 - I II III IV I II III IV I II (50) 2013 2014 2015 - I II III IV I II III IV I II (100) 2013 2014 2015 Sumber: LHBU BI Provinsi Sultra Sumber: LHBU BI Provinsi Sultra Grafik 4.1.Pertumbuhan Kredit Kategori Utama Grafik 4.2.NPL Kredit Kategori Utama Selain itu, terdapat beberapa ketahanan kategori utama Sulawesi Tenggara yang mengalami tekanan pada triwulan II 2015 dibanding dengan triwulan sebelumnya. Kategori utama yang mengalami peningkatan tekanan yaitu kategori pertambangan dan kategori penyediaan akomodasi dan makan minum. Rasio NPL kredit kategori pertambangan meningkat dari 8,5% pada triwulan I menjadi 13,5% pada triwulan II. Di sisi lain, rasio NPL kategori penyediaan akomodasi dan makan minum tercatat sebesar 7,1%, meningkat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,8%. Hal ini patut untuk di waspadai mengingat NPL di kedua kategori tersebut telah berada di atas 5%. 4.2.2 Ketahanan Sektor rumah tangga 3 Pada triwulan II 2015, pertumbuhan kredit sektor rumah tangga yang dicerminkan oleh kredit konsumsi mengalami pertumbuhan yang melambat dibandingkan periode laporan sebelumnya. Pada periode laporan, kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 12,9% (yoy), melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 19,7% (yoy). Hal tersebut terutama disebabkan turunnya minat konsumen untuk membeli barang selain kebutuhan pokok. Kondisi tersebut terlihat dari turunnya Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama 3 Asesmen Ketahanan Sektor Rumah Tangga menggunakan pendekatan pemberian kredit konsumsi. 48

berdasarkan Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara dari 87 pada triwulan I 2015 menjadi 85 pada triwulan II 2015. 250 200 150 100 50 - (50) (100) I II III IV I II III IV I II 2013 2014 2015 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 - I II III IV I II III IV I II (150) Otomotif (%) Multiguna (%) Perumahan dan Apartemen (%) Lainnya (%) 2013 2014 2015 Otomotif (%) Multiguna (%) Perumahan dan Apartemen (%) Lainnya (%) Sumber: LHBU BI Provinsi Sultra Sumber: LHBU BI Provinsi Sultra Grafik 4.3. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.4.NPL Kredit Rumah Tangga Secara umum ketahanan sektor rumah tangga mengalami peningkatan pada triwulan II 2015. Hal ini tercermin dari rasio NPL untuk kredit rumah tangga yang sedikit mengalami penurunan dari 1,4% pada triwulan I 2015 menjadi 1,3% pada triwulan II 2015, hanya kredit yang diberikan kepada kategori otomotif yang mengalami peningkatan tekanan dari 1,5% pada triwulan I menjadi 1,7 % pada triwulan II 2015. Ketahanan sektor rumah tangga yang masih kuat juga terlihat dari kondisi keuangan rumah tangga berdasarkan Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa porsi pembayaran cicilan pinjaman terhadap pendapatan (debt to income ratio) menurun sebesar 1,3 % dari bulan sebelumnya menjadi 16,8%. Penurunan tersebut disebabkan oleh peningkatan porsi tabungan terhadap pendapatan (savings to income) yang meningkat sebesar 1,8% dari bulan sebelumnya menjadi 25,1%. Sementara untuk porsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi (average propensity to consume ratio) relatif tidak mengalami perubahan di periode laporan yaitu tercatat sebesar 59,7%. Meskipun mengalami penurunan namun porsi pembayaran cicilan pinjaman masih berada pada level yang tidak berpotensi untuk mengganggu stabilitas sistem keuangan di Sulawesi Tenggara. 70,0 60,0 59,8 62,4 64,6 65,0 57,5 58,9 59,2 58,7 59,8 59,7 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 22,1 24,2 25,7 27,3 16,9 20,1 17,0 17,0 25,3 25,3 27,2 27,3 20,1 18,2 16,9 17,3 23,9 25,1 18,6 16,8 0,0 I II III IV I II III IV I II 2013 2014 2015 - Konsumsi - Cicilan pinjaman - Tabungan Sumber: Survei Konsumen BI Provinsi Sultra 49

Grafik 4.5. Komposisi Penggunaan Pendapatan Rumah Tangga 4.3 PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Berbeda dengan kondisi kredit perbankan secara umum, laju pertumbuhan kredit UMKM mengalami perlambatan, dari semula tumbuh sebesar 10,7% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 8,8% (yoy) di periode laporan. Perlambatan tersebut utamanya disebabkan oleh perlambatan yang terjadi di kategori perdagangan besar dan eceran yang memiliki pangsa terbesar yakni 71,4% dari keseluruhan penyaluran kredit kepada UMKM. Pada periode laporan, pertumbuhan ekonomi di kategori perdagangan besar dan eceran tercatat hanya sebesar 8,8% (yoy), melambat jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 12,3% (yoy). 35 30 25 20 15 10 5 - I II III IV I II III IV I II 2013 2014 2015 g Kredit (%) Rasio NPL (%) Batas aman NPL 7 6 5 4 3 2 1 - Sumber: LHBU BI Provinsi Sultra Grafik 4.6. Kinerja Kredit dan NPL Kredit UMKM Sementara itu, ketahanan kategori UMKM menunjukan pelemahan. Hal ini ditunjukkan dengan level NPL kredit UMKM sebesar 6,5%, lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang mencapai 5,9%. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan rasio NPL untuk kategori perdagangan besar dan eceran yang melemah dari 5,2% pada periode sebelumnya menjadi 5,5% di triwulan II 2015. Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya memberikan dan memfasilitasi kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk menabung dan melakukan pengelolaan keuangan. Pada bulan Mei 2015, telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan, elektronifikasi dan keuangan inklusif kepada 31 orang mahasiswa Universitas Haluoleo. 50

Indikator akses keuangan di Sultra terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sultra tetap menunjukkan tren peningkatan yaitu sebesar 117,99% pada triwulan II 2015. Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu atau terdapat penduduk bukan angkatan kerja yang juga memilikinya seperti siswa sekolah maupun mahasiswa. Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara menunjukkan sedikit peningkatan dari 15,77% di bulan Februari 2015 menjadi 16,30% di akhir triwulan II 2015. Masih rendahnya rasio rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan masih sedikit digunakan oleh masyarakat di provinsi ini dan masih terdapat ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa yang akan datang. 140 120 100 90,58 126,83 124,29 108,43 115,47 114,33 117,99 20 18 16 14 17,73 16,68 16,89 16,25 15,69 15,77 16,30 14,02 14,14 12,77 80 60 76,12 69,32 71,54 12 10 8 40 6 20 4 2 0 Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Juni 0 Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Juni 2011 2012 2013 2014 2015 2011 2012 2013 2014 2015 *Jumlah penduduk bekerja Juni 2015 diasumsikan sama dengan Feb 2015 Sumber: LHBU, BPS (diolah) Grafik 4.7. Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja *Jumlah penduduk bekerja Juni 2015 diasumsikan sama dengan Feb 2015 Sumber: LHBU, BPS (diolah Grafik 4.8.Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 51

Halaman ini sengaja dikosongkan 52

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Bab 5 Sejalan dengan akselerasi perekonomian dan perbaikan kinerja perbankan di Sulawesi tenggara, kondisi sistem pembayaran juga menunjukkan adanya perbaikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan transaksi keuangan non-tunai baik yang melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Sementara di sisi layanan uang tunai, pada triwulan laporan tercatat mengalami net outlow akibat peningkatan kebutuhan masyarakat akan uang fisik menjelang Hari Raya idul Fitri terutama untuk kebutuhan pecahan kecil. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa melakukan kegiatan pengelolaan uang tunai melalui kegiatan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, pemusnahan uang tidak layak edar dan edukasi ciri-ciri keaslian uang rupiah. 53

5.1 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS Transaksi pembayaran non-tunai nominal besar melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara total, nilai traksaksi BI-RTGS Sulawesi Tenggara di triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp48,9 triliun atau tumbuh hingga 60,0 % (yoy). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sultra dengan nilai Rp18,4 triliun, lebih tinggi dari aliran yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sultra yang tercatat sebesar Rp13,1 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sultra (from-to) yang tercatat sebesar Rp9,4 triliun. Peningkatan yang terjadi pada transaksi BI-RTGS tersebut sejalan dengan akselerasi pertumbuhan perekonomian Sulawesi Tenggara. 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 - %, yoy Rp Triliun 18,4 57 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 2015 RTGS From g RTGS From (sb. Kanan) 140 120 100 80 60 40 20 - (20) (40) (60) 16 14 12 10 8 6 4 2 - %, yoy Rp Triliun 13,1 51 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 2015 RTGS To g RTGS To (sb. Kanan) 250 200 150 100 50 - (50) (100) Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sultra). Grafik 5.2. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sultra). Pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk ke Sultra, yang keluar dari Sultra, serta antara bank-bank di Sultra menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sultra kepada perbankan di luar Sultra mengalami akselerasi pada triwulan II 2015, yaitu dari 20,1% (yoy) menjadi 56,7% (yoy). Ekspansi juga terjadi pada transaksi RTGS yang masuk ke perbankan Sultra dari luar Sultra yaitu sebesar 51,1% (yoy) setelah sebelumnya sebesar 22,9% (yoy). Sementara untuk transaksi antar bank yang ada di Sultra mengalami peningkatan dari, 22,9% (yoy) menjadi 82,5% (yoy). Seiring dengan peningkatan nilai transaksi RTGS, jumlah transaksi RTGS juga mengalami peningkatan. Selama triwulan II 2015 jumlah transaksi RTGS tercatat sebesar 10.057 transaksi, meningkat sebenyak 544 transaksi dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 9.513 transaksi. Seperti halnya nilai transaksi, volume transaksi RTGS masih di dominasi oleh transaksi dari perbankan Sultra (58,6%) diikuti oleh transaksi menuju perbankan Sultra (30,3%) dan transaksi antar perbankan di Sultra (11,1%) 54

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 - %, yoy Rp Triliun 9 83 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 300 250 200 150 100 50 - (50) (100) RTGS From -To 23% RTGS To 32% RTGS From 45% 2011 2012 2013 2014 2015 RTGS From -To g RTGS From -To (sb. Kanan) Grafik 5.3. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sultra). Grafik 5.4.Pangsa RTGS 5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring Perputaran Kliring Keterangan Tabel 5.1.Perputaran Transaksi Kliring 2013 2014 2015 I II III IV I II III IV I II - Nominal (miliar) 38,7 34,1 43,0 43,4 37,6 39,0 43,5 40,8 29,3 40,8 - Lembar (ribu) 906,7 1.022,8 1.162,2 869,0 801,5 873,6 1.049,5 878,4 646,2 878,4 Rata-rata Harian Perputaran Kliring - Nominal (juta) 613,7 541,3 683,0 689,1 597,0 618,4 690,1 647,4 465,4 647,4 - Lembar (ribu) 14,4 16,2 184,5 13,8 12,7 13,9 16,7 13,9 10,3 13,9 Penolakan Cek/BG Kosong - Nominal (juta) 464,0 613,0 513,0 521,0 862,0 723,0 665,0 1.273,0 1.273,0 770,0 - Lembar (ribu) 18,6 19,9 15,1 16,2 20,3 14,9 15,7 28,8 28,8 32,0 Sejalan dengan transaksi melalui RTGS, transaksi pembayaran non-tunai melalui sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pun mengalami peningkatan pada triwulan II 2015, baik dari sisi volume maupun nominalnya. Jumlah nilai kliring pada periode laporan tercatat sebesar Rp40,8 miliar. Nilai kliring tersebut mengalami peningkatan pertumbuhan yaitu sebesar 4,7 % (yoy) setelah pada periode sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 22,1% (yoy). Sementara itu, dari sisi jumlah transaksi juga mengalami peningkatan dari semula tercatat mengalami kontraksi sebesar 19,4% (yoy) menjadi tumbuh sebesar 0,6% (yoy). Peningkatan ini sejalan dengan akserasi yang terjadi aktivitas ekonomi Sulawesi Tenggara. Sementara itu, penolakan Cek/BG kosong mengalami penurunan baik dari sisi nilai maupun jumlah transaksi. 5.2 PENGELOLAAN UANG TUNAI 5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal Transaksi pembayaran tunai pada triwulan II 2015 mengalami perbedaan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II, aliran uang yang masuk ke KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara (inflow) mengalami penurunan sebesar 54,1% (qtq) sedangkan untuk outflow mengalami peningkatan sebesar 300,8% (qtq) sehingga pada triwulan II 2015 mengalami netoutflow, dimana pada triwulan sebelumnya terjadi net inflow. Hal tersebut dikarenakan pada 55

periode laporan terdapat bulan Ramadhan dan akan memasuki Hari Raya Idul Fitri sehingga kebutuhan masyarakat akan uang tunai terutama dalam nominal kecil meningkat. 1.600 Rp Triliun %, yoy 600 800 1.400 500 600 1.200 1.000 800 600 400 200 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 2015 400 300 200 100 - (100) 400 200 - (200) (400) (600) (800) (1.000) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 2015 Inflow Outflow g Inflow (sb. Kanan) g Outflow (sb. Kanan) (1.200) Sumber: KPwBI Prov Sultra Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Sumber: KPwBI Prov Sultra Grafik 5.6.Selisih Inflow dan Outflow 5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia secara berkala terus menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Terhitung mulai bulan maret 2015, Bank Indonesia memperluas jaringan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat atas uang layak edar, dengan mengajak perbankan yang ada di Sulawesi Tenggara. Sementara untuk usaha yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara adalah dengan melakukan kas keliling, baik untuk dalam kota Kendari maupun di luar Kota Kendari hingga wilayah terpencil yang sulit dijangkau. Berdasarkan administrasi kegiatan yang ada, dari April hingga Juni 2015, kegiatan kas keliling telah dilakukan sebanyak 16 (enam belas) kali, dengan rincian 11(sebelas) kali di Kota Kendari dan 5 (lima) kali di Luar Kota Kendari, antara lain di Kabupaten Bombana, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan dengan total nominal sebesar Rp 7,9 miliar. Di samping itu, juga melakukan distribusi uang ke daerah Kota Baubau dan sekitarnya dengan melakukan kas titipan bekerjasama dengan salah satu bank yang ada di Kota Baubau. Di sisi lain, demi menjaga agar kualitas uang yang diterima masyarakat dalam kondisi yang baik, Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE selama triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp177,3 miliar. 5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan pada triwulan II 2015. Selama triwulan II 2015, telah ditemukan sebanyak 107 lembar, yang didominasi oleh pecahan uang Rp 100.000,- sebanyak 104 lembar. Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, 56

juga telah senantiasa melakukan kegiatan sosialisi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Selama triwulan II 2015 kegiatan tersebut telah dilakukan sebanyak 4 kali yaitu di Kota Kendari,Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe Utara. 250 Rp, Miliar %, yoy 1.200 200 1.000 800 150 600 100 400 50 200 - - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (200) 97% 2011 2012 2013 2014 2015 Pecahan 100.000 Pecahan 50.000 Pecahan 20.000 Pecahan 5.000 Nominal UTLE g Nominal UTLE (sb.kanan) Sumber: KPwBI Prov Sultra Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Sumber: KPwBI Prov Sultra Grafik 4.4. Temuan Uang Palsu 57