tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung

dokumen-dokumen yang mirip
Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

MATURASI SEL LIMFOSIT

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

Gambar: Struktur Antibodi

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

RESPON IMUN HUMORAL. Definisi Sistem limfoid (imun)

Respon imun adaptif : Respon humoral

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

HASIL DAN PEMBAHASAN

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. Sistematika tanaman mahkota dewa adalah sebagai berikut:

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

BAB II PEMBAHASAN A. MEKANISME SISTEM IMUN

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis

MAKALAH SEROLOGI DAN IMUNOLOGI

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari tumbuhan Keladi Tikus adalah sebagai berikut : Spesies : Typhonium flagelliforme (Anonim, 2009)

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

IMUNOLOGI DASAR. Sistem pertahanan tubuh terbagi atas : Sistem imun nonspesifik ( natural / innate ) Sistem imun spesifik ( adaptive / acquired

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

MOLEKUL PENGENAL ANTIGEN

Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari

Manifestasi penyakit infeksi akibat langsung DARI pathogen mikrobial, DAN interaksinya dengan system imun pejamu. Macam respons imun dan penyebab

PATOLOGI SERANGGA (BI5225)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari tumbuhan daun bangun-bangun adalah : Jenis : Coleus amboinicus Lour. (Depkes RI, 2000)

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

SISTEM IMUNITAS MANUSIA SMA REGINA PACIS JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

PRINSIP DASAR SISTEM IMUN

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit.

Fransiska Ayuningtyas W., M.Sc., Apt

PRINSIP UMUM IMUNITAS INNATE DAN ADAPTIF

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

PRINSIP DASAR SISTEM IMUN. OLEH : Purnomo Soeharso Departemen Biologi Medik FKUI

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

SISTEM PEREDARAN DARAH

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

IMUNOLOGI TUMOR ELLYZA NASRUL

Materi: A. Jaringan Limfoid B.1. Jaringan limfoid primer B.2. Jaringan limfoid sekunder B. Limfosit A.1. Ontogeni A.2. Klasifikasi C.

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus

ANTIGEN, ANTIBODI, KOMPLEMEN. Eryati Darwin Fakultas Kedokteran Universitas andalas

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pembentukan Reseptor Antigen

PENJELASAN IMUNOPATOLOGI. Oleh : I. Ketut Sudiana PADA POKOK BAHASAN INI AKAN DIBAHAS MEKANISME TERJADINYA PENYIMPANGAN SISTEM IMUN, YAITU MELIPUTI :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUN PADA MANUSIA

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penggunaan obat-obat kemoterapi seperti doxorubicin memiliki efek

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

HOST. Pejamu, adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi. Penting dalam terjadinya penyakit karena :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh. Sistem imun dirancang untuk melindungi inang (host) dari patogenpatogen penginvasi dan untuk menghilangkan penyakit. Sistem imun diklasifikasikan sebagai sistem imun bawaan (innate immunity system) atau sering juga disebut respon/sistem nonspesifik serta sistem imun adaptif (adaptive immunity system) atau respon/sistem spesifik, bergantung pada derajat selektivitas mekanisme pertahanan. Sistem imun terbagi menjadi dua cabang: imunitas humoral, yang merupakan fungsi protektif imunisasi dan imunitas selular, yang fungsi protektifnya berkaitan dengan sel. Dalam menghadapi serangan benda asing yang dapat menimbulkan infeksi atau kerusakan jaringan, tubuh manusia dibekali sistem pertahanan untuk melindungi dirinya. Sistem pertahanan tubuh yang dikenal sebagai mekanisme imunitas alamiah ini, merupakan tipe pertahanan yang mempunyai spektrum luas, yang artinya tidak hanya ditujukan kepada antigen yang spesifik. Selain itu, di dalam tubuh manusia juga ditemukan mekanisme imunitas didapat yang hanya diekspresikan dan dibangkitkan karena paparan antigen yang spesifik. Tipe yang terakhir ini, dapat dikelompokkan manjadi imunitas yang didapat secara aktif dan didapat secara pasif. Berbagai bahan organik dan anorganik, baik yang hidup maupun yang mati, asal hewan, tumbuhan, jamur bakteri, virus, parasit, berbagai debu dalam polusi, uap, asap dan lain-lain iritan, ditemukan dalam lingkungan hidup dan kerja kita sehingga setiap saat bahan-bahan tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan berbagai penyakit bahkan kerusakan jaringan. Selain itu, sel tubuh yang menjadi 1

tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yaitu sistem imun yang melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen. Respon imun seseorang terhadap unsur-unsur patogen sangat bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenal molekulmolekul asing atau antigen yang terdapat pada permukaan unsur patogen dan kemampuan untuk melakukan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan antigen. Respon imun diperlukan untuk tiga hal yaitu pertahanan, homeostatis dan pengawasan. Yang pertama ditujukan untuk infeksi mikroorganisme, yang kedua terhadap eliminasi kompone-komponen tubuh yang sudah tua dan yang ketiga dibutuhkan untuk menghancurkan sel-sel yang bermutasi terutama yang menjadi ganas. Dengan perkataan lain, respon imun dapat diartikan sebagai suatu sistem agar tubuh dapat mempertahankan keseimbangan antara lingkungan di luar dan di dalam tubuh. Respon imun spesifik berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Bila sel sistem imun tersebut berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan olehnya. Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menghancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem ini disebut spesifik. Sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun 2

nonspesifik untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi badan, tetapi pada umumnya terjalin kerjasama yang baik antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara sel T-makrofag. Sel-sel leukosit lain yang memegang peran penting dalam respon imun adalah limfosit, bahkan limfosit merupakan inti dalam proses respon imun spesifik karena sel-sel ini dapat mengenal setiap jenis antigen, baik antigen yang terdapat dalam intraseluler maupun ekstraseluler misalnya dalam cairan tubuh atau dalam darah. Antigen dapat berupa molekul yang berada pada permukaan unsur patogen atau dapat juga merupakan toksin yang diproduksi oleh patogen bersangkutan. Sebenarnya ada beberapa subpopulasi limfosit-limfosit tetapi secara garis besar limfosit digolongkan dalam dua populasi yaitu limfosit T yang berfungsi dalam respon imun seluler dan limfosit B yang berfungsi dalam respon imun humoral. Walaupun pada hakekatnya respon imun spesifik merupakan interaksi antara berbagai komponen dalam sistem imun secara bersamasama, respon imun spesifik dibagi dalam tiga golongan, yaitu respon imun seluler, respon imun humoral dan interaksi antara respon imun seluler dan humoral. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan itu disebut imunitas. Dari sebagian besar imunitas merupakan imunitas didapat yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri yang berhasil menyebabkan penyakit atau toksin, seringkali memerlukan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk membentuknya. Selain imunitas bawaan, tubuh juga mampu membentuk imunitas spesifik yang sangat kuat untuk melawan agen penyerbu yang bersifat mematikan, seperti bakteri, virus, toksin, dan bahkan jaringan asing yang berasal dari binatang lain. Imunitas semacam ini disebut imunitas didapat. Imunitas didapat dihasilkan oleh sistem imun khusus yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang dan menghancurkan organisme spesifik atau toksin. Dalam tubuh dapat dijumpai dua tipe dasar imunitas didapat yang berhubungan erat satu sama lain. Pada tipe yang pertama, tubuh membentuk antibodi yang bersirkulasi yaitu molekul globulin dalam 4

plasma darah yang mampu menyerang agen yang masuk ke dalam tubuh. Tipe imunitas ini disebut imunitas humoral atau imunitas sel B (karena limfosit b memproduksi antibodi). Sedangkan tipe yang kedua diperoleh melalui pembentukan limfosit T teraktivasi dalam jumlah besar yang secara khusus dirancang untuk menghancurkan benda asing. Jenis imunitas ini disebut imunitas yang diperantarai sel atau imunitas sel T (karena limfosit yang teraktivasi merupakan limfosit T). Walaupun sebagian besar limfosit dalam jaringan limfoid normal tampak serupa di bawah mikroskop, tetapi sel-sel tersebut secara jelas dapat dibedakan dalam dua kelompok besar. Kelompok pertama, yaitu limfosit T, bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktivasi yang dapat membentuk imunitas diperantarai sel, dan kelompok lain yaitu limfosit B bertanggung jawab dalam pembentukan antibodi yang memberikan imunitas humoral. Pada masa embrio, kedua macam limfosit ini berasal dari sel stem hematopoietik pluripoten yang membentuk limfosit sebagai salah satu diferensiasi sel terpenting. Hampir semua limfosit yang terbentuk akhirnya berada dalam jaringan limfoid, namun sebelum sampai, limfosit berdiferensiasi lebih lanjut atau diolah lebih dahulu dengan cara sebagai berikut. Limfosit yang dipersiapkan untuk membentuk limfosit T teraktivasi, mula-mula bermigrasi ke kelenjar timus dan diolah lebih dahulu di sana, sehingga limfosit tersebut disebut limfosit T untuk menunjukkan peranan kelenjar timus. Limfosit ini bertanggung jawab untuk membentuk imunitas yang diperantarai sel. 5

Kelompok limfosit yang lain yaitu limfosit B dipersiapkan untuk membentuk antibodi, mula-mula diolah lebih dulu di hati selama masa pertengahan kehidupan janin, kemudian diolah di sumsum tulang pada masa akhir janin dan sesudah lahir. Kelompok sel ini mula-mula ditemukan pada burung yang mempunyai organ pengolahan khusus yaitu bursa Fabricius. Karena alasan tersebut, limfosit ini disebut limfosit B dan bertanggung jawab untuk imunitas humoral. 2.1 Limfosit T (Imunitas Seluler) Imunitas selular adalah imunitas yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya. Limfosit T adalah limfosit yang berasal dari sel pluripotensial yang pada embrio terdapat pada yolk sac; kemudian pada hati dan limpa, lalu pada sumsum tulang. Dalam perkembangannya sel pluripotensial yang akan menjadi limfosit T memerlukan lingkungan timus untuk menjadi limfosit T matur. 6

Limfosit T, setelah pembentukannya di sumsum tulang, mulamula bermigrasi ke kelenjar timus. Di sini limfosit T membelah secara cepat dan pada waktu yang bersamaan membentuk keanekaragaman yang ekstrem untuk bereaksi melawan berbagai antigen spesifik. Artinya tiap satu imfosit di kelenjar timus membentuk reaktivitas yang spesifik untuk melawan satu antigen. Kemudian limfosit berikutnya membentuk spesifisitas terhadap antigen yang lain. Hal ini terus berlangsung sampai terdapat ribuan jenis limfosit timus dengan reaktivitas spesifik untuk melawan ribuan jenis antigen. Berbagai tipe limfosit T yang telah diproses ini sekarang meninggalkan timus dan menyebar ke seluruh tubuh melalui darah untuk mengisi jaringan limfoid di setiap tempat. Timus juga memastikan bahwa setiap limfosit T yang meninggalkan timus tidak akan bereaksi terhadap protein atau antigen lain yang berasal dari jaringan tubuh sendiri, kalau tidak limfosit T akan bersifat mematikan bagi jaringan tubuh dalam waktu beberapa hari saja. Timus menyeleksi limfosit T yang akan dilepaskan, yaitu mula-mula dengan cara mencampurkan limfosit dengan semua antigen sendiri yang spesifik yang berasal dari jaringan tubuh itu sendiri. Jika limfosit T bereaksi, maka limfosit ini akan dihancurkan dan difagositosis, tetapi yang tidak bereaksi akan dilepaskan, inilah yang terjadi pada 90% sel. Jadi, yang akhirnya dilepaskan hanyalah sel-sel yang bersifat non reaktif terhadap antigen dari sumber di luar tubuh, seperti bakteri, toksin atau bahkan jaringan yang ditransplantasikan dari orang lain. Sebagian besar pengolahan limfosit T dalam timus berlangsung beberapa saat sebelum bayi lahir dan selama beberapa bulan setelah lahir. Sesudah melewati periode ini, bisa dilakukan pengangkatan kelenjar timus maka akan menurunkan (tetapi tidak menghilangkan) sistem imun limfosit T. Namun, pengangkatan kelenjar timus beberapa bulan sebelum lahir dapat mencegah pembentukan semua 7

imunitas yang diperantarai sel. Karena tipe imunitas seluler ini terutama bertanggung jawab untuk penolakan terhadap organ yang ditransplantasikan, seperti jantung dan ginjal, maka kita dapat mentransplantasikan organ dengan sedikit sekali kemungkinan penolakan jika timus pada seekor hewan diangkat sebelum lahir (tetapi masih dalam masa yang memungkinkan). Di dalam timus, sel prekusor limfosit T akan mengekspresikan molekul tertentu pada permukaan membrannya yang akan menjadi ciri limfosit T. Molekul-molekul pada permukaan membran ini dinamakan juga petanda permukaan atau surface marker, dan dapat dideteksi oleh antibodi monoklonal yang oleh WHO diberi nama dengan huruf CD, artinya cluster of differentiation. Secara garis besar, limfosit T yang meninggalkan timus dan masuk ke darah perifer (limfosit T matur) terdiri atas limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD4 dan limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD8. Sel limfosit CD4 sering juga dinamakan sel T4 dan sel limfosit CD8 dinamakan sel T8 (bila antibodi monoklonal yang dipakai adalah keluaran Coulter Elektronics). Di samping munculnya petanda permukaan, di dalam timus juga terjadi penataan kembali gen (gene rearrangement) untuk nantinya dapat memproduksi molekul yang merupakan reseptor antigen dari sel limfosit T (TCR). Jadi pada waktu meninggalkan timus, setiap limfosit T sudah memperlihatkan reseptor terhadap antigen diri (self antigen) biasanya mengalami aborsi dalam timus sehingga umumnya limfosit yang keluar dari timus tidak bereaksi terhadap antigen diri. Secara fungsional, sel limfosit T dibagi atas limfosit T regulator dan limfosit T efektor. Limfosit T regulator terdiri atas limfosit T penolong (Th = CD4) yang akan menolong meningkatkan aktivasi sel imunokompeten lainnya, dan limfosit T penekan (Ts = CD8) yang akan menekan aktivasi sel imunokompeten lainnya bila antigen mulai tereliminasi. Sedangkan limfosit T efektor terdiri atas limfosit T 8

sitotoksik (Tc = CD8) yang melisis sel target, dan limfosit T yang berperan pada hipersensitivitas lambat (Td = CD4) yang merekrut sel radang ke tempat antigen berada. a. Sel T Pembantu Sel T pembantu, sejauh ini merupakan sel T yang jumlahnya paling banyak, biasanya meliputi lebih dari tiga perempat jumlah sel T. Seperti yang ditunjukkan oleh namanya, sel-sel ini membantu untuk melakukan fungsi sistem imun dan fungsi lainnya. Pada kenyataannya sel-sel ini bertindak sebagai pengatur utama yang sesungguhnya bagi seluruh fungsi imun. Sel-sel ini melakukan hal tersebut dengan membentuk serangkaian mediator protein yang disebut limfokin yang bekerja pada sel-sel lain dari sistem imun dan pada sel sumsum tulang. Limfokin yang penting disekresikan oleh sel-sel T pembantu adalah Interleukin 2, 3, 4, 5, 6, Faktor perangsang koloni monosit-granulosit, interferon-γ. Fungsi pengaturan spesifik dari limfokin. Bila tidak terdapat limfokin yang berasal dari sel T pembantu, maka sistem imun yang tersisa hampir seluruhnya menjadi lumpuh. Pada kenyataannya sel T pembantulah yang diinaktifasi atau dihancurkan oleh virus sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS), yang membuat tubuh hampir secara total tidak terlindungi terhadap penyakit infeksi. Oleh karena itu, menimbulkan efek kematian yang cepat akibat AIDS. Beberapa fungsi pengaturan spesifik adalah sebagai berikut: 9

1) Perangsangan pertumbuhan dan proliferasi sel T sitotoksik dan sel T supressor. Bila tidak ada sel T pembantu, klon untuk memproduksi sel T sitotoksik dan sel T supresor diaktifkan sedikit sekali oleh sebagian besar antigen. Limfokin interleukin-2 khususnya memiliki efek perangsangan yang sangat kuat dalam menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel T sitotoksik dan sel T supresor. Selain itu beberapa limfokin lain memiliki efek potensial yang lebih sedikit, terutama interleukin 4 dan 5. 2) Perangsangan pertumbuhan dan diferensiasi sel B untuk membentuk sel plasma dan antibodi. Kerja langsung antigen untuk menghasilkan pertumbuhan sel B, proliferasi, pembentukan sel plasma, dan sekresi antibodi juga bersifat lemah tanpa bantuan sel T pembantu. Hampir semua interleukin ikut serta dalam proses sel B, tetapi khususnya interleukin 4, 5, dan 6. Pada kenyataan ketiga interleukin ini yang memiliki efek kuat pada sel B, sehingga mereka disebut faktor perangsang sel B atau faktor pertumbuhan sel B. 3) Aktifasi sistem makrofag. Limfokin juga mempengaruhi sistem makrofag. Pertama mereka memperlambat atau menghentikan migrasi makrofag setelah mereka secara kemotaktik tertarik ke dalam area jaringan yang meradang, dengan demikian menyebabkan pengumpulan makrofag dalam jumlah yang banyak. Kedua, mereka mengaktifkan makrofag untuk menimbulkan fagositosis yang jauh lebih efisien, sehingga memungkinkan makrofag untuk menyerang dan menghancurkan organisme penyerbu dalam jumlah yang lebih banyak. 4) Umpan balik efek perangsangan pada sel pembantu sendiri. Beberapa limfokin, khususnya interleukin 2, memiliki efek umpan balik positif langsung yang merangsang aktifasi sel 10

T pembantu itu sendiri. Kerja ini berlaku sebagai suatu penguat dalam memperkuat respon sel pembantu selanjutnya, seperti yang terjadi pada seluruh respon imun dalam melawan antigen yang menyerbu. b. Sel T Sitotoksik Sel ini merupakan sel penyerang langsung yang mampu membunuh mikroorganisme dan pada suatu saat bahkan membunuh sel-sel tubuh sendiri. Dengan alasan tersebut, maka sel ini disebut sel pembunuh. Pada permukaan sel sitotoksik ini didapati protein reseptor yang menyebabkannya terikat erat dengan organisme-organisme tersebut atau sel-sel yang mengandung antigen spesifiknya. Selanjutnya mereka membunuh sel yang diserang tadi. Setelah berikatan, sel T sitotoksik menyekresi protein pembentuk lubang, yang disebut perforin yang membuat lubang bulat besar pada membran dari sel yang diserang. Kemudian cairan dari ruang interstisial akan mengalir secara sepat kedalam sel. Selain itu, sel sitotoksik akan melepaskan substansi sitotoksiknya secara langsung kedalam sel yang diserang. Sehingga sel yang diserang segera membengkak dan biasanya tidak lama kemudian akan terlarut. Yang penting adalah sel pembunuh sitotoksik dapat terdorong keluar dari sel korban setelah sel itu terlubangi dan dimasuki oleh substansi sitotoksik, dan sel pembunuh kemudian bergerak untuk membunuh lebih banyak sel lagi. Malahan setelah menghancurkan sel-sel penyerbu, banyak sel-sel pembunuh ini yang kemudian menetap selama berbulan-bulan dalam jaringan. Beberapa sel T sitotoksik bersifat sangat mematikan terhadap sel-sel jaringan yang telah diinvasi oleh virus, sebab banyak partikel virus terjebak dalam membran sel jaringan dan 11

menarik sel T sebagai responnya terhadap antigenisitas virus. Selsel sitotoksik juga berperan penting dalam penghancuran sel kanker, sel cangkok jantung, atau jenis-jenis sel lain yang dianggap asing oleh tubuh orang itu sendiri. c. Sel T Supressor Dibandingkan dengan sel-sel yang lain, sel T supressor ini masih sedikit yang diketahui, namun sel ini mempunyai kemampuan untuk menekan fungsi sel T sitotoksin dan sel T pembantu. Telah dianggap bahwa fungsi supressor ini menyebabkan pengaturan aktivitas sel-sel lain, menjaganya agar jangan menyebabkan reaksi imun yang berlebihan yang mungkin saja merusak tubuh. Dengan alasan ini, maka sel-sel supressor bersama sel T pembantu, digolongkan sebagai sel Tregulator. Perjalanan Antigen Pada Sel T Umumnya antigen bersifat tergantung pada sel T (TD = T dependent antigen), artinya antigen akan mengaktifkan sel imunokompeten bila sel ini mendapat bantuan dari sel Th melalui zat yang dilepaskan oleh sel Th aktif. TD adalah antigen yang kompleks seperti bakteri, virus dan antigen yang bersifat hapten. Sedangkan antigen yang tidak tergantung pada sel T (TI = T independent antigen) adalah antigen yang strukturnya sederhana dan berulang-ulang, biasanya bermolekul besar. Limfosit Th umumnya baru mengenal antigen bila dipresentasikan bersama molekul produk MHC (major histocompatibility complex) kelas II yaitu molekul yang antara lain terdapat pada membran sel makrofag. Setelah diproses oleh makrofag, antigen akan dipresentasikan bersama molekul kelas II MHC kepada sel Th sehingga terjadi ikatan antara TCR dengan antigen. Ikatan tersebut terjadi sedemikian rupa dan menimbulkan aktivasi enzim dalam sel limfosit T sehingga terjadi transformasi 12

blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Th aktif dan sel Tc memori. Sel Th aktif ini dapat merangsang sel Tc untuk mengenal antigen dan mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Tc memori dan sel Tc aktif yang melisis sel target yang telah dihuni antigen. Sel Tc akan mengenal antigen pada sel target bila berasosiasi dengan molekul MHC kelas I. Sel Th aktif juga dapat merangsang sel Td untuk mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Td memori dan sel Td aktif yang melepaskan limfokin yang dapat merekrut makrofag ke tempat antigen. Limfokin Limfokin akan mengaktifkan makrofag dengan menginduksi pembentukan reseptor Fc dan C3B pada permukaan makrofag sehingga mempermudah melihat antigen yang telah berikatan dengan antibodi atau komplemen, dan dengan sendirinya mempermudah fagositosis. Selain itu limfokin merangsang produksi dan sekresi berbagai enzim serta metabolit oksigen yang bersifat bakterisid atau sitotoksik terhadap antigen (bakteri, parasit, dan lain-lain) sehingga meningkatkan daya penghancuran antigen oleh makrofag. Aktivitas Lain Untuk Eliminasi Antigen Bila antigen belum dapat dilenyapkan maka makrofag dirangsang untuk melepaskan faktor fibrogenik dan terjadi pembentukan jaringan granuloma serta fibrosis, sehingga penyebaran dapat dibatasi. Sel Th aktif juga akan merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi (lihat bab tentang imunitas humoral). Sebagai hasil akhir aktivasi ini adalah eliminasi antigen. Selain eliminasi antigen, pemajanan ini juga menimbulkan sel memori 13

yang kelak bila terpajan lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi. 2.2 Limfosit B (Imunitas Humoral) Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau tanpa bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yang disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima kelas immunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE. Klas Tempat Fungsi Ig G Bentuk antibodi utama di sirkulasi Mengikat patogen, mengaktifkan komplemen, meningkatkan fagositosis Ig M Ig A Di sirkulasi, antibodi terbesar Aktifkan komplemen, menggumpalkan sel Di saliva Mencegah patogen menyerang sel epitel traktus digestivus dan respiratori. Ig D Ig E Di sirkulasi dan jumlahnya paling rendah Membran berikatan dengan reseptor basofil dan sel mast dalam jaringan Menandai kematuran sel B Bertanggung jawab dalam respon alergi dan melindungi dari serangan parasit cacing Progenitor sel limfosit B adalah sel stem hematopoietik pluripoten. Dinamakan pluripoten karena sel ini juga merupakan progenitor sel hematopoietik lainnya, seperti sel polimorfonuklear, sel monosit dan sel makrofag. Pada masa embrio sel ini ditemukan pada yolk sac, yang kemudian bermigrasi ke hati, limpa dan sumsum tulang. Setelah bayi lahir, sel asal (stem cell) hanya ditemukan pada sumsum tulang. Dinamakan limfosit B karena tempat perkembangan utamanya pada 14

burung adalah bursa fabricius, sedangkan pada manusia tempat perkembangan utamanya adalah sumsum tulang. Sel pertama yang dapat dikenal sebagai prekursor (pendahulu) sel limfosit B adalah sel yang sitoplasmanya mengandung rantai berat µ, terdiri atas bagian variabel V dan bagian konstan C tanpa rantai ringan L, dan tanpa imunoglobulin pada permukaannya. Sel ini dinamakan sel pro-limfosit B. Selain rantai µ, sel pro-limfosit B juga memperlihatkan molekul lain pada permukaannya, antara lain antigen HLA-DR, reseptor komplemen C3b dan reseptor virus Epstein-Barr (EBV). Pada manusia sel pro-limfosit B sudah dapat ditemukan di hati fetus pada masa gestasi minggu ke-7 dan ke-8. Sel pro-limfosit B ini berkembang menjadi sel limfosit B imatur. Pada tahap ini sel limfosit B imatur telah dapat membentuk rantai ringan L imunoglobulin sehingga mempunyai petanda imunoglobulin pada permukaan membran sel yang berfungsi sebagai reseptor antigen. Bila sel limfosit B sudah memperlihatkan petanda rantai berat H dan rantai ringan L yang lengkap, maka sel ini tidak akan dapat memproduksi rantai berat H dan rantai ringan L lain yang mengandung bagian variabel (bagian yang berikatan dengan antigen) yang berbeda. Jadi setiap sel limfosit B hanya memproduksi satu macam bagian variabel dari imunoglobulin. lni berarti imunoglobulin yang dibentuk hanya ditujukan terhadap satu determinan antigenik saja. Sel B imatur mempunyai sifat yang unik. Jika sel ini terpajan dengan ligannya (pasangan kontra imunoglobulin yang ada pada permukaan membran sel), sel ini tidak akan terstimulasi, bahkan mengalami proses yang dinamakan apoptosis sehingga sel menjadi mati (programmed cell death). Jika ligannya itu adalah antigen diri (self antigen), maka sel yang bereaksi terhadap antigen diri akan mengalami apoptosis sehingga tubuh menjadi toleran terhadap antigen diri. Hal ini terjadi pada masa perkembangan di sumsum tulang. Oleh karena itu, sel limfosit B yang keluar dari sumsum 15

tulang merupakan sel limfosit B yang hanya bereaksi terhadap antigen asing. Kemudian sel limfosit B imatur yang telah memperlihatkan imunoglobulin lengkap pada permukaannya akan keluar dari sumsum tulang dan masuk ke dalam sirkulasi perifer serta bermigrasi ke jaringan limfoid untuk terus berkembang menjadi sel matur. Sel B ini memperlihatkan petanda imunoglobulin IgM dan IgD dengan bagian variabel yang sama pada permukaan membran sel dan dinamakan sel B matur. Perkembangan dari sel asal (stem cell) sampai menjadi sel B matur tidak memerlukan stimulasi antigen, tetapi terjadi di bawah pengaruh lingkungan mikro dan genetik. Tahap perkembangan ini dinamakan tahapan generasi keragaman klon (clone diversity), yaitu klon yang mempunyai imunoglobulin permukaan dengan daya ikat terhadap determinan antigen tertentu. Tahap selanjutnya memerlukan stimulasi antigen, yang dinamakan tahapan respons imun. Setelah distimulasi oleh antigen, maka sel B matur akan menjadi aktif dan dinamakan sel B aktif. Sel B aktif kemudian akan berubah menjadi sel blast dan berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi sel plasma yang akan memproduksi imunoglobulin. Beberapa progeni sel B aktif tersebut akan mulai mensekresi imunoglobulin kelas lain seperti IgG, IgA, dan IgE dengan bagian variabel yang sama yang dinamakan alih isotip atau alih kelas rantai berat (isotype switching). Beberapa progeni sel B aktif lainnya ada yang tidak mensekresi imunoglobulin melainkan tetap sebagai sel B yang memperlihatkan petanda imunoglobulin pada permukaannya dan dinamakan sel B memori. Sel B memori ini mengandung imunoglobulin yang afinitasnya lebih tinggi. Maturasi afinitas ini diperoleh melalui mutasi somatik. Sel B matur yang tidak distimulasi, jadi yang tidak 16

menemukan ligannya, akan mati dengan waktu paruh 3-4 hari. Sedangkan sel B memori akan bertahan hidup lebih lama bermingguminggu sampai berbulan-bulan tanpa stimulasi antigen. Sel B memori ini akan beresirkulasi secara aktif melalui pembuluh darah, pembuluh limfe, dan kelenjar limfe. Bila antigen dapat lama disimpan oleh sel dendrit di kelenjar limfe, maka sel dendrit ini pada suatu waktu akan mengekspresikan antigen tersebut pada permukaannya. Antigen yang diekspresikan oleh sel dendrit ini akan merangsang sel B memori menjadi aktif kembali, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Dalam hal ini, kadar antibodi terhadap suatu antigen tertentu dapat bertahan lama pada kadar protektif, sehingga kekebalan yang timbul dapat bertahan lama. Aktivasi dan fungsi sel B Bila sel limfosit B matur distimulasi antigen ligannya, maka sel B akan berdiferensiasi menjadi aktif dan berproliferasi. Ikatan antara antigen dan imunoglobulin pada permukaan sel B, akan mengakibatkan terjadinya ikatan silang antara imunoglobulin permukaan sel B. Ikatan silang ini mengakibatkan aktivasi enzim kinase dan peningkatan ion Ca++ dalam sitoplasma. Terjadilah fosforilase protein yang meregulasi transkripsi gen antara lain protoonkogen (proto oncogene) yang produknya meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel. Aktivasi mitosis ini dapat terjadi dengan atau tanpa bantuan sel T, tergantung pada sifat antigen yang merangsangnya. Proliferasi akan mengakibatkan ekspansi klon diferensiasi dan selanjutnya sekresi antibodi. Fungsi fisiologis antibodi adalah untuk menetralkan dan mengeliminasi antigen yang menginduksi pembentukannya. Dikenal 2 macam antigen yang dapat menstimulasi sel B, yaitu antigen yang tidak tergantung pada sel T (TI = T cell 17

independent) dan antigen yang tergantung pada sel T (TD = T cell dependent). Antigen TI dapat merangsang sel B untuk berproliferasi dan mensekresi imunoglobulin tanpa bantuan sel T penolong (Th = T helper). Contohnya adalah antigen dengan susunan molekul karbohidrat, atau antigen yang mengekspresikan determinan antigen (epitop) identik yang multipel, sehingga dapat mengadakan ikatan silang antara imunoglobulin yang ada pada permukaan sel B. Ikatan silang ini mengakibatkan terjadinya aktivasi sel B, proliferasi, dan diferensiasi. Polisakarida pneumokok, polimer D-asam amino dan polivinil pirolidin mempunyai epitop identik yang multipel, sehingga dapat mengaktifkan sel B tanpa bantuan sel T. Demikian pula lipopolisakarida (LPS), yaitu komponen dinding sel beberapa bakteri Gram negatif dapat pula mengaktifkan sel B. Tetapi LPS pada konsentrasi tinggi dapat merupakan aktivator sel B yang bersifat poliklonal. Hal ini diperkirakan karena LPS tidak mengaktifkan sel B melalui reseptor antigen, tetapi melalui reseptor mitogen. Antigen TD merupakan antigen protein yang membutuhkan bantuan sel Th melalui limfokin yang dihasilkannya, agar dapat merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi. Terdapat dua macam respons antibodi, yaitu respons antibodi primer dan sekunder. Respons antibodi primer adalah respons sel B terhadap pajanan antigen ligannya yang pertama kali, sedangkan respons antibodi sekunder adalah respons sel B pada pajanan berikutnya, jadi merupakan respons sel B memori. Kedua macam respons antibodi ini berbeda baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Perbedaan tersebut adalah pada respons antibodi sekunder terbentuknya antibodi lebih cepat dan jumlahnya pun lebih banyak. Pada respons antibodi primer, kelas imunoglobulin yang disekresi terutama adalah IgM, karena sel B istirahat hanya memperlihatkan IgM dan IgD pada permukaannya (IgD jarang disekresi). Sedangkan pada respons antibodi sekunder, antibodi yang 18

disekresi terutama adalah isotip lainnya seperti IgG, IgA, dan IgE sebagai hasil alih isotip. Afinitas antibodi yang dibentuk pada respons antibodi sekunder lebih tinggi dibanding dengan respons antibodi primer, dan dinamakan maturasi afinitas. Respons sel B memori adalah khusus oleh stimulasi antigen TD, sedangkan stimulasi oleh antigen TI pada umumnya tidak memperlihatkan respons sel B memori dan imunoglobulin yang dibentuk umumnya adalah IgM. Hal ini menandakan bahwa respons antibodi sekunder memerlukan pengaruh sel Th atau limfokin yang disekresikannya. Perjalanan Antigen Pada Sel B antigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan dengan bantuan sel Th (bagi antigen TD) akan terjadi aktivasi enzim dalam sel B sedemikian rupa hingga terjadilah transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi dan membentuk sel B memori. Selain itu, antigen TI dapat secara langsung mengaktivasi sel B tanpa bantuan sel Th. 2.3 Perbedaan Limfosit T dan Limfosit B Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang merupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan memori imunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpajan lagi dengan antigen yang sama di kemudian hari. Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen. Sel yang berperan dalam imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (APC = antigen presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni antigen. Sel limfosit B akan 19

berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan proses antibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC). Limfosit berperan utama dalam respon imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu Limfosit B dan Limfosit T. Limfosit T dan limfosit b berbeda dalam dua hal. Pertama, berbeda dengan seluruh sel yang membentuk reaktivitas terhadap antigen, seperti yang terjadi pada limfosit T, limfosit B secara aktif menyekresikan antibodi yang merupakan bahan reaktif. Bahan ini berupa molekul protein besar yang mampu berikatan dengan bahan antigenik dan menghancurkannya. Kedua, limfosit B bahkan memiliki lebih banyak keanekaragaman daripada limfosit T, jadi membentuk banyak sekali sampai berjuta-juta antibodi tipe limfosit B dengan berbagai reaktivitas yang spesifik. Setelah diolah lebih dulu, limfosit B sama seperti limfosit T, akan bermigrasi ke jaringan limfoid di seluruh tubuh, tempat limfosit B tersebut menempati daerah yang berdekatan dengan limfosit T tetapi sedikit lebih jauh. Limfosit B Limfosit T Dibuat di sumsum tulang yaitu sel batang yang sifatnya pluripotensi (pluripotent stem cells) dan dimatangkan di sumsum tulang (Bone Marrow) Dibuat di sumsum tulang dari sel batang yang pluripotensi (pluripotent stem cells) dan dimatangkan di Timus Berperan dalam imunitas humoral Menyerang antigen yang ada di cairan antar sel Terdapat 3 jenis limfosit B yaitu: Berperan dalam imunitas selular Menyerang antigen yang berada di dalam sel Terdapat 3 jenis limfosit T yaitu: 20

-Limfosit B plasma, memproduksi antibodi -Limfosit B pembelah, menghasilkan limfosit dalam jumlah banyak dan cepat -Limfosit B memori, menyimpan mengingat antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh -Limfosit T pembantu (T Helper cell), berfungsi mengatur sistem imun dan mengontrol kualitas sistem imun -Limfosit T pembunuh (T Killer cell) atau Limfosit T Sitotoksik, menyerang sel tubuh yang terinfeksi oleh pathogen -Limfosit T supressor (T Supressor cell), berfungsi menurunkan dan menghentikan respon imun jika infeksi berhasil diatasi Perbedaan kedua limfosit ini adalah terletak pada ciri-ciri permukaan dan juga peranan dari setiap jenis sel tersebut. Misalnya dilihat dari fungsi sel-t atau limfosit-t mempunyai beberapa fungsi yaitu antara lain memainkan peran dalam pemusnahan jasad penyebab penyakit dengan jalan merangsang pembentukan limfokin. Limfokin adalah sekelompok bahan yang dapat meningkatkan aktifitas makrofag. Fungsi lain dari sel-t yaitu yang sangat penting meliputi membunuh sel target misalnya jasad patogen secara langsung (melalui imunitas perantara sel dan cytotoxicity) serta secara kerjasama dengan sel-b dalam meningkatkan produksi antibodi. Interaksi antara sel-t dan sel-b diperantarai paling tidak oleh dua kelas molekul yaitu 1) molekul permukaan sel, yang berperan dalam penempelan sel dan sinyal transduksi 2) cytokine (termasuk interleukin) yang merupakan hormon polipeptid yang berperan dalam pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel dalam sistem kekebalan. Tanggap kebal yang ditimbulkan oleh sel-t disebut dengan imunitas perantara sel (cell mediated immunity) sedangkan tanggap kebal yang dihasilkan oleh sel-b disebut dengan humoral immunity. Sifat 21

dari kekebalan yang dihasilkan oleh sel-t adalah tidak spesifik, sedangkan yang dihasilkan oleh sel-b bersifat spesifik. Perbedaan tanggap kebal spesifik dengan yang tidak spesifik adalah: a) kespesifikan, b) keheterogenan dan c) ingatan/memori immunology. Kespesifikan adalah pemilihan yang tepat baik oleh antibodi maupun limfosit untuk bereaksi dengan antigen atau benda asing lain dengan konfigurasi yang sama dengan antigen tersebut. Sifat keheterogenan dari tanggap kebal spesifik adalah terbentuknya berbagai jenis sel maupun hasil sel yang dikeluarkan sewaktu tubuh inang tersebut dimasuki oleh antigen. Sel-sel yang beraneka jenis tersebut akan menghasilkan antibodi dan limfosit sensitif yang bersifat heterogen. Sifat ketiga adalah terbentuknya memori immunology dalam sel-sel limfosit. Jadi apabila sewaktu waktu inang tersebut dimasuki oleh antigen yang sejenis maka inang tersebut akan cepat bereaksi untuk membentuk antibodi. Dengan adanya memori imunologi ini akan mempercepat dan meningkatkan terbentuknya zat anti (antibody) pada tubuh inang. BAB III PENUTUP 22

Kesimpulan Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen. Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik disebut juga respons imun didapat. Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang merupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan memori imunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpajan lagi dengan antigen yang sama di kemudian hari. Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen. Sel yang berperan dalam imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (APC = antigen presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan proses antibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC). DAFTAR PUSTAKA Eroschenko, Victor. 2003. Atlas Histologi. Jakarta: EGC 23

Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi XI. Jakarta : EGC. Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Purwadianto, Agus. 2000. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara Sompayrac. 2010. How the Immune System Works. Edisi ke-3. USA: Blackwell Sudoyono, Aru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III ed.v. Jakarta:FKUI 24