Kasus 8 Trik Penjualan Produk Farmasi

dokumen-dokumen yang mirip
FARMASI PERAPOTIKAN. syofyan

HUBUNGAN DOKTER-APOTEKER APOTEKER-PASIENPASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT

Kepada : Nomor : - Yth. BUPATI SUKOHARJO Lampiran : Cq. Kepala Dinas Kesehatan Hal : Permohonan Ijin Toko Obat di SUKOHARJO

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Drs Martin Suhendri.M.Farm Apt

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2002 TENTANG PROMOSI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA DAN IMPLEMENTASI - JABARAN KODE ETIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PO TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, sedangakan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

1. Hasil wawancara dan kuisioner dengan pihak perusahaan. 1. Bergerak di bidang apakah perusahaan ini?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Distributor farmasi adalah suatu perusahaan distribusi produk-produk

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

MODUL MANAJEMEN PERIKLANAN (3 SKS) Oleh : Drs. Hardiyanto, M.Si

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK SARANA APOTEK

GRATIFIKASI VS SPONSORSHIP PKB DAENG MOHAMMAD FAQIH

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. Apotek Newton merupakan salah satu sarana kesehatan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri Farmasi Di Indonesia. Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset di mana produknya

Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor : 23a/DIKTI/Kep./2004 Tgl 4 Juni 2004

SILABUS MATA KULIAH. Revisi : 1 Tanggal Berlaku : 1 Februari Pengertian Etika 1. Pengertian Etika. 2. Macam-macam etika. 1.

STUDI KELAYAKAN MEMBUKA APOTIK

74 LAMPIRAN WAWANCARA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEKERJAAN KEFARMASIAN

Kasus Pelanggaran PP 51. (Anzari Muhammad )

GRATIFIKASI DALAM INTERAKSI INDUSTRI FARMASI DENGAN DOKTER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dengan nilai transaksi sekitar Rp 56 triliun. International Pharmaceutical

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PENULISAN RESEP OBAT DI LUAR FORMULARIUM NASIONAL PADA PESERTA BPJS NON PBI DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK III BENGKULU TAHUN 2015

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Jalur Distribusi Obat

Freeport-McMoRan Kode Perilaku Pemasok. Tanggal efektif - Juni 2014 Tanggal terjemahan - Agustus 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT. I Pendahuluan 1. II Tujuan Pembentukan Komite Audit 1. III Kedudukan 2. IV Keanggotaan 2. V Hak dan Kewenangan 3

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL...

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Iklan. Publikasi. Pelayanan Kesehatan.

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk

RELEVANSI PERATURAN DALAM MENDUKUNG PRAKTEK PROFESI APOTEKER DI APOTEK

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 003/ PP.IAI/1418/IX/2016. Tentang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BLANGKO PERSYARATAN IZIN. Baru Daftar Ulang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Apoteker pengelola Apotek Afiah Farma ini adalah Bapak Muhammad

BAB VII SUBSISTEM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN PENGERTIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PERUSAHAAN DAERAH APOTIK SUMBER JAYA KABUPATEN TANGERANG

KODE ETIK. Kode etik yang dikeluarkan oleh PT. Internasional Network Cemerlang adalah bertujuan untuk :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

PerundangUndangan Kesehatan Kasus 8 Trik Penjualan Produk Farmasi Titik Nurhayati Tya Palpera Utami Utamy Achmad Shaqiel Rashauna

SKENARIO MASALAH 1 Klarifikasi Istilah 4 2 Identifikasi Masalah 5 3 Analisis Masalah 6 7 Kesimpulan Keterkaitan Antar Masalah Keterbatasan Ilmu Pengetahuan Sintesis

Untuk meningkatkan penjualan, seorang Apoteker yang menjadi Manajer Marketing divisi OTC pada suatu pabrik farmasi merencanakan untuk melakukan promosi aktif kepada outlet apotek. Apotek yang dapat menjual produk A dengan target tertentu akan mendapatkan reward berupa bonus/marketing fee/diskon yang cukup besar. Adapun ketentuan yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan pencapaian target berdasarkan jumlah pembelian produk A ke PBF yang telah ditentukan, dibuktikan dengan foto kopi faktur pembelian. 2. Outlet bersedia mendisplay produk A pada tempat yang strategis. 3. Petugas outlet bersedia menggunakan atribut berupa kaos produk A dan selalu aktif menawarkan produk kepada konsumen. 4. Outlet tidak menyediakan produk competitor. SKENARIO KASUS 8

Marketi ng Fee OT C Faktu r Klarifikasi Istilah Prom osi PBF Targ et

OTC Obat Over The Counter atau OTC adalah obat selain obat keras yang dapat diperoleh di apotek-apotek atau toko obat tanpa resep dokter, sehingga menurut definisi ini, yang dapat digolongkan sebagai obat OTC adalah golongan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep)

Faktur Faktur adalah dokumen yang diterbitkan oleh penjual kepada pembeli yang berisi nama, nomor bets, kedaluwarsa, jumlah, satuan, dan harga Prekursor Farmasi dan/atau obat mengandung prekursor. Faktur dibagi menjadi dua, yaitu faktur pembelian dan faktur penjualan. (PerKBPOM No. 40 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor)

Promosi Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan. (Undangundang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)

Target Sasaran (batas ketentuan dan sebagainya) yang telah ditetapkan untuk dicapai. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Marketing Fee Marketing fee atau imbalan yang bersifat transaksional yang terkait dengan pemasaran suatu produk. (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/306/2014 Tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Gratifikasi Di Lingkungan Kementerian Kesehatan)

PBF PBF adalah badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi yang memiliki izin mengadakan penyimpanan dan menyalurkan perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PBF ada yang bersifat lokal dan nasional (utama). (SK Menteri Kesehatan No.243/MENKES/SK/V/1990)

IDENTIFIKASI MASALAH Petugas outlet bersedia menggunaka n atribut beru pa kaos produk A dan selalu aktif menawarkan Outlet tidak menyediak an produk kompetitor.

Apakah diperbolehkan petugas outlet menggunakan Atribut berupa kaos produk tertentu? 1. Petugas outlet bersedia menggunakan atribut berup a kaos produk A dan selalu aktif menawarkan produk kepada konsumen. Analisis Masalah 1 Apakah diperbolehkan petugas outlet selalu aktif menawarkan produk kepada konsumen? Menurut kode etik apoteker pakah tindakan yang dilakukan oleh petugas outlet tersebut diperbolehkan?

JAWABAN 1 Manajer marketing tidak selayaknya membuat ketentuan seperti itu, karena merupakan tindakan yang tidak adil terhadap pabrik farmasi lain. Ketentuan yang dibuat tersebut untuk meningkatkan penjualan akan mendorong terjadinya pelanggaran kode etik. Apotek akan menjadi alat promosi dari pabrik tertentu dan apotek hanya menyediakan/menjual obat-obatan dari industri farmasi tertentu saja. Promosi produk A sebaiknya dilakukan sendiri oleh pabrik tanpa melibatkan apotek

Implementasi Jabaran Kode Etik JAWABAN 2 1 2 3 Seorang Menurut Kode Etikapoteker Apoteker Indonesia Seorang apoteker dalam menjalankan Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 5 yang Besarnya dalam tugasnya dapat mengatakan bahwa : jasa memperoleh imblan tindakan Di dalam darimenjalankan tugasnya pelayanan pasien dan profesionalnya Seorang Apoteker harusatas menjauhkan diri masyarakat ditetapkan harus dari usaha mencari jasa yangkeuntungan diri menghindari dalam diberikannya semata bertentangan dengan diri dariyang peraturan dengan tetap martabat dan tradisi luhur jabatan perbuatan organisasi. memegang teguh kefarmasian. yang akan kepada prinsip merusak atau mendahulukan seseorang kepentingan pasien

Apakah tindakan tersebut diperbolehkan dalam kode etik apoteker? Analisis Pada Kode Etik Apoteker, poin mana yang dilanggar? Apa landasan hukum yang mendasari perbuatan tersebut dinyatakan salah? 2.Outlet tidak Masalah 2 menyediak an produk kompetitor.

Jawaban : Pihak medrep tidak boleh membuat perjanjian untuk memonopoli penjualan obat. Pihak apotek tidak boleh menyetujui perjanjian dengan Medrep untuk memonopoli penjualan obat. Pihak apotek tidak boleh memonopoli penjualan obat OTC jenis tertentu.

Jawaban : Berdasarkan hukum yang berlaku Kode Etik IPMG (Internasional Pharmaceutical Manufacturers Group) yang dilanggar adalah pasal 4 (Interaksi dengan Profesi Kesehatan). Setiap sponsor yang diberikan kepada individu profesi kesehatan tidak boleh didasarkan atas kewajiban untuk mempromosikan, merekomendasikan atau menuliskan resep suatu produk farmasi.

Jawaban : Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia KESEPAKATAN BERSAMA ETIKA PROMOSI OBAT. Dukungan apapun yang diberikan perusahaan farmasi kepada seorang dokter untuk menghadiri pertemuan ilmiah tidak boleh diisyaratkan /dikaitkan dengan kewajiban untuk mempromosikan atau meresepkan suatu produk.

Keterkaitan Antar Masalah

Keterbatasan Ilmu Pengetahuan Untuk lebih memfokuskan pembahasan dan kejelasan data yang akan dibahas dan dikumpulkan, maka penulis mengkhususkan pembahasan makalah dalam hal-hal sebagai berikut: Perundang-undangan Kesehatan kode etik kefarmasian yang menyangkut Kebijakan penjualan obat OTC (Over The Counter) oleh Apoteker Promosi produk farmasi oleh perusahaan farmasi yang memproduksi obat tersebut Keterkaitan kebijakan penjualan produk oleh suatu pabrik farmasi dengan persaingan antar pabrik farmasi

Learning Issue 1. 2. 3. 4. Obat OTC Faktur PBF (Perusahaan Besar Farmasi) Kode Etik Apoteker Indonesia Bab 1 Ketentuan Umum 5. Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia 6. Kode Etik IPMG (Internasional Pharmaceutical Manufacturers Group)

Obat OTC Kode Etik Apoteker Indonesia BAB I Ketentuan Umum Kode etik IPMG (Internasional Pharmaceutical Manufacturers Group) pasal 4 (interaksi dengan profesi Fraktur SINTESIS PBF Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter

Obat OTC (Over The Counter) atau obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter yang terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat OTC (Over The Counter) terdiri dari dua golongan yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat bebas adalah ini merupakan tanda obat yang paling "aman". Obat bebas, yaitu obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan di warung, tanpa resep dokter, ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W) yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam.

Faktur atau invoice merupakan bukti transaksi pembelian atau penjualan barang seacra kredit. Faktur dibagi menjadi dua, yaitu: Faktur pembelian adalah bukti transaksi pembelian barang secara kredit. Faktur pembelian diterima dari pihak penjual. Sehingga faktur pembelian merupakan bukti ekstern. Faktur penjualan yaitu bukti transaksi penjualan barang secara kredit. Faktur penjualan dibuat oleh pihak penjual lalu diserahkan kepada pihak pembeli. Faktur penjualan merupakan bukti transaksi intern. Semua faktur memuat informasi yang sama yaitu, nama dan alamat pihak penjual maupun pihak pembeli,nomor faktur, nomor pesanan, tanggal pengiriman, syarat pembeyaran dan keterangan mengenai barang seperti jenis barang, kuantitas,

Menurut SK Mentri Kesehatan No.243/MENKES/SK/V/1990 tentang PBF sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan kefarmasian dewasa ini, maka ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No.918/MENKES/PER/X/1993 bahwa PBF adalah badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi yang memiliki izin mengadakan penyimpanan dan menyalurkan perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PBF ada yang bersifat lokal dan nasional (utama).

1 KODE ETIK APOTEKER INDONESIA BAB I KEWAJIBAN UMUM

Kode etik IPMG (Internasional Pharmaceutical Manufacturers Group) Pasal 4 (Interaksi dengan Profesi Kesehatan) Semua hubungan antara anggota IPMG dengan profesi kesehatan yang melibatkan kompensasi harus disertai dengan bukti berupa kontrak / perjanjian yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan secara jelas mencantumkan jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh profesi kesehatan serta kompensasi yang akan diberikan oleh perusahaan kepada profesi kesehatan. Setiap sponsor yang diberikan kepada individu profesi kesehatan tidak boleh didasarkan atas kewajiban untuk mempromosikan, merekomendasikan atau menuliskan resep suatu produk farmasi

Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia Bahwa untuk mewujudkan upaya promosi obat yang beretika dengan tujuan mengingatkan kembali pelaksanaan etika profesi kedokteran dan etika para pengusaha farmasi dalam rangka ketersediaan dan keterjangkauan sediaan obat yang merupakan salah satu komponen penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dukungan apapun yang diberikan perusahaan farmasi kepada seorang dokter untuk menghadiri pertemuan ilmiah tidak boleh diisyaratkan /dikaitkan dengan kewajiban untuk mempromosikan atau meresepkan suatu produk.

Berdasarkan Kode Etik Apoteker Indonesia Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 5 tindakan Apoteker Manajer Marketing divisi OTC suatu pabrik farmasi merupakan pelanggaran dimana implementasinya seorang apoteker dalam tindakan profesionalnya harus menghindari diri dari perbuatan yang akan merusak seseorang ataupun merugikan orang lain. Dalam kaitan ini, kebijakan dari apoteker tersebut merugikan pihak lain yaitu pabrik farmasi. Apotek akan menjadi alat promosi dari pabrik tertentu, promosi produk A sebaiknya dilakukan sendiri oleh pabrik farmasi yang memproduksi produk tersebut tanpa melibatkan apotek agar dapat mencegah persaingan yang tidak sehat antara Kesimpulan

Pelanggaran lainnya yaitu pelanggaran dari Kode Etik IPMG (Internasional Pharmaceutical Manufacturers Group) Pasal 4 perihal Interaksi dengan Profesi Kesehatan dimana setiap sponsor yang diberikan kepada individu profesi kesehatan tidak boleh didasarkan atas kewajiban untuk mempromosikan, merekomendasikan atau menuliskan resep suatu produk farmasi. Sehingga baik pihak medical representatif (medrep) maupun apotek tidak diperbolehkan membuat perjanjian

TERIMA KASIH