KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, saya dapat menyelesaikan tugas tutorial yang berjudul Anomali Refraksi ini tepat waktu, tak lupa shalawat salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Tutorial ini dibuat bertujuan untuk menambah pengetahuan bauk bagi penulis maupun bagi pembaca nantinya tentang anomali refraksi. Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondk Kopi. Penulis mengucapkan terima kasih pada dr. Hj. Hasri Darni, Sp.M selaku pembimbing dan kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian laporan tutorial ini. Akhirnya, dengan mengucapkan alhamdulillahhirobbil alamin laporan ini telah selesai dan semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak serta semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dengan balasan yang terbaik, amiin. Jakarta, 6 Juni 2014 Penulis 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan atau dibelakang makula. Bentuk kelainan refraksi terebut diantaranya: miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopia. 1.2 Anatomi Media Refraksi 1. Kornea Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Dari anterior ke posterior, 2
kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membrane Descement, dan lapisan endotel. Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus, dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). 2. Humor Aquaeus Humor aquaeus diproduksi oleh korpus siliare. Setelah memasuki kamera posterior, humor aquaeus melalui pupil dan masuk ke kamera anterior dan kemudian ke perifer menuju ke sudut kamera anterior. 3. Lensa Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus, di sebelah posteriornya vitreus. Kapsula lensa adalah suatu membrane yang semipermeabel (sedikit lebih permeable daripada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subskapular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae kosentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan 3
lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas dibagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul. 4. Vitreus Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreusmembran hialois-normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsula lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang. Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua koponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air. 1.3 Fisiologi Refraksi (Gambar refraksi pada mata emetrop) 4
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan (kornea, aquous huor, lensa dan korpus vitreus) dan panjangnya bola mata. Pada orang nrmal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melaluimedia penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal (emetrop) akan menempatkan bayangan tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan adengan retina dan foveola bila mata istirahat. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot-otot siliar. Dikenal teori akomodasi sebagai berikut: 1. Teori Helmholtz: akibat kontraksi m.siliaris sirkuler, mengakibatkan lensa menjadi lebih cembung dan diametermenjadi kecil. 2. Teori dari Tschernig: nuleus lensa idak dapat berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superfisial(korteks lensa). Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian lensa superfisial di depan nukleus akan mencembung. 5
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Miopia 2.1.1 Definisi Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias d=membentuk bayangan di depan retina. Pada miopia panjang bola ata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan refraksi terlalu kuat. 2.1.2 Etiologi Myopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk panjangnya bola mata akibat: 1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial. 2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia kurvatura/refraktif. 6
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi Ini Disebut Miopia Indeks 4. Miopia karena perubahan posisi lensa Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi glaukoma. 2.1.3 Klasifikasi Miopia Klasifikasi miopi berdasarkan laju perjalanannya, antara lain : a) Miopia stasioner Miopia yang menetap setelah dewasa. b) Miopia progresif Miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata. c) Miopia maligna Disebut juga miopia degeneratif /pernisiosa/ maligna. Miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Klasifikasi myopia berdasarkan besarnya derajat refraksi anomaly, yaitu : Myopia ringan : Spheris -0.25 Dioptri Spheris -3.00 Dioptri Myopya sedang: Spheris -3.25 Dioptri Spheris -6.00 Dioptri Myopia tinggi/berat : > Spheris -6.00 Dioptri 7
2.1.4 Gejala klinis a) Bahwa penderita myopia yang dikatakan sebagai rabun jauh akan mengatakan penglihatannya kabur juka melihat jauh dan hanya akan jelas jika pada jarak dekat. b) Pada saat membaca selalu mendekatkan benda yang dilihatnya dan saat melihat jauh selalu menyipitkan matanya. c) Mata cepat lelah (asthenopia). d) Sakit kepala, disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. 2.1.5 Diagnosa a. Refraksi Subyektif Metoda trial and error jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan lensa sferis negatif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita myopia. b. Refraksi Obyektif - Retinoskopi, dengan lensa kerja +2.00D pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi. - Autorefraktometer 8
2.1.6 Komplikasi - Ablasio retina - Sranbismus - Ambliopia. 2.1.7 Penatalaksanaan 1. Pemberian kacamata lensa spheris concave ( - ) Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada myopia, kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik. 2. Pemakaian lensa kontak Pada pemakaian lensa kontak harus melalui standar medis dan pemeriksaan secara medis. Karena resiko pemakaian lensa kontak cukup tinggi. Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia. 9
3. Pembedahan/operatif a) Radial Keratotomy Merupakan upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan cara membuat sayatan pada kornea. b) Photorefractive Keratectomy Yaitu upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan cara memotong permukaan depan kornea. Hal ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Excimer Laser. c) LASIK Singkatan dari Laser Assistet In-situ Keratomeuleosis, pada Lasik ini sebenarnya sama tujuannya dengan operasi yang lainnya yaitu mengurangi kelengkungan daripada kornea hanya saja berbeda dalam tehnis, yaitu lebih sempurna dengan menggunakan tehnis laser secara mutlak. 2.2 HIPERMETROPIA 2.2.1 Definisi Hipermetropia juga dikenal rabun dekatmerupakan gangguan kekuatan pembiasan mata, dimana ainar sejajar tidak cukup dibiaskan sehingga titik fousnya terletak di belakang retina. 10
2.2.2 Etiologi 1. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek. 2. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina. 3. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada system optik mata. 2.2.3 Klasifikasi Hipermetropia Hipermetropia dikenal dalam bentuk: 1. Hipermetropia manifes, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. 2. Hipermetropia absolute, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kaca mata positif untuk melihat jauh. 3. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata. Bila diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal 11
maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif. 4. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia (atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat. 5. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia. 2.2.4 Gejala Hipermetropia Penglihatan dekat kabur Mata lelah Sakit kepala Silau 2.2.5 Diagnosis a.. Refraksi Subyektif Metoda trial and error jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, 12
Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan lensa sferis negatif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita myopia. b. Refraksi Obyektif - Retinoskopi, dengan lensa kerja +2.00D pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi. - Autorefraktometer 2.2.6 Pengobatan 1. Kacamata koreksi engan sferis positif terkuat yang menghasilkan visus terbaik. 2. Lensa kontak, untuk anisometropi, hipermetropia tinggi. 3. Pada pasien akomodasi kuat(anak-anak), sebaiknya diberikan siklopegik untuk otot-otot akomodasi sehingga pasien endapatkan koreksi kacamata dengan mata istirahat. 2.2.7 Penyulit 1. Glaukoma sudut tertutup 2. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. 3. Ambliopia. 13
2.3 Astigmat 2.3.1 Definisi Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik. 2.3.2 Etiologi i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. ii. iii. iv. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty Trauma pada kornea v. Tumor 2.3.3 Klasifikasi Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut: 1) Astigmatisme Reguler Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan 14
bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain. Astigmatisme regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: i. Astigmatisme With the Rule Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal. ii. Astigmatisme Against the Rule Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal. 2) Astigmatisme Irreguler Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat irreguler ini dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi irreguler. Astigmat irreguler tejadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akbat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda. 2.3.4 Tanda Dan Gejala - Sakit kepala pada bagian frontal. - Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucekucek mata. 2.3.5 Diagnosis i. Subjektif Optotipe dari Snellen & Trial lens 15
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masingmasing mata. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique). ii. Objektif - Autorefraktometer Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik. - Keratometri Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun mempunyai keterbatasan. 2.3.6 Terapi 1) Koreksi lensa Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas. 2) Orthokeratology 16
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata. 3) Bedah refraksi Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari: Radial keratotomy (RK) Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi. Photorefractive keratectomy (PRK) Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi. 17
2.4 PRESBIOPIA 2.4.1 Definisi Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. 7 Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia. Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia, sehingga kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat. 2.4.2 Etiologi - Kelemahan otot akomodasi - Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa 2.4.3 Gejala Klinis o Penglihatan kabur pada jarak maupun jarak jauh. o Keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas. 18
o Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. o Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas. 2.4.4 Pemeriksaan - Kartu Snellen - Kartu baca dekat (Jaeger) 2.4.5 Penatalaksanaan Pemberian kacamata addisi, yang berkuatan: 40 sampai 45 tahun + 1.0 dioptri 45 sampai 50 tahun + 1.5 dioptri 50 sampai 55 tahun + 2.0 dioptri 55 sampai 60 tahun + 2.5 dioptri 60 tahun + 3.0 dioptri 19
DAFTAR PUSTAKA Curtin. B., J., 2002. The Myopia. Philadelphia Harper & Row. 348-381 Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Edisi 9. 1997. Ilyas, S. 2004. Hipermetropia dalam Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan. Jakarta: Penerbit FKUI. hal: 35-45. Ilyas, S., 2007. Ilmu penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta, FK UI James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell Publishing, 2003; 20-26. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L, Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23. Riordan, Paul, Whitcher, John P. 2000. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC. Hal: 401-402. Vaoughan et all, Optalmology Umum.edisi 14.Widya Medika.2000. 20