BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimana tidak ditemukannya kelainan refraksi disebut emetropia. (Riordan-Eva,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimana tidak ditemukannya kelainan refraksi disebut emetropia. (Riordan-Eva,"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kelainan Refraksi Kelainan refraksi atau ametropia merupakan suatu defek optis yang mencegah berkas-berkas cahaya membentuk sebuah fokus di retina. Kondisi dimana tidak ditemukannya kelainan refraksi disebut emetropia. (Riordan-Eva, 2009) Sehingga emetropia dapat diartikan sebagai suatu kondisi optis dimana mata tidak mengalami kelainan refraksi, sehingga pada saat tidak berakomodasi berkas-berkas cahaya yang masuk sejajar dengan sumbu optis dapat membentuk bayangan tepat di fovea sentralis (Newell, 1996) 2.2 Epidemiologi Kelainan Refraksi Di seluruh dunia diperkirakan 800 juta hingga 2,3 milyar orang mengalami kelainan refraksi (Dunaway, 2003). Di Indonesia sendiri diperkirakan jumlah penderita kelainan refraksi sekitar 25% populasi dan merupakan kelainan mata yang paling sering terjadi di Indonesia (Handayani-Ariesanti dkk., 2012). Secara umum, diperkirakan sekitar 5-15% dari seluruh anak mengalami kelainan refraksi (Dunaway, 2003). Berbagai penelitian mengenai prevalensi kelainan refraksi pada anak juga sudah dilakukan di berbagai negara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pi Lian-Hong dkk. (2010) di Cina, ditemukan bahwa dari 3070 anak usia 6-15 tahun yang diteliti ditemukan bahwa 384 diantaranya mengalami hipermetropia, 422 anak mengalami miopia, dan 343 anak mengalami astigmatisme. Penelitian yang dilakukan di India diperoleh hasil 7

2 8 sekitar 30,57% atau setara dengan 192 anak mengalami kelainan refraksi dari total 628 anak yang diteliti (Prema N., 2011). Sementara itu, pada tahun 2011 di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, diperoleh hasil 54 anak usia 1-10 tahun mengalami kelainan refraksi dari total 579 pasien (Handayani- Ariesanti dkk., 2012) 2.3 Klasifikasi Kelainan Refraksi Miopia Miopia atau nearsightedness merupakan suatu kelainan refraksi dengan berkas-berkas cahaya dari sebuah objek yang jauh difokuskan di sebelah anterior retina pada kondisi mata tidak berakomodasi (Ilyas S dkk., 2008; Riordan-Eva, 2009). Kondisi ini dapat terjadi oleh karena beberapa hal. Apabila miopia disebabkan oleh sumbu bola mata yang terlalu panjang, maka kondisi ini dapat disebut dengan miopia aksial. Indeks bias media atau indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat juga dapat menimbulkan miopia, dimana kondisi ini disebut dengan miopia refraktif (Ilyas S dkk., 2008; Riordan-Eva, 2009). Gambar 2.1 Refraksi pada miopia aksial, dimana bayangan jatuh di depan retina akibat panjang sumbu bola mata yang terlalu panjang (Anonym, 2010)

3 9 Miopia secara umum terbagi menjadi 3 tipe (Newell, 1996). Tipe yang pertama adalah miopia fisiologis, yang merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe ini terjadi karena adanya korelasi yang tidak adekuat antara indeks refraktif kornea dan lensa dengan panjang sumbu bola mata. Biasanya pada tipe ini tidak ditemui kelainan organik, namun pada beberapa kasus dapat ditemui adanya kelainan fundus ringan atau yang lebih dikenal dengan istilah myopic crescent (Ilyas S dkk., 2008). Onset miopia tipe ini dimulai pada usia 5 dan 10 tahun, akan tetapi manifestasinya baru muncul saat usia 25 tahun. Beratnya kelainan refraktif ini biasanya tidak melebihi -6 dioptri (Ilyas S dkk., 2008; Newell, 1996) Tipe yang kedua adalah miopia patologis yang juga dikenal dengan istilah miopia degeneratif, miopia maligna, dan miopia progresif (Ilyas S dkk., 2008). Hal ini disebabkan oleh abnormalitas dimana sumbu aksial bola mata terlalu panjang yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dua-pertiga bagian posterior bola mata yang terjadi bahkan saat ukuran bola mata semestinya sudah stabil saat usia dewasa (Newell, 1996). Pada anak-anak, diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan derajat miopia dalam jangka waktu yang relative singkat. Beratnya kelainan ini biasanya melebihi -6 dioptri dan umumnya terdapat kelainan fundus pada pemeriksaan funduskopi (Ilyas S dkk., 2008) Tipe yang ketiga adalah miopia lentikular yang tergolong miopia refraktif (Newell, 1996). Miopia tipe ini disebabkan oleh adanya abnormalitas ukuran lensa yang menyebabkan bayangan jatuh di depan retina. Miopia lentikular dapat terjadi akibat peningkatan indeks refraksi pada lensa kristalina seperti pada katarak dan diabetes melitus (Klintworth, 2002; Yang Kyung, C. et al., 2013)

4 10 Pada miopia pasien cenderung memiliki kesulitan saat melihat benda atau objek di jarak yang cukup jauh. Namun bila digunakan untuk melihat benda pada jarak dekat, umumnya penglihatan penderita masih normal. Keluhan lainnya meliputi mata cepat lelah saat membaca sebagai akibat konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi dan saat melihat benda berukuran kecil harus dilakukan dari jarak dekat dan hal ini dapat menimbulkan keluhan (astenovergen) (Ilyas S dkk., 2008). Selain itu, pasien juga dapat mengalami sakit kepala dan kecenderungan terjadinya juling saat meihat jauh. Berdasarkan derajatnya myopia dapat dibagi menjadi tiga, antara lain: myopia ringan dimana kekuatan lensa yang digunakan kurang dari tiga dioptri, myopia sedang dimana kekuatan lensa yang digunakan antara tiga hingga enam dioptri, dan myopia berat dimana kekuatan lensa yang digunakan lebih dari enam dioptri (AOA, 2006). Selain itu, myopia berat juga dapat didefinisikan dengan panjang sumbu aksial mata yang melebihi 26mm (Kanski & Bowling, 2009) Penatalaksanaan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan koreksi dengan lensa negatif yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal (PERDAMI, 2006) Hipermetropia Hipermetropia atau yang dikenal juga dengan istilah hipermetropia dan farsightedness adalah keadaan mata tak berakomodasi yang memfokuskan bayangan di belakang retina. Sama seperti miopia, hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya panjang sumbu bola mata yang disebut dengan hipermetropia aksial dan menurunnya indeks refraksi seperti pada afakia yang disebut dengan

5 11 hipermetropia refraktif (Riordan-Eva, 2009). Pada hipermetropia aksial, ukuran kornea dan bola mata biasanya lebih kecil daripada normal (Newell, 1996) Gambar 2.2 Refraksi pada mata yang mengalami hipermetropia, dimana bayangan jatuh di depan belakang retina (Anonym, 2010) Hipermetropia dapat dikompensasi dengan akomodasi, dimana akomodasi dapat meningkatan kekuatan refraksi mata (Newell, 1996). Apabila hipermetropia dapat diatasi dengan akomodasi dan yang masih dapat direlaksasikan disebut dengan hipermetropia manifes tipe fakultatif. Namun bila tidak dapat diatasi dengan akomodasi disebut dengan hipermetropia manifes tipe absolut (Ilyas S dkk., 2008). Pada hipermetropia manifes tipe fakultatif pasien dapat diberikan koreksi lensa positif yang memberikan penglihatan normal sehingga otot-otot akomodatifnya dapat beristirahat (PERDAMI, 2006) Pada beberapa kasus, deteksi hipermetropia memerlukan penggunaan obatobatan sikloplegik untuk mengurangi akomodasi pada mata. Hipermetropia tipe ini dapat disebut dengan hipermetropia laten (Ilyas S dkk, 2008). Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada pasien yang berusia muda yang mengalami kelelahan mata saat membaca dan penting untuk penegakan diagnosis esotropia (Riordan-Eva, 2009). Akomodasi pada mata sangat berpengaruh pada konvergensi kedua mata, sehingga bila terjadi peningkatan akomodasi maka mata akan semakin konvergen.

6 12 Pada akhirnya konvergensi yang berlebih ini dapat bermanifestasi sebagai esotropia (Newell, 1996). Pada pasien hipermetropia keluhan yang sering terjadi meliputi lelah, pusing, sakit kepala terutama di bagian frontal, dan sebagainya akibat pasien harus terus berakomodasi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik (astenopia akomodatif). Selain itu, karena akomodasi disertai dengan konvergensi maka ada kemungkina juga pasien akan mengalami strabismus konvergen atau esotropia. Pada pasien dengan hipermetropia 3 dioptri atau lebih, pasien juga dapat mengeluh adanya kabur atau buram saat melihat jauh terutama pada pasien usia tua. Namun, penglihatan dekat pasien juga lebih cepat buram yang akan lebih terasa pada saat kelelahan atau penerangan yang kurang. Hipermetropia dapat ditangani dengan pemberian lensa positif dimana jika pasien juga mengalami esophoria maka hipermetropia dikoreksi penuh, sebaliknya jika pasien mengalami exophoria maka diberikan under koreksi. Namun jika pasien juga mengalami strabismus konvergen koreksi yang dilakukan adalah koreksi total. (Ilyas S dkk., 2002; PERDAMI, 2006) Astigmatisma Astigmatisma merupakan kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya jatuh sebagai suatu focus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di berbagai meridian kornea atau lensa kristalina (Riordan-Eva, 2009) Astigmatisma dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu astigmatisma reguler dan ireguler. Astigmatisma reguler merupakan tipe astigmatisma yang memiliki dua meridian utama dengan orientasi dan kekuatan konstan disepanjang lubang

7 13 pupil sehingga terbentuk dua garis fokus. Selanjutnya astigmatisma reguler dapat dibagi lagi menjadi tiga tipe yaitu: astigmatism with the rule dimana daya bias yang lebih besar terletak pada meridian vertikal, astigmatism against the rule dimana daya bias yang lebih besar terletak di meridian horizontal, dan astigmatisma oblik yang merupakan astigmatisma reguler yang meridian-meridian utamanya tidak terletak dalam 20 derajat horizontal dan vertikal. Sementara itu, astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang daya atau orientasi meridianmeridian utamanya berubah di sepanjang lubang pupil (Riordan-Eva, 2009). Astigmatisma reguler dapat terbagi menjadi lima tipe, antara lain astigmatisma miopikus kompleks (satu meridian utamanya emetropik dan satu meridian lainnya miopik), astigmatisma hipermetropikus kompleks (satu meridian utamanya emetropik dan satu meridian lainnya hipermetropik), astigmatism miopikus kompositus (kedua meridian utamanya miopik dengan derajat yang berbeda), astigmatisma hipermetropikus kompleks (kedua meridian utamanya hipermetropik dengan derajat yang berbeda), dan astigmatisma mikstus (satu meridian utamanya miopik dan satu meridian lainnya hipermetropik). Astigmatisam dapat dikoreksi dengan pemberian lensa silinder dan sferis (PERDAMI, 2006). Gambar 2.3 Tipe-tipe refraksi pada astigmatisma reguler yang disebabkan karena adanya dua garis fokus terhadap retina (Anonym, 2010)

8 Anisometropia Anisometropia adalah perbedaan kelainan refraksi di antara kedua mata (Riordan-Eva, 2009). Perbedaan kelainan refraksi yang signifikan diatas 1 dioptri pada berbagai meridian juga dapat didefinisikan sebagai anisometropia (McCarthy, 2013). Koreksi terhadap kelainan ini biasanya dipersulit dengan adanya perbedaan ukuran bayangan retina (anisekoinia) dan ketidakseimbangan okulomotor akibat perbedaan derajat kekuatan prismatik bagian perifer kedua lensa korektif tersebut (Riordan-Eva, 2009) Anisometropia merupakan penyebab utama dari ambliopia. Ambliopia adalah kondisi penurunan tajam penglihatan (visus) yang tidak dapat dikoreksi dengan lensa tanpa adanya defek anatomik pada mata (Riordan-Eva, 2009). Ambliopia lebih rentan terjadi pada kondisi anisometropia hipermetopi jika salah satu mata tidak terkoreksi dengan baik. Pada anisometropia hipermetropi perbedaan 1 dioptri saja dapat menyebabkan terjadinya ambliopia. Sementara ambliopia pada anisometropia miopi dapat terjadi jika perbedaan kelainan refraksi diatas 2 dioptri dan diatas 1,5 dioptri pada anisometropia astigmat (McCarthy, 2013) 2.5 Ambliopia Ambliopia atau yang dikenal juga dengan istilah mata malas merupakan penurunan ketajaman penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan lensa tanpa defek anatomik yang nyata pada mata atau jaras penglihatan (Riordan-Eva, 2009). Kondisi ini dapat mengenai salah satu atau kedua mata, meskipun lebih jarang mengenai kedua mata. Ambliopia dapat disebabkan oleh strabismus, kelainan

9 15 refraksi baik isometropia ataupun anisometropia, dan akibat deprivasi penglihatan yakni gangguan total maupun parsial pada mata yang menyebabkan terbentuknya bayangan yang kabur pada retina misalnya katarak kongenital (AAO, 2012; West & Asbury, 2009). Perkembangan anatomi retina dan korteks penglihatan yang normal ditentukan oleh pengalaman visual pasca lahir hingga anak berusia delapan tahun. Jika terdapat gangguan penglihatan pada periode tersebut maka akan menghambat pembentukan penglihatan normal pada mata yang sakit (Fredrick, 2009). Ambliopia dapat dikoreksi bila terdeteksi sejak usia dini. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan skrining rutin sebelum anak berusia 4 tahun untuk mendeteksi penurunan ketajaman penglihatan atau adanya faktor ambliogenik sebab kedua hal tersebut merupakan syarat untuk penegakan diagnosis ambliopia (Fredrick, 2009; AAO, 2012). Ambliopia dapat diterapi dengan koreksi kelainan refraksi yang tepat, terapi oklusi mata yang normal selama beberapa jam per hari. Apabila terapi oklusi tidak berjalan dengan baik, maka perlu dilakukan penalisasi dengan menggunakan atropin pada mata yang sehat setiap hari selama beberapa minggu. Selama periode tersebut diperlukan monitoring dan kontrol rutin terhadap visus kedua mata (Fredrick, 2009; Kanski & Bowling, 2009) 2.6 Pemeriksaan Oftalmologik Pemeriksaan oftalmologi yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis kelainan refraksi merupakan pemeriksaan tajam penglihatan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara subjektif dengan menggunakan Snellen

10 16 chart, yang terdiri atas deretan huruf acak yang tersusun mengecil untuk menguji penglihatan jarak jauh. (Chang, D. F., 2009). Ketajaman penglihatan yang belum dikoreksi atau UCVA (Uncorrected Visual Acuity) diukur tanpa kacamata atau lensa kontak. Selanjutnya perlu dinilai juga ketajaman penglihatan terkoreksi atau BCVA (Best Corrected Visual Acuity) dengan alat bantu yang sudah disesuaikan, bila tidak terdapat kacamata, pemeriksaan BCVA dapat dilakukan dengan menggunakan pinhole. Pemeriksaan tersebut menggunakan lubang kecil sehingga dapat membantu berkas sinar terfokus ke pupil dan menghasilkan bayangan yang lebih tajam. Apabila pasien tidak dapat membaca huruf terbesar dalam grafik Snellen (20/200 atau 6/60), pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan hitung jari (counting finger). Jika masih tidak bias, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan lambaian tangan (hand motion), yang jika pemeriksaan ini gagal dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan light perception. Apabila mata tidak dapat mempersepsi cahaya maka mata dapat dianggap buta total (NLP atau no light perception). Pemeriksaan tajam penglihatan juga dapat dilakukan secara objektif seperti menggunakan auto refrakter atau streak retinoscopy (Chang, D. F., 2009) Klasifikasi WHO menurut laporan yang disampaikan pada International Council of Ophtalmology (2002) menggolongkan visus pada mata terbaik pasien kedalam beberapa kategori antara lain: a. Penglihatan normal atau gangguan penglihatan ringan: merupakan kondisi dimana visus pasien diatas 6/18 setelah dikoreksi.

11 17 b. Low vision: kategori ini terbagi menjadi dua bagian yaitu Grup 1 atau visual impairment dengan rentang nilai visus 6/18 hingga 6/60. Kategori selanjutnya adalah Grup 2 atau severe visual impairment dengan visus <6/60 hingga 3/60. c. Blindness atau kebutaan: merupakan kondisi dimana visus pasien <3/60 hingga NLP (no light perception). Kategori ini terbagi lagi menjadi tiga kelompok antara lain Grup 3 dengan visus < 3/60 hingga 1/60, Grup 4 dengan visus <1/60 hingga LP (light perception), dan Grup 5 dengan visus NLP (No Light Perception). 2.7 Proses Emetropisasi Pada Anak Emetropisasi merupakan proses yang terjadi selama periode pertumbuhan normal dimana mata berubah dari kondisi ametropia menjadi emetropia. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya faktor genetik, perubahan struktur, adaptasi lingkungan, interaksi biokimia, dan efek penggunaan kacamata (Kristie Yackle & Fitzgerald, 1999). Sebagian besar bayi memiliki kondisi mata yang hipermetropia dimana nantinya seiring dengan proses pertumbuhan kondisi hipermetropia ini akan berubah mencapai kondisi emetropia secara perlahan (Lowery et al., 2006). Dinyatakan bahwa kondisi ini sangan rentan mengalami perubahan akibat pengaruh dari luar (Yackle & Fitzgerald, 1999). Kelengkungan kornea yang cukup curam pada saat lahir akan mendatar sampai mendekati kelengkungan dewasa pada usia 1 tahun. Selain itu, kondisi lensa dan panjang sumbu bola mata saat lahir juga akan berubah seiring pertumbuhan anak (Riordan-Eva, 2009)

12 18 Ada beberapa hipotesis mengenai proses emetropisasi ini, diantaranya adalah teori pasif dan teori aktif. Teori aktif menyatakan bahwa emetropisasi terjadi dan diregulasi oleh bayangan yang terbentuk di retina. Mata akan menganalisis bayangan yang terbentuk, selanjutnya mata akan memanjang atau memendek hingga bayangan di retina menjadi jelas atau terkonjugasi. Sebaliknya, pada teori pasif dijelaskan bahwa emetropisasi merupakan hasil dari faktor genetik dan faktor fisik terhadap pertumbuhan normal mata dimana terjadi interaksi akibat perubahan yang proporsional antara kekuatan lensa dengan panjang aksial bola mata. Sehingga nantinya kedua mata yang sebelumnya hipermetropia atau mungkin miopia akan berubah menjadi emetropia (Yackle & Fitzgerald, 1999). Kurvatura kornea, kekuatan lensa, dan kedalaman vitreus. merupakan komponen yang memiliki pengaruh paling besar terhadap refraksi manusia. Perubahan kurvatura kornea sesungguhnya lebih berpengaruh pada emetropisasi astigmatisma dibandingkan pada astigmatisma sferis (Yackle & Fitzgerald, 1999). Kekuatan lensa yang berkurang juga merupakan penyebab primer terjadinya proses emetropisasi. Hal ini terjadi karena adanya penipisan dan pemipihan lensa kristalina akibat berkembangnya mata ke berbagai arah (Mutti, 2010). Perubahan kedalaman vitreus akan mempengaruhi ketebalan lapisan koroid, yang nantinya akan menyebabkan retina mampu memodifikasi bayangan yang kurang jelas (Yackle & Fitzgerald, 1999). Faktor herediter juga merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan penting dalam proses emetropisasi. Dimana pada suatu penelitian diperoleh bahwa jika kedua orang tua dari seorang anak mengalami kelainan refraksi, maka risiko

13 19 anak tersebut untuk mengalami kelainan refraksi lebih besar ketimbang anak-anak lain yang hanya memiliki satu orang tua dengan kelainan refraksi atau kedua orang tuanya tidak memiliki kelainan refraksi. Faktor lainnya adalah aktivitas di luar ruangan. Semakin lama seorang anak menghabiskan waktunya di luar ruangan, maka semakin kecil kemungkinan anak tersebut mengalami miopia. Sementara itu, semakin sering seseorang melakukan aktivitas yang memerlukan jarak pandang dekat dan tingginya tingkat pendidikan dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami miopia. (Mutti, 2010; Stambolian, 2013). Faktor lainnya adalah penggunaan kacamata atau lensa. Anak-anak yang mengalami hipermetropia yang dikoreksi penuh akan mengalami perlambatan emetropisasi hingga proses tersebut tidak terjadi sama sekali. Sehingga disarankan agar anak-anak yang mengalami hipermetropia dikoreksi parsial tanpa sikloplegik (Mutti, 2010; Lowery et al., 2006). Dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi proses emetropisasi pada anak, dapat disimpulkan bahwa apabila faktor-faktor tersebut terganggu pada masa pertumbuhan maka risiko seorang anak mengalami ametropia menjadi lebih besar jika dibandingkan dengan anakanak yang proses emetropisasinya berjalan normal tanpa intervensi (Mutti, 2010; Yackle & Fitzgerald, 1999).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelainan refraksi 2.1.1 Definisi kelainan refraksi Kelainan refraksi merupakan suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (makula retina atau bintik kuning)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Pada saat lahir mata bayi normal cukup bulan berukuran kira-kira 2/3 ukuran mata orang dewasa. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Definisi Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Gaya Hidup a. Definisi Gaya Hidup atau lifestyle adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

Lebih terperinci

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER O P T I K dan REFRAKSI SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER SINAR MATA (Organ Penglihatan) KORNEA + 43 D B M D Media optik PUPIL LENSA + 20 D MEDIA REFRAKSI BADAN

Lebih terperinci

REFRAKSI. Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc

REFRAKSI. Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc REFRAKSI Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc REFRAKSI PENGANTAR Mata : Media refraksi Media refrakta Pilem : Retina Sifat bayangan retina? Kesadaran di otak? REFRAKSI PADA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 KERANGKA TEORI II.1.1 DEFINISI Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar masuk ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MIOPIA Miopia merupakan gangguan tajam penglihatan, dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina. Miopia terjadi

Lebih terperinci

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60. Pemeriksaan Refraksi Subjektif dan Objektif 1. Pemeriksaan Visus Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan memakai Snellen Chart atau dengan chart jenis lainnya. Jarak antara kartu Snellen dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Histologi Mata Gambar 2.1. Anatomi Mata Sumber: Oftalmologi Umum, Riordan, 2014 Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Miopia a. Definisi Miopia atau rabun jauh adalah suatu kelainan refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Anatomi Mata Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang transparan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinarsinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dibiaskan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada

Lebih terperinci

REFRAKSI dan KELAINAN REFRAKSI. Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas SpM Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 6/12/2012 1

REFRAKSI dan KELAINAN REFRAKSI. Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas SpM Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 6/12/2012 1 REFRAKSI dan KELAINAN REFRAKSI Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas SpM Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 6/12/2012 1 Media penglihatan kornea lensa badan kaca retina selaput jala ( serabut penerus ) 6/12/2012

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Konsep Kerusakan Penglihatan Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan penglihatan fungsional. Gangguan mata yang dapat menyebabkan kerusakan penglihatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Miopia a. Definisi Miopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga

Lebih terperinci

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. KERANGKA TEORI Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu: 1. Miopia 2. Hipermetropia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita yang datang ke bagian Penyakit Mata. Salah satu penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Mata adalah panca indera penting yang perlu pemeriksaan dan perawatan secara teratur. Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini. Pada anak 2,5-5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinarsinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan dibiaskan

Lebih terperinci

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. KERANGKA TEORI Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu: 1. Miopia 2. Hipermetropia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda

PENDAHULUAN. beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda PENDAHULUAN Hipermetropi merupakan kelainan refraksi, dimana dalam keadaan mata beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tak terhingga, dibiaskan dibelakang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata. atau dewasa (Vaughan dan Asbury, 2009)

BAB II LANDASAN TEORI. bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata. atau dewasa (Vaughan dan Asbury, 2009) BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi Bola Mata Bola mata merupakan organ penglihatan manusia yang menempati bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata diameter

Lebih terperinci

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).: MIOPIA A. Definisi Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki m ata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anatomi bola mata Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi, 2011). Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mata 1. Definisi Mata merupakan alat indra penglihatan yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Anatomi Mata

Gambar 2.1 Anatomi Mata 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan fisologi Mata Gambar 2.1 Anatomi Mata Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula).

Lebih terperinci

CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA. Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes.

CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA. Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes. CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes. Oleh : Yoga Yandika 1301-1209-0053 R. Ayu Hardianti Saputri 1301-1209-0147 Amer Halimin 1301-1006-3016 BAGIAN ILMU PENYAKIT

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tidak dibentuk tepat di retina, melainkan di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI ANAK Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak, yang dimaksud anak menurut Undang-undang tersebut adalah

Lebih terperinci

R E F R A K S I PR P O R SE S S E S P E P N E G N L G IHA H TAN 1

R E F R A K S I PR P O R SE S S E S P E P N E G N L G IHA H TAN 1 R E F R A K S I PROSES PENGLIHATAN 1 Caaya merupakan sala satu dari suatu spektrum gelombang elektromagnetik Panjang gelombang caaya adala 400-700nm yang dapat merangsang sel batang (rod cell) dan kerucut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Anatomi Mata Gambar 1. Penampang bola mata Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil pada usia remaja 2, namun pada sebagian orang akan menunjukkan perubahan ketika usia dewasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Bagian-bagian yang melindungi mata: 1. Alis mata, berguna untuk menghindarkan masuknya keringat ke mata kita.

Bagian-bagian yang melindungi mata: 1. Alis mata, berguna untuk menghindarkan masuknya keringat ke mata kita. MATA Indra pertama yang dapat penting yaitu indra penglihatan yaitu mata. Mata adalah indera yang digunakan untuk melihat lingkungan sekitarnya dalam bentuk gambar sehingga mampu dengan mengenali benda-benda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi mata Gambar. 1 Anatomi mata 54 Mata mempunyai 3 lapisan dinding yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera berfungsi untuk melindung bola mata dari gangguan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat praktek dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi organ penglihatan Gambar 2.1. Anatomi bola mata Mata merupakan sebuah bola yang berisi cairan dengan diameter kurang lebih 24 mm. 8 Secara garis besar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Miopia 2.1.1 Definisi Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Mata Gambar 2.1. Anatomi Mata Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari paling luar ke paling dalam, lapisan-lapisan itu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Mata Gambar 2.1. Anatomi Mata Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan

Lebih terperinci

REFRAKSI ENAM PRINSIP REFRAKSI 3/28/2017. Status refraksi yang ideal : EMETROPIA. Jika tdk fokus pada satu titik disebut AMETROPIA ~ kelainan refraksi

REFRAKSI ENAM PRINSIP REFRAKSI 3/28/2017. Status refraksi yang ideal : EMETROPIA. Jika tdk fokus pada satu titik disebut AMETROPIA ~ kelainan refraksi REFRAKSI RIA SANDY DENESKA Status refraksi yang ideal : EMETROPIA Jika tdk fokus pada satu titik disebut AMETROPIA ~ kelainan refraksi Pada mata EMMETROPIA : kekuatan kornea +lensa digabungkan untuk memfokuskan

Lebih terperinci

Tatalaksana Miopia 1. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting.

Tatalaksana Miopia 1. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting. Tatalaksana Miopia 1. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting. Meskipun banyak pasien miopia tinggi menggunakan lensa kontak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar datang sejajar sumbu mata tanpa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Miopia 2.1.1. Definisi Miopia atau rabun jauh merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Astigmatisma biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan dan gangguan penglihatan diseluruh dunia. Oleh karena itu, terjadi pergeseran paradigma oftalmologi dari rehabilitasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi Mata Gambar 2.1. Anatomi Mata Mata adalah sepasang organ penglihatan dan terdiri dari bola mata dan saraf optik. Bola mata terdapat di dalam orbita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi dan Pengertian Visus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi dan Pengertian Visus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi dan Pengertian Visus Ambang suatu penglihatan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Diskriminasi cahaya Diskriminasi cahaya dapat dibagi lebih lanjut menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anisometropia yang merupakan salah satu gangguan penglihatan, adalah suatu keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi. 1,2 Anisometropia pada anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutaan dan 246 juta orang mengalami penglihatan kurang (low vision).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutaan dan 246 juta orang mengalami penglihatan kurang (low vision). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kelainan Refraksi Manusia memiliki mata disebelah kiri dan kanan. Kehilangan atau kerusakan salah satu bola mata dapat mengganggu penglihatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data dari World Health Organization penyebab kebutaan paling banyak di dunia adalah kelainan refraksi, katarak, dan disusul oleh glaukoma. Dari semua kelainan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi Mata Gambar 2.1 Anatomi Mata. Mata dapat dikatakan sebagai sebuah kamera karena mata mempunyai system lensa, diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil),

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN VISUS MATA

PEMERIKSAAN VISUS MATA PEMERIKSAAN VISUS MATA Tidak semua orang mempunyai visus yang sama. Visus dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2012 31 DESEMBER 2012 Jason Alim Sanjaya, 2014, Pembimbing I : July Ivone, dr.,m.k.k.,mpd.ked.

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA RPP OFTALMOLOGI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA RPP OFTALMOLOGI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Pertemuan ke : 1 : Mahasiswa dapat memahami garis besar mata kuliah oftalmologi dan perannya dalam pendidikan anak tunanetra : 1. Ruang lingkup mata kuliah oftalmologi 2. Kontrak perkuliahan Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habituasi 2.1.1 Definisi Istilah habituasi atau kebiasaan sering digunakan di kalangan masyarakat untuk menunjukkan perilaku yang sering dilakukan oleh seseorang. Istilah habituasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti kebutaan total, kebutaan ekonomi, kebutaan hukum dan kebutaan Sosial. Publikasi WHO pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari sebuah benda difokuskan di depan retina pada saat mata dalam keadaan tidak berakomodasi

Lebih terperinci

ALAT - ALAT OPTIK. Bintik Kuning. Pupil Lensa. Syaraf Optik

ALAT - ALAT OPTIK. Bintik Kuning. Pupil Lensa. Syaraf Optik ALAT - ALAT OPTIK 1. Pendahuluan Alat optik banyak digunakan, baik untuk keperluan praktis dalam kehidupan seharihari maupun untuk keperluan keilmuan. Beberapa contoh alat optik antara lain: Kaca Pembesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Media Refraksi Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca),

Lebih terperinci

OPTIKA CERMIN, LENSA ALAT, ALAT OPTIK. PAMUJI WASKITO R, S.Pd GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMK N 4 PELAYARAN DAN PERIKANAN

OPTIKA CERMIN, LENSA ALAT, ALAT OPTIK. PAMUJI WASKITO R, S.Pd GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMK N 4 PELAYARAN DAN PERIKANAN OPTIKA CERMIN, LENSA ALAT, ALAT OPTIK PAMUJI WASKITO R, S.Pd GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMK N 4 PELAYARAN DAN PERIKANAN Pembentukan Bayangan pada Cermin Pembentukan bayangan maya pada cermin datar CERMIN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. waktu, tak lupa shalawat salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. memenuhi tugas kepaniteraan di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondk Kopi.

KATA PENGANTAR. waktu, tak lupa shalawat salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. memenuhi tugas kepaniteraan di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondk Kopi. KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, saya dapat menyelesaikan tugas tutorial yang berjudul Anomali Refraksi ini tepat waktu, tak lupa shalawat salam tercurah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Katarak menurut American Academy of Ophtamology (AAO) adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa sehingga cahaya tidak bisa difokuskan dengan tepat kepada retina.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem lakrimal atau sekresi air mata terletak di daerah temporal bola mata. Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem lakrimal atau sekresi air mata terletak di daerah temporal bola mata. Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Mata 1. Kelopak Mata Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi yaitu melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan bola mata, serta

Lebih terperinci

KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU

KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU Jurnal e-clinic (ecl), Volume, Nomor, Juli 014 KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU 1 Richard Simon Ratanna Laya M. Rares 3 J. S. M. Saerang 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan satu mata. Ruang pandang penglihatan yang lebih luas, visus mata yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan satu mata. Ruang pandang penglihatan yang lebih luas, visus mata yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penglihatan binokuler adalah penglihatan menggunakan kedua mata. Penglihatan binokuler mempunyai banyak keunggulan dibandingkan penglihatan dengan satu mata. Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia. Melalui mata

BAB I PENDAHULUAN. Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia. Melalui mata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia. Melalui mata manusia menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Saat

Lebih terperinci

PELATIHAN KESEHATAN MATA UNTIJK GURU-GURU UKS SEKOLAH DASAR SE-KECA]W{TAN PADANG TIMUR

PELATIHAN KESEHATAN MATA UNTIJK GURU-GURU UKS SEKOLAH DASAR SE-KECA]W{TAN PADANG TIMUR USUL PROGRAM PENERAPAN IPTEKS PELATIHAN KESEHATAN MATA UNTIJK GURU-GURU UKS SEKOLAH DASAR SE-KECA]W{TAN PADANG TIMUR Oleh: Ketua: dr. Yaskur Syarif SpM Anggota: dr. Getry Sukmawati, SpM Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utama, yaitu high contrast acuity atau tajam penglihatan, sensitivitas terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utama, yaitu high contrast acuity atau tajam penglihatan, sensitivitas terhadap 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tajam Penglihatan Fungsi penglihatan mata dapat dikarakterisasikan dalam lima fungsi utama, yaitu high contrast acuity atau tajam penglihatan, sensitivitas terhadap kontras,

Lebih terperinci

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS Tujuan Pemeriksaan: 1. Menentukan jenis lensa bantu yang memberikan penglihatan paling jelas untuk mengkoreksi kelainan refraksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komputer Komputer adalah penemuan paling menarik sejak abad ke-20 (Izquierdo, 2010). Komputer adalah alat elektronik atau mesin yang dapat diprogram untuk menerima data dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan kualitas hidup manusia. Indra penglihatan tersebut adalah mata. Tanpa mata, manusia mungkin

Lebih terperinci

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak Struktur Proses Hasil Petugas : 1. Dokter Puskesmas 2. Pramedis 3. Kader Katarak Anamnesis Gejala dan tanda : 1. Penurunan tajam penglihatan secara perlahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Bola Mata Gambar 1 : Anatomi Bola Mata Bola mata mempunyai bentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bagian depan bola mata (kornea) mempunyai kelengkungan yang

Lebih terperinci

ETIOPATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN MIOPIA PADA ANAK USIA SEKOLAH

ETIOPATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN MIOPIA PADA ANAK USIA SEKOLAH ETIOPATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN MIOPIA PADA ANAK USIA SEKOLAH Saiful Basri Abstrak. Miopia merupakan penyebab utama kebutaan di dunia. Miopia dapat berkembang pada anak usia sekolah akibat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III CARA PEMERIKSAAN

BAB III CARA PEMERIKSAAN BAB III CARA PEMERIKSAAN A. Daftar keterampilan yang harus dikuasai 1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan/visus 2. Pemeriksaan posisi dan gerakan bola mata 3. Pemeriksaan lapang pandangan secara konfrontasi

Lebih terperinci

Kondisi Mata By I Nengah Surata

Kondisi Mata By I Nengah Surata Kondisi Mata By I Nengah Surata Kondisi mata ada dalam dua keadaan yaitu: 1. Mata Normal (Emetropi) 2. Cacat Penglihatan (metropi) 1. Mata Normal (emetropi) Mata normal adalah mata yang mampu melihat benda

Lebih terperinci

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN BAB IV BIOOPTIK Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa akan dapat: a. Menentukan posisi dan pembesaran bayangan dari cermin dan lensa b. Menjelaskan proses pembentukan bayangan pada mata c. Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik

Lebih terperinci

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda Alat optik Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda lain dengan lebih jelas. Beberapa jenis yang termasuk

Lebih terperinci

GAMBARAN DESKRIPTIF PASIEN KELAINAN REFRAKSI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA PERIODE JANUARI- JUNI 2015 SKRIPSI

GAMBARAN DESKRIPTIF PASIEN KELAINAN REFRAKSI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA PERIODE JANUARI- JUNI 2015 SKRIPSI GAMBARAN DESKRIPTIF PASIEN KELAINAN REFRAKSI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA PERIODE JANUARI- JUNI 2015 SKRIPSI Oleh: Nama : Audrey Fedora Irawan NRP : 1523012037 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PREVALENSI MIOPIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011

PREVALENSI MIOPIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011 PREVALENSI MIOPIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011 Laporan Penelitian Ini Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia terutama anak-anak, karena 80% informasi diperoleh melalui indera penglihatan (Wardani,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan

Lebih terperinci

Sumber : Tortora, 2009 Gambar 2.1. Anatomi Bola Mata

Sumber : Tortora, 2009 Gambar 2.1. Anatomi Bola Mata 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata Mata adalah suatu organ yang rumit dan sangat berkembang yang peka terhadap cahaya. Mata dapat melewatkan cahaya dengan bentuk dan intensitas cahaya

Lebih terperinci

Laporan Kasus Astenopia, Astigmat myopia dan Amblyopia Refraktif

Laporan Kasus Astenopia, Astigmat myopia dan Amblyopia Refraktif Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Periode 30 Maret s/d 2 Mei 2015 RS Family Medical Center (FMC), Sentul Laporan Kasus Astenopia, Astigmat myopia dan Amblyopia Refraktif Oleh: Ardian Pratama 112013216

Lebih terperinci

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2014 Oleh: ZAMILAH ASRUL 120100167 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan. akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan. akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat dekat yang dapat menyebabkan kelainan pada mata seperti rabun jauh atau

Lebih terperinci

REFRACTION. The change in speed as a. material to another causes the ray to deviate from its incident direction

REFRACTION. The change in speed as a. material to another causes the ray to deviate from its incident direction REFRACTION The change in speed as a light ray goes from one material to another causes the ray to deviate from its incident direction Tiap mata diperiksa terpisah. Tanpa / dengan kaca mata DISTANCE VISUAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN II.1 KERANGKA TEORI 2.1. Astigmatisma 2.1.1. Pengertian Astigmatisma Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya jatuh sebagai suatu fokus titik di retina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar pengetahuan tentang dunia disekeliling kita didapat melalui mata. Sekitar 95% informasi yang diterima otak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi di mana sinar-sinar sejajar garis pandang pada keadaan mata tidak berakomodasi difokuskan di depan retina. Miopia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat praktek dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa tidak

Lebih terperinci

MYOPIA. (Rabun Jauh)

MYOPIA. (Rabun Jauh) MYOPIA (Rabun Jauh) Disusun Oleh : Fahmi Firmansyah Fauza Kariki T.S Shindy Intan D.S (01.12.000.3..) (01.12.000.350) (01.12.000.366) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Jenjang S-1 Sekolah Tinggi

Lebih terperinci