HUBUNGAN SIKAP DAN KEPATUHAN CUCI TANGAN PADA PERAWAT RAWAT INAP RSUD KOTA SEMARANG Manuscript Oleh Sobur Setiaman NIM:G2A213036 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2015
Persetujuan Artikel (Manuscript) PERNYATAAN PERSETUJUAN HUBUNGAN SIKAP DAN KEPATUHAN CUCI TANGAN PADA PERAWAT RAWAT INAP RSUD KOTA SEMARANG Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan Semarang, Mei 2015 Pembimbing I Amin Samiasih., S.Kp., M.Si.Med Pembimbing II Ns. Eni Hidayati., M.Kep 2
Hubungan Sikap dan Kepatuhan Cuci Tangan Pada Perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang Sobur Setiaman 1, Amin Samiasih 2, Eni Hidayati 3 1 Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes UNIMUS, soburs@gmail.com 2 Dosen Keperawatan Fikkes UNIMUS, amin_samiasih@yahoo.co.id 3 Dosen Keperawatan Fikkes UNIMUS, Eni.hidayati82@gmail.com Abstrak Pendahuluan: Perawat memiliki tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit. Cuci tangan merupakan prosedur dasar yang harus dilakukan oleh para perawat dalam mencegah infeksi nosokomial. Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan cuci tangan salah satunya adalah sikap. Metoda penelitian: Metoda penelitian adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan potong lintang. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan sikap dak kepatuhan cuci tangan pada perawat Rawat Iap RSUD Kota Semarang. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2015 di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 107 perawat. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner sikap dan pengamatan terhadap kepatuhan cuci tangan. Pengamatan cuci tangan dilakukan dengan tanpa saling mengenal antara yang diamati dengan pengamatnya. Data demografik responden, sikap dan kepatuhan cuci tangan di analisis dengan distribusi frekwensi sedangkan hubungan sikap dan kepatuhan cuci tangan di analisis dengan uji korelasi Spearman Rank Test. Hasil penelitian: Hasil penelitian sikap perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang menunjukan tingkat positif i
sebanyak 75,7%, dan tingkat kepatuhan terhadap cuci tangan menunjukan 63,6%. Hasil uji bivariat variabel sikap dan kepatuhan cuci tangan dengan hasil Spearman Rank Test sebesar r 2 0,269 mengindikasikan adanya korelasi bermakna antara sikap dan kepatuhan cuci tangan, dimana hasil uji probabilitas 0,005 (α<0,05) mengindikasikan adanya hubungan bermakna. Kesimpulan: Pada penelitian ini telah membuktikan bahwa sikap yang baik akan meningkatkan tingkat kepatuhan cuci tangan pada perawat. Sikap dapat mempengaruhi kepatuhan cuci tangan pada perawat. kepatuhan cuci tangan, disamping bisa dilakukan dengan peningkatan sikap, juga perlu diupayakan melalui penerapan prosedur kerja dan persamaan persepsi terhadap pentingnya cuci tangan dalam upaya pencegahan infeksi dirumah sakit. Kata kunci: sikap, kepatuhan, cuci tangan, perawat Abstract Introduction: Nurses has responsibility in prevention and control of infection in hospitals. Hand hygiene practices, basically procedure routine could be done by nurses to prevent of infection in hospital, but so many factors can influence of adherence hand hygiene practice. Attitude may influence of adherence of hand hygiene practices. Methods: This study used an observational analytic with study of cross-sectional method. Aim research were to study of relationship between attitude and adherence hand hygiene practice among nurses In Patient Unit Semarang District Hospital. The study was conducted in May 2015 at In-patient Unit of the Semarang District Hospital. Number of sample were 107 nurses on duty at In-patient Unit of the Semarang District Hospital who meet inclusion and exclusion criteria. The data collected by filling a questionnaire of attitude and observation of hand hygiene practices. ii
Practiced of hand hygiene observed by observer with double blind methods, between observer and nurses did not recognize each other. The data of demography, level of attitude and level of adherence hand hygiene described by distribution of frequencies analysis. Results: Attitude of nurses to hand hygiene showed 75,7% positive, and compliance level to hand hygiene practice were showed 63,6%. Relationship analysis between attitude and adherence of hand hygiene practice among nurses done by correlate analyzed with Spearman Rank Test. The results of bivariate analysis r 2 0.269 indicated correlated between attitude and adherence hand hygiene, probability result p=0.005 (<0,05) indicated significant relationship between attitudes and adherence of hand hygiene practice among nurses acquired by Spearman Rank Test. Discussion: Attitude may influence adherence of the hand hygiene practice among nurses. Confirmed analysis that good attitude, may increased of adherence of hand hygiene practices. To improving adherence hand hygiene, not only influence by attitude, also influence by rule and procedure and must be same perception about importantly of hand hygiene practice can be prevented of cross infection in hospital. Key words: attitudes, adherence, hand hygiene, nurses iii
PENDAHULUAN Pencegahan penyebaran penyakit infeksi dengan metoda aseptik pada penyakit demam paska melahirkan, sudah di teliti sejak tahun 1818 sampai dengan tahun 1861 oleh Ignaz Semmelweis di Inggris, dimana hasil studi disimpulkan bahwa dengan cuci tangan dapat mencegah terjadinya kontaminasi penyakit infeksi dari pasien kepada petugas kesehatan seperti yang diungkapkan oleh Carter KC., (1981) dalam buku Sejarah Kedokteran. Pada tahun 1970, WHO dan Pusat Pengendalian Penyakit di Amerika sudah memberikan petunjuk tertulis cara cuci tangan. Pada tahun 1988 dan 1995, Komite Penasehat Pengendalian Infeksi merekomendasikan penggunaan sabun antimikroba atau bahan antiseptik untuk digunakan dalam cuci tangan pada petugas kesehatan sebelum meninggalkan ruang pasien yang menderita resistan pathogen majemuk. Menurut Siegel, J., Rhinehart, E., Jackson, M. & Chiarello, L. (2007) bahwa tangan petugas pelayanan kesehatan dapat memindahkan mikro bakteri setelah kontak dengan pasien yang menderita infeksi bila tidak cuci tangan. Dari hasil penelitian ditemukan kasus sebesar 59% dimana perawat cuci tangan, yang tidak cuci tangan dengan alasan tingginya beban kerja, serta kurang dipahaminya oleh petugas tersebut (Trunell & White JR. 2005; Shinde MB dan Mohite VR. 2015; Beggs et al. 2008). Klasifikasi kejadian Infeksi nosokomial pada pasien yang dirawat di rumah sakit menurut Emmerson AM., Enstone JE., Griffin M., Kelsey MC., Smyth ET., (1996) yaitu: (1) infeksi saluran kencing 23%; (2) infeksi saluran pernapasan bagian bawah 23%; (3) infeksi luka operasi 11%; (4) infeksi kulit 10%; (5) infeksi di pembuluh darah 6%; (6) lain lainnya 27%. Dari data ini diduga bahwa infeksi saluran kencing berkaitan dengan pemasangan urin kateter 1
dan infeksi saluran pernapasan berkaitan dengan infeksi menular melalui udara, serta timbulnya infeksi luka operasi, infeksi kulit dan infeksi pembuluh darah berkaitan dengan adanya paparan kuman infeksi yang terdapat dan tumbuh disekitar lingkungan rumah sakit. Hasil penelitian Labrague LJ., Rosales RA., dan Tizon MM., (2012) bahwa cuci tangan merupakan pilihan nomor urut ke-empat dalam penerapan standar kewaspadaan umum, sedangkan yang menjadi pilihan pertama adalah menggunakan masker. Cuci tangan merupakan langkah sederhana tapi mendasar untuk mencegah infeksi nosokomial. Kasus Phlebitis RSUD Kota Semarang sebesar 53 dari 47.641 yang dipasang infus, dan kejadian ini meningkat menjadi 55 kejadian per 6 bulan selama kurun waktu tahun 2013 (Purilinawati R., Mahawati E., dan Hartini E., 2013). Sedangkan pada tahun 2014, kejadian infeksi nosokomial di RSUD Semarang adalah infeksi saluran kencing akibat pemasangan kateter sebesar 0,084%; infeksi pneumonia sebesar 0,016%; kejadian sepsis sebesar 1,69%; kejadian phlebitis sebesar 0,12% dan infeksi akibat pemasangan transfuse darah sebesas 1,02% (Putri H.R., 2014). Gambaran ketepatan pelaksanaan cuci tangan perawat di ruang rawat inap RSUD Kota Semarang tahun 2011 tergolong kategori kurang sebesar 42,3%, kategori baik sebanyak 34,6% dan kategori cukup sebesar 23,1% (Wiguna R.A., 2011). Hasil studi pendahuluan di ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang terdapat 207 perawat yang tersebar di 13 ruang perawatan yaitu di ruang Bima, ruang Nakula I, ruang Nakula II, ruang Nakula III, ruang Nakula IV, ruang Yudistira, ruang ICU, ruang HCU, ruang Prabu Kresna, ruang Banowati, ruang Perinatologi, ruang VIP Brtowijoyo dan ruang Parikesit. Hasil wawancara dengan beberapa kepala ruangan bahwa cuci tangan wajib dilakukan sebelum melakukan tindakan keperawatan, setelah melakukan tindakan keperawatan dan 2
diwaktu akan meninggalkan ruang perawatan. Beberapa usaha peningkatan pelaksanaan kepatuhan cuci tangan yang sudah di lakukan oleh pengelola RSUD Kota Semarang seperti peningkatan sarana cuci tangan, media informasi cuci tangan dan pelatihan/kampanye cuci tangan tapi masih ditemukan ketidakpatuhan dalam melakukan cuci tangan, maka perlu diteliti lagi kesadaran, sikap dan kepatuhannya. Adapun tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis hubungan sikap, dan kepatuhan cuci pada perawat Rawat Inap, RSUD Kota Semarang. METODE Pada penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan potong lintang (cross sectional). Objek yang diteliti pada penelitian ini terdiri dari dua yaitu objek sikap cuci tangan dan kepatuhan cuci tangan pada perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang. Sampel adalah 107 perawat pelaksana Rawat Inap RSUD Kota Semarang, dengan kriteria inklusi yaitu perawat pelaksana yang bekerja di Rawat Inap RSUD Kota Semarang. Alat pengumpul data yang digunakan adalah (1) Kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup tentang demografi, dan pernyataan sikap dan (2) Formulir observasi kepatuhan cuci tangan. Data demografi responden responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan lamanya pengalaman kerja (Colton dan Covert.(2007). Kuesioner sikap meliputi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang berkaitan dengan sikap cuci tangan, untuk mendapat tanggapan dari responden dengen menyediakan 4 skala jawaban. (Trunnell, E.P. & White JR, G.L., 2005). Formulir observasi kepatuhan meliputi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang berkaitan dengan kepatuhan cuci tangan untuk mendapatkan tanggapan dari responden, dengan menyediakan 4 skala jawaban. (Wiguna R.A., 2011). Proses 3
penelitian dilakukan sejak tangal 18 Mei sampai dengan 21 Mei 2015. Data dianalysis secara analisis deskriptif dan bivariat korelasi spearman rank test. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum RSUD Kota Semarang adalah Lembaga Teknis Daerah Kota Semarang dalam penyelenggaraan tugas pelayanan publik, yaitu pelayanan kesehatan. RSUD Kota Semarang didirikan pada tahun 1990. Dasar hukum RSUD Kota Semarang yaitu: (1). Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 3 tahun 2006; (2). Peraturan Walikota Nomor 16 tahun 2007; (3). SK Walikota tentang SPM RSUD Kota Semarang. RSUD Kota Semarang merupakan rumah sakit dengan tipe B. Dimana RSUD Kota Semarang memilik fasilitas pelayanan sebagai berikut: (1) Instalasi Rawat Jalan; (2) Instalasi Rawat Inap; (3) Instalasi Gawat Darurat; (4) Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan; (5) Instalasi Rawat Intensif; (6) Instalasi Farmasi; (7) Instalasi Radiologi; (8) Instalasi Bedah Sentral; (9) Instalasi Rehabilitasi Medik; (10) Instalasi Anestesi; (11) Instalasi laboratorium; (12) Instalasi Gizi; dan (13) Instalasi Kamar Jenazah. RSUD Kota Semarang dalam menjalankan tugas dan kewajiban di bidang pelayanan kesehatan di wilayah Kota Semarang memiliki sasaran-sasaran atau 4
tujuan-tujuan dan mekanisme pencapaian tujuan tersebut, dimana hal-hal tersebut dijabarkan berupa visi dan misi: 1. Tujuan atau visi yang hendak dicapai oleh RSUD Kota Semarng yaitu terciptanya RSUD Kota Semarang yang Profesional, Mandiri dan Berdaya Saing. 2. Untuk mewujudkan tercapainya visi RSUD Kota Semarang, maka disusun berbagai strategi atau misi untuk mencapai tujuan atau visi tersebut. Misi dari RSUD Kota Semarang yaitu: a. Mewujudkan pelayanan kesehatan paripurna yang berkualitas dan terjangkau. b. Mewujudkan kemandirian rumah sakit dengan prinsip otonomi dalam pengelolaan Keuangan dan Sumber Daya Manusia. c. Mewujudkan peningkatan kepercayaan masyarakat melalui pelaksanaan pelayanan unggulan. Kedudukan RSUD Kota Semarang adalah (a). RSUD merupakan unsur pendukung tugas Walikota Semarang dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik dibidang pelayanan kesehatan; (b) RSUD dipimpin oleh seorang Direktur yang bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah dengan tugas pokok RSUD Kota Semarang memiliki adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan (kuratif), pemulihan (rehabilitatif), upaya peningkatan (promotif), dan pencegahan terjadinya penyakit (preventif) serta melaksanakan upaya rujukan. 5
b. Melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai standar pelayanan Rumah Sakit. Selanjutnya pada bab ini akan menguraikan pembahasan hasil-hasil penelitian dari variabel-variabel yang meliputi karakteristik responden, sikap dan kepatuhan cuci tangan pada perawat. Tempat penelitian dilakukan di Rawat Inap RSUD Kota Semarang yang tersebar di 14 ruang perawatan dengan jumlah perawat yang ada sebanyak 207, tanggal 18 Mei sampai dengan 22 Mei 2015. Jumlah kuesioner yang disebarkan ke 136 perawat yang bekerja di ruang Rawat Inap, yang dikembalikan hanya 107 kuesioner Sikap uci tangan. Setelah kuesioner di kembalikan ke enumerator, enumerator melakukan pengamatan praktek cuci tangan terhadap perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang, hasil pengamatan ini akan mengambarkan kepatuhan cuci tangan. 2. Karakteristik Responden Tabel no 1 Distribusi Frekwensi Demografi Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang tahun 2015 (n=107) Variabel Kategori Frekwuensi Prosentase Jenis kelamin Perempuan 73 68,2 Laki laki 34 31,8 Status Menikah 38 35,5 pernikahan Belum menikah 68 64,5 Pendidikan D3 Kep. 79 73,8 S1 Kep. 28 26,2 Pada tabel no 1 diketahui jumlah responden sebanyak 107 orang, Jenis kelamin responden terbanyak adalah perempuan yaitu sebesar 68%. Status 6
pernikahan responden terbanyak adalah belum menikah yaitu sebesar 64,5%. Pendidikan responden tertinggi adalah D3 Keperawatan sebesar 73,8%. Tabel no 2 Distribusi Frekwensi dan Deskripsi Umur Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang tahun 2015 (n=107) Umur F % Min Max Mean SD 19-29 thn 60 56,1 30-39 thn 40 37,4 40-49 thn 7 6,5 19 48 28,81 6,17 Dari tabel no 2 diketahui umur responden terendah 19 tahun, umur tertua 48 tahun dengan umur rara-rata 28,81 tahun dengan simpang baku 6,17. Kategori umur terbanyak antara usia 19-29 tahun yaitu sebesar 56,1%. Tabel no 3 Distribusi Frekwensi dan Deskripsi Pengalaman Kerja Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang tahun 2015 (n=107) Pengalaman Kerja F % Min Max Mean SD 1-5 thn 69 64.5 6-10 thn 26 24.3 11-15 thn 12 11.2 1 22 5,34 5,12 Dilihat dari tabel no 3 diketahui pengalaman kerja paling sedikit 1 tahun, dan pengalaman kerja terlama 22 tahu dengan rata-rata pengalaman kerja 5,34 tahun dengan simpang baku 5,12. Pengalaman kerja di bagi 3 kategori dimana kategori pengalaman kerja terbanyak adalah 1-5 tahun yaitu sebesar 64,5%. 7
3. Sikap Cuci Tangan Tabel no 4 Distribusi Frekwensi dan Deskripsi Sikap Cuci Tangan pada Perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang tahun 2015 (n=107) Variabel F % Min Max Mean SD Sikap Positif 81 75,7 Negatif 26 24,3 29 39 33,21 3,273 Dari tabel no 4 diketahui sikap cuci tangan dengan 107 sampel, menunjukan angka skor minimal 29, skor maksimal 39, skor rata-rata 33,21 dengan simpang baku 3,273. Berdasarkan definisi operasional sikap dikategorikan dalam dua kategori yaitu kategori sikap positif sebanyak 75,7%, dan sikap negatif sebesar 24,3%. 4. Kepatuhan Cuci Tangan Tabel no 5 Distribusi Frekwensi dan Deskripsi Kepatuhan Cuci Tangan pada Perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang tahun 2015 (n=107) Variabel F % Min Max Mean SD Kepatuhan Baik 39 63,6 Kurang 68 36,6 49 66 61,35 5,833 Dilihat dri tabel no 5 secara umum, skor kepatuhan cuci tangan minimal menunjukan angka 49, skor maksimal 66, skor rata-rata 61,36 dengan simpang baku 5,833. Untuk kepentingan distribusi frekwensi kepatuhan cuci tangan dibagi dua, yaitu kepatuhan baik menunjukan 63,6% dan kepatuhan kurang menunjukan 36,6%. 8
Tabel no 6 Distribusi Frekwensi dan Deskripsi Kepatuhan Cuci Tangan Perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang (n=107) Variabel F % Min Max Mean SD Kepatuhan Waktu Cuci Tangan. Kepatuhan Prosedur Cuci Tangan dengan Handrubs. Kepatuhan Prosedur Cuci Tangan dengan Air Sabun. Baik 98 91,4 Kuran 8,4 g 9 Baik 70 65,4 Kuran 34,6 g 37 Baik 69 64,5 Kuran 35,5 g 38 10 15 14,67 1,09 16 24 22,21 2,59 18 27 24,47 3,10 Pada table no 6 menunjukan bahwa skor minimal kepatuhan waktu cuci tangan adalah 10, skor maksimal 15, skor rata-rata 14,67 dengan simpang baku 1,09. Tingkat kepatuhan waktu cuci tangan dengan baik sebesar 91,4%. Skor minimal kepatuhan terhadap prosedur cuci tangan dengan handrubs adalah 16, skor maksimal 24, skor rata-rata 22,21 dengan simpang baku 2,59. Tingkat kepatuhan prosedur cuci tangan dengan handrubs dengan baik sebesar 65,4%. Skor minimal kepatuhan terhadap prosedur cuci tangan dengan air sabun adalah 18, skor maksimal 27, skor rata-rata 24,47 dengan simpang baku 3,10. Tingkat kepatuhan terhadap procedur cuci tangan dengan baik menunjukan 64,5%. 9
No Tabel no. 7 Distribusi Frekwensi Kepatuhan Waktu Cuci Tangan pada Perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang tahun 2015 (n=107) Waktu Cuci Tangan Selalu cuci tangan Kadang-kadang F % F % 1 Mencuci tangan sebelum memeriksa pasien. 102 95,3 5 4,7 2 Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan keperawatan. 100 93,5 7 6,5 3 Mencuci tangan setelah terpapar cairan dari pasien. 103 96,3 4 3,7 4 Mencuci tangan setelah memeriksa pasien. 99 92,5 8 7,5 5 Mencuci tangan setelah menyentuh sekeliling pasien. 101 94,4 6 5,6 Pada table no.7 diketahui kepatuhan waktu cuci tangan dengan kategori terbaik yaitu pada waktu setelah terpapar cairan dari pasien sebesar 96,3% sedangkan terendah pada waktu setelah melakukan tindakan keperawatan yaitu sebesar 93,5%. 5. Hasil Uji Korelasi Sikap dan Kepatuhan Cuci Tangan Tabel no 8 Hasil Uji Korelasi Sikap dan kepatuhan Cuci Tangan pada Perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang tahun 2015 (n107) Variabel Sikap Variabel Kepatuhan Variabel F % n Positif 81 75,7 Negatif 26 24,3 Baik 68 63,6 Kurang 39 36,6 Correlation Coefficient P Value 107 0,269 0,005 Hasil uji korelasi Spearman Rank pada penelitian ini, antara variabel sikap dan kepatuhan cuci tangan pada 107 sampel menunjukan hasil korelasi koefisien sebesar r 2 0,269 dan probalitas sebesar P-value 0,005. 10
Hasil uji korelasi sebesar r 2 0,269 ini menunjukan adanya korelasi koefisiensi antara sikap dan kepatuhan cuci tangan, dimana sikap mempengaruhi kepatuhan cuci tangan. Nilai signifikan atau probabilitas sebesar 0,005 (α<0,05) menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara variabel sikap dan kepatuhan cuci tangan. Kepatuhan cuci tangan dipengaruhi oleh sikap positif. B. Pembahasan 1. Sikap Cuci Tangan Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus. Faktor tersebut akan mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Sikap dapat bersifat positif dan negatif. Apabila sikap bersifat positif akan cenderung untuk menyenangi dan mendukung objek tertentu (Notoatmojo. 2010). Sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengalaman kerja, pengaruh orang lain, kebudayaan, media media massa, dan pengaruh lembaga pendidikan (azwar S., 2008). Hasil penelitian sikap cuci tangan pada perawat RSUD Kota Semarang dimana 75,7% menunjukan sikap positif dan 24,3% sikap negatif. Jenis kelamin responden terbanyak adalah perempuan yaitu 68,2%. Rekan sekerja yang mayoritas perempuan lebih mudah untuk saling mengingatkan akan pentingnya cuci tangan hingga mempengaruhi seeorang untuk memiliki sikap positif terhadap cuci tangan. 11
Sikap perawat terhadap cuci tangan sudah baik, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang sudah baik menurut standar minimal nasional bahwa pendidikan perawat adalah vokasional tingkat D3 keperawatan dimana tingkat pendidikan perawat D3 sebesar 73,8% dan S1 sebesar 26,2%. Pada penelitian ini menunjukan pengalaman kerja responden terbanyak adalah 1-5 tahun sebesar 64,5%, maka sikap perawat terhadap cuci tangan akan lebih baik bila pengalaman kerja perawat lebih dari 5 tahun. 2. Kepatuhan Cuci Tangan Penelitian kepatuhan cuci tangan pada perawat Rawt Inap RSUD Kota Semarang dilakukan dalam 3 kategori yaitu kategori kepatuhan waktu cuci tangan, kepatuhan terhadap prosedur cuci tangan dengan handrub dan kepatuhan terhada prosedur cuci tangan dengan air sabun. Lima waktu cuci tangan di adopsi dari five moment hand hygiene (WHO, 2010), idealnya 100% perawat melakukan cuci tangan pada 5 waktu tersebut. Kepatuhan cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien tidak konsisten, pada penelitian ditemukan proporsi kepatuhan cuci tangan setelah melakukan prosedur lebih rendah dari sebelum memeriksa pasien. Proporsi kepatuhan cuci tangan setelah terpapar oleh cairan pasien sebesar 96,3%. Kepatuhan melakukan cuci tangan bila terpapar oleh cairan dari pasien sebaiknya 100%, sebab paparan cairan, secret atau darah tersebut dapat menyebabkan 12
infeksi silang dari pasien ke perawat. Tindakan keperawatan yang memiliki resiko terpapar oleh cairan pasien umumnya pada saat melakukan prosedur pemasangan infus, menyuntik, pemasangan urin kateter, pemasangan tube lambung, mengganti verban, pembedahan minor dan membersihkan peralatan yang digunakan dalam prosedur keperawatan (RCN, 2012). Proporsi kepatuhan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan masih rendah. Melakukan prosedur cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan merupakan tindakan keperawatan dasar dalam mencegah infeksi nosokomial di rumah sakit (White, Duncan dan Baumle. 2011). Kampanye, poster dan petunjuk cuci tangan 5 waktu harus ditingkatkan disemua ruang perawatan dalam upaya peningkatan kepatuhan cuci tangan. Kepatuhan cuci tangan akan mendukung upaya keselamatan pasien dan juga keselamatan perawat selama bekerja di rumah sakit. Pengamatan kepatuhan waktu cuci tangan sebaiknya dilakuan secara reguler untuk memantau efektifitas usahausaha peningkatan kepatuhan cuci tangan. Hasil penelitian kepatuhan mengikuti prosedur cuci tangan dengan handrub sebesar 65,4% lebih baik bila dibandingkan dengan kepatuhan cuci tangan dengan air sabun yaitu sebesar 64,5%. Perawat lebih patuh cuci tangan dengan handrub dibandingkan dengan air sabun, sebab handrub merupakan metoda baru dalam cuci tangan dan lebih mudah dilakukan. Idealnya setelah lima kali melakukan cuci tangan dengan handrub, selanjutnya cuci tangan dengan air sabun untuk mencegah terjadi perlengketan oleh alkohol di sela sela jari tangan. Tangan yang kelihatan kotor akan 13
bersih bila di bersihkan dengan air sabun. Sebelum memakai sarung tangan pada waktu akan melakukan tindakan keperawatan, cuci tangan juga harus dilakukan, bila ini dilakukan tingkat kepatuhan cuci tangan akan lebih baik lagi (Mathur P., 2011). Tingkat kepatuhan cuci tangan pada perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang secara keseluruhan sebesar 63,6% hal ini menunjukan adanya peningkatan kepatuhan cuci tangan bila di bandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiguna RA., di RSUD Kota Semarang pada tahun 2011 ketepatan pelaksanaan cuci tangan yang baik hanya sebesar 34,6%. Kepatuhan cuci tangan pada perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang lebih baik bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuryati E., (2011) di Ruang ICU dan NICU RS Bros Tanggerang, kepatuhan cuci tangan sebesar 60%. Hasil penelitian Pitet D., (2012) rata-rata kepatuhan cuci tangan sebanyak 48%. Kepatuhan terhadap waktu cuci tangan di Rawat Inap RSUD Kota Semarang rata-rata diatas 90%, lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jamaludin J., Sugeng S., Wahyu L., dan Sondang M., (2012) di ruang UPI, kepatuhan pada 5 waktu cuci tangan sebesar 48,14% sebelum sosialisasi 5 waktu cuci tangan dan sesudah sosialisasi 5 waktu cuci tangan sebesar 60,74%. 3. Hubungan Sikap dan Kepatuhan Cuci Tangan Dari hasil penelitian ini, menunjukan adanya hubungan korelasi antara sikap dan kepatuhan cuci tangan. Sikap yang baik mempengaruhi kepatuhan cuci tangan. Nilai probabilitas sebesar 0,005 (α <0,05) menunjukan adanya hubungan yang 14
bermakna antara sikap dan kepatuhan cuci tangan pada perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang, sejalan dengan teori perubahan perilaku bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh sikap positif, adanya peraturan dan persepsi yang sama terhadap pentingnya cuci tangan sebagai upaya pencegahan penyakit infeksi. Hasil penelitian ini lebih baik bila dibandingkan dengan hasil penelitian Ningsih E.S., (2012) di Ruang ICU dan Nicu RSUD Dr. H slamet Martodirjo Pamekasan, yaitu tidak ada hubungan antara sikap dan perilaku cuci tangan (p=0,134). C. Keterbatasan penelitian Penelitian ini memiliki kekurangan dan keterbatasan. Keterbatasan yang ada diharapkan tidak mengurangi tujuan dan manfaat penelitian. Keterbatasan penelitian ini antara lain: 1. Pengamatan kepatuhan praktek cuci tangan pada perawat dilakukan oleh satu orang pengamat untuk satu orang yang diamati. 2. Walaupun pengamatan kepatuhan cuci tangan dilakukan oleh satu orang untuk satu orang yang diamati, akan tetapi antara pengamat dan yang diamati tidak saling mengenal (observed by double blind methods). 3. Idealnya satu orang perawat yang sedang cuci tangan diamati/diobervasi oleh lebih dari satu orang untuk mengetahui ada tidaknya beda persepsi antara pengamat yang satu dengan yang lain. 15
D. Simpulan Penelitian ini berjudul Hubungan Sikap dan Kepatuhan Cuci Tangan Pada Perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang. Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang pada tanggal 18 sampai dengan 21 Mei 2015, jumlah responden 107 perawat dengan cara menyebarkan kuesioner sikap cuci tangan dan pengamatan cuci tangan pada perawat oleh pengamat yang tidak saling mengenal. Tujuan khusus penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan karakteristik perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang; (2) mendeskripsikan sikap cuci tangan pada perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang; (3) mendeskripsikan kepatuhan cuci tangan pada perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang dan (4) menganalisis hubungan sikap dan kepatuhan cuci tangan pada perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang. 1. Karakteristik Responden Jumlah responden sebanyak 107 orang, Jenis kelamin responden terbanyak adalah perempuan yaitu sebesar 68%. Status pernikahan responden terbanyak adalah belum menikah yaitu sebesar 64,5%. Dengan latar belakang pendidikan tertinggi adalah D3 Keperawatan yaitu 73,8%. Umur responden terendah 19 tahun, umur tertua 48 tahun dengan umur rara-rata 28,81 tahun dengan simpang baku 6,17. Kategori umur terbanyak antara usia 19-29 tahun yaitu sebesar 56,1%. 16
Pengalaman kerja responden di RSUD Kota Semarang paling sedikit 1 tahun, dan pengalaman kerja terlama 22 tahun, rata-rata pengalaman kerja 5,34 tahun dengan simpang baku 5,12. Pengalaman kerja di bagi 3 kategori dimana kategori pengalaman kerja terbanyak adalah 1-5 tahun yaitu sebesar 64,5%. 2. Sikap Cuci Tangan Sikap cuci tangan perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang, menunjukan angka skor minimal 29, skor maksimal 39, skor rata-rata 33,21 dengan simpang baku 3,273. Berdasarkan definisi operasional sikap dikategorikan dalam dua kategori yaitu kategori sikap positif sebanyak 75,7%, dan sikap negatif sebesar 24,3%. 3. Kepatuhan Cuci Tangan Kepatuhan waktu cuci tangan dengan kategori terbaik yaitu pada waktu setelah terpapar cairan dari pasien sebesar 96,3% sedangkan terendah pada waktu setelah melakukan tindakan keperawatan yaitu sebesar 93,5%. Skor minimal kepatuhan waktu cuci tangan adalah 10, skor maksimal 15, dengan skor rata-rata 14,67 dengan simpang baku 1,09. Tingkat kepatuhan waktu cuci tangan menunjukan 91,4%. Skor minimal kepatuhan terhadap prosedur cuci tangan dengan handrubs adalah 16, skor maksimal 24, skor rata-rata 22,21 dengan simpang baku 2,59. Tingkat kepatuhanterhadap prosedur cuci tangan dengan handrubs dengan baik sebesar 65,4%. 17
Skor minimal kepatuhan terhadap prosedur cuci tangan dengan air sabun adalah 18, skor maksimal 27, skor rata-rata 24,47 dengan simpang baku 3,10. Tingkat kepatuhan terhadap procedur cuci tangan dengan baik menunjukan 64,5%. Secara umum, skor kepatuhan cuci tangan minimal menunjukan angka 49 skor maksimal 66 skor rata-rata 61,36 dengan simpang baku 5,833. Untuk kepentingan distribusi frekwensi kepatuhan cuci tangan dibagi dua, yaitu kepatuhan baik menunjukan 63,6% dan kepatuhan kurang menunjukan 36,6%. 4. Hasil analisis hubungan sikap dan kepatuhan cuci tangan Hasil uji korelasi Spearman Rank test pada penelitian ini, antara variabel sikap dan kepatuhan cuci tangan sebesar r 2 0,269 ini menunjukan ada korelasi koefisiensi antara sikap dan kepatuhan cuci tangan. Nilai signifikan atau probalitas 0,005 (α<0,05) hal ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara variabel sikap dan kepatuhan cuci tangan, maka hipotesis alternatif di terima yaitu ada hubungan bermakna antara sikap dan kepatuhan cuci tangan pada perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang. Sikap perawat terhadap cuci tangan, memerlukan daya rangsangan dari lingkungan kerja yang ada seperti motivasi dari rekan sekerja, pendidikan atau pelatihan cuci tangan, ketersediaan fasilitas cuci tangan, dan pengawasan dari kepala ruangan. 18
Kepatuhan tidak selalu dipengaruhi oleh sikap, mungkin oleh faktor lain yang tidak di belum di teliti seperti adanya aturan kerja dan pengendalian perilaku selama jam kerja (Goding, G., & Kok, G, 1995). E. Saran 1. Pelayanan Keperawatan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa teori model TPB (Theory planned behavior) dapat di aplikasikan di pelayanan keperawatan dalam proses pembinaan perawat dan penerapan keselamatan pasien (patient safety) melalui peningkatan atau budaya kepatuhan cuci tangan. Menurut model TPB menggambarkan bahwa seseorang yang memiliki sikap positif terhadap cuci tangan, cenderung menunjukan perubahan perilaku dengan menunjukan kepatuhan terhadap pelaksanaan prosedur cuci tangan. 2. Penelitian Keperawatan. Hasil penelitian ini hanya menggambarkan sikap dan kepatuhan cuci tangan pada perawat. Peneliti selanjutnya disarankan dapat melakukan hubungan procedur kerja tertulis dan persepsi terhadap kepatuhan cuci tangan. Peneliti selanjutnya juga disarankan dapat melakukan penelitian sejenis dengan sasaran penelitian adalah mahasiswa keperawatan yang sedang melakukan praktek klinik keperawatan, sebab baik perawt maupun mahasiswa keperawatan yng sedang praktek keperawatan memiliki tangung jawab yang sama dalam upaya pencegahan infeksi di rumah sakit. 19
3. Pendidikan keperawatan Penelitian ini juga dapat memberikan pandangan positif kepada mahasiwa keperawatan sebagai calon perawat agar memiliki sikap positif dalam rangka meningkatkan kepatuhan cuci tangan sebagai dasar upaya pencegahan penyakit infeksi. Perawat yang memiliki sikap dan kepatuhan cuci tangan yang baik dapat dijadikan contoh oleh mahasiswa keperawatan yang sedang melakukan praktek keperawatan di RSUD Kota Semarang. Institusi pendidikan agar menyediakan informasi procedur cuci tangan, baik poster maupun booklet bagi mahasiswa keperawatan sebelum masuk ke tempat praktek keperawatan, agar mahasiswa tidak terpengaruh oleh perawat yang memiliki sikap dan kepatuhan kurang terhadap cuci tangan. 20
KEPUSTAKAAN Agung, W. (2010). Panduan SPSS 17 untuk mengolah penelitian kuantitatif. Jogjakarta: Penerbit Gerai Ilmu. Ariyaratne MHJD., dkk. (2013). Knowledge, attitudes and practices of hand hygiene among final year medical and nursing student at the University of Sri Jayewardenepura. Sri Langkan journal of Infectious diseases, 2013. Vol.3 (1);15:25. Azwar, S. (2008). Sikap manusia: teori dan pengukurannya. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bhattahcherjee A. (2012). Social Science Research: Principles, Methods, and Practices. Edisi 2. Published under Creative Commons Attribution-Non commercial-share Alike. Carter. KC., (1981). Medical History. Volume 25/Issue 01/January 1981. http://journals.cambridge.org/mdh. Di unduh pada tanggal 6 September 2014 Colton dan Covert. (2007). Designing and construction Instruments for Social Research and Evaluation. California: Wiley Inc. CDC. (2002). Guideline for Hand Hygiene in Health-Care Settings. Recommendations and Reports October 25, 2002 / Vol. 51 / No. RR-16. Centers for Disease Control and Prevention. Emmerson AM., Enstone JE., Griffin M., Kelsey MC., Smyth ET. (1996). The second national prevalence surgery of infection in hospitals an overview of the results. Journal of Hospital Infection. 32, 175-190. Godin, G. & Kok, G. (1995). The theory of planned behavior: A review of its applications to health-related behaviors. American Journal of Health Promotion, 11, 87 98. Grearly P. (2008). Quantitative Data Analysis Using SPSS, an introduction for health and social science. NY: Mc Graw, Open University Press. Hilton. (2004). Fundamental Nursing Skills. London: Whurr Publishing. Hughes. R. (2008). Patient and Quality: an Evidence-Based Handbook for Nurses. Maryland: AHRQ Publication. Hasibuan R H., (2013). Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat di Ruangan ICU Rumah Sakit St. Elisabeth Medan. Medan: Skripsi S1 Fakutas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 21
Jamaludin J., Sugeng S., Wahyu I., Sondang M. (2012). Kepatuhan cuci tangan 5 momen di Unit Perawatan Intensif. Jakarta: Majalah Kedokteran Terapi Intensif. Volume 2 nomor 3 Juli 2012. Janicak, C. (2007). Applied Statistics in Occupational Health and Safety. 2 ed. UK: Government Institutes. Katz DJ. (2004). Hand washing and hand infection: more than your mother taught you. Anesthesiology Clin N Am. No 22. 2004. Kennedy, M., dan Burnett, E. (2011). Hand Hygiene Knowledge and Attitudes: Comparison between Student Nurses. Journal of Infection Prevention 12.8 Edition. 2011. Labrague LJ., Rosales RA., dantizon MM. (2012). Knowledge of and compliance with Standard precaution among student nurses. International Journal of Advanced Nursing Studies, 1 (2) (2012), 84-97. Leech., Barrett dan Morgan. (2005). SPSS for Intermediate Statistics. 2 ed. London: Lawrence Erlabaum Associate Publisher. Mencuci tangan. http://id.wikipedia.org/wiki/mencuci_tangan diunduh pada tanggal 8 September 2014. Mathur P., (2010). Hand Hygiene: back to the basics of infection control. New Delhi: Indian J Med Res. 2011 Nov; 134 (5). Merilta. I. (2009). Hand hygiene: a booklet for student. Bachelor s thesis. September 2009. Finland: Pirkanmaan University. National Audit Office (2009). Reducing HAI in Hospital in England. National audit Office, Press Office. London. NHMRC. (2010). Australian Guidelines for The Prevention and Control of Infection in Hospital. Commonwealth Australia. Ningsih E.S. (2012). Analisis faktor yang mempengaruhi perilaku perawat dalam pelaksanaan cuci tangan di Ruang ICU dan NICU RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan. Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Notoatmodjo S. (2010). Ilmu Perilaku. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineke Cipta. 22
Nuryati E. (2011). Hubungan kepatuhan perawat melakukan cuci tangan dan kejadian infeksi nosokomial di ruang ICU dan NICU RS Awal Bros Tangerang. Jakarta: Universitas Esa Unggul. Pittet D., (2001). Improving adherence to hand hygiene practice a multidisciplinary approach. Emerging Infectious Diseases: Vol. 7, No. 2, March April 2001 Pittet D., dkk (2000). Effectiveness of a hospital-wide programme to improve compliance with hand hygiene. THE LANCET: Vol 356. RCN. (2012). Essential practice for infection prevention and control, guidance for nursing staff. London: Royal College of Nursing. Rosmasta. (2014). Pengaruh perilaku cuci tangan terhadap angka kejadian infeksi nosocomial di ruang ICU RS Pantai Indah Kapuk Jakarta. Jakarta: Universitas Esa Unggul, Jakarta. Santoso T.I. (2011). Hubungan pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial dan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan cara biasa sesuai dengan SOP. Jakarta: Universitas Esa Unggul. Shinde dan Mohite, (2014). A Study to assess knowledge, attitude and practices of five moment of hand hygiene among nursing staff and student at tertiary care hospital at Karad-India. International Journal of science and Research. Vol 3 issue 2, Feb 2014. Shumaker, Ockene dan Riekert. (2009). The Handbook of Health Behavior Change. NY: Springer Publishing Company. Siegel, J., Rhinehart, E., Jackson, M. & Chiarello, L. (2007). Guideline for Isolation Precautions: Preventing Transmission of Infectious Agents in Healthcare Settings. No 1-225. 2007. Diakses dari http://www.cdc.gov/ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf Suryoputri AD. ( 2011). Perbedaan angka kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di RSUP DR. KARIADI. Semarang: Karya tulis ilmiah Program S1 KEdokteran FK Undip. Thomas G. (2013). WHO highlight importance of good hand hygiene practice for patient safety. WHO. Npnd. Trunnell, E.P. & White JR, G.L. (2005). Using Behavior Change Theories to Enhance Hand Hygiene Behavior. Education for Health Volume 18, Number 1 March. 80-84. Weston.(2008). Infection Prevention and Control. London: Wiley and Son Ltd. 23
White, Duncan dan Baumle. (2011). Foundation of Basic nursing. 3rd Edition. NY: Delmar Cengage Learning. WHO. (2012). Hand Hygiene in Outpatient and Home-based Care and Long-term Care Facilities. Geneva: WHO Document Production Services. WHO. (2007). Improved Hand Hygiene to Prevent Health Care Associated Infections. Patient Safety Solutions. Vol 1, Solution 9/May 2007. Wiguna R.A. (2011). Gambaran pelaksanaan mencuci tangan perawat dalam rangka pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap RSUD Kota Semarang. Semarang: Skripsi: Universitas Muhammadiyah. Yamane T., (1967). Statistics: An Introductory Analysis. 2nd Ed., New York: Harper and Row. 24