BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lemahnya good corporate governance (GCG) yang ada di negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan negara lain seperti lemahnya hukum, standar akuntansi dan pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum mapan, pasar modal yang masih under-regulated, lemahnya pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak minoritas menjadi salah satu penyebab krisis ekonomi yang terjadi di negaranegara tersebut (Iskandar dan Chamlou (2000) dalam Hidayah, 2008:53). Saat muncul tanda-tanda Asia mulai merangkak bangkit, masalah tata kelola perusahaan (corporate governance) tetap menjadi fokus utama. Kondisi lemahnya standar tata kelola perusahaan merupakan peran kunci yang mendorong terjadinya krisis ekonomi. Mengevaluasi dan meningkatkan standar tata kelola perusahaan merupakan langkah yang pasti untuk mengatasi krisis. Seperti yang diungkapkan Sayidah (2007:1) bahwa corporate governance telah menjadi isu yang sangat menarik sejak dekade terakhir. Tidak sedikit organisasi dunia yang turut berpartisipasi mengembangkan konsep-konsep corporate governance seperti Bank Dunia dan The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Pelaksanaan good corporate governance mengharuskan suatu perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Corporate governance merupakan suatu cara untuk memastikan bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan stakeholder (Khomsiyah, 1
2 2008). Fokus utama dari corporate governance merujuk pada dua hal. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat tepat pada waktunya, dan transparan mengenai semua hal yang berkaitan dengan kinerja perusahaan, kepemilikan dan pemegang kepentingan (stakeholder). Konflik keagenan muncul akibat adanya kepentingan yang berbeda antara manajer sebagai agen dengan pemilik modal sebagai principal. Masalah yang timbul dari hubungan keagenan ini sebenarnya bermula dari adanya hasrat pihak agen untuk tidak bertindak demi kepentingan terbaik principal. Pihak agen mungkin membuat suatu keputusan yang lebih memaksimalkan kemakmurannya daripada kemakmuran principal. Agen sebagai pihak yang mempunyai informasi tentang kondisi perusahaan yang sekarang dan mendatang tidak akan memberikan semua informasi yang dimilikinya kepada principal dengan berbagai alasan seperti kendala biaya penyajian informasi, waktu penyajian laporan, dan keinginan untuk menghindari risiko terlihat kelemahannya. Di sisi lain, principal memerlukan semua informasi yang relevan tentang kondisi menyeluruh perusahaan, tetapi tidak mempunyai akses terhadap informasi internal perusahaan, padahal informasi tersebut sangat berguna untuk pengambilan keputusan ekonomis. Hal itu menimbulkan asimetri informasi (Jensen dan Meckling (1976) dalam Tanor (2009). Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik yang terjadi akibat pemisahan kepemilikan (konflik keagenan) tersebut dapat diminimalisir melalui suatu mekanisme supervisi atau monitoring yang bertujuan untuk
3 mensejajarkan perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak (principal dan agen). Mekanisme tersebut dikenal sebagai mekanisme corporate governance, yang mencakup pengarahan dan pengendalian perusahaan dalam lingkup yang lebih luas karena mengatur seluruh organ perusahaan tidak hanya pada lingkup sistem pengendalian manajemen yang terbatas hanya pada tingkatan manajemen. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mendorong penerapan GCG, diantaranya pada tahun 1999 membentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang telah mengeluarkan pedoman good corporate governance. Pada tahiun 2006 KNKCG diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Pada tahun 2006 KNKG menyusun Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia, yang merupakan panduan bagi perusahaan dalam membangun, melaksanakan dan mengkomunikasikan praktek GCG kepada pemangku kepentingan. Sejak tahun 2000 Bapepam bersama dengan pihak terkait lain, juga terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mendorong penerapan prinsip-prinsip GCG kepada semua pelaku pasar di pasar modal Indonesia (Hidayah, 2008:54). Selain itu, terdapat lembaga swasta bernama The Indonesian Institute for Corporate Governance yang melakukan penilaian tentang proses penerapan corporate governance di perusahaan publik. Hasilnya berupa indeks pemeringkatan yang disebut Corporate Governance Perception Index (CGPI). Perusahaan yang telah menerapkan corporate governance dengan baik, seharusnya telah menerapkan prinsip-prinsip GCG yang terdiri dari transparancy, accountability, responsibility, dan fairness. Beasley (1996) dalam Arief dan Bambang (2007) menyatakan bahwa keempat komponen tersebut penting karena
4 penerapan prinsip corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan. Setiap perusahaan publik diharuskan membuat annual report yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik sebagai sarana pertanggungjawaban, terutama kepada pemilik modal. Bagi perusahaan, laporan keuangan merupakan mekanisme yang penting bagi manajer untuk berkomunikasi dengan investor luar. Hal tersebut bisa dijelaskan dalam hubungan principal dan agen. Sebagai pengelola perusahaan, manajemen bertindak sebagai agen sementara investor sebagai pemilik berperan sebagai principal (Hastuti, 2008:238). Karakteristik dari laporan keuangan, yaitu pengungkapan perusahaan dan transparansi didefinisikan sebagai perluasan laporan keuangan yang mengungkapkan entitas perusahaan dengan cara yang dapat dipahami oleh pengguna laporan keuangan (Barth dan Schipper, 2008 dalam Virginia & Eleni, 2008). Perusahaan yang telah menerapkan transparansi dengan baik akan sesegera mungkin menyampaikan informasi tentang keuangan perusahaan kepada para stakeholder untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar, dan mengungkapkan informasi yang diwajibkan oleh peraturan perundangundangan, yang dapat dipakai sebagai dasar untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya dalam laporan keuangan. Informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan perusahaan harus memadai dan berkualitas sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat. Ada dua bagian pengungkapan dalam laporan keuangan. Pertama adalah pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela
5 (voluntary disclosure) (Darrough, 1993 dalam Almilia dan Retrinasari, 2007). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku (peraturan mengenai pengungkapan laporan keuangan dikeluarkan oleh pemerintah melalui keputusan ketua BAPEPAM No. SE- 02/PM/2002). Sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk keputusan para pemakai laporan keuangan tersebut. Adanya peraturan-peraturan yang mengatur tentang pengungkapan informasi dan ketepatan waktu pelaporan keuangan menjadi bukti bahwa hal tersebut menjadi hal yang sangat penting dan berpengaruh untuk memenuhi relevansi sebuah informasi dalam pengambilan keputuan pihak ketiga (investor) terhadap sumber daya dan kinerja perusahaan. Dengan adanya kualitas pengungkapan informasi yang baik serta ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan, akhirnya perusahaan akan mengalami perbaikan citra, dipercaya oleh para stakeholder dan secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja perusahaan pula. Penelitian tentang dampak penerapan corporate governance pada kinerja perusahaan di negara berkembang belum banyak dilakukan, seperti diungkapkan dalam (Hidayah, 2008:55). Black (2001) dalam Hidayah (2008:55) mengemukakan bahwa pengaruh praktik corporate governance terhadap nilai perusahaan akan lebih kuat di negara berkembang dibandingkan dengan di negara maju. Bukti bahwa corporate governance yang lebih baik mempunyai hubungan yang tinggi dengan kinerja operasi dan penilaian pasar ditemukan oleh Klapper
6 dan Love (2002). Black, et al., (2003) dalam Hidayah (2008:55) juga menemukan bukti adanya hubungan yang positif dan signifikan antara corporate governance dan kinerja perusahaan. Penelitian tentang hubungan corporate governance dengan kualitas pengungkapan, yang menyimpulkan adanya hubungan indeks CG dengan kualitas pengungkapan yang diproksi dengan indeks pengungkapan wajib, indeks pengungkapan sukarela dan ketepatwaktuan penyampaian informasi telah dilakukan oleh Khomsiyah pada tahun 2003. Di tahun 2008, Hidayah melakukan penelitian dan mengaitkan konsep-konsep corporate governance, kinerja perusahaan dan kualitas pengungkapan informasi. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa corporate governance ternyata tidak mempengaruhi kinerja pasar perusahaan. Demikian juga untuk pengungkapan wajib dan ketepatwaktuan penyampaian informasi, ternyata tidak mempengaruhi hubungan antara corporate governance dengan kinerja perusahaan. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian serupa untuk menambah keyakinan pada penelitian-penelitian sebelumnya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagaii berikut: 1. Apakah penerapan corporate governance mempengaruhi kinerja perusahaan? 2. Apakah kualitas pengungkapan informasi mempengaruhi hubungan antara penerapan corporate governance dengan kinerja perusahaan?
7 1.3 Tujuan Penelitian Terkait dengan permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan corporate governance terhadap kinerja perusahaan. 2. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pengungkapan informasi terhadap hubungan antara penerapan corporate governance dengan kinerja perusahaan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, seperti: a. Kontribusi Praktis 1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi para pelaku usaha, investor, lembaga pasar modal terkait untuk lebih memperhatikan dan mempertimbangkan kebijakan mengenai pengungkapan informasi dan penerapan corporate governance-nya 2. Sebagai bahan masukan bagi manajemen perusahaan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan. b. Kontribusi Teoretis 1. Sebagai bahan masukan di dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan dan mengembangkan wawasan di bidang akuntansi keuangan, khususnya tentang pengungkapan informasi dan penerapan corporate governance. 2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lanjutan di dalam melakukan penelitian lebih lanjut.
8 c. Kontribusi Kebijakan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan kepada penulis mengenai pengaruh kualitas pengungkapan informasi terhadap pelaksanaan Good Corporate Governance di Indonesia, khususnya terhadap kinerja perusahaan di Indonesia yang berdasarkan survei The Indonesian Institute for Corporate Governance. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Agar dapat terarahnya pembahasan dan tidak meluas sehingga tidak menyimpang dari materi-materi pokoknya, dalam penelitian ini peneliti membatasi permasalahan pada pengaruh kualitas pengungkapan informasi terhadap hubungan antara penerapan corporate governance dengan kinerja perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 2011.