Materi : Bab VII. PENGUKURAN JARAK Pengajar : Danar Guruh Pratomo, ST

dokumen-dokumen yang mirip
SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 3 : METODE PENGUKURAN JARAK

BAB VII PENGUKURAN JARAK OPTIS

BAB. XVI. THEODOLIT 16.1 Pengertian 16.2 Bagian Theodolit

PENGKURAN JARAK DAN SUDUT

TIM PENYUSUN LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH DENGAN WATERPASS MEI 2014

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 4-5 : METODE PENGUKURAN SIPAT DATAR

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

PRINSIP KERJA DAN PROSEDUR PENGGUNAAN THEODOLITE. Prinsip kerja optis theodolite

MAKALAH SURVEY DAN PEMETAAN

CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM SURVEY PENGUKURAN MENGGUNAKAN ALAT WATERPAS

PEMANTAUAN GUNUNGAPI DENGAN EDM

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian

Pertemuan Pengukuran dengan Menyipat Datar. Can be accessed on:

MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

Materi : Bab XIII. LUAS Pengajar : Khomsin, ST

TEORI SIPAT DATAR (LEVELLING)

Pengukuran Tachymetri Untuk Bidikan Miring

Pengukuran dan Pemetaan Hutan : PrinsipAlat Ukur Tanah

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG

LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN DIGITAL

Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok 2 1

PENGERTIAN ALAT UKUR TANAH DAN ALAT SURVEY PEMETAAN

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM-HUKUM OPTIK

4.1.3 PERALATAN PENDUKUNG SURVEY UKUR TANAH

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

PENDALAMAN MATERI CAHAYA

Apakah Gelombang Elektromagnetik?? Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walau tidak ada medium

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

Gambar 1. Skema sederhana pesawat Theodolit.

C21 FISIKA SMA/MA IPA. 1. Seorang siswa mengukur panjang dan lebar suatu plat logam menggunakan mistar dan jangka sorong sebagai berikut.

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG

PROPOSAL KEGIATAN SURVEI PENGUKURAN DAN PEMETAAN

PEMETAAN SITUASI DENGAN PLANE TABLE

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Ukur Tanah adalah suatu ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran yang

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 7 : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION

SOAL BABAK PENYISIHAN OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro

alat ukur waterpass dan theodolit

Gelombang Transversal Dan Longitudinal

Ir. Atut Widhi Karono APA PERANAN GEODESI DIAREA OILFIELD- ONSHORE PROJECT. Penerbit Ganesha Ilmu Persada

7 PENGUKURAN JARAK ELEKTRONIK (PJE)

PENGUKURAN WATERPASS

Metode Ilmu Ukur Tanah

5/16/2011 SIPAT DATAR. 1

KUMPULAN SOAL UJIAN NASIONAL DAN SPMB

Sifat-sifat gelombang elektromagnetik

METODA-METODA PENGUKURAN

INTERFERENSI GELOMBANG

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

SOAL BABAK PEREMPAT FINAL OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Referensi : 1.Fisika Universitas edisi kesepuluh, schaum 2.Optics, Sears 3.Fundamental of Optics, Jenkin and White

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

Kesalahan Sistematis ( Systhematical error ) Kesalahan acak ( Random error ) Kesalahan besar ( Blunder )

STUDI KEANDALAN ALAT ETS GOWIN TKS 202 DALAM PENGUKURAN SITUASI. Mikho Henri Darmawan,Ir.Chatarina N.MT, Danar Guruh P.ST,MT

O L E H : B H E K T I K U M O R O W AT I T R I W A H Y U N I W I N D Y S E T Y O R I N I M A R I A M A G D A L E N A T I T I S A N I N G R O H A N I

Makalah Peserta Pemakalah

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH 1 SENTERING, PENGATURAN SUMBU I VERTIKAL DAN PEMBACAAN SUDUT PADA TEODOLIT FENNEL KASSEL

Antiremed Kelas 12 Fisika

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

KELAS XII FISIKA SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG SMA KOLESE LOYOLA M1-1

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Peta merupakan gambaran dari permukaan bumi yang diproyeksikan

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah.

(D) 40 (E) 10 (A) (B) 8/5 (D) 5/8

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

Antiremed Kelas 12 Fisika

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI II LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMP/MTS SEDERAJAT

Disusun oleh : MIRA RESTUTI PENDIDIKAN FISIKA (RM)

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

FISIKA 2014 TIPE A. 30 o. t (s)

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

BAB VI PERALATAN UKUR SUDUT/ ARAH

Ilmu Ukur Tanah (Plan Survaying)

Polarisasi Gelombang. Polarisasi Gelombang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANTIREMED KELAS 10 FISIKA

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s)

Copyright all right reserved

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pita ukur... 2 Gambar 2. Bak ukur... 3 Gambar 3. Pembacaan rambu ukur... 4 Gambar 4. Tripod... 5 Gambar 5. Unting-unting...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

BAB II : PEMBIASAN CAHAYA

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

Elyas Narantika NIM

PEMERINTAH KOTA PADANG DINAS PENDIDIKAN UJIAN SEKOLAH (USEK) KOTA PADANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

3.4 PEMBUATAN. Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS Mata Kuliah : Ilmu Ukur Tanah

PANDUAN PENYETELAN THEODOLIT DAN PEMBACAAN SUDUT (Latihan per-individu dengan pengawasan Teknisi Laboratorium)

Transkripsi:

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TEKNIS PENGUKURAN DAN PEMETAAN KOTA Surabaya, 9 24 Agustus 2004 Materi : Bab VII. PENGUKURAN JARAK Pengajar : Danar Guruh Pratomo, ST FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

BAB VII. PENGUKURAN JARAK Oleh: Danar Guruh Pratomo, ST Prodi Teknik Geodesi FTSP ITS Surabaya 7.1 Pendahuluan Pengukuran jarak merupakan basis dalam pemetaan. Walaupun sudut-sudut dapat dibaca seksama dengan peralatan yang rumit, paling sedikit ada sebuah garis yang harus diukur panjangnya untuk melengkapi sudut-sudut dalam penentuan lokasi titik-titik. Secara umum jarak dapat dibagi menjadi dua, yaitu : Jarak horisontal (HD), merupakan panjang garis antara dua titik ( AB ) terletak pada bidang datar proyeksi Jarak miring (SD), apabila panjang garis antara dua titik ( AB ) terletak tidak pada bidang datar. Dalam pengukuran tanah, jarak datar antara dua titik berarti jarak horisontal. Jika kedua titik berbeda elevasinya, jaraknya adalah panjang garis horisontal antara garis unting-unting di kedua titik itu. Gambar 7.1. Arti Jarak Pengukuran jarak dalam pemetaan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pengukuran jarak dengan pita ukur, pengukuran jarak dengan cara optis dan pengukuran jarak dengan cara elektronis 7.2 Pengukuran Jarak Dengan Pita Ukur Pengukuran jarak horisontal dengan pita ukur merupakan penerapan panjang yang diketahui pada pita berpembagian skala langsung pada sebuah garis beberapa kali. 7.2.1 Metode Pengukuran Jarak dengan Pita Ukur Jarak antara titik A dan B dalam ruang akan diukur dengan pita ukur. Melalui titik A dan B direntangkan pita ukur dengan tegangan secukupnya, sehingga pita ukur betul-betul lurus (tidak melengkung). Jika titik A dinamakan titik belakang dan pembacaan skala pita VII - 1

ukur di titik itu adalah r b, sedangkan titik B dinamakan titik muka dengan pembacaan skala pita ukur di titik itu adalah r m, maka jarak dari titik A ke B adalah d = r m r b untuk r m > r b (7.1) atau d = r b r m untuk r b > r m (7.2) Jika panjang AB adalah lebih kecil dari panjang pita ukur yang digunakan, maka langsung dapat ditentukan dari hasil pembacaan r dan r pada masing-masing titik A dan B. Jika b AB panjang sekali, maka jarak antara A ke B harus dilakukan dengan pengukuran bertahap. Potongan garis AB dibagi menjadi beberapa bagian dimana masing-masing bagian sama panjang atau lebih pendek dari panjang pita ukur yang digunakan. Jika panjang masing-masing bagian adalah n i = 1 m d d, d,... 1, 2 3 d n, maka jarak dari A ke B menjadi d = d1 + d 2 + d3 +... + d n = d i (7.3) Jika potongan garis AB terletak pada bidang datar maka d merupakan jarak horisontal, sedangkan jika garis AB terletak tidak pada bidang datar maka panjang garis AB merupakan jarak miring. Jika titik A dan B terletak tidak pada bidang datar, dan garis AB membuat sudut α dengan bidang datar, panjang garis AB merupakan jarak miring (SD), maka jarak horisontal (HD) adalah HD = SD.cos α (7.4) 7.2.2 Kesalahan dalam Pengukuran dengan Pita Ukur Kesalahan yang Bersumber dari Pengukur Kesalahan Membaca Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan melakukan pembacaan pada masing-masing ujung dalam kedudukan pita ukur yang berbeda, misalnya: Kedudukan 1 : r m = 48,22 m r b = 0,14 m jarak = ( rm rb ) = 48,08 m Kedudukan 2 : r m = 48,15 m r b = 0,08 m jarak = ( rm rb ) = 48,07 m VII - 2

Kesalahan Mencatat Cara menghindari kesalahan ini sama dengan cara menghindari kesalahan membaca. Kesalahan yang Bersumber pada Pita Ukur Pita ukur yang sering dipakai mempunyai tendensi panjangnya akan berubah, apalagi jika menariknya terlalu kuat. Sehingga panjang pita ukur tidak betul atau tidak memenuhi standar lagi. Untuk itu perlu dilakukan kalibrasi dengan pita ukur standar. Koreksi terhadap perbedaan besarnya tarikan adalah : C P L = ( P 1 P ) (7.5) A E dimana : C P P 1 P L = koreksi akibat tarikan pita ukur (m) = tarikan pada saat pengukuran (kg) = tarikan standar (kg) = panjang yang terbaca pada pita ukur (m) A = luas penampang pita ukur (cm 2 ) E = modulus elastisitas bahan pita ukur (kg/cm 2 ) Kesalahan yang Bersumber pada Keadaan Alam Kesalahan yang bersumber pada keadaan alam yang berpengaruh pada pengukuran jarak dengan pita ukur adalah kesalahan yang disebabkan oleh temperatur. Standar pita ukur adalah pada temperatur 20 C. Koreksi akibat temperatur dirumuskan sebagai berikut : C t =λ ( T 1 T ) L (7.6) dimana : Ct λ T 1 T L = faktor koreksi terhadap temperatur = angka muai panjang bahan pita ukur = temperatur pada saat pengukuran = temperatur standar = pembacaan pada pita ukur 7.3 Pengukuran Jarak Dengan Cara Optis Pengukuran jarak dengan cara optis adalah pengukuran jarak dengan menggunakan alat ukur yang dilengkapi pengukur jarak optis (misal theodolit dan sipat datar). Alat ini dalam teropongnya terdapat tiga benang mendatar diafragma. VII - 3

7.3.1 Metode Pengukuran Jarak Metode Segitiga Sama Kaki Prinsipnya berdasar pemecahan pada sebuah segitiga sama kaki. Terdapat dua metoda dasar, yaitu : Metode Pertama Basis yang digunakan konstan dan sudut paralaks adalah variabel yang harus ditentukan nilainya. (Gambar 7.2) γ D = 1 1 2 b. cot 2γ Gambar 7.2. Basis Konstan, Sudut Paralaks Variabel Untuk penentuan jaraknya, dipakai sebuh mistar basis yang panjangnya tepat 2 meter yang umumnya dipasang mendatar. Sudut paralaks γ diukur dengan theodolit. Dalam hal ini mistar basis dipasang mendatar, maka sudut γ adalah sudut mendatar. Metode Kedua Sudut paralaks konstan, sedangkan basis adalah variabel yang harus ditentukan nilainya (Gambar 3). Panjang S dibaca pada mistar yang bisanya dipasang tegak. Pengukuran jarak optis pada alat sipat datar menggunakan prinsip metode kedua. δ D = 1 1 2 S. cot 2 δ Gambar 7.3. Sudut Paralaks Konstan, Basis Variabel Metode Tangensial Jarak mendatar HD antara titik P dan Q akan ditentukan. Theodolit ditempatkan di titik P dan rambu diletakkan tegak di titik Q. Garis bidik diarahkan ke A di rambu dan dibaca sudut miring di A (m A ). Kemudian garis bidik diarahkan ke B dan dibaca sudut miringnya (m B ). Selisih pembacaan skala rambu di A dan B menghasilkan jarak S = AB (Gambar 7.4). VII - 4

h θ φ Gambar 7.4 Pengukuran Jarak dengan Metode Tangensial Dari gambar 7.4, dapat dilihat bahwa : S = BE AE = OE tanφ OE tanθ = D ( tanφ tan θ ) maka S D = (7.7) ( tanφ tanθ ) Metode Stadia Metode stadia adalah pengukuran jarak optis dengan sudut paralaks konstan. Jika alat yang dipakai adalah sipat datar, maka jarak optisnya adalah jarak mendatar, karena garis bidik alat ukur sipat datar selalu dibuat mendatar. Dalam pengukuran situasi, alat yang digunakan adalah theodolit. Garis bidik diarahkan ke rambu yang ditegakkan di atas titik yang akan diukur jaraknya dari alat tersebut. Dalam hal ini garis bidik tidak mendatar. Jika sudut tegak (baik sudut miring atau zenith) diukur, maka dapat dihitung dengan rumus : Jika sudut miring yang diukur, maka : HD = SD.cos m (7.8) Jika sudut zenith yang diukur, maka : HD = SD.sin z (7.9) VII - 5

Gambar 7.5 : Pengukuran Jarak Metode Stadia Metode Subtense Metode subtense adalah pengukuran jarak optis dengan rambu basis 2 m. Prinsip dasar metoda ini adalah mencari garis tinggi segitiga sama kaki, yang panjang alasnya (basis) diketahui dan sudut paralaks yang dihadapannya diukur. Jarak dapat dihitung dengan rumus: D = 1 1 2 b cot 2 γ (7.10) Panjang basis biasanya 2 m dan bila sudut paralaks cukup kecil, maka dipakai rumus pendekatan b b D = = " " 1 γ ρ (7.11) 2 tan γ 2 dan karena b = 2 m, 2 D = ρ "( m ) (7.12) γ " dimana ρ "= 206265 Metode ini dinamakan metode subtense karena sudut γ harus dinyatakan dalam detik ( ). Sudut γ adalah sudut horisontal dan diukur dengan theodolit. Walaupun tinggi theodolit dan tinggi rambu basis tidak sama tinggi, namun jarak yang diperoleh adalah jarak mendatar. VII - 6

Gambar 7.6 : Alat Subtense Bar 7.3.2 Kesalahan dalam Pengukuran Sumber Kesalahan pada Instrumen Instrumen Tidak pada Keadaan Teratur Garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo (kecuali untuk alat sipat datar otomatik) sehingga jika teropong diputar tidak terbentuk bidang kerucut, tetapi bidang datar. Benang Silang Tidak Tepat Horisontal Pembacaan rambu ditepatkan dekat pusat benang silang horisontal akan menghilangkan atau membuat minimum kesalahan potensial ini. Panjang Rambu Tidak Benar Pembagian skala yang tak akurat pada rambu menyebabkan kesalahan dalam beda elevasi terukur serupa dengan yang diakibatkan oleh pembagian skala tidak tepat pada pita. Pembagian skala rambu harus dicek dengan membandingkan terhadap pita yang dibakukan. Kaki Tiga Longgar Baut yang terlalu longgar atau ketat menyebabkan gerakan atau tegangan yang mempengaruhi bagian atas instrumen. Paralaks Paralaks disebabkan oleh lensa obyektif dan/atau okuler yang tidak sempurna menyebabkan pembacaan rambu yang tidak benar. Sumber Kesalahan dari Alam Kelengkungan Bumi Pengaruh kelengkungan bumi adalah meningkatkan pembacaan rambu. Dengan menyamakan bidikan plus dan minus menghilangkan kesalahan oleh sebab ini. VII - 7

Biasan Berkas sinar dari obyek ke teropong dibelokkan, membuat garis bidik berbentuk konkaf terhadap permukaan bumi, dan karenanya mengurangi pembacaan rambu. Suhu Panas menyebabkan rambu sipat datar mengembang, tetapi pengaruhnya tak berarti dalam sipat datar bias. Maka jika pengukuran berada di tempat yang terkena terik matahari secara langsung, gunakanlah payung untuk melindungi alat. Angin Angin yang kuat menyebabkan instrumen bergetar dan rambu tidak tenang. Sumber Kesalahan dari Personel Kesalahan Membaca Rambu Pembacaan rambu yang tidak benar disebabkan oleh paralaks, kondisi cuaca yang buruk, bidikan-bidikan panjang, penempatan sasaran dan rambu yang tidak baik, dan juga interpolasi yang tidak tepat, serta pertukaran letak angka-angka. Bidikanbidikan pendek dibuat untuk menyesuaikan kondisi cuaca dan instrument agar dapat dikurangi banyaknya kesalahan pembacaan. Rambu yang Tidak Tegak Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan memakai sebuah nivo rambu yang telah diatur. Pemasangan Sasaran Sasaran yang tidak terkunci tepat pada letak yang diminta oleh pengamat karena bergeser turun. Bidikan pengecekan selalu harus dilaksanakan setelah sasaran dikunci letaknya. 7.4 Pengukuran Jarak Dengan Electronic Distance Measurement (EDM) Alat EDM menentukan panjang berdasarkan pada perubahan fase yang terjadi sewaktu energi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang diketahui, merambat dari satu ujung garis ke ujung yang lain dan kembali. Kelebihan EDM adalah jarak yang di ukur lebih cepat dan teliti. Dengan EDM, jarak ditunjukkan dalam bentuk digital dalam feet atau meter, dan banyak diantara alat-alat ini mempunyai koputer mikro terpasang tetap yang memberi hasil tereduksi langsung ke komponen horisontal dan vertikal. VII - 8

7.4.1 Metode Pengukuran Jarak dengan EDM Dasar kerja dari alat ini adalah gelombang energi (gelombang cahaya, microwave, gelombang radio) yang dipancarkan dari pemancar di A (transmitter) dan di B dipantulkan oleh alat pemantul (re lector) f dan diterima kembali oleh alat penerima (receiver) di A seperti terlihat pada Gambar 7.7. λ λ λ λ λ λ λ λ λ λ Gambar 7.7. Prosedur EDM Bila kecepatan rambat gelombang energi = V m/dt, dan waktu yang diperlukan pada saat merambat dari mulai dipancarkan sampai diterima kembali = t detik, maka dapat dihitung jarak dari titik A ke B = 1 2 v t meter. Ketelitian yang dapat dicapai oleh alat ini adalah sekitar 2 sampai 10 p.p.m (part per million = 2 s/d 10 milimeter untuk tiap kilometer). Karena perambatan gelombang energi ini tadi lewat lapisan udara, maka harus dikoreksi juga terhadap temperatur dan tekanan udara pada saat pengukuran. Berikut adalah contoh dari alat pengukur jarak elektronik : Tabel 7.1 : Alat Pengukur Jarak Elektronis No Merk Sumber Tenaga Kemampuan Jarak 1. Geodimeter 76 Laser 3000 m 2. Distomat DI 10 Infra merah 2000 m 3. DM 60 Cubitape Infra merah 2000 m 4. Tellurometer CA 1000 Microwave 30 km 5. Autotape Gelombang Radio 100 km 6. Omega Gelombang Radio 8000 km 7.4.2 Kesalahan dalam Pengukuran Jarak secara Elektronis Sumber Kesalahan pada Alat Ketelitian dari Frekuensi Pancaran Untuk mendapatkan jarak yang betul, haruslah frekuensi pancaran mempunyai angka yang tepat. Besarnya frekuensi pancaran ini ditentukan oleh suatu kristal. Kristal ini terpengaruh oleh temperatur dan usianya. VII - 9

Keterbatasan Bacaan Apabila bacaan teliti dilakukan dengan gelombang yang panjang setengah gelombangnya 10 m, maka bacaan yang dapat ditunjukkan paling baik adalah sampai dengan dm. Pada alat-alat yang lebih modern. Sistem pembacaan telah dilakukan dengan metode digit. Akan tetapi oleh karena gelombang pengukur untuk bacaan teliti ialah 10 m, maka bacaan terkecil yang dapat ditunjukkan hanya sampai 1 cm. Gangguan Phase pada Rangkaian Perubahan phase pada rangkaian terjadi karena komponen-komponen alat ukur tidak terletak dalam batas toleransinya. Besarnya gangguan pada rangkaian ini biasa disebut kesalahan awal (zero error), yang besarnya tidak tergantung dari panjang jarak yang diukur. Untuk suatu unit/pasang alat, besarnya tertentu sehingga biasanya koreksi jenis ini disebut koreksi pasangan (pair correction), yang harus diberikan pada hasil ukuran langsung. Pengaruh Kesalahan dari Luar Alat Pengaruh Atmosfer Pengaruh atmosfer terhadap gelombang elektromagnetis : o Mengurangi kecepatan merambat gelombang elektromagnetis, besarnya pengurangan kecepatan ini tergantung dari beberapa faktor alam, antara lain temperatur, tekanan udara dan materi dari medium o Membuat lintasan sinyal antara master dan remote tidak merupakan garis lurus tetapi melengkung. o Penyerapan energi gelombang elektromagnetis. Pantulan Tanah (Ground Swing) Sifat rambatan gelombang yang digunakan pada alat-alat EDM adalah rambatan langsung, akan tetapi oleh karena pancaran gelombang dapat diumpamakan sebagai berkas dan sudut pancaran yang besar, maka sinyal yang diterima oleh pesawat pembantu (remote) bukanlah melulu merupakan hasil rambatan langsung, tetapi telah dipengaruhi oleh sinyal hasil pantulan tanah, demikian pula pada saat master menerima sinyal (kembali) dari remote. Kesalahan Operator Kesalahan operator atau personal error terjadi akibat adanya tendensi bahwa seseorang membuat kesalahan oleh karena semua tindakannya dipengaruhi oleh pikiran, perasaan dan refleksinya. Akan tetapi alat-alat EDM model terakhir sebagian VII - 10

besar telah menggunakan digit dan pergantian frekuensi telah dilakukan secara otomatis, sehingga personal error ini dapat dihindari. Referensi McCoomac, Jack. 2004. Surveying. Fifth Edition. Clemson University. Robinson, Arthur H, Morrison, Joell, Muehrcke, Phillip C, et.al.1995. Elements of Cartography. John Wiley & Sons, Inc. New York Wolf, Paul R & Ghilani, Charles D. 2002. Elementary Surveying : An Introduction to Geomatics. Prentice Hall. New Jersey VII - 11