MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN

dokumen-dokumen yang mirip
2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adat Baduy dalam perjalanannya sebagai masyarakat adat

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG

MASYARAKAT BADUY DESA KANEKES, LEWIDAMAR LEBAK, BANTEN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 2 ANALISA DAN DATA. Sumber data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir saya diperoleh dari

UNIVERSITAS PADJAJARAN Jln. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Jawa Barat.

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN. Djumiko. Abstrak

SUKU BADUY. MAKALAH Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kearifan Lokal dalam Menjaga Kelestarian Hutan: Kajian Awal pada Masyarakat Banten dan Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. 1 Moch. Mansyur Faudz A, Eksistensi Sunda Wiwitan, Eksistensi Sunda

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN. dan memenuhi kepentingan politis pihak yang berkuasa sari negara yang di

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BADUY PASCA TERBENTUKNYA PROPINSI BANTEN TAHUN 2000

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK STUDI KASUS UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT SUKU BADUY PERBATASAN DI PROVINSI BANTEN. Arsyad Sobby Kesuma

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

PROLOG. Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau. Sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

FENOMENA KETERLANTARAN SUKU BADUY DI PULAU JAWA

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan dalam bidang teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jovi Nuriana Putra, 2015 Pewarisan Nilai Adat Pikukuh Tilu dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kaum tua, dan lambat laun mulai ditinggalkan karena berbagai faktor penyebab.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kata sapaan..., Annisa Rahmania, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB III KONDISI UMUM Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR. orang jawa yang masuk dalam Wilayah Wali Tebing Tinggi. Setelah itu

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN

BAB III DATA, PROSES EKSPLORASI DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam budaya yang berbeda-beda, namun saling

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR MAKAM KADILANGU (SUNAN KALIJAGA) DEMAK

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Warisan Budaya Tak Benda (Nilai Tradisi, Kampung Adat Wae Rebo, Kab. Manggarai, NTT)

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

Transkripsi:

MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN Karina Dewi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul Cipondoh Makmur Jalan Fajar II Blok F.III No. 38 Karina_13.dewi@yahoo.co.id ABSTRAK Indonesia memiliki ragam budaya yang unik dan suku bangsa yang beragam dan khas. Bangsa kita memiliki suku yang beraneka ragam dikarenakan nenek moyang yang berasal dari suku yang berbeda. Suku yang berbeda tersebut berasal dari kelompokl Austro-Melanesoid dan kelompok molongouid. Daerah Banten merupakan salah satu bagian yang mempunyai suku bangsa asli yang disebut baduy. Banten adalah sebuah provinsi di Pulau Jawa, Indonesia. Dulunya adalah bagian dari provinsi Jawa Barat, namum dipisahkan pada tahun 2000 dengan keputusan Undang-Undang nomor 23 tahun 2000. Di Provinsi Banten terdapat suku baduy yang masih menjaga tradisi, cara berpakaian, pola hidup dan lainnya. Perkampungan masyarakat baduy terletak didaerah aliran sungai ciujung, pegunungan kendeng. Daerah tersebut dikenal sebagai wilayah titipan dari nenek moyang yang tidak boleh dirusak. Kata kunci : suku baduy, baduy luar dan baduy dalam PENDAHULUAN Suku baduy merupakan salah satu suku asli Banten dengan jumlah penduduk suku baduy sekitar 5000-8000 orang. Lokasi suku baduy berada di kaki pegunungan Kendeng, Desa Kenkes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat luar dan berawal dari sebutan para peneliti. Peneliti menyamakan mereka dengan kelompok masyarakat yang berpindah atau nomaden. Pada sejarah baduy diberikan oleh pemerintahan kesultanan banten, ketika itu masyarakat asli Banten enggan menerima ajaran islam mereka menolak dan diasingkan ke daerah pedalaman. Namun orang suku baduy lebih senang dengan sbeutan lain untuk mereka yaitu urang kenakes atau dalam artinya orang kenakes berdasarkan asal daerah mereka yang tinggal di Kenakes.

Masyarakat suku baduy benar-benar menjaga adat istiadat dan sangat menjaga alam sekitarny. Karena mereka sadar mereka hidup oleh alam dan berdampingan dengan alam. Banyak ajaran suku baduy yang berupa larangan bila diabaikan akan terkena hukum alam. Di provinsi Banten terdapat suku asli yaitu suku baduy dalam dan suku baduy luar. Suku baduy dalam masi menjaga tradisi, adat istidat dan anti modernisasi baik cara berpakaian, pola hidup dan lainnya. Sedangkan suku baduy luar masih menjaga tradisi dan adat istiadat tetapi sudah mampu beinteraksi dengan masyarakat dari luar suku baduy. PEMBAHASAN SEJARAH SUKU BADUY Sejarah suku baduy menurut para ahli berdasarkan pada penemuan prasati sejarah kemudian ditelusuri melalui catatan para pelaut Portugis dan Tiongkok dan dihubungkan dengan cerita rakyat sunda. Menurut para ahli sejarah masyarakat baduy memiliki hubungan dengan Kerajaan Pajajara. Pada saat itu Pangeran Pucuk dari Kerajaan Pajajaran memerintahkan prajurit pilihan untuk menjaga kelestarian Gunung Kendeng. Lalu para prajurit bermukim dan bertugas disana. Dengan kesimpulan bahwa sejarah suku baduy berasal dari pasukan yang diutus oleh Pangeran Pucuk dan menutup identitas mereka terhadap masyarakat luar agar tidak diketahui oleh musuh-musuh dari Kerajaan Pajajaran. Sejarah suku baduy versi dr. Van Tricht yang berkunjung ke baduy pada tahun 1982 dan megadakan penelitian kesehatan disana berpendapat bahwa masyarakat suku baduy sudah ada sejak lama dan merupakan masyarakat asli wilayah tersebut. Dan dahulunya terdapat Raja yang berkuasa di wilayah tersebut. Bernama Rakeyan Daramasiska untuk memerintyahkan masyarakat baduy untuk tinggal didaerah tersebut dengan tujuan memlihara kebuyutan (ajaran nenek moyang) dan menjadikan kawasan tersebut suci atau mandala. Dan sampai sekarang masyarakat baduy masiyh memegang teguh kepercayaan tersebut. BAHASA SUKU BADUY Suku baduy menggunakan bahasa dialek sunda-banten untuk berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Masyarakat suku baduy menegerti bahasa indonesia walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Karena masyarakat baduy tidak

mengenal sekolah sehingga mereka tidak menegenal budaya tulis. Usaha pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di wilayah tersebut ditolak keras. Menurut mereka pendidikan sanagat berlawanan dengan adat istiadat mereka. KEPERCAYAAN SUKU BADUY Kepercayaan suku baduy adalah sunda wiwitan yang berakar dari pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang dipengaruhi juga oleh agama Budha dan Hindu. Kepercayaan tersebut ditujukkan dengan adanya pikukuh atau adat mtlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari. Isi terpenting dari pikukuh yaitu konsep tanpa ada perubahan apa pun : Lojor henteu beunang dipotong, pendek henteu beunang disambung ( panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung) Dalam konsep pikukuh tersebut diterapkan oleh suku baduy pada bidang pertanian dengan tidak mengubah bentuk kontur ladang. Dan tidak mengolah lahan dengan cara dibajak atau di terasering. Masyarakat baduy hanya menanam tugal atau bvambu yang diruncingkan. Pada kontur pembangunan rumah permukaan tanah dibiarkan tidak merata apa adanya sehingga banyak rumah suku baduy yang tidak sama panjang. Objek kepercayaan masyarakat suku baduy yang terpenting adalah arca domas. Lokasi tersebut sangat rahasia dan sakral. Mereka mengunjungi rumah tersebut pada bulan kelima setiap satu tahun sekali untuk melakukan pemujaan yang diketuai oleh ketua adat. Ditempat tersebut terdapat batu lumpang yang menyipan air hujan. Bila batu lumpang tersebut berisi banyak air akan menandakan panen akan lancar dan berhasil dengan baik. Dan bila batu lumpang tersebut kering merupakan tanda bahwa panen akan gagal. PEMBAGIAN MASYARAKAT BADUY Masyarakat suku baduy terbagi dalam dua kelompok yaitu suku baduy luar dan suku baduy dalam. Kelompok terbesar disebut dengan baduy luar atau urang penamping yang tinggal disebelah utara Kenakes. Mereka berjumlah sekitar 7 ribuan yang menempati 28 kampung dan 8 anak kampung. Mereka tinggal didaerah cikadu, kaduketuk, kadukolot, gajeboh dan cisagu yang mengelilingi baduy dalam. Masyarakat baduy luar berciri kghas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam dan sudah dapat berbaur dengan masyarakat sunda lainnya. Ciri-ciri lain dari masyarakat suku baduy luar antara lain: Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik,

meskipun penggunaannya tetap merupakan larangan untuk setiap warga Baduy, termasuk warga Baduy Luar. Proses Pembangunan Rumah penduduk Baduy Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Baduy Dalam. (BL) Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans. (BL) Kelompok masyarakat panamping (Baduy Luar), tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi (di luar) wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. (BL) Sementara di bagian selatannya dihuni masyarakat Baduy Dalam atau Urang Dangka. Diperkirakan mereka berjumlah 800an orang yang tersebar di Kampung Cikeusik, Cibeo dan Cikartawana. Kelompok tangtu (baduy dalam). Suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk kebudayaan luar. Memiliki kepala adat yang membuat peraturan-peraturan yang harus dipatuhi biasa disebut Pu un. Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Kelompok Baduy Dangka, mereka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kedua kelompok ini memang memiliki ciri yang beda. Bila Baduy Dalam menyebut Baduy Luar dengan sebutan Urang Kaluaran, sebaliknya Badui Luar menyebut Badui Dalam dengan panggilan Urang Girang atau Urang Kejeroan. Ciri lainnya, pakaian yang biasa dikenakan Baduy Dalam lebih didominasi berwarna putih-putih. Suku baduy dalam belum mengenal budaya luar dan terletak di hutan pedalaman. Karena belum mengenal kebudayaan luar, suku baduy dalam masih memiliki budaya yang sangat asli. Suku baduy dalam tidak mengizinkan orang luar tinggal bersama mereka. Bahkan mereka menolak Warga Negara Asing (WNA) untuk masuk. Suku baduy dalam di kenal sangat taat mempertahankan adat istiadat dan warisan nenek moyangnya. Mereka memakai pakaian yang berwarna putih dengan ikat kepala putih serta membawa golok. Pakaian suku baduy dalam pun tidak berkancing atau kerah. Uniknya, semua yang di pakai suku baduy dalam adalah hasil produksi mereka

sendiri. Biasanya para perempuan yang bertugas membuatnya. Suku baduy dalam di larang memakai pakaian modern. Selain itu, setiap kali bepergian, mereka tidak memakai kendaraan bahkan tidak pakai alas kaki dan terdiri dari kelompok kecil berjumlah 3-5 orang. Mereka dilarang menggunakan perangkat tekhnologi, seperti Hp dan TV. Masyarakat Baduy sangat taat pada pimpinan yang tertinggi yang disebut Puun. Puun ini bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan kehidupan masyarakat yang menganut ajaran Sunda Wiwitan peninggalan nenek moyangnya. Setiap kampung di Baduy Dalam dipimpin oleh seorang Puun, yang tidak boleh meninggalkan kampungnya. Pucuk pimpinan adat dipimpin oleh Puun Tri Tunggal, yaitu Puun Sadi di Kampung Cikeusik, Puun Janteu di Kampung Cibeo dan Puun Kiteu di Cikartawana. Sedangkan wakilnya pimpinan adat ini disebut Jaro Tangtu yang berfungsi sebagai juru bicara dengan pemerintahan desa, pemerintah daerah atau pemerintah pusat. Di Baduy Luar sendiri mengenal sistem pemerintahan kepala desa yang disebut Jaro Pamerentah yang dibantu Jaro Tanggungan, Tanggungan dan Baris Kokolot. MATA PENCHARIAN SUKU BADUY Mata pencarian masyarakat Baduy yang paling utama adalah bercocok tanam padi huma dan berkebun serta membuat kerajinan koja atau tas dari kulit kayu, mengolah gula aren, tenun dan sebagian kecil telah mengenal berdagang. Kepercayaan yang dianut masyarakat Kanekes adalah Sunda Wiwitan.didalam baduy dalam, Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali adalah suku Baduy sendiri. Prinsip kearifan yang dipatuhi secara turun temurun oleh masyarakat Baduy ini membuat mereka tampil sebagai sebuah masyarakat yang mandiri, baik secara sosial maupun secara ekonomi. Karena itu, ketika badai krisis keuangan global melanda dunia, dan merontokkan pertahanan ekonomi kita di awal tahun milennium ini, suku Baduy terbebas dari kesulitan itu. Hal itu berkat kemandirian mereka yang diterapkan dalam prinsip hidup sehari-hari. Orang Baduy tak saja mandiri dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Mereka tak membeli beras, tapi menanam sendiri. Mereka tak membeli baju, tapi menenun kain sendiri.. Kayu sebagai bahan pembuat rumah pun mereka tebang di hutan mereka, yang

keutuhan dan kelestariannya tetap terjaga. Dari 5.136,8 hektar kawasan hutan di Baduy, sekitar 3.000 hektar hutan dipertahankan untuk menjaga 120 titik mata air, kata Jaro Dainah, kepala pemerintahan (jaro pamarentah) suku Baduy. Kemandirian mereka dari hasrat mengonsumsi sebagaimana layaknya orang kota, antara lain tampak pada beberapa hal lainnya. Untuk penerangan, mereka tak menggunakan listrik. Dalam bercocok tanam, mereka tak menggunakan pupuk buatan pabrik. Mereka juga membangun dan memenuhi sendiri kebutuhan untuk pembangunan insfrasuktur seperti jalan desa, lumbung padi, dan sebagainya. INTERAKSI DENGAN MASYARAKAT LUAR Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adatistiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan Seba (halaman belum tersedia) ke Kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat), melalui bupati Kabupaten Lebak. Di bidang pertanian, penduduk Kanekes Luar berinteraksi erat dengan masyarakat luar, misalnya dalam sewa-menyewa tanah, dan tenaga buruh. Perdagangan yang pada waktu yang lampau dilakukan secara Barter, sekarang ini telah mempergunakan mata uang Rupiah biasa. Orang Kanekes menjual hasil buah-buahan, madu, dan gula kawung/aren melalui para Tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger. Pada saat ini orang luar yang mengunjungi wilayah Kanekes semakin meningkat sampai dengan ratusan orang per kali kunjungan, biasanya merupakan remaja dari sekolah, mahasiswa, dan juga para pengunjung dewasa lainnya. Mereka menerima para pengunjung tersebut, bahkan untuk menginap satu malam, dengan ketentuan bahwa pengunjung menuruti adat-istiadat yang berlaku di sana. Aturan adat tersebut antara lain tidak boleh berfoto di wilayah Kanekes Dalam, tidak

menggunakan sabun atau odol di sungai. Namun demikian, wilayah Kanekes tetap terlarang bagi orang asing (non-wni). Beberapa wartawan asing yang mencoba masuk sampai sekarang selalu ditolak masuk. Pada saat pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak, orang Kanekes juga senang berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan syarat harus berjalan kaki. Pada umumnya mereka pergi dalam rombongan kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 orang, berkunjung ke rumah kenalan yang pernah datang ke Kanekes sambil menjual madu dan hasil kerajinan tangan. Dalam kunjungan tersebut biasanya mereka mendapatkan tambahan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup. PENUTUP Kesimpulan Suku baduy merupakan suku asli ditanah sunda yang berlokasi didaerah Banten. Suku baduy masih menjaga tradisi mereka dan menjaga amanat dari nenek moyang mereka untuk selalu menjaga alam. Mereka sudah tidak lagi nomaden atau berpindah seperti yang dikatakan oleh para ahli sejarah. Mereka sudah menetap dan bercocok tanam bahkan masyarakat baduy luar tidak lagi menutup diri, mereka sudah dapat berbaur dengan masyarakat luar. Suku baduy merupakan bagian dari suku bangsa di Indonesia yang menjadi bukti bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman budaya yang harus dibanggakan dan menghargai keberadaaan mereka karena bagaimanapun juga mereka adalah warga negara Indonesia yang masih memegang teguh kepercayaan kabuyutan atau amanat dari nenek moyang. DAFTAR PUSTAKA http://id.wikipedia.org/wiki/banten#sejarah http://bagaskorotrihatmojo.blogspot.com/ http://id.wikipedia.org/wiki/orang_kanekes#kepercayaan http://kebudayaankesenianindonesia.blogspot.com/2012/06/sukubaduy-di-provinsi-banten.html

http://sukubaduydalam2.blogspot.com/2012/11/sejarah-suku-baduydalam.html MENGENAL SUKU BADUY Disusun Oleh: Nurholis Seha E-mail: seha.noor22@gmail.com ABSTRAK Indonesia merupakan salah sahatu Negara yang kaya akan keaneka ragaman budayanya yang tersebar mulai dari Sabang sampai ke Merauke. Adanya keaneka ragaman budaya di Indonesia tidak terlepas dari banyaknya suku-suku yang menempati tanah nusantara ini, keberadaannya tidak bisa dihitung dengan jari bisa ratusan bahkan ribuan, dan salah satunya adalah suku Baduy. Suku Baduy atau Orang Kanekes adalah suku asli masyarakat Banten. Komunitas suku ini tinggal di Desa Kanekes. Mereka berada di wilayah Kecamatan Leuwidamar. Perkampungan mereka berada di sekitar aliran sungai

Ciujung dan Cikanekes di Pegunungan Keundeng. Atau sekitar 172 km sebelah barat Ibukota Jakarta dan 65 km sebelah selatan ibu kota Serang. Keberadaan mereka bisa dikatakan masih terisolasi dari masyarakat modern, tapi meskipun demikian mereka tidak menutup ruang untuk dapat dikunjungi oleh masyarakat moderen, sehingga berkunjung ke komunitas suku baduy pedalaman dijadikan salah satu objek wisata sekaligus penelitian sejarawan di daerah provinsi Banten. PENDAHULUAN ETIMOLOGI Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden) seperti halnya suku bangsa Arab yang memiliki nama hampir sama juga, yaitu suku Badui. Konon katanya, sebutan baduy diberikan oleh pemerintahan kesultanan Banten ketika itu terhadap masyarakat asli banten yang enggan untuk menerima ajaran islam seperti halnya suku badui di masa nabi Muhammad Saw. Dan atas sikap penolakan mereka terhadap islam, sehingga mereka diasingkan ke daerah pedalaman. Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagaiurang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993). WILAYAH Banten merupakan sebuah provinsi di sebelah barat Pulau Jawa memiliki moto Iman Taqwa. Moto ini mengartikan bahwa seluruh masyarakat Banten adalah orang-orang yang memiliki agama atau kepercayaan yang kuat dan mendominasi hampir seluruh kehidupan mereka. Ibu kota Banten adalah Serang. Hari jadi provinsi Banten adalah 4 Oktober 2000. Titik koordinat wilayah Banten adalah 5 7' 50" - 7 1' 11" LS dan 105 1' 11" - 106 '12" BT. Untuk saat ini pemerintahan Provinsi banten dipimpin oleh Gubernur Hj. Ratu Atut Chosiyah. Luas wilayah Banten sesuai dengan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 adalah 9.160,70 km2, dengan Populasi 10.644.030 jiwa, dan kepadatan 1.161,9/km². Demografi Banten sendiri terdiri dari Suku bangsa Banten dengan presentase sebesar 47% dari jumlah penduduk, Sunda dengan presentase sebesar 23% dari jumlah penduduk, dengan presentase sebesar Jawa 12% dari jumlah penduduk, dengan presentase sebesar Betawi 9,62% dari jumlah penduduk, Tionghoa dengan presentase sebesar 1,1% dari jumlah penduduk, Batak dengan presentase sebesar 0,93% dari jumlah penduduk, Minangkabau dengan presentase sebesar 0,81%, dari jumlah penduduk Lain-lain dengan presentase sebesar 54% dari jumlah penduduk. Mereka berbahasa Sunda, Jawa Banten, Indonesia, dan Betawi. Dan kebanyakan mereka memeluk agama Islam, karena hampir 96,6% jumlah presentase pemeluk agama islam. Sedangkan yang beragama Kristen 1,2%, Katolik 1%, Buddha 0,7%, dan Hindu 0,4%. Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial selain karena batas daerahnya. Batas daerah Banten sebelah utara adalah Laut Jawa, yang dikenal dengan potensi perikanan yang cukup bagus bagi Jawa. Kemudian sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda, yang merupakan merupakan salah satu jalur lalu lintas laut yang strategis karena dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand, Malaysia, dan Singapura. Disebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, yang berpotensi untuk memperkaya mata pencarian penduduknya, dengan berlayar mencari ikan besar. Dan yang terakhir di sebelah timur, yang berbatasan dengan DKI Jakarta dan Jawa Barat. Di samping itu Banten merupakan jalur penghubung antara Jawa dan Sumatera. Bila dikaitkan posisi geografis dan pemerintahan maka wilayah Banten terutama daerah Tangerang raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang selatan) merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta. Secara ekonomi wilayah Banten memiliki banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta dan ditujukan untuk menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura. Iklim Banten sendiri adalah Iklim Tropis. Daerah Banten terbagi menjadi 8 daerah kabupaten/kota. Diantaranya adalah Kota Tangerang Selatan, Ciputat, Kota Cilegon, Kota Serang, Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Tangerang.

Di Provinsi Banten terdapat suku asli, yaitu Suku Baduy. Suku Baduy Dalam merupakan suku asli Sunda Banten yang masih menjaga tradisi anti modernisasi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Perkampungan masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang, yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak. Masyarakat Baduy memiliki tanah adat kurang lebih sekitar 5.108 hektar yang terletak di Pegunungan Keundeng. Mereka memiliki prinsip hidup cinta damai, tidak mau berkonflik dan taat pada tradisi lama serta hukum adat. Kadang kala suku Baduy juga menyebut dirinya sebagai orang Kanekes, karena berada di Desa Kanekes. Mereka berada di wilayah Kecamatan Leuwidamar. Perkampungan mereka berada di sekitar aliran sungai Ciujung dan Cikanekes di Pegunungan Keundeng. Atau sekitar 172 km sebelah barat ibukota Jakarta dan 65 km sebelah selatan ibu kota Serang. PEMBAHASAN SEJARAH SUKU BADUY Menurut kepercayaan warga sejarah suku baduy dalam berasal dari Batara Cikal, yaitu salah satu dari tujuh dewa yang di turunkan ke bumi. Batara cikal memiliki peran untuk mengatur keseimbangan di bumi. Versi ini hampir sama persis dengan cerita di turunkannya nabi Adam, sebagai makhluk pertama dan memiliki tugas untuk mengelola bumi. Suku baduy pun percaya bahwa mereka adalah keturunan nabi Adam. a. Sejarah Suku Baduy Dalam Menurut Ahli Sejarah Sedangkan pada versi yang lain, para ahli sejarah memiliki pendapat sendiri terkait sejarah suku baduy. Pendapat mereka berdasar pada temuan prasasti sejarah, kemudian di telusuri pula melalui catatan para pelaut dari Portugis dan Tiongkok serta di hubungkan dengan cerita rakyat tentang Tatar Sunda. Meskipun pada kenytaannya, cerita mengenai Tatar Sunda ini sangan sedikit sekali referensinya. Menurut ahli sejarah, masyarakat baduy (kanekes) memiliki kaitan dengan kerajaan Pajajaran (saat ini wilayah Bogor). Yang di ketahui, Pajajaran ada sekitar di abad ke-16. Pada saat dimana kerajaan atau kesultanan Banten belum berdiri, wilayah yang kemudian menjadi kesultanan Banten, ialah daerah yang

sangat penting dan memiliki peranan yang signifikan. Saat itu, Banten masih menjadi bagian dari wilayah kerajaan Sunda. Banten berfungsi sebagai pelabuhan yang memang terkenal besar. Di banten terdapat sungat Ciujung yang berfungsi sebagai pelabuhan dan bisa di lewati beragam jenis perahu. Sungai ini menjadi lalu lintas angkutan barang-barang hasil pertanian dari wilayah pedalaman. Pangeran Pucuk, penguasa saat itu merasa perlu untuk melestarikan dan menjaga wilayah tersebut, terutama terkait kelestarian sungainya. Wilayah itu di kenal dengan nama Gunung Kendeng. Karena alasan itu, pangeran pucuk memerintahkan pasukan prajurit pilihan untuk menjaga kelestarian Gunung Kendeng-Sungai Ciujung. Mereka tinggal dan bertugas sebagai penjaga wilayah tersebut. Maka, dengan adanya pasukan kerajaan tersebut, lambat laun kehidupan mulai berjalan normal. Jadi bisa di simpulkan bahwa sejarah suku Baduy dalam dan yang hari ini kita kenal adalah berasal dari pasukan yang di utus oleh Pangeran Pucuk yang bertugas melestarikan sungai Ciujung gunung Kendeng. Pada masanya, suku baduy menutup identitas mereka terhadap orang luar. Karena di khawatirkan akan di ketahui oleh musuh-musuh kerajaan Pajajaran. b. Sejarah Suku Baduy Dalam Versi Van Tricht Versi ketiga tekait sejarah suku baduy dalam ialah dari dokter Van Tricht yang berkunjung ke Baduy di tahun 1982 kemudian mengadakan penelitian terkait kesehatan masyarakat disana. Van Tricht tidak mengakui kedua pendapat diatas, ia memiliki pendapat sendiri mengenai sejarah suku baduy dalam dan ia mengatakan bahwa masyarakata Baduy sudah ada sejak lama disana dan merupakan masyarakat asli sana. Menurut Van Tricht masyarkat baduy terutama warga masyarakat suku baduy dalam memiliki sifat yang menolak keras dan tidak bisa mengadopsi kebudayaan luar. Selain itu, menurutnya masyarakat baduy dalam sangat mempertahankan kebudayaannya. Itu terbukti suku baduy dalam masih sangat ketat untuk mempertahankan kebudayaan nenek moyang mereka. Pendapat Van tricht terkait sejarah suku baduy dalam ini sejalan dengan pendapat Danasasmita dan Djatisunda (1986:4-5). Menurut dua ahli ini saat itu raja yang berkuasa di wilayah sekitar Baduy adalah Rakeyan Darmasiska, raja ini

memerintahkan masyarakat Baduy yang memang sudah tinggal disana dari dahulu untuk memelihara Kabuyutan (tempat pemujaan nenek moyang). Menjadikan kawasan tersebut sebagai Mandala atau kawaan suci. Masyarakatnya sendiri di kenal memiliki kepercayaan Sunda Wiwitan (wiwitan:asli,pokok). Sampai sekarang pun masyarakat baduy masih memegang teguh kepercayaan tersebut. BAHASA DAN KEPERCAYAAN a) Bahasa Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja. Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga hari ini, walaupun sejak era Suharto pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah modern di wilayah mereka, orang Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut. Akibatnya, mayoritas orang Kanekes tidak dapat membaca atau menulis. b) Kepercayaan Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (Animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh Agama Buddha, Hindu,. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apa pun", atau perubahan sesedikit mungkin: Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung. (Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung) Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Di bidang, Pertanian bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat sederhana, tidak mengolah lahan dengan Bajak, tidak membuat Terasering

(halaman belum tersedia), hanya menanam dengan Tugal (halaman belum tersedia), yaitu sepotong Bambu yang diruncingkan. Pada pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya, sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama panjang. Perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar. Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya Pu'un atau ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a). Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam. PEMBAGIAN MASYARAKAT SUKU BADUY Masyarakat suku Baduy sendiri terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok terbesar disebut dengan Baduy Luar atau Urang Panamping yang tinggal disebelah utara Kanekes. Mereka berjumlah sekitar 7 ribuan yang menempati 28 kampung dan 8 anak kampung. Mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Suku Baduy Luar biasanya sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah mengenal kebudayaan luar, seperti bersekolah. Sementara di bagian selatannya dihuni masyarakat Baduy Dalam atau Urang Dangka. Diperkirakan mereka berjumlah 800an orang yang tersebar di Kampung Cikeusik, Cibeo dan Cikartawana. Kelompok tangtu (baduy dalam). Suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum

masuk kebudayaan luar. Memiliki kepala adat yang membuat peraturanperaturan yang harus dipatuhi biasa disebut Pu un. Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Kelompok Baduy Dangka, mereka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kedua kelompok ini memang memiliki ciri yang beda. Bila Baduy Dalam menyebut Baduy Luar dengan sebutan Urang Kaluaran, sebaliknya Badui Luar menyebut Badui Dalam dengan panggilan Urang Girang atau Urang Kejeroan. Ciri lainnya, pakaian yang biasa dikenakan Baduy Dalam lebih didominasi berwarna putih-putih. Sedangkan, Baduy Luar lebih banyak mengenakan pakaian hitam dengan ikat kepala bercorak batik warna biru. Masyarakat Baduy sangat taat pada pimpinan yang tertinggi yang disebut Puun. Puun ini bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan kehidupan masyarakat yang menganut ajaran Sunda Wiwitan peninggalan nenek moyangnya. Setiap kampung di Baduy Dalam dipimpin oleh seorang Puun, yang tidak boleh meninggalkan kampungnya. Pucuk pimpinan adat dipimpin oleh Puun Tri Tunggal, yaitu Puun Sadi di Kampung Cikeusik, Puun Janteu di Kampung Cibeo dan Puun Kiteu di Cikartawana. Sedangkan wakilnya pimpinan adat ini disebut Jaro Tangtu yang berfungsi sebagai juru bicara dengan pemerintahan desa, pemerintah daerah atau pemerintah pusat. Di Baduy Luar sendiri mengenal sistem pemerintahan kepala desa yang disebut Jaro Pamerentah yang dibantu Jaro Tanggungan, Tanggungan dan Baris Kokolot. MATA PENCAHARIAN Mata pencarian masyarakat Baduy yang paling utama adalah bercocok tanam padi huma dan berkebun serta membuat kerajinan koja atau tas dari kulit kayu, mengolah gula aren, tenun dan sebagian kecil telah mengenal berdagang. Kepercayaan yang dianut masyarakat Kanekes adalah Sunda Wiwitan.didalam baduy dalam, Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali adalah suku Baduy sendiri. Adapun sebutan siku Baduy menurut cerita adalah asalnya dari kata Badui, yakni sebutan dari golongan/ kaum Islam yang maksudnya karena suku itu tidak mau mengikuti dan taat kepada ajaran agama Islam, sedangkan disaudi Arabia golongan yang seperti itu disebut Badui maksudnya golongan yang

membangkang tidak mau tunduk dan sulit di atur sehingga dari sebutan Badui inilah menjadi sebutan Suku Baduy. Konon pada sekitar abad ke XI dan XII Kerajaan Pajajaran menguasai seluruh tanah Pasundan yakni dari Banten, Bogor, priangan samapai ke wilayah Cirebon, pada waktu itu yang menjadi Rajanya adalah PRABU BRAMAIYA MAISATANDRAMAN dengan gelar PRABU SILIWANGI. Kemudian pada sekitar abad ke XV dengan masuknya ajaran Agama Islam yang dikembangkan oleh saudagar-saudagar Gujarat dari Saudi Arabia dan Wali Songo dalam hal ini adalah SUNAN GUNUNG JATI dari Cirebon, dari mulai Pantai Utara sampai ke selatan daerah Banten, sehingga kekuasaan Raja semakin terjepit dan rapuh dikarenakan rakyatnya banyak yang memasuki agama Islam. Akhirnya raja beserta senopati dan para ponggawa yang masih setia meninggalkan keraan masuk hutan belantara kearah selatan dan mengikuti Hulu sungai, mereka meninggalkan tempat asalnya dengan tekad seperti yang diucapkan pada pantun upacara Suku Baduy Jauh teu puguh nu dijugjug, leumpang teu puguhnu diteang, malipir dina gawir, nyalindung dina gunung, mending keneh lara jeung wiring tibatan kudu ngayonan perang jeung paduduluran nu saturunan atawa jeung baraya nu masih keneh sa wangatua Artinya : jauh tidak menentu yang tuju ( Jugjug ),berjalan tanpa ada tujuan, berjalan ditepi tebing, berlindung dibalik gunung, lebih baik malu dan hina dari pada harus berperang dengan sanak saudara ataupun keluarga yang masih satu turunan Suku baduy masih setia dengan adat istiadatnya yang menjalani kehidupan seperti leluhurnya. Tak heran, jika orang Baduy Dalam hingga kini tetap pantang menggunakan sabun, menumpang mobil atau mengendarai sepeda motor. Bahkan tak pernah bersepatu. Jika bepergian ke Jakarta misalnya, mereka tempuh dengan berjalan kaki selama tiga hari tiga malam. Daftar pantangan tabu bagi mereka masih berderet: Tak bersekolah, menggunakan kaca, menggunakan paku besi, pantang mengkonsumsi alkohol dan berternak binatang yberkaki empat, dan masih banyak lagi. Prinsip kearifan yang dipatuhi secara turun temurun oleh masyarakat Baduy ini membuat mereka tampil sebagai sebuah masyarakat yang mandiri, baik secara sosial maupun secara ekonomi. Karena itu, ketika badai krisis keuangan global melanda dunia, dan merontokkan pertahanan ekonomi kita di awal tahun milennium ini, suku Baduy terbebas dari kesulitan itu. Hal itu berkat kemandirian mereka yang diterapkan dalam prinsip hidup sehari-hari. Orang Baduy tak saja mandiri dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Mereka tak membeli beras, tapi menanam sendiri. Mereka

tak membeli baju, tapi menenun kain sendiri.. Kayu sebagai bahan pembuat rumah pun mereka tebang di hutan mereka, yang keutuhan dan kelestariannya tetap terjaga. Dari 5.136,8 hektar kawasan hutan di Baduy, sekitar 3.000 hektar hutan dipertahankan untuk menjaga 120 titik mata air, kata Jaro Dainah, kepala pemerintahan (jaro pamarentah) suku Baduy. Kemandirian mereka dari hasrat mengonsumsi sebagaimana layaknya orang kota, antara lain tampak pada beberapa hal lainnya. Untuk penerangan, mereka tak menggunakan listrik. Dalam bercocok tanam, mereka tak menggunakan pupuk buatan pabrik. Mereka juga membangun dan memenuhi sendiri kebutuhan untuk pembangunan insfrasuktur seperti jalan desa, lumbung padi, dan sebagainya. Orang tak bisa menuding begitu saja, bahwa suku Baduy Dalam terbelakang. Ternyata, mereka menguasai teknik pertanian dan bercocok tanam dengan baik, sembari tetap menjaga kelestarian lingkungan. Mereka memang tak bersekolah. Belajar di ladang dan menimba kearifan hidup di alam terbuka adalah sekolah mereka, tutur Boedihartono, antropolog dari Universitas Indonesia, yang pernah meneliti suku Baduy selama beberapa tahun. Yang amat menggembirakan, tingkah laku yang meneladani moralitas utama, menjadi acuan utama bagi kepribadian dan perilaku orang Baduy dalam kehidupan mereka sehari-hari. Perkataan dan tindakan mereka pun polos, jujur tanpa basabasi, bahkan dalam berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar. Karena itu, banyak merasa senang jika berurusan dengan orang Baduy karena mereka pantang merugikan orang lain, ujarnya lagi. Untuk menjaga kemurnian adat dari pencemaran budaya luar yang dibawa para wisatawan dalam mengunjungi kawasan pemukiman kaum Baduy, sesekali jaro (kepala desa) Baduy Dalam melakukan sidak ke desa Baduy Luar. Itu untuk meneliti apakah ada benda-benda yang bisa melunturkan kepercayaan mereka. Mereka kadang menyita radio yang dianggap melunturkan kepercayaan adat mereka. Selama ini, tanpa bunyi sepeda motor, radio, televisi dan mesin apa saja apa saja yang menimbulkan asap dan bunyi-bunyian, maka desa-desa Baduy adalah titik tenang. Bunyi gemeletak alat penenun menjadi irama lembut yang menemani keheningan alam di sana. Akan tetapi, amatlah sukar menjaga keheningan tetap bertahan dalam dunia modern yang serba hiruk pikuk ini. Misalnya kini, mulai tampak anak-anak Baduy yang meninggalkan pakaian tradisional mereka, berupa kain tenunan tangan dengan warna hitam dan putih, dengan memakai kaos ala seragam kesebelasan sepakbola Italia yang berteriak dengan warna-warni meriah.

Mereka yang selama ini menabukan jual beli dan penggunaan uang, dengan menetapkan pola barter, akhirnya mulai terlibat proses dagang. PEMERINTAHAN Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan negara Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan. Secara nasional, penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah Camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu "Pu'un". Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah "Pu'un" yang ada di tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan Pu'untidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut. INTERAKSI DENGAN MASYARAKAT LUAR Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adatistiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan Seba (halaman belum tersedia) ke Kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat), melalui bupati Kabupaten Lebak. Di bidang pertanian, penduduk Kanekes Luar berinteraksi erat dengan masyarakat luar, misalnya dalam sewa-menyewa tanah, dan tenaga buruh. Perdagangan yang pada waktu yang lampau dilakukan secara Barter, sekarang ini telah mempergunakan mata uang Rupiah biasa. Orang Kanekes menjual hasil buah-buahan, madu, dan gula kawung/aren melalui para Tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri

di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger. Pada saat ini orang luar yang mengunjungi wilayah Kanekes semakin meningkat sampai dengan ratusan orang per kali kunjungan, biasanya merupakan remaja dari sekolah, mahasiswa, dan juga para pengunjung dewasa lainnya. Mereka menerima para pengunjung tersebut, bahkan untuk menginap satu malam, dengan ketentuan bahwa pengunjung menuruti adat-istiadat yang berlaku di sana. Aturan adat tersebut antara lain tidak boleh berfoto di wilayah Kanekes Dalam, tidak menggunakan sabun atau odol di sungai. Namun demikian, wilayah Kanekes tetap terlarang bagi orang asing (non-wni). Beberapa wartawan asing yang mencoba masuk sampai sekarang selalu ditolak masuk. Pada saat pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak, orang Kanekes juga senang berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan syarat harus berjalan kaki. Pada umumnya mereka pergi dalam rombongan kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 orang, berkunjung ke rumah kenalan yang pernah datang ke Kanekes sambil menjual madu dan hasil kerajinan tangan. Dalam kunjungan tersebut biasanya mereka mendapatkan tambahan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup. PENUTUP Keberadaan suku baduy di daerah Rangkas Bitung Banten bukan lagi hal yang asing bagi masyarakat indonesia, khususnya bagi masyarakat Banten itu sendiri. Keterbukaan masyarakt suku baduy terhadap masyarakat luar memudahkan bagi para sejarawan untuk mengetahui lebih dalam lagi dan melakukan penelitian akan sejarah suku Baduy alias Orang Kanekes yang lebih terperinci. Hari ini masyarakat suku baduy tidak lagi menjadi mayarakat atau kelompok yang suka berpindah-pindah tempat (nomaden) seperti yang dikatakan para ahli sejara. Pola hidup mereka berubah menjadi komunitas yang menetap karena mereka telah mampu bercocok tanam (bertani) yang merupakan mata pencahariannya bahkan telah terbentuk pemerintahan untuk mengatur masyarakat suku baduy itu sendiri. Bahkan masyarakat baduy luar sudah mulai bersosialisasi layaknya masyarakat moderen. Suku baduy adalah satu dari ratusan bahkan ribuan suku-suku yang menghuni tanah nusantara ini, dan ini adalah bukti kekayaan akan keanekaragaman budaya Negara kita Indonesia dan selayaknya kita berbanga

dengan ini. Maha suci Allah yang telah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa sehingga kita bisa saling kenal satu sama lainnya. REFERENSI Adimihardja, K. (2000). Orang Baduy di Banten Selatan: Manusia air pemelihara sungai, Jurnal Antropologi Indonesia, Th. XXIV, No. 61, Jan-Apr 2000, hal 47 59. Garna, Y. (1993). Masyarakat Baduy di Banten, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia, Editor: Koentjaraningrat & Simorangkir, Seri Etnografi Indonesia No.4. Jakarta: Departemen Sosial dan Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial dengan Gramedia Pustaka Utama. Permana, C.E. (2003). Arca Domas Baduy: Sebuah referensi arkeologi dalam penafsiran ruang masyarakat megalitik, Indonesian Arheology on the Net, Permana, C.E. (2003). Religi dalam tradisi bercocok tanam sederhana, Indonesian Arheology on the Net. http://sukubaduydalam2.blogspot.com/2012/11/sejarah-suku-baduy-dalam.html http://kebudayaankesenianindonesia.blogspot.com/2012/06/suku-baduy-diprovinsi-banten.html http://id.wikipedia.org/wiki/orang_sunda"