BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Agus Hendri Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Eksplorasi 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Eks.plo.ra.si /éksplorasi/ n penjelajahan lapangan dng tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak (tt keadaan), terutama sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu; penyelidikan; penjajakan: --sumber minyak di daerah lepas pantai sedang giat dilakukan. 2. Menurut Random House Unabridged Dictionary, d. an act or instance of exploring or investigating; examination. e. the investigation of unknown regions. 3. Eksplorasi yang dilakukan dalam rangka menunjang hasil akhir dari karya ini adalah eksplorasi ragam hias yaitu pengolahan bentuk 2 dimensi. Kemudian hasil eksplorasi bentuk tersebut dijadikan objek untuk melakukan eksplorasi selanjutnya, yaitu eksplorasi penerapan pada kain dengan menggunakan 2 teknik desain dalam tekstil, yaitu surface designing berupa teknik sablon, bordir dan sulam tangan dan structure designing berupa teknik tenun menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)
2 2.2 Tenun 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, te.nun n hasil kerajinan yang berupa bahan (kain) yang dibuat dari benang (kapas, sutra, dsb) dengan cara memasuk-masukkan pakan secara melintang pada lungsin. 2. Menurut buku Lurik, Sejarah, Fungsi dan Artinya Bagi Masyarakat oleh Wahyono Martowikrido, Proses menenun ialah proses pengerjaan dari bahan berupa kapas sampai menjadi kain. Proses tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: a. Membuat benang dari kapas b. Persiapan menenun c. Menenun Pembuatan kain telah dikenal sejak jaman prasejarah, bersamaan dengan timbulnya peradaban manusia. Mula-mula kain dibuat dari kulit-kulit alam, baik dari binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Cara pembuatannya sangat primitif yaitu dengan cara memukul-mukul kulit kayu agar menjadi lemas sehingga dengan cara ini kulit kayu tersebut dapat menjadi selembar kain tetapi tidak cukup kekuatannya. Kemudian timbul pemikiran manusia untuk menganyam bahan-bahan yang menpunyai cukup kekuatan, dengan tangan seperti akar-akaran, rumput-rumputan dan sebagainya sebagai benang yang dikenal sekarang, dan kemudian dengan alat tenun yang sangat sederhana. Meskipun perkembangan alat tenun sampai sekarang begitu pesatnya, namun
3 prinsipnya tidak berubah sejak pertama kali orang mengenal alat ini. Demikian pula maca kain tenun yang begitu banyak ragam sekarang ini, namun anyaman kain yang dikenal orang untuk pertama kali masih mendasari anyaman-anyaman kain yang banyak dijumpai masa kini. Kain tenun banyak macamnya dan penggunaanya tidak terbatas untuk keperluan sandang saja, maka penggolongannya dapat bermacam-macam. Penggolongan kain tenun dapat didasarkan menurut: 1. Anyamannya, misalnya kain dengan anyaman polos, kain dengan anyaman keper, kain dengan anyaman satin dan sebagainya. 2. Pemakaiannya, misalnya kain untuk sandang atau pakaian, kain untuk keperluan rumah tangga seperti gorden, sprei, sarung bantal dan sebagainya, kain untuk keperluan militer seperti kain parasut, kain kanvas, ikat pinggang dan sebagainya; kain untuk keperluan industri seperti kain belt (ban), karung goni dan sebagainya. 3. Beratnya, misalnya kain ringan yang beratnya sampai 60 g/m², kain menengah yang beratnya g/m², kain setengah berat yang beratnya g/m² dan kain berat yang beratnya lebih dari 200 g/m². 2.3 Kain Tradisi Indonesia Menurut para ahli sejarah, sejak jaman Neolithikum di Indonesia telah mengenal cara membuat pakaian. Dari alat-alat peninggalan jaman itu dapat diketahui bahwa kulit kayu merupakan pakaian manusia pada jaman prasejarah di Indonesia. Alat tersebut berupa alat pemukul kulit kayu yang terbuat dari batu, seperti yang terdapat pada koleksi Prasejarah di Museum Pusat Jakarta.
4 Disamping pakaian dari kulit kayu, dikenal juga pakaian dari kulit binatang yang pada umumnya dipakai oleh laki-laki sebagai pakain untuk upacara ataupun pakaian untuk perang. Menurut dugaan, sejak jaman prasejarah nenek motang bangsa Indonesia juga sudah mengenal teknik menenun. Dugaan ini diperkuat dengan adanya penemuan pecahan tembikar dari jaman prasejarah, yang didalamnya terdapat bentuk hiasan yang terbuat dari kain tenun kasar. Dewasa ini macam-macam kain tradisi Indonesia masih terpelihara pembuatannya diberbagai daerah, walaupun teknik dan peralatan yang digunakan masih sangat sederhana. Ragam hias yang terdapat pada kain tradisi ini pada umumnya sangat erat sangkut pautnya dengan adat istiadat, bentuk masyarakat, dan cara pembuatannya. Dari segi teknis dapat dinyatakan bahwa: 1. Anyaman polos merupakan anyaman yang dominan, walaupun beberapa daerah menghasilkan kain dengan anyaman jenis lain yang cukup rumit. 2. Bahan baku yang digunakan adalah benang kapas, benang sutra, benang sintetik, filamen, benang logam terutama benang emas dan perak. 3. Peralatan yang digunakan untuk menenun sangat sederhana, tetapi menggunakan teknik yang cukup tinggi nilainya. Jenis ragam hias paa kain mempunyai peranan yang sangat penting dalam arti maupun seni, karena pada umumnya ragam hias tersebut bukan saja berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga mempunyai arti sebagai simbol atau lambang yang sanagt erat hubungannya dengan kepercayaan.
5 Seni ragam hias pada kain tradisi Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebudayaan jaman Neolithikum dan juga kebudayaan perunggu yang dikenal sebagai kebudayaan Dong-Son. Tetapi disamping itu, dipengaruhi pula oleh kebudayaan dari Cina, India dan Arab. Dengan alasan-alasan diatas, maka untuk mempelajari seni ragam hias apada kain tradisi Indonesia secra mendalam, diperlukan juga pengetahuanpengetahuan dari berbagai macam disiplin ilmu, antara lain sejarah, sosial, antropologi, seni dan lainnya. Jenis kain tradisi Indonesia pada umumnya dibedakan menurut cara membuatnya. Perbedaan ini tersirat dalam pemberian nama dari tiap jenis kain, misalnya kain songket, kain tenun ikat, kain batik dan lainnya. Sejalan dengan cara permbedaan tersebut, maka kain tradisi Indonesia dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Kain tenun ikat 2. Kain songket 3. Kain dengan benang tambahan 4. Kain batik 5. Kain prada 6. Kain sarung 7. Kain kerawang 8. Kain kelim 9. kain dengan dekorasi benda tempelan
6 2.4 Suku Baduy Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan Badawi atau Bedouin Arab yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya sungai Cibaduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut, sedangkan mereka sendiri lebih suka menyebutkan diri sebagai Urang Kanekes atau orang Kanekes sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperi Urang Cibeo (Garna, 1993). Orang Badui penduduk Desa Kanekes pada tahun 1984 berjumlah jiwa. Pertambahan jumlah orang Badui tampak lamban, yakni rata-rata sekitar 1 % per tahun Wilayah Baduy, menghuni sejumlah kampung yang tergabung dalam Desa Kanekes, di Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Jawa Barat. Desa tersebut terletak sekitar 50 km Rangkasbitung, ibu kota Kabupaten Lebak. Kampung-kampung di Desa Kanekes paling sedikit berjumlah 31 buah, ditambah dengan delapan buah anak kampung yang mereka sebut babakan.
7 Wilayah kediaman orang Baduy ini terbagi menjadi dua, yaitu yang disebut Baduy dalam (Baduy Kejeroan) dan Baduy Luar (Baduy Panamping). Baduy Dalam hanya terdiri dari tiga kampung, yaitu kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo; kampung-kampung lainnya termasuk wilayah Baduy Luar. Selain kampung-kampung yang termasuk Baduy Dalam dan Baduy Luar tersebut, sebenarnya masih ada kampung-kampung lain di luar Desa Kanekes yang mereka anggap sebagai tanah titipan leluhur, tanah buyut atau tanah dangka. Di tanah titipan leluhur di tempatkan satu keluarga Baduy dengan sebutan jaro dangka, yang bertuga menjaga daerah titipan tersebut. Namun tanah dangka ini sekarang hampir tidak dapat lagi dipertahankan karena banyaknya orang luar yang masuk dan menguasainya. Dari pusat Kecamatan Leuwidamar, orang dapat menuju Desa Kanekes dengan kendaraan bermotor sejauh lebih kurang 20 km. Jarak selebihnya harus ditempuh dengan berjalan kaki sejauh lebih kurang 7 km sampai Kampung Kadeketuk, yaitu sebuah kampung Baduy Luar. Kampung Kadeketuk adalah pintu gerbang masuk, dan sekaligus pusat pemerintahan Desa Kanekes. Luas Desa Kanekes km². Wilayahnya berbukit-bukit dengan lembah berdinding curam yang dilalui beberapa sungai. Keadaan alam seperti ini menyulitkan orang memasuki wilayah tersebut. Satu kampung dan kampung lain dihubungkan dengan jalan setapak di medan yang turun naik di sekitar jalan setapak terdapat huma dan sedikit hutan. Sebagian wilayah dipenuhi padang alang-alang dan semak belukar, bekas huma yang ditinggalkan. Hutan lebat masih terdapat di daerah Badui Kejeroan. Hutan ini memang selalu terpelihara dibawah pimpinan adat yang dinamakan puun,
8 karena merupakan hutan larangan yang dianggap suci. Tabu untuk diganggu dan tidak boleh dimasuki dengan sembarangan. Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat LU dan BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20 C Bahasa Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja. Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan
9 keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia Asal-Usul Orang Badui percaya bahwa nenek moyang mereka telah menepati wilayah Kanekes sejak jaman Nabi Adam. Kanekes dianggap sebagai tempat asal mula manusia dilahirkan di bumi ini. Tempat yang paling pertama ditempati manusia adalah Kampung Cikeusik, lalu Kampung Cikertawana, dan akhirnya Cibeo. Dari ketiga kampung ini mereka kemudian menyebar ke kampung-kampung lainnya. Sudah tentu di luar keyakinan mereka ini, ada pendapat lain tentang asal usul orang Badui. Ada yang mengatakan bahwa mereka berasal dari Kerajaan Pajajaran, Bogor. Namun adapula pendapat bahwa mereka adalah penduduk Banten Utara yang karena faktor sosial politik tertentu pindah ke selatan, ke daerah Kanekes sekarang. Pendapat mengenai asal-usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Cina, serta cerita rakyat mengenai 'Tatar Sunda' yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut,
10 yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas Baduy sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran Kepercayaan Orang Baduy menganut suatu sistem kepercayaan yang tercakup dalam satu wadah bernama Agama Sunda Wiwitan, artinya Agama Sunda Pertama. Agama ini disebut juga Agama Islam Sunda atau Agama Nabi Adam. Mereka mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa, yang mereka sebut Batara Tunggal; mengakui adanya Nabi Adam, Nabi Muhammad, dan Syahadat seperti dalam agama Islam. Agama mereka antara lain mengajarkan bahwa manusia di dunia ini tidak boleh mencari kesenangan secara berlebihan, dan harus menganggap cukup apa yang ada. Hal yang dituju dalam hidup ini adalah kebajikan dan kebaikan dengan menaati segala ketentuan yang sudah dikodratkan. Orang Baduy juga mengenal berbagai upacara dalam daur hidup mereka. Dalam rangka kelahiran seorang bayi, misalnya, seorang ibu harus bersuci (bebersih) 40 atau 60 hari setelah melahirkan. Anak laki-laki yang sudah berumur 4-7 tahun harus disunat (mereka menyebutnya nyelamkeun,
11 artinya mengislamkan ). Selain itu ada upacara perkawinan dan upacara kematian. Upacara dalam rangka kematian dilangsungkan selama tujuh hari. Mereka percaya bahwa setelah tujuh hari, roh si mati langsung menuju surga. Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Buddha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep tanpa perubahan apapun, atau perubahan sesedikit mungkin. Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Di bidang pertanian, bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat sederhana, tidak mengolah lahan dengan bajak, tidak membuat terasering, hanya menanam dengan tugal, yaitu sepotong bambu yang diruncingkan. Pada pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya, sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama panjang. Perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar. Objek kepercayaan terpenting bagi Masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota
12 masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003). Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam Kelompok-kelompok dalam Masyarakat Kanekes Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001). Kelompok tangtu adalah yang dikenal sebagai Baduy Dalam, yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di 3 kampung (Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik). Ciri khas Orang Baduy dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Sedangkan kelompok masyarakat panamping adalah yang dikenal sebagai Baduy Luar yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kadu Ketuk, Kadu Kolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas dengan pakaian hitam dan ikat kepala hitam. Apabila Baduy Dalam dan Baduy Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka Baduy Dangka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung
13 yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirah Dayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001) Pemerintahan Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu Puun. Struktur pemerintahan secara adat Kanekes adalah sebagaimana tertera pada Gambar 1. Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah Puun yang ada di 3 kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun temurun, walaupun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan puun tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut. Pelaksana sehari-hari pemerintahan adat 'kapuunan' (kepuunan) dilaksanakan oleh Jaro, yang dibagi ke dalam empat jabatan, yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara
14 tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka ini ada 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampung (Makmur, 2001). Tabel 1.1 Jalur Pemerintahan Mata Pencaharian Mata pencaharian pokok orang Badui adalah bercocok tanam di ladang (huma). Mereka masih melakukan perladangan berpindah-pindah. Musim
15 tanam berlangsung satu tahun sekali. Setelah tiga kali musim tanam, mereka meninggalkan tanah itu selama 3-7 tahun. Selama menanam padi ladang, mereka juga menanam kacang, terong, cabai dan pisang. Tanaman lain yang mereka manfaatkan hasilnya adalah durian dan rambutan, yang biasa mereka jual ke luar desa. Mereka tidak mengenal pertanian sawah dengan irigasi. Pertanian sawah tidak mungkin mereka lakukan karena adanya kepercayaan yang mengandung beberapa larangan, seperti tidak boleh membelokkan air atau membendung air. Selain itu, adapula larangan untuk membalikkan tanah, seperti yang dilakukan orang ketika mencangkul atau membajak sawah. Itulah sebabnya mereka tidak menggunakan cangkul atau bajak. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka juga menangkap ikan di sungai dengan kail, bubu, dan jala. Mereka hanya boleh memelihara ayam; memelihara ternak lainnya adalah tabu. Alat yang mereka gunakan antara lain golok, alat pelubang kayu (tatah), dan rimbas untuk meratakan kayu. Dalam pembuatan rumah, yang biasanya terbuat dari bambu, mereka tidak menggunakan paku, melainkan tali-tali pengikat Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan Orang Baduy antara lain ditandai oleh adat penarikan garis keturunan secara bilateral, meskipun garis pihak ayah tampak lebih kuat daripada garis ibu. Pemilihan jodoh dalam perkawinan lebih banyak ditentukan oleh orang tua, terutama untuk perkawinan yang pertama. Perkawinan yang yang dilakukan secara adat bersifat monogam. Perkawinan diakhiri hanya dengan kematian atau perceraian yang direstui, misalnya dengan alasan tidak memperoleh keturunan atau penyimpangan salah satu
16 pihak dalam kehidupan berumah tangga. Adat menetap sesudah nikah tergantung pada kesepakatan pasangan yang bersangkutan. Pasangan suami isteri masyarakat Baduy umumnya sangat mengidamkan anak perempuan, antara lain karena anak perempuan lebih cepat dewasa, sehingga dapat membantu pekerjaan dalam rumah tangga Interaksi Dengan Masyarakat Luar Orang sering menggolongkan orang Baduy sebagai salah satu sukuterasing, meskipun sebenarnya tidak demikian halnya. Sejak lama mereka sudah berhubungan dan bergaul dengan anggota masyarakat luar, baik di dalam mapun di luar Desa Kanekes. Komunikasi itu terutama diadakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka membutuhkan barang keperluan sehari-hari, seperti garam, ikan asin, tembakau, rokok, obat-obatan, pakaian, piring, gelas dan sebagainya, dari luar daerahnya. Barang-barng tersebut mereka beli di luar Desa Kanekes. Orang Baduy Luar sekarang sudah biasa menggunakan radio, makanan dari kaleng, atau pakaian yang biasa dipakai oleh orang lain di luar masyarakat Baduy. Orang Baduy Dalam sendiri sekarang sudah mulai menggunakan obat-obatan yang dibuat berdasarkan ilmu kedokteran modern. Banyak orang Baduy, terutama Baduy Panamping, sudah bepergian ke Bandung, Cirebon, Jakarta dan kota-kota lain di daerah Banten. Dalam upacara seba, tokoh-tokoh adat dari Baduy Kejeroan, seperti puun dan jaro tangtu, menyerahkan persembahan berupa hasil bumi kepada pemerintah (bupati), sebagai tanda titip diri kepada penguasa itu sekaligus sebagai tanda ketaatan terhadap pemerintah. Orang luar pun terkadang datang menemui
17 puun, untuk meminta ramalan tentang nasib, perjodohan, ilmu tertentu, dan lain-lain. Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adat istiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan "seba" ke Kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara Seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat). Di bidang pertanian, penduduk Baduy Luar berinteraksi erat dengan masyarakat luar, misalnya dalam sewa menyewa tanah, dan tenaga buruh. Perdagangan yang pada waktu yang lampau dilakukan secara barter, sekarang ini telah mempergunakan mata uang rupiah biasa. Orang Kanekes menjual hasil buah-buahan, madu, dan gula kawung/aren melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger. Pada saat ini orang luar yang mengunjungi wilayah Kanekes semakin meningkat sampai dengan ratusan orang per kali kunjungan, biasanya merupakan remaja dari sekolah, mahasiswa, dan juga para pengunjung dewasa lainnya. Mereka menerima para pengunjung tersebut, bahkan untuk menginap
18 1 malam, dengan ketentuan bahwa pengunjung menuruti adat istiadat yang berlaku di sana. Aturan adat tersebut antara lain tidak boleh berfoto di wilayah Baduy Dalam, tidak menggunakan sabun atau odol di sungai. Pada saat pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak, orang Baduy juga senang berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan syarat harus berjalan kaki. Pada umumnya mereka pergi dalam rombongan kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 orang, berkunjung ke rumah kenalan yang pernah datang ke Baduy sambil menjual madu dan hasil kerajinan tangan. Dalam kunjungan tersebut biasanya mereka mendapatkan tambahan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup Baduy Luar Merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat Baduy Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkanya warga Baduy Dalam ke Baduy Luar. Pada dasarnya, peraturan yang ada di Baduy Luar dan Baduy Dalam itu hampir sama, tetapi Baduy Luar lebih mengenal teknologi dibanding Baduy Dalam. Foto dok. Gambar 2.1 Pria Baduy Luar
19 Penyebabnya diantaranya adalah karena mereka telah melanggar adat masyarakat Baduy Dalam atau memang berkeinginan untuk keluar dari Baduy Dalam karena suatu alasan tertentu. Mata pencaharian sehari-hari orang paamping lebih bervariasi dibanding orang tangtu. Orang panamping sekarang ada yang biasa berdagang pakaian, rokok, gula, garam, ikan asin, mie instant, dan hasil hutan atau hasil huma lainnya. Mereka juga ada yang biasa membeli benang dan kain batik corak Baduy di Pasar Pagi atau Tanah Abang Jakarta dan Majalaya (Jawa Barat). Sering pula orang panamping berdagang pakaian, madu, dan kerajinan Baduy ke luar wilayah Baduy hingga Bogor, Bandung, dan Jakarta. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian orang panamping telah memiliki barang modern, seperti piring dan cangkir kaca atau porselen, sendok dan garpu dari plastik atau logam, lampu minyak tanah, kasur, dan bantal kapuk, bahkan memiliki lampu senter dan radio; namun pemakaiannya masih sembunyi-sembunyi, sebab peralatan tersebut jika ketahuan pejabat tangtu (terutama puun) atau jika ada pembersihan desa akan dirampas dan dimusnahkan Baduy Dalam
20 Foto dok. Pribadi Gambar 2.2 Pria Baduy Dalam Baduy dalam adalah bagian dari keseluruhan Suku Baduy. Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka Gaya Berbusana Pakaian orang Baduy pun memancarkan kesederhanaan. Menurut mereka meninggalkan kesederhanaan berarti meninggalkan tapa dunianya. Hal tersebut tertuang dalam ungkapan bijak mereka: sare tambah teu tunduh, ngawadang tambah teu lapar, make tambah teu taranjang tidur sekedar pelepas kantuk, makan sekedar pelepas lapar, berpakaian sekedar tidak telanjang. Orang Panamping memiliki sedikit kebebasan dalam berpakaian, warna mereka tak lagi hitam dan putih, namun warna yang menjadi dominan adalah biru dan hitam. Pria Panamping mengenakan celana pendek hitam
21 dipadu dengan jamang kampret yaitu baju yang memiliki kancing dan terbuka. Mereka juga melengkapi penampilan dengan romal merong, ikat kepala kotakkotak berwarna biru tua. Selain itu, mereka juga sering memakai poleng hideung yaitu sarung hitam motif kotak-kotak besar biru muda sebagai adu mancung. Akulturasi dengan budaya luar terlihat pada batik merong. Batik ini digunakan sebagai kain bawahan untuk perempuan Baduy dewasa dan orang tua dalam kegiatan sehari-hari. Batik merong atau sarung samping merong ini dibuat di desa Trusmi, sebelah luar kota Cirebon, dibuat dengan teknik cap. Warna dasar kain adalah biru gelap dengan motif sepasang sayap, segitiga dan bunga. Semua motif berwarna biru muda. Foto dok. Pribadi Gambar 2.3 Wanita Baduy Luar Untuk kaum perempuan, pakaian mereka lebih bervariasi ketimbang perempuan tangtu. Sehari-harinya mereka memiliki sarung kacang herang, yaitu sarung hitam motif kotak-kotak kecil berwarna biru. Sarung tersebut diikat dengan selendang putih di pinggang. Sementara atasannya berupa
22 kebaya hitam dan biru tua. Saat menghadiri acara pernikahan penampilan penampilan mereka dipercantik dengan mengenakan suat songket atau suat samata, yaitu selendang pada bahu kanan. Foto dok. Pribadi Foto dok. Pribadi Gambar 2.4 Gambar 2.5 Suat Songket atau Suat samata Sarung Kacang Herang Di waktu tertentu suat songket juga dikenakan sebagai kemben. Memiliki panjang 204 cm, suat songket ditenun dengan benang warna-warni merah tua, biru, kuning, dan hitam. Dikedua ujung sisinya terdapat pilihan benang. Untuk busana pengantin, tak banyak perbedaan antara Baduy Tangtu dan Baduy Panamping. Mereka tak mengenal busana khusus. Namun untuk membedakan dengan busana harian, rambut pengantin perempuan disanggul jucung dihias dedaunan. Sementara wajahnya dihiasi taretes, yaitu bulatan kecil berderet di pipi hingga kedepan telinga. Kepala diikat debgan ceceret yaitu kain putih yang diselipi koin kuno, dan dahi dihias cecentung yaitu rambut dibentuk melingkar. Kesederhanaan sebagi prinsip hidup tetap dibawa oleh warga Baduy luar. Tidak adanya perbedaan mencolok pada pakaian mereka terlihat saat mereka menghadiri upacara kematian. Pakaian yang mereka kenakan tak berbeda
23 dengan pakaian sehari-hari seperti celana, bukan kain. Bedanya, celana tak berlaku sebagai pakaian pria Baduy Dalam. Untuk momen apapun kaum Baduy Tangtu tidak pernah memakai celana. Bawahan yang mereka kenakan adalah aros atau kain samping. Untuk semua kebutuhan sandang, masyarakat Baduy terbiasa dengan bertenun sendiri. Mulai dari biji kapas yang ditanam, dipanen, dipintal, ditenun sampai dicelup menurut motif khasnya. Mereka bertenun untuk dipakai sendiri dan tidak dijual, dan kegiatan ini biasanya dilakukan oleh kaum perempuan saat selesai musim panen. Yang mereka kerjakan antara lain adalah kain sarung, selendang, ikat kepala, dan dasar baju. Kegiatan menenun dilakukan dirumah pada waktu senggang oleh wanita, namun alat-alatnya dibuat oleh kaum pria. Kaum tangtu dilarang memakai pakaian dari luar. Oleh karena itu, orang-orang tangtu memesan dan mengenakan kain tenunan orang panamping. Kain atau pakaian yang dikenakan oleh orang tangtu hanya berwarna putih, sedangkan orang panamping umumnya menggunakan warna hitam.
BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Informasi merupakan suatu hal terpenting dalam kehidupan. Banyak cara untuk mendapatkan informasi, melalui media televisi maupun radio. Majalah dan koran
Lebih terperinciSEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG
UKBM 3.1/4.1/1/1-1 BAHASA INDONESIA PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UNIT KEGIATAN BELAJAR BIN 3.1/4.1/1/1-1 PENTINGKAH LAPORAN HASIL OBSERVASI Kompetensi
Lebih terperinciBAB III DATA, PROSES EKSPLORASI DAN ANALISA
BAB III DATA, PROSES EKSPLORASI DAN ANALISA 3.1 Analisa Data Lapangan Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang tenun baduy, Penulis mengadakan perjalanan ke salah satu desa pemukiman masyarakat
Lebih terperinciMENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN
MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN Karina Dewi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul Cipondoh Makmur Jalan Fajar II Blok F.III No. 38 Karina_13.dewi@yahoo.co.id
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK Nomor : 1 Tahun 1991 Seri D PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK NOMOR : 13 TAHUN 1990 T E N T A N G PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN LEMBAGA ADAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat dan tradisi yaitu suku Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai sekarang masih mempertahankan nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya,
Lebih terperinciMENGENAL BUDAYA RUPA SUNDA WIWITAN (BADUY) (bagian ke-1: Kain Tenun Baduy) Oleh: Nanang Ganda Prawira (Pemerhati, Peneliti Budaya Rupa Nusantara)
MENGENAL BUDAYA RUPA SUNDA WIWITAN (BADUY) (bagian ke-1: Kain Tenun Baduy) Oleh: Nanang Ganda Prawira (Pemerhati, Peneliti Budaya Rupa Nusantara) Baduy merupakan etnik Sunda yang menempati daerah pedalaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sejarah, budaya, dan kekayaan alamnya. Sejak masih jaman Kerajaan, masyarakat dari seluruh pelosok dunia datang ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adat Baduy dalam perjalanannya sebagai masyarakat adat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adat Baduy dalam perjalanannya sebagai masyarakat adat telah berhasil menarik perhatian baik masyarakat asing maupun masyarakat lokal. Ketertarikan
Lebih terperinci2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana
Lebih terperinciBAB 2 ANALISA DAN DATA. Sumber data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir saya diperoleh dari
BAB 2 ANALISA DAN DATA 2.1 Sumber Data dan Informasi Sumber data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir saya diperoleh dari beberapa sumber yang terdiri dari: 2.1.1 Website : http://www. my-curio.us
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keanekaragaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki moto atau semboyan Bhineka Tunggal Ika, artinya yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun pada hakikatnya bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sangat kaya dengan budaya yang berbeda-beda. Salah saru diantaranya adalah masyarakat Kanekes (Baduy) yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,
Lebih terperinciSUKU BADUY. MAKALAH Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara
SUKU BADUY MAKALAH Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara Disusun oleh : SARTIKA DEVI PUTRI E.A.A NIM. 14148115 ARI FATONI NIM. 14148161 FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT
Lebih terperinciSIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT
SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya Oleh : Jesicarina (41182037100020) PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNKASI
Lebih terperinciPenerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil
Penerapan ragam hias flora, fauna, dan geometris pada bahan tekstil banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Penerapan ragam hias pada bahan tekstil dapat dilakukan dengan cara membatik, menenun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
Lebih terperinciKain Sebagai Kebutuhan Manusia
KAIN SEBAGAI KEBUTUHAN MANUSIA 1 Kain Sebagai Kebutuhan Manusia A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari kain sebagai kebutuhan manusia. Manusia sebagai salah satu makhluk penghuni alam semesta
Lebih terperinciBAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan
Lebih terperinciKARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN. Djumiko. Abstrak
KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN Djumiko Abstrak Suku Baduy merupakan masyarakat yang hidup di daerah Lebak, Banten dan merupakan masyarakat yang hidup dengan tetap memelihara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAKAIAN DINAS DAN ATRIBUT PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Sumber: Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten 1. Batas Administrasi Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keanekaragaman hasil kebudayaan. Keanekaragaman hasil kebudayaan itu bisa dilihat dari wujud hasil kebudayaan
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan
Lebih terperinci1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling pokok diantaranya adalah sandang. Dalam masyarakat Indonesia pemakaian sandang sudah menjadi tradisi sejak jaman dahulu kala.
Lebih terperinciRagam Hias Tenun Ikat Nusantara
RAGAM HIAS TENUN IKAT NUSANTARA 125 Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari sejarah teknik tenun ikat pada saat mulai dikenal masyarakat Nusantara. Selain itu, akan
Lebih terperinciBAB IV STUDI ANALISIS TENTANG SIMBOL. A. Simbol Menurut Masyarakat Desa. Kedungrejo, Kecamatan. Kerek,
53 BAB IV STUDI ANALISIS TENTANG SIMBOL A. Simbol Menurut Masyarakat Desa. Kedungrejo, Kecamatan. Kerek, Kabupaten. Tuban. Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa masyarakat sekitar menyebut
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Kain songket adalah benda pakai yang digunakan oleh masyarakat
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Kain songket adalah benda pakai yang digunakan oleh masyarakat Palembang sejak dahulu dan merupakan benda yang mengandung banyak nilai di dalamnya, seperti nilai intrinsik
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Suku Baduy Luar Suku Baduy merupakan kelompok masyarakat yang hidup secara tradisional di Desa Kanekes Kecamatan Rangkas Bitung Kabupaten Lebak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Kebutuhan pangan berupa makanan, sandang berupa pakaian, dan kebutuhan
Lebih terperinciUNIVERSITAS PADJAJARAN Jln. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Jawa Barat.
KAJIAN PUBLIC RELATIONS BUDAYA DALAM KEGIATAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BADUY (Studi Etnografi Komunikasi tentang aktivitas Internal dan External Relations oleh Jaro Pamarentah pada masyarakat Kanekes Luar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang didiami masyarakat
Lebih terperinciDari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi
Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi PLPBK DI KAWASAN HERITAGE MENTIROTIKU Kabupaten Toraja Utara memiliki budaya yang menarik bagi wisatawan dan memilki banyak obyek
Lebih terperinciBAB III PAKAIAN ADAT TRADISIONAL DAERAH BUKIT HULU BANYU KALIMANTAN SELATAN
BAB III PAKAIAN ADAT TRADISIONAL DAERAH BUKIT HULU BANYU KALIMANTAN SELATAN 3.1 Pengertian Pakaian Adat Pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan kebudayaan suatu
Lebih terperinciRESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN
RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi
Lebih terperinciSTRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN
STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN ABSTRAK Masyarakat Baduy di desa Kanekes kehidupannya tidak lepas tidak lepas dari bertani, hanya saja pertanian yang mereka lakukan secara berpindah-pindah
Lebih terperinciPola pemukiman berdasarkan kultur penduduk
Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh manusia. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan, yang biasanya selalu dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang memiliki keanekaragaman dan warisan budaya yang bernilai tinggi yang mencerminkan budaya bangsa. Salah satu warisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan. Manusia diciptakan dari tanah, hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
BAB II GAMBARAN UMUM PAKAIAN TRADISIONAL DAERAH BANDUNG 2.1 Pengertian Pakaian Tradisional Pakaian tradisional adalah busana yang dipakai untuk menutup tubuh manusia dan dikenakan secara turun-temurun.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu warisan budaya Indonesia yang berasal dari daerah Kalimantan Barat adalah tenun ikat Dayak. Tenun ikat Dayak merupakan salah satu kerajinan tradisional yang
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG
PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2
BAB II ONAN RUNGGU 2.1 Letak Geografis Onan Runggu adalah satu wilayah di Kabupaten Samosir yang terletak diantara 2 o 26 2 o 33 LU dan 98 o 54 99 o 01 BT dengan ketinggian 904 1.355 meter di atas permukaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia, sebuah negara yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya yang berbeda-beda. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan hasil sensus penduduk
Lebih terperinciBAB III KONSEP PERANCANGAN. tindak lanjut dari proses analisis, dimana proses perancangan merupakan
BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1. Sintesis Perancangan sistem merupakan suatu kegiatan yang merupakan tindak lanjut dari proses analisis, dimana proses perancangan merupakan inti dari semua proses yang berhubungan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 45 Tahun : 2016
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 45 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL
Lebih terperinciSEJARAH PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BADUY PASCA TERBENTUKNYA PROPINSI BANTEN TAHUN 2000
Vol. 1 No. 1 tahun 2012 [ISSN 2252-6633] Hlm. 18-22 SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BADUY PASCA TERBENTUKNYA PROPINSI BANTEN TAHUN 2000 Risna Bintari Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan dengan segala macam kekayaan alam yang melimpah. Tidak hanya sumber daya alam yang melimpah, tetapi bangsa Indonesia memiliki berbagai
Lebih terperinciTUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA
TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA Nama : Muhammad Bagus Zulmi Kelas : X 4 MIA No : 23 SENI RUPA Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi negara yang kaya dengan keunikan dari masing-masing suku tersebut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ragam hias merupakan ciri khas dari setiap suku yang memilikinya. Indonesia yang merupakan negara dengan suku bangsa yang beraneka ragam tentulah juga menjadi negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata songket memiliki banyak definisi dari beberapa beberapa para ahli yang telah mengadakan penelitian dan pengamatan terhadap kain songket. Menurut para ahli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Pada bagian ini akan disimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi yang berjudul. Kehidupan Masyarakat Baduy Luar Di Desa Kanekes
Lebih terperinciPowered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pakaian Dinas Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Kepala Desa; 8. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG
- 1 - SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PAKAIAN DINAS BUPATI, WAKIL BUPATI, DAN KEPALA DESA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG
BUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG Kegiatan menenun merupakan warisan ketrampilan turun temurun serta garis penghubung antar generasi yang sampai saat ini masih tetap dipertahankan dan tersebar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan dalam bidang teknologi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan dalam bidang teknologi dan informasi pada saat ini sudah hampir merata di semua daerah, baik di perkampungan dan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM DESA PAUH JALAN JALA TERJUN MEDAN. dengan Dusun 1 Pauh jadi kebanyakan orang orang menyebut desa ini dengan
BAB II GAMBARAN UMUM DESA PAUH JALAN JALA TERJUN MEDAN 2.1 Sejarah Desa Pauh Desa Pauh ini terletak di Jalan Jala X Lingkungan 14 Terjun Medan. Nama asli dari desa ini sebenarnya adalah Desa Terjun Jalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal memiliki segudang sejarah yang panjang dari kebudayaankebudayaan masa lampau. Sejarah tersebut hingga kini masih dapat dinikmati baik dari
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2007 TENTANG
Menimbang : a. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2007 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL Dl LINGKUNGAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciMakna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy. Jamaludin
Makna Simbolik Huma (Ladang) Di Masyarakat Baduy Jamaludin Abstrak Berbeda dengan umumnya masyarakat pedesaan di Indonesia yang bercocok tanam padi di sawah, masyarakat Baduy di desa Kanekes kecamatan
Lebih terperinciBAB 5 HAS IL D AN PEMBAHAS AN DES AIN
63 BAB 5 HAS IL D AN PEMBAHAS AN DES AIN 5.1 Judul Seri Prangko Gambar 5.1 Judul Seri Prangko Font yang digunakan dalam judul seri prangko antara lain: Pada tulisan Kampung Betawi menggunakan font Aquiline
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU,
PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen
SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1 1. Bangunan megalithikum yang berbentuk batu bertingkat berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap nenek moyang disebut...
Lebih terperinci3.1.2 Masyarakat Suku Baduy Kabupaten Banten memiliki masyarakat yang hingga kini tidak mengenal kebudayaan mesin yang modern, mereka tetap berpegang
BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Tinjauan Budaya Banten 3.1.1 Tinjauan Provinsi Banten dan Kabupaten Tangerang Banten merupakan empat daerah yaitu, Kapupaten dan Kotamadya Tangerang, Kabupaten Lebak, Kabupaten
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia,
BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG 2.1. Letak Geografis Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia, membentang seperti busur yang ramping sepanjang 3.800 KM. Luas totalnya adalah 377.815
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Kecamatan Pariaman Utara yang menghasilkan. Ada empat desa yang menjadi
64 BAB V KESIMPULAN Nareh Hilir merupakan satu diantara 17 desa yang berada di kawasan Kecamatan Pariaman Utara yang menghasilkan. Ada empat desa yang menjadi sentra sulaman benang emas di kota Pariaman,
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti
Lebih terperinciOmbak 16 batang. Patah beras dan tali air. Umpak ayam
- Struktur bentuk pada bagian kepala kain (tumpal), terdapat ragam hias ombak 16 batang, tali air dan patah beras, umpak ayam, pucuk rebung kembang jagung, dan tawur sisik nanas. Ombak 16 batang Patah
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH. Tiara Arliani, Mukhirah, Novita
PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH Tiara Arliani, Mukhirah, Novita Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenun ikat atau kain ikat adalah kriya tenun Indonesia berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan atau benang lungsin yang sebelumnya diikat dan dicelupkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis budaya, dimana setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut memiliki
Lebih terperinciMASYARAKAT BADUY DESA KANEKES, LEWIDAMAR LEBAK, BANTEN
qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh jklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvb nmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwer tyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas MASYARAKAT BADUY DESA KANEKES,
Lebih terperinciUSULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN PKM-KEWIRAUSAHAAN Di Usulkan Oleh: 1.RINA ANJARSARI
Lebih terperinciPROLOG. Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau. Sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia
PROLOG Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau. Sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia Itu potongan lagu yang sering saya nyanyikan di Sekolah Dasar ketika ada pengambilan nilai mata
Lebih terperinciBAHAN AJAR BAGIAN II SEJARAH MODE HUBUNGAN BENTUK DASAR BUSANA ASLI DENGAN BUSANA TRADISIONAL INDONESIA
BAHAN AJAR BAGIAN II SEJARAH MODE HUBUNGAN BENTUK DASAR BUSANA ASLI DENGAN BUSANA TRADISIONAL INDONESIA A. Busana Tradisional Indonesia Ditinjau dari Bentuk Dasar Busana Asli Indonesia sudah dikenal sebagai
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )
BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR KESEHATAN PELABUHAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR KESEHATAN PELABUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pelestarian budaya bukan hanya yang berhubungan dengan masa lalu, namun justru membangun masa depan yang menyinambungkan berbagai potensi masa lalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan beberapa pertemuan
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL Dl LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI PAPUA Lampiran : 2 (dua) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman
Lebih terperinciGambar Cover buku
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN 5.1 Format Teknis Buku 5.1.1 Ukuran buku Ukuran buku adalah 15 X 21 cm. 5.1.2 Binding & Cover Binding yang digunakan adalah jilid jahit, agar memberikan kesan home made
Lebih terperinciBAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil hasil yang diperoleh pada bab sebelumnya, terlihat bahwa: 1. Secara umum gambaran singkat seluruh aktivitas masyarakat Baduy baik itu unsur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
22 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak, Luas, dan Wilayah Secara administratif Kasepuhan Ciptagelar Desa Sirnaresmi termasuk dalam wilayah "Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (Gambar
Lebih terperinciFENOMENA KETERLANTARAN SUKU BADUY DI PULAU JAWA
FENOMENA KETERLANTARAN SUKU BADUY DI PULAU JAWA Stephanus Ngamanken Character Building Development Center, BINUS University Jln. Kemanggisan Ilir III, No. 45, Kemanggisan-Palmerah, Jakarta Barat 11480
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu
Lebih terperinci1
BAB IV PENAMPILAN DAN PEMAKAIAN KAIN TENUN BADUY 4.1. Perkembangan Kain Tenun Baduy Kebudayaan suku Baduy luar telah banyak dipenuaruhi oleh faktor luar sehingga mereka lebih leluasa dalam melakukan berbagai
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penutup atau pelindung anggota tubuh. Pakaian digunakan sebagai pelindung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pengertiannya yang paling umum, pakaian dapat diartikan sebagai penutup atau pelindung anggota tubuh. Pakaian digunakan sebagai pelindung tubuh terhadap hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik sudah dikenal sekitar abad ke-13, yang pada saat itu masih ditulis dan dilukis pada
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA Lampiran : 2 (dua) PERATURAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS KEPALA DAERAH, WAKIL KEPALA DAERAH DAN KEPALA KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang terdiri dari pulau- pulau yang membentang luas memiliki ragam suku bangsa beserta adat istiadat yang terbentuk akibat percampuran ras dan kebudayaan
Lebih terperinci