TUGAS UAS SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN. Reduce Industri Makanan : Pengolahan Limbah Industri Tempe. Oleh : Yayuk Sugianti

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

PEMBANGUNAN IPAL & FASILITAS DAUR ULANG AIR GEDUNG GEOSTECH

ANALISIS KUALITAS AIR WADUK RIO RIO DENGAN METODE INDEKS PENCEMARAN DAN TEKNOLOGI UNTUK MENGURANGI DAMPAK PENCEMARAN

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)

BAB IV PILOT PLANT PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN MENGGUNAKAN KOMBINASI PROSES PENGENDAPAN KIMIA DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

ALAT PENGOLAH AIR LIMBAH RUMAH TANGGA INDIVIDUAL ATAU SEMI KOMUNAL

TEKNOLOGI PENGOLAHAAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM BIOFILTER ANEROB-AEROB

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

I. PENDAHULUAN. kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Bahan baku pembuatan tahu adalah

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT KAJIAN ASPEK PEMILIHAN TEKNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN / RESTORAN

MAKALAH KIMIA ANALITIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI HASIL PEMBANGUNAN INSTALASI PENGOLAH AIR LIMBAH DOMESTIK TIPE KOMUNAL DI WILAYAH KOTAMADYA JAKARTA PUSAT

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik

TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LIMBAH MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT STUDI KASUS: CUT MEUTIA DI KOTA LHOKSEUMAWE

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit dalam kegiatannya banyak menggunakan bahan-bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA SKALA INDIVIDUAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

Bab V Hasil dan Pembahasan

ALAT PENGOLAH AIR LIMBAH RUMAH TANGGA SEMI KOMUNAL KOMBINASI BIOFILTER ANAEROB DAN AEROB

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

BAGIAN 8. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit. Oleh : Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang (RSMP) Dengan Sistem Biofilter Anaerob-Aerob

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL)

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat umum lainnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN AIR LIMBAH PABRIK TEMPE DENGAN BIOFILTER. Indah Nurhayati, Pungut AS, dan Sugito *)

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Hal ini tentu saja membawa berbagai dampak terhadap kehidupan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

PENJELASAN TEKNIS SEWAGE TREATMENT PLANT ( STP ) BIO FILTRATION- ANAEROB-AEROB PT. BESTINDO AQUATEK SEJAHTERA

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB 3 INSTRUKSI KERJA (IK)

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin

Transkripsi:

TUGAS UAS SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN Reduce Industri Makanan : Pengolahan Limbah Industri Tempe Oleh : Yayuk Sugianti 25314710 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Reduce dalam Industri Makanan : Pengolahan Limbah Industri Tempe ini walaupun didalamnya masih terdapat banyak kekurangan. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Katharina Oginawati, M.S, selaku Dosen mata kuliah Sistem Manajemen Lingkungan, Teknik Lingkungan ITB yang telah memberikan tugas ini kepada penulis. Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai salah satu konsep produksi bersih yaitu reduce atau dalam arti mengurangi atau mereduksi limbah yang dikeluarkan akibat sebuah proses produksi. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan siapapun yang membacanya. Bandung, Mei 2015 Penyusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan laju pertumbuhan manusia yang semakin meningkat mengakibatkan kebutuhan manusia cenderung bersifat antroposentris, dan memicu tumbuhnya berbagai jenis industri yang semata-mata hanya menopang kebutuhan manusia. Pertumbuhan industri yang semakin subur ini terus memicu jumlah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah yang dihasilkan oleh setiap industri. Mulai dari industri yang bersifat manufaktur hingga pertanian. Sudah bisa dipastikan bahwa sebuah pencemaran pada akhirnya akan menjadi permasalahan lingkungan hidup. Di Indonesia permasalahan lingkungan hidup berawal dari keinginan untuk melakukan pembangunan dengan alasan untuk pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi pada akhirnya malah mengabaikan faktor lingkungan. Dan ironisnya masalah lingkungan terkadang dijadikan penghambat pembangunan. Untuk mengatasi permasalahan lingkungan tersebut, sekarang banyak industri-industri menerapkan pendekatan end-of-pipe. Konsep ini merupakan konsep perintah dan pengendalian (command and control) yang hanya meninjau pembebanan pada salah satu media, yaitu udara, air, atau tanah, dan menyelesaikan satu masalah yang tertuju pada suatu kegiatan. Kendala-kendala yang dialami pada pendekatan end-of-piepe ini pada akhirnya menimbulkan ide untuk mengubah pendekatan yang lebih menekankan pada pengurangan limbah yang dihasilkan pada proses produksi. Selain itu, kendalakendala tersebut perlu diintegrasikan dalam mengatasi persoalan lingkungan sehingga proses produksi dapat berjalan lebih baik dan pencemaran dapat berkurang. Pendekatan ini dikenal sebagai teknologi bersih atau produksi bersih (cleaner production). Pendekatan teknologi bersih diharapkan lebih efektif dalam menuntaskan permasalahan limbah yang dihasilkan oleh industri (Oginawati, 2015). Konsep produksi bersih sendiri tidak selalu membutuhkan kegiatan atau alat yang mahal atau canggih. Konsep ini sering kali menghasilkan penghematan sehingga

meningkatkan daya saing produk di pasar dengan menerapkan konsep 7R, yaitu : Rethink, Reduction, Reuse, Recycle, Refine, Recovery, dan Retrive to Energy. Dan apapun masalahnya, langkah awal untuk bisa mengatasi kerusakan lingkungan akibat limbah adalah dengan cara Reduce dalam arti mengurangi atau mereduksi limbah yang dikeluarkan akibat proses produksi. Reduce adalah sebuah tindakan mengurangi limbah dengan cara Reuse (pemakaian ulang) atau bisa dengan Recycle (daur ulang). Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana limbah produksi tempe diproses melalui penguraian anaerob kemudian diikuti proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob, sehingga diharapkan konsentrasi COD dari air olahan yang dihasilkan turun menjadi 60 ppm, sehingga jika dibuang tidak lagi mencemari lingkungan sekitarnya. 1.2. Rumusan Masalah Identifikasi permasalahan yang dibahas pada makalah ini meliputi : Proses produksi yang dilakukan oleh industri tempe. Permasalahan dari limbah yang diproduksi oleh industri tempe. Penerapan konsep reduce dalam industri tempe. Manfaat penerapan konsep reduce dalam industri tempe. Keuntungan dari penerapan konsep reduce dalam industri tempe. Kaitan konsep reduce dalam industri tempe dengan sistem manajemen lingkungan. 1.3. Tujuan Adapun tujuan dari tugas ini adalah : Mengetahui penerapan konsep reduce dalam industri tempe. Mengetahui keuntungan yang didapat dari konsep reduce dalam industri tempe.

BAB II REDUCE LIMBAH INDUSTRI TEMPE 2.1. Proses Produksi Industri Tempe Tempe merupakan salah satu makanan yang sering di konsumsi oleh masyarakat, merupakan salah satu produk olahan berbasis bioteknologi. Bioteknologi merupakan bidang ilmu yang vital dan berhubungan dengan tekhnologi pertanian. para pengrajin tempe di Indonesia. Kedelai setelah dilakukan sortasi (untuk memilih kedelai yang baik dan bersih) dicuci sampai bersih, kemudian direbus yang waktu perebusannya berbeda-beda tergantung dari banyaknya kedelai dan biasanya berkisar antara 60-90 menit. Kedelai yang telah direbus tadi kemudian direndam semalam. Setelah perendaman, kulit kedelai dikupas dan dicuci sampai bersih. Untuk tahap selanjutnya kedelai dapat direbus atau dikukus lagi selama 45-60 menit, tetapi pada umumnya perebusan yang kedua ini jarang dilakukan oleh para pengrajin tempe. Kedelai setelah didinginkan dan ditiriskan diberi ragi tempe, dicampur rata kemudian dibungkus dan dilakukan pemeraman selama 36-48 jam Untuk memperoleh tempe yang berkualitas baik, maka kedelai yang digunakan juga harus yang berkualitas baik dan tidak tercampur dengan biji-bijian yang lain, seperti jagung, kacang hijau dan biji-bijian lainnya. Selain itu, prosedur pengolahan harus dilakukan dengan cermat. Proses pembuatan tempe pada dasarnya adalah proses menumbuhkan spora jamur tempe, yaitu Rhizopus sp., pada biji kedelai. Dalam pertumbuhannya, Rhizopus sp. membentuk benang-benang yang disebut sebagai benang hifa. Benang-benang hifa ini mengikatkan biji kedalai yang satu dengan biji kedelai lainnya, sehingga biji-biji kedelai ini membentuk suatu massa yang kompak. Massa kedelai inilah yang selanjutnya disebut sebagai tempe. Selama masa pertumbuhannya, jamur Rhizopus sp. juga menghasilkan enzim yang dapat menguraikan protein yang terdapat dalam biji kedelai, sehingga proteinprotein dalam biji kedelai ini mudah dicernakan. Selama masa pertumbuhan jamur

Rhizopus sp. Selain Rhizopus, diperkirakan banyak jenis mkiroorganisme lain yang mungkin turut campur, tetapi tidak menunjukkan aktifitas yang nyata. Namun demikian, aktifitas yang nyata dari mikroorganisme yang mungkin turut campur ini akan terlihat setelah aktifitas pertumbuhan Rhizopus sp. melampaui masa optimumnya, yakni setelah terbentuknya spora-spora baru yang berwarna putihkehitaman. Hal ini dapat diketahui, terutama pada tempe yang dibiarkan atau disimpan dalam suhu kamar, yaitu dengan terciumnya bau amoniak. Adanya bau amoniak pada tempe menunjukkan bahwa tempe tersebut mulai mengalami pembusukan. Bau amoniak ini masih terasa sekali pun tempe telah dimasak, sehingga dapat menurunkan cita rasa konsumen. Oleh karena itu, agar diperoleh tempe yang berkualitas baik dan tahan agak lama, maka selama proses pembuatan tempe perlu diperhatikan mengenai sanitasi dan kemurnian bibit (inokulum) yang akan digunakan. Gambar 1. Bagan proses pembuatan tempe

2.2. Limbah Industri Tempe a. Karakteristik Limbah Untuk limbah industri tahu tempe ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 40 C sampai 46 C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% - 60% protein, 25-50% karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga (Greyson, 1990; Welch, 1992). Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah (Nurhasan dan Pramudya, 1987). Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/l. sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di peraian tersebut.

Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2), oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan. Beberapa contoh hasil pengukuran kadar BOD Dan COD di dalam air limbah tahu dan tempe di daerah DKI Jakarta ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisa limbah cair industri tempe Parameter Lokasi COD (mg/l) BOD (mg/l) Setia Budi 7.852 5.400 Setia Budi 20.467 11.000 Setia Budi 8.659 4.750 Tebet 28.320 9.475 Tebet 5.285 2.950 Kebayoran Baru 5.597 3.675 Kebayoran Lama 6.423 3.525 Cilandak 6.073 3.600 Pasar Minggu 12.300 7.500 Pasar Minggu 7.912 3.650 Tegal Parang 15.685 8.250 Tegal Parang 23.340 14.000 Cipinang 61.425 13.600 Kebon Pala 2136 2100 Setia Budi 7852 5400 Tebet 28320 9475 Kebayoran Baru 5597 3675 Kebayoran Lama 6423 3525 Cilandak 6073 3600

Gambar 1. Limbah cair yang berasal dari industri kecil tahu-tempe b. Permasalahan Limbah cair yang dikeluarkan oleh industri-industri masih menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri-industri, terutama industri rumah tangga mengalirkan langsung air limbahnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Demikian pula dengan industri tahu/tempe yang pada umumnya merupakan industri rumah tangga. Keadaan ini akibat masih banyaknya pengrajin tempe yang belum mengerti akan kebersihan lingkungan dan disamping itu pula tingkat ekonomi yang masih rendah, sehingga pengolahan limbah akan menjadi beban yang cukup berat bagi mereka. Namun demikian keberadaan industri tahu-tempe harus selalu didukung baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat karena makanan tempe merupakan

makanan yang digemari oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia, disamping nilai gizinya tinggi harganya pun relatif murah. Limbah industri tempe dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup tinggi yakni berkisar antara 7.000-10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni ph 4-5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, air limbah industri tempe merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potersial. 2.3. Teknologi Pengolahan Limbah Industri Tempe Saat ini pengelolaan air limbah industri tahu-tempe umumnya dilakukan dengan cara membuat bak penampung air limbah sehingga terjadi proses anaerob. Dengan adanya proses biologis anaerob tersebut maka kandungan polutan organik yang ada di dalam air limbah dapat diturunkan. Tetapi dengan proses tersebut efisiesi pengolahan hanya berkisar antara 50 % - 70 % saja. Dengan demikian jika konsertarsi COD dalam air limbah 7000 ppm, maka kadar COD yang keluar masih cukup tinggi yakni sekitar 2100 ppm, sehinga hal ini masih menjadi sumber pencemaran lingkungan. Salah satu cara untuk mengatasi masalah air limbah industri tahu-tempe tersebut adalah dengan kombinasi proses pengolahan biologis anaerob dan aerob yang dikembangkan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). Secara umum proses pengolahannya dibagi menjadi dua tahap yakni pertama proses penguraian anaerob (Anaerobic digesting), dan yang ke dua proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. a. Penguraian Anaerob Air limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu-tempe kumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai anaerob tersebut

polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat diturukkan sampai kira-kira 600 ppm (efisiensi pengolahan 90 %). Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter aerob. Gambar 2. Diagram proses pengolahan air limbah industri tempe dengan sistem kombinasi biofilter Anaerob-Aerob. Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai berikut (Lettingan et al, 1980; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Switzenbaum, 1983) : Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO 2 yang ada sebagai penerima elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian. Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit dari pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah. Sebagian besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam hasil akhir, yaitu CH 4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah menjadi biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5% dari karbon organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan proses anaerobik satu metrik ton COD tinggal 20-150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih tersisa 400-600 kg biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum, 1983).

Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan mengandung sekitar 90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m 3, dan dapat dibakar ditempat proses penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi panas (3-5%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam Penguraian lumpur limbah. Energi untuk penguraian limbah kecil. Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan organik yang tinggi. Memungkinkan untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah besar. Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan senyawa alami recalcitrant seperti lignin. Beberapa kelemahan Penguraian anaerobik: Lebih Lambat dari proses aerobik. Sensitif oleh senyawa toksik. Start up membutuhkan waktu lama. Konsentrasi substrat primer tinggi. b. Proses Pengolahan Lanjutan Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor. Air limbah yang berasal dari proses penguraian anaerob (pengolahan tahap perama) dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur.

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration). Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut konsentrasi COD dalam air olahan yang dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 60 ppm.

Proses pengolahan lanjut dengan sistem Biofilter Anaerob-Aerob ini mempunyai beberapa keuntungan yakni : Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BOD dan COD, cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS), deterjen (MBAS), ammonium dan posphor. Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar. Dengan kombinasi proses "Anaerob-Aerob", efisiensi penghilangan senyawa phospor menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerob atau proses aerob saja. Phenomena proses penghilangan phosphor oleh mikroorganisne pada proses pengolahan anaerob-aerab dapat diterangkan seperti pada gambar 5. Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel mikrooragnisme akan keluar sebagi akibat hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD (senyawa

organik) yang ada di dalam air limbah. Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik apabila perbandingan antara BOD dan phospor (P) lebih besar 10. (Metcalf and Eddy, 1991). Selama berada pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh bakteria/ mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan menggunakan energi yang dihasik oleh proses oksidasi senywa organik (BOD). Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban organik yang cukup besar. 2.4. Keunggulan Proses Biofilter Anaerob-Aerob Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerbaerob antara lain yakni : pengelolaannya sangat mudah, biaya operasinya rendah, dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit, dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan euthropikasi, suplai udara untuk aerasi relatif kecil, dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar, dan dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik. Dari hasil pengujian proses pengolahan limbah dengan kondisi anaerobik berdasarkan pengamatan secara fisik pada awal proses yakni pengamatan setelah tiga hari operasi, proses penguraian sudah mulai berjalan. Setelah proses berjalan sekitar dua minggu, mikroorganisme sudah mulai tumbuh atau berkembang biak di dalam reaktor. Di dalam bak pengendapan awal sudah mulai terlihat lapisan mikroorganisme yang menempel pada permukaan media maka proses penguraian senyawa polutan yang ada di dalam air limbah menjadi lebih efektif. Dengan tumbuhnya lapisan mikroorganisme tersebut proses penyaringan padatan tersuspensi (SS) maupun penguraian senyawa polutan yang ada di dalam air limbah menjadi lebih baik. Secara fisik dapat dilihat dari air limpasan yang keluar dari zona anaerob sudah cukup jernih, dan buih atau busa yang terjadi di zona aerob (bak aerasi) sudah sangat berkurang. Sedangkan air olahan yang keluar secara fisik sudah sangat jernih. Sedangkan hasil

analisa kualitas air limbah sebelum dan sesudah pengolahan., tanpa proses tanpa aerasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisa air sebelum dan sesudah pengolahan secara anaerob No. Parameter Konsentrasi Air Konsentrasi Air Efisiensi (%) Limbah (mg/l) Olahan (mg/l) 1 BOD 334.75 85 74.5 2 COD 1826 450 75.4 3 Organik (KMnO4) - - - 4 TSS 250 40 84 (suspended solids) 5 NH 4 -N 79.45 - - 6 Nitrat ttd - - 7 Nitrit 0.24 - - 8 Sulfida 9.11 4.10 55 9 Sulfat ttd 28.6-10 ph 7.0 7.4 - Dari hasil analisa kualitas air limbah sebelum dan sesudah pengolahan pada kondisi proses tanpa aerasi menunjukkan bahwa dengan proses secara anaerobik didapatkan efisiensi penghilangan BOD 74,5 %, COD 75,4 % dan efisiensi penghilangan padatan tersuspensi (SS) 84 %. Jika dilakukan kombinasi proses anaerobik dan aerobik, proses pengolahan akan berjalan lebih baik. Dari hasil uji coba kombinasi proses pengolahan anaerobikaerobik, dapat menurunkan konsentrasi BOD dari 585 mg/lt menjadi 62 mg/l, COD turun dari 1252 mg/l menjadi 148 mg/lt, dan padatan tersuspensi SS) turun dari 429 mg/lt menjadi 26 mg/lt. Dengan kombinasi proses biofilter anaerob-aerob didapatkan efisiensi penghilangan BOD 89,4 %, COD 88,2 % dan SS 94 % (Tabel 3). Tabel 3. Hasil analisa air sebelum dan sesudah pengolahan dengan proses anaerobaerob No. Parameter Konsentrasi Air Konsentrasi Air Efisiensi (%) Limbah (mg/l) Olahan (mg/l) 1 BOD 585 62 89.4 2 COD 1252 148 88.2 3 Organik (KMnO4) - - 4 TSS 429 26 94 (suspended solids) 5 NH 4 -N 33.03 15.6 53 6 ph 7.4 8.2 -

2.5. Sistem Manajemen Lingkungan Dalam Kegiatan Reduce Industri Tempe Isu tentang manajemen lingkungan kini menjadi kajian yang sangat intens terkait dengan semakin tingginya kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat pesatnya era industrialisasi (Amine, 2003). Realitas ini akhirnya tidak bisa terlepas dari tuntutan terhadap pemenuhan produk yang ramah lingkungan atau lebih dikenal dengan green product (Aoyagi-Usui, 2003). Intensitas riset tentang problem isu manajemen lingkungan pada akhirnya memicu pertanyaan apakah hal ini dapat meningkatkan kesadaran produsen untuk meningkatkan kepedulian bagi proses produksi yang lebih ramah lingkungan (Diamantopoulos et al., 2003) Penanganan terhadap limbah pada dasarnya sangat terkait dengan peran masyarakat. Pengertian masyarakat tidak hanya terbatas penduduk di permukiman, tapi juga semua penghasil limbah, termasuk pengusaha kecil tahu tempe. Sampai kini andalan utama menyelesaikan masalah limbah yaitu pemusnahan dengan landfilling di TPA. Problem penanganan limbah disebabkan menurunnya kinerja dari pengelolaan limbah akibat perubahan tatanan pemerintahan (Wibisono, 1995). Untuk menangani limbah, pemerintah telah menentukan perencanaan strategis dalam Kebijakan Nasional Bidang Persampahan (2006-2010), yaitu : Pengurangan sampah semaksimal mungkin yaitu dimulai dari sumbernya, Mengedepankan peran dan partisipasi masyarakat sebagai mitra pengelolaannya, Perkuatan kapasitas kelembagaan pengelolaan persampahan, Pemisahan fungsi regulator dan operator Pengembangan kemitraan dengan swasta, Peningkatan pelayanan untuk mencapai sasaran Model penerapan prinsip pemulihan biaya secara bertahap Peningkatan efektifitas penegakan hukum Teknologi yang berbasis peran masyarakat perlu mendapatkan prioritas, agar keterlibatan mereka menjadi terarah. Prinsip pengelolaan limbah harus dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Untuk bisa mencapai hal itu, ada asumsi dalam pengelolaan limbah yang harus diganti dengan tiga prinsip baru (http://www.walhijogja.or.id), yaitu:

1. Sampah yang dibuang harus dipilah sehingga tiap bagian bisa dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini. 2. Industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk lebih memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah dan limbah. Pembuangan sampah - limbah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. 3. Program-program sampah dan limbah kota haruslah disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidaklah mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung) menjadi komponen penting dalam sistem penanganan sampah dan limbah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus bisa menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di perkotaan. Dari penjabaran diatas terlihat bahwa sistem manajemen lingkungan saat ini merupakan salah satu aspek terpenting dalam proses produksi sehingga semua unit usaha, baik skala besar ataupun industri rumah tangga kecil, harus memperhatikan hasil pembuangan limbahnya. Kasus ini juga dialami oleh sentra industri tahu tempe di Solo dan karenanya perlu ada penanganan secara kolektif sehingga terbangun suatu kesadaran kolektif terhadap kepedulian lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA Amine, L.S. (2003), An integrated micro and macro level discussion of global green issues, Journal of International Management, Vol. 9, No. 4, hal. 375-389. Aoyagi-Usui, M., Vinken, H., dan Kuribayashi, A. (2003), Pro-environmental attitudes and behaviors: An international comparison, Human Ecology Review, Vol. 10, No. 1, hal. 23-31. Oginawati, Katharina. 2015. Produksi Bersih. Bandung: Penerbit ITB. Said, N.I, H. Indriatmoko, N. Raharjo dan A. Herlambang. 2015. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob. www.kelair.bppt.go.id. Diakses tanggal 25 April 2015. Wibisono, G. (1995), Sistem pengelolaan dan pengolahan limbah domestik, Jurnal Science, vol. 27, hal. 25-34.

Lampiran 1. Percontohan unit pengolahan air limbah industri tempe di lokasi Pusat Industri Kecil Tempe, Semanan, Jakarta Barat. Bak pengurai anaerob sebelum dipasang Bak pengurai anaerob bagian atas Kontruksi bag. inlet bak pengurai anaerob Lubang control pada bak reaktor pengolahan lanjut Kontruksi bag. dalam bak reaktor pengolahan lanjut Pemasangan bak pengurai anaerob dan bak rekator pengolahan lanjut