Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K)

dokumen-dokumen yang mirip
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

MENUJU SATU DATA GARAM NASIONAL. Oleh : Dra. Marlina Kamil, MM Direktur Sta5s5k Industri, Badan Pusat Sta5s5k

Kata Pengantar KATA PENGANTAR

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR / PERMEN-KP/2017 TENTANG SATU DATA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Garam Rakyat di Indonesia... (Mei Dwi Erlina dan Tikkyrino Kurniawan)

Luas Wilayah Luas Wilayah Laut Panjang Garis Pantai Pemerintahan

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 4 OPTIMALISASI KINERJA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA GARAM RAKYAT RAKYAT (PUGAR)

2018, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Neg

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 79 TAHUN 2016

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Pe

PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN KEBERPIHAKAN BUPATI/WALIKOTA TERHADAP PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM DI JAWA TENGAH TAHUN 2015

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT MELALUI SISTEM PEMBINAAN DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

PRODUKSI GARAM INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

2 yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal dengan anggota dari masingmasing unit kerja eselon I terkait. PUMP, PUGAR, dan PDPT merupakan upaya ke

Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT Direktur Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Makasar.

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 89 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN EFEKTIVITAS PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 19 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN GARAM IMPOR DAN PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

Rencana Strategis (RENSTRA)

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi, potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional.

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA

DAFTAR INFORAMASI PUBLIK DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UKM KABUPATEN MUKOMUKO

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

SINERGI DAN PERAN KOMISI PENYULUHAN PERIKANAN NASIONAL (KPPN) DALAM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Yang Terhormat: Sulawesi Tengah

WALIKOTA TASIKMALAYA

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

PENDAHULUAN (Renstra Kementrian Koperasi dan UMKM ) diketahui jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2012 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN EFEKTIVITAS PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K) Sasaran Rekomendasi : Kebijakan Pasar dan Perdagangan Latar Belakang Garam merupakan produk kelautan yang tidak hanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga merupakan bahan baku produksi, bahan pangan, industri pangan, farmasi dan perminyakan. Faktor-faktor tersebut yang menjadikan garam menjadi komoditi strategis seperti halnya kebutuhan pokok lainnya. Peran yang sangat strategis tersebut belum bisa dipenuhi oleh pemerintah mengingat produksi produksi garam dalam negeri hanya sekitar 30.600 ton pada tahun 2010, sementara kebutuhan terhadap garam sekitar 2,87 juta ton diluar kebutuhan garam industri. Oleh karena itu, pemerintah mengimpor garam sebanyak 2,2 juta ton dari beberapa negara Australia (80%), India (5%) dan China (3%) untuk mencukupi kekurangan kebutuhan garam dalam negeri (Yusmansyah,2012). Ada tiga permasalahan utama dalam tata niaga garam di Indonesia, yaitu terkait dengan produksi, pemasaran, permintaan dan penawaran. Permasalahan produksi terkait dengan ketergantungan produksi garam terhadap iklim, teknologi tradisional atau padat karya, lokasi garam mempunyai skala yang bervariasi, petambak garam masih tergolong ekonomi lemah, sebagian besar pengelolaan tambak garam dilakukan oleh penggarap berkala kecil, harga jual rendah yang berdampak pada pendapatan petambak garam. Permasalahan pemasaran terkait dengan fluktuasi harga garam, pengaruh spekulan, pengawasan terhadap kualitas garam masih rendah. Sementara itu, pemerintah masih kesulitan memenuhi permintaan di dalam negeri terutama untuk kebutuhan industri. Terkait dengan impor garam untuk kebutuhan industri, rembesan garam impor dari ijin importir terbatas (IT) masuk garam konsumsi sehingga dapat berpengaruh terhadap harga dan stok garam nasional. (..) Berdasarkan fakta-fakta di atas, pemerintah Indonesia memerlukan perbaikan-perbaikan dalam sektor produksi dan tata niaga garam dalam negeri. Kelembagaan pada sektor produksi dan distribusi memerlukan penguatan dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas produksi. Sistem informasi pasar dan pemasaran sudah mendesak untuk di tata kembali. Hal ini sangat penting untuk membangun data based dan informasi pergaraman Indonesia, sehingga data garam terkait dengan permintaan, ketersediaan barang dan permasalahan-permasalahan yang terjadi dapat diperoleh secara cepat, tepat, akurat dan berkesinambungan. Oleh karena itu, membangun kelembagaan secara vertikal serta mengoptimalkan kelembagaan yang ada (horisontal) menjadi strategi baru dalam membangkitkan pegaraman Indonesia.

2 Menindaklanjuti permasalahan dan fakta di atas, kajian ini menawarkan dua opsi kebijakan: kelompok kerja (Pokja) garam dalam rangka pembentukan badan penyangga garam (BPG). b. Membangun sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam yang berbasis kelembagaan produksi dan tata niaga garam serta produk turunannya. Dasar Pertimbangan : Pokja garam dalam rangka pembentukan badan penyangga garam Koperasi pegaraman sudah terbentuk di sentra produksi garam di Indonesia, namun belum semua koperasi pegaraman tersebut menjalankan perannya sesuai dengan asas, tujuan, prinsip, dan fungsi kelembagaan koperasi di Indonesia. Tujuan koperasi yang tertuang dalam BAB II Pasal 3 Undang undang RI No. 25 Tahun 1992, yaitu memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang undang Dasar 1945. Fungsi koperasi tertuang dalam pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, yaitu: 1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. 2) Berperan serta aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat, 3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai gurunya, dan 4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Koperasi pegaraman yang ada belum dapat membeli hasil produksi garam rakyat dari anggotanya dan belum bisa menstabilkan harga garam rakyat yang dihasilkan. Keberhasilan Koperasi Garam Mekar di Desa Boronglangu Kecamatan Arungkeke, Kabupalen Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan dapat dijadikan contoh dalam menjalankan usaha simpan pinjam, pengolahan garam, dan pemasaran. Program revitalisasi koperasi terkait erat dengan pembangunan di bidang Industri, maka hal ini merupakan bagian dari usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat mengacu kepada tiga pilar utama yaitu komitmen pemerintah,

3 mengembangan Usaha Skala Mikro, dan meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi. Peraturan menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor Per 21/Men/2010, tentang Pedoman Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri KP tahun 2011, didalamnya mencakup kinerja Pokja Garam Rakyat tentang pengelolaan Pugar yang sudah didistribusikan kepada petambak garam di seluruh lokasi sentra dan penyangga garam di Indonesia. Perbedaan perhitungan garam rakyat yang diproduksi KKP dengan perhitungan garam secara nasional yang disebabkan system pencatatan yang berbeda. Badan Penyangga Garam yang berfungsi untuk menstabilkan harga belum terbentuk, sehingga kestabilan harga dasar di tingkat petambak garam yang ditentukan oleh Kementrian Perdagangan. b. Sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam Data dan informasi produksi dan konsumsi garam belum terdokumentasi de ngan cepat, tepat, akurat dan berkesinambungan. Kinerja koperasi pegaraman di sentra garam belum optimal, khususnya terkait dengan pencatatan hasil produksi, harga dan pemasaran garam (jalur tata niaga) secara cepat, tepat, akurat dan berkesinambungan. Data dan informasi terkait dengan produksi, konsumsi, pemasaran garam belum tersedia di BPS dan Koperasi. Maka dalam rangka menciptakan sistem informasi manajemen dan pemasaran garam, diperlukan pemantauan lintas kementrian (Pusat), lintas Dinas (Kabupaten/kota) terkait secara terintergrasi. Strategi Implementasi Strategi implementasi yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia terkait dengan opsi rekomendasi antara lain adalah: Pokja garam dalam rangka pembentukan badan penyangga garam Strategi implementasi untuk melaksanakan strategi pertama antara lain adalah: Optimalisasi pokja yang sudah terbentuk baik di pusat maupun di daerah dan membuat ikatan kerja yang kuat antara pusat dan daerah. Membuat definisi yang jelas antara ruang lingkup baik tanggung jawab, kewenangan dan payung hukum dalam bentuk petunjuk teknis (juknis) yang berisi tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Membentuk tim khusus dalam pokja yang berfungsi sebagai bagian dari monitoring dan evaluasi (monev) agar pelaksanaan tupoksi didalam juknis dapat berjalan dengan tepat.

4 Kelompok kerja (Pokja) pegaraman bertugas untuk memotivasi dan memperkuat kelembagaan koperasi yang ada di daerah sentra produksi garam dan membuat akses terhadap lembaga permodalan yang ada. Pokja membantu koperasi di sentra produksi garam dalam mendefinisikan ruang lingkup tanggung jawab, kewenangan dan payung hukum dalam bentuk petunjuk teknis (juknis) yang berisis tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Membangun jaringan distribusi dan permodalan berbasis pegaraman antara petambak garam dengan koperasi dan lintas koperasi pegaraman agar kualitas dan kuantitasnya dapat terkontrol, terjalinnya komunikasi yang intensif antar lintas koperasi, sehingga akan terbentuk data base garam di Indonesia. Koperasi berfungsi sebagai unit pengolah garam dan pemurnian garam untuk garam konsumsi, garam industri, serta produk turunannya. Pokja pegaraman juga bertugas dan berfungsi sebagai bagian monev dalam pelaksaan tupoksi koperasi sehingga kinerja koperasi dapat berjalan dengan optimal. Setelah Kinerja koperasi optimal maka, akan dibentuk Badan Penyangga Garam (BPG) yang berfungsi sebagai penjamin harga, kualitas dan kuantitas garam, distribusi garam dari satu sentra produksi garam ke sentra garam yang lain maupun ke pusat, sehingga akan terbentuk data base garam di Indonesia. BPG akan berfungsi untuk menelusuri titik-titik distribusi yang tidak berfungsi, serta memperbaiki dan mengefektifkan distribusi titik-titik tersebut. BPG juga memperbaiki sistem pencatatan garam dan bekerjasama dengan BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) melakukan sosialisasi dan menggunakan pencatatan stok garam sebagai jaminan/agunan untuk permodalan bagi petambak garam. b. Sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam Strategi implementasi untuk melaksanakan strategi kedua antara lain adalah: Bekerjasama dengan biro pusat statistik (BPS) sebagai pengumpul data dan informasi produksi (kualitas, kuantitas, harga, dan distribusi) garam, serta data konsumsi garam (rumah tangga, industri dan horeka). Data base BPS digunakan sebagai data garam nasional untuk menyatukan data pegaraman nasional. Perbaikan sistem data dan informasi melalui koperasi dengan mengfungsikan koperasi pegaraman sebagai penyerap garam di sentra produksi garam. Data koperasi dan BPG kemudian di kompilasi dan di jadikan sebagai verifikasi data yang di kumpulkan oleh BPS, serta pelengkap data pemasaran dan data pasar garam di Indonesia. Pengumpulan dan validasi data pegaraman BPS akan dipantau oleh stakeholder seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi, Dinas Perdagangan dan Perindustrian.

5 Data garam yang terkait produksi, data konsumsi, pemasaran, serta penyerapan akan digunakan untuk menentukan kuota impor garam yang diperuntukkan bagi konsumsi maupun industri. Prakiraan Dampak Rekomendasi Pokja garam dalam rangka pembentukan badan penyangga garam Opsi rekomendasi kebijakan tersebut diharapkan mempunyai dampak terhadap pelaku usaha pegaraman, khususnya petambak garam. Prakiraan dampak dari opsi rekomendasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut: 1. Memberi motivasi bagi anggota koperasi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, dan distribusi garam secara merata dan optimal yang akhirnya dapat meningkatan kesejahteraan petambak garam 2. Memberikan kestabilan harga, pendapatan dan produksi garam rakyat dengan cara mewajibkan importir membeli garam rakyat minimal 50% dari produksi garam lokal, dan memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran. 3. Adanya pokja akan memberikan data dan informasi yang lebih cepat, tepat, akurat dan berkesinambungan sehingga perbedaan data garam baik di tingkat daerah maupun di pusat tidak terjadi. Produsen garam konsumsi akan membeli garam dari petambak sesuai dengan harga yang diatur dalam SK Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan No. 02/DAGLU/PER/5/2011 4. BPG memerlukan payung hukum dan penegakan peraturan pemerintah mengenai impor garam terutama terkait sanksi terhadap pelanggaran waktu impor garam, harga dan kwalitasnya. 5. BPG berfungsi sebagai pengontrol tataniaga dan distibusi garam rakyat menjadi lebih cepat, tepat, akurat dan berkesinambungan pada sentra produksi garam, sehingga dapat menjaga stabilitas harga, serta memacu peningkatan kualitas dan kuantitas produksi garam. 6. Terciptanya kesepakatan dan penyelarasan data dan informasi antara KKP, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dalam mengantisipasi kekurangan garam untuk menentukan kuota import garam. 7. Prospek kedepannya adalah BPG berfungsi sebagai penghimpun dan menyalurkan dana atau permodalan usaha pegaraman nasional.

6 b. Sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam Prakiraan Dampak yang dapat dihasilkan dari pembentukan lembaga sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam antara lain: 1. Terciptanya integrasi basis data dan informasi mengenai produksi, distribusi dan pemasaran secara cepat, tepat, akurat, dan berkelanjutan yang menjadi acuan bersama dalam menentukan kouta impor garam. 2. Terlaksananya koordinasi secara terpadu antar instansi terkait (KKP, Kementrian Perindustrian dan Kementrian Perdagangan serta Dinas KP dan Disperindag) baik di pusat maupun di daerah dalam pengelolaan stok garam/garam rakyat yang disimpan digudang petambak garam, kelompok, KUB, Koperasi maupun assosiasi garam dalam informasi pasar dan pemasaran garam. 3. Terciptanya data base informasi tentang kebutuhan garam industri, garam konsumsi, dan garam turunannya dalam menunjang swasembada garam. 4. Terbentuknya informasi manajemen pasar dan pemasaran garam sehingga memudahkan untuk mendapatkan informasi mengenai harga, permintaan dan penawaran garam rakyat sehingga garam impor bisa dikurangi. Penutup Ada dua opsi utama rekomendasi dalam mengembangkan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia: 1) Penguatan Kelembagaan Koperasi Pegaraman melalui optimalisasi kinerja pokja garam dalam rangka pembentukan badan penyangga garam (BPG) dan Sistem Informasi Manajemen Pasar dan Pemasaran Garam. 2) Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Pasar dan Pemasaran Garam di Indonesia. Kedua opsi tersebut sangat diperlukan untuk menata sistem informasi pasar dan pemasaran garam di Indonesia dengan berbasis kelembagaan mengingat kondisinya masih lemah. Oleh karena itu, optimalisasi kinerja kelembagaan maupun gagasan pembentukan kelembagaan baru (BPG) digunakan sebagai langkah penguatan di tingkat grass root, kemudian dilakukan penguatan ke arah vertikal. Dua sasaran rekomendasi ini diharapkan dapat menciptakan data dan informasi serta sinergi program antar instansi, sehingga dapat mendukung bahan pengambilan keputusan (kebijakan dan/atau regulasi) bagi para stakeholder, khususnya para pengambil kebijakan di tingkat kementerian maupun daerah (kabupaten) dalam rangka mendukung pencapaian salah satu indikator kinerja utama (IKU) Tahun 2010-2014 KKP yaitu meningkatnya kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan terhadap PDB Nasional tanpa migas.

7 Penyusun Rekomendasi: Nama : Mei Dwi Erlina dan Tim Kajian Sosial Ekonomi Garam Industri dan Produk Derivatif Garam No Hp : 0852 1411 2079 Email : mei_dwi_erlina@yahoo.com Daftar Bacaan Anonim, 2011. Dukungan revitalisasi koperasi dengan meningkatkan produksi garam rakyat. Info media, Indonesia. 2011. Surat Keputusan tentang Penetapan Harga Penjualan Garam di Tingkat Petani Garam. Dirjen. S K Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan No. 02/DAGLU/PER/5/2011. Yusmansah, 2012. VOL.1 No.1. Mengapa garam kita import JURNAL perikanan Indonesia Kurniawan, Tikkyrino; Dan Azizi, Achmad. 2012. Dampak Kebijakan Impor Dan Kelembagaan Terhadap Kinerja Industri Garam Nasional. Seminar Dalam Rangka Diklat Pelatihan Peneliti Tingkat Pertama Golongan VIII di Cibinong Tanggal 11 Juni 2012. http://echadarmaputri.wordpress.com/2010/12/20/bentuk-organisasi- menurut- hanel-ropkedan-di-indonesia/ http://jeyekvsdudul.blogspot.com/2010/12/hirarki-tanggung-jawab.html http://lhantank.blogspot.com/2010/11/pola-manajemen-koperasi.html