Sorgum Village: Strategi Branding Desa Berbasis Agroeduwisata Melalui Model Quadruple Helix Di Desa Keyongan, Babat, Lamongan, Jawa Timur

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan adalah padi,

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati

BAB I PENDAHULUAN. kacang tanah. Ketela pohon merupakan tanaman yang mudah ditanam, dapat tumbuh

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

PENDAHULUAN. dengan laju pembangunan dan pertambahan penduduk. Usaha ini tidak. terbatas pada tanaman pangan utama (padi) melainkan penganekaraman

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan energi dunia yang dinamis dan semakin terbatasnya cadangan energi

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Deskripsi 1.2 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan krisis energi sampai saat ini masih menjadi salah satu

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sungai Niger di Afrika. Di Indonesia sorgum telah lama dikenal oleh petani

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lokal karena memiliki kandungan karbohidrat yang relatif tinggi. Zuraida dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesultanan Surakarta dan Mangkunegaran masa lalu (Soemardjan, 1990).

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. subur, dan mendapat julukan sebagai Negara Agraris membuat beberapa. memiliki prospek yang menjanjikan dan menguntungkan.

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Usaha perkebunan merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial untuk

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI

Strategi Pengembangan dan Riset Jagung untuk Diversifikasi Pangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

6. MODEL PENGEMBANGAN DAN RANCANGAN IMPLEMENTASI

BAB I LATAR BELAKANG

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

GUBERNUR SUMATERA BARAT

IbM Kelompok Tani Buah Naga

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang bertumpu pada satu sumber karbohidrat yaitu beras, melemahkan ketahanan. pangan dan menghadapi kesulitan dalam pengadaanya.

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Padi merupakan komoditas yang sangat penting, karena saat ini beras

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI RAMBUTAN (Nephelium lappaceum Linn)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I PENDAHULUAN. tetapi sebagai tempat usaha yang cukup banyak menyerap tenaga kerja.

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

Tabel 1.1 Daftar Impor Bahan Pangan Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

Pusat Wisata Kopi Sidikalang BAB 1 PENDAHULUAN

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan

Transkripsi:

Sorgum Village: Strategi Branding Desa Berbasis Agroeduwisata Melalui Model Quadruple Helix Di Desa Keyongan, Babat, Lamongan, Jawa Timur Arini Amirah Hidayat 1, Nur Azizah Charir, Zakiyyatun Nafiisah Universitas Brawijaya Malang Email correspondence: 1 ariniamirahhidayat@gmail.com A B S T R A C T Lamongan regency is one of sorghum producing area, especially in Keyongan Village, Babat District with 600 ha of land has been planted with sorghum. However, the yield is sold very cheap, the price per kg of sorghum seeds ranges from Rp. 1,400, -. In addition, the knowledge of farmers and sorghum processing technology is still low, so that Keyongan Village is less developed with potential owned. The purpose of this paper is to identify the potential of sorghum by forming the village of Keyongan into "Sorgum Village" as a Branding Village-based Agroedutourism strategy through the Quadruple Helix model. Quadruple Helix is a collaboration of 4 sectors namely Government, Industry, Academic and Community role to encourage the growth of innovation, especially in the field of Sorghum development. Data and information collected in the form of primary and secondary data related to the problem. The data were analyzed by qualitative descriptive. The results show that Quadruple Helix can give significant influence to creativity, innovation capability, and product competitiveness. This is due to increased synergy and cooperation among 4 different productive sectors, so as to create a Village Branding known as "Sorgum Village" based Agroeduwisata which is able to integrate the stages of cultivation, processing, and marketing of sorghum in an educational based tourism site. The realization of Branding Village "Sorgum Village" can add value to the potential of sorghum, so it can improve the economy in Keyongan Village, District Babat, Lamongan District, East Java Keywords: Agroedutourism, Sorgum, Sorgum Village, Quadruple Helix A B S T R A K Kabupaten Lamongan merupakan salah satu daerah penghasil sorgum, khususnya di Desa Keyongan, Kecamatan Babat dengan luas lahan 600 ha telah ditanami sorgum. Namun, hasil panen sorgum dijual sangat murah, harga per kg biji sorgum berkisar Rp. 1.400,-. Selain itu, pengetahuan petani dan teknologi pengolahan sorgum masih rendah, sehingga Desa Keyongan kurang berkembang dengan potensi yang dimiliki. Tujuan penulisan ini untuk mengidentifikasi potensi sorgum dengan membentuk Desa Keyongan menjadi Sorgum Village sebagai strategi Branding Desa berbasis Agroeduwisata melalui model Quadruple Helix. Quadruple Helix merupakan kolaborasi 4 sektor yaitu Pemerintah, Industri, Akademik dan Masyarakat berperan untuk mendorong tumbuhnya inovasi, khususnya dibidang pengembangan Sorghum. Data dan informasi yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder yang terkait dengan permasalahan. Data tersebut dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa Quadruple Helix dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap kreativitas, kapabilitas inovasi, serta keunggulan daya saing produk. Hal ini disebabkan adanya peningkatan sinergitas dan kerjasama antar 4 sektor produktif yang berbeda, sehingga mampu mewujudkan sebuah Branding Desa dikenal sebagai Sorgum Village berbasis Agroeduwisata yang mampu mengintegrasikan tahap budidaya, pengolahan, serta pemasaran sorghum dalam satu lokasi wisata berbasis edukasi. Terwujudnya Branding Desa Sorgum Village dapat menambah nilai jual terhadap potensi sorgum, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di Desa Keyongan, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Kata Kunci: Agroeduwisata, Sorgum, Sorgum Village, Quadruple Helix PENDAHULUAN Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan jenis tanaman serealia penting dengan kandungan zat besi tertinggi, dimana posisinya berada pada peringkat ke-5 setelah gandum, padi, jagung dan kedelai. Sorgum merupakan makanan pokok penting di daerah tropis setengah kering di Asia, Afrika dan Amerika. Nilai gizi sorgum sebagai bahan pangan tidak kalah penting dengan makanan pokok beras yaitu kandungan gizi sorgum sebanyak 5,4 mg/100 g lebih tinggi dibandingkan zat besi dalam beras (1,8 mg/100 g), kandungan protein sorgum 10-11% lebih tinggi dibandingkan protein beras giling (7-7%) (Lufiria, 2012). Selain sebagai bahan pangan sorgum juga dapat 88

dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol dan bahan pakan ternak. Perlu diketahui bahwa, secara teknis tanaman sorgum memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia. (Sri Widowati, 2015) sesuai dengan Dirjen Tanaman Pangan 2010, menyatakan bahwa areal yang berpotensi untuk pengembangan sorgum di Indonesia sangat luas, meliputi iklim kering atau musim hujan yang pendek dan tanah yang kurang subur. Oleh karena itu, tanaman sorgum toleran terhadap kekeringan dan genangan air. Produktivitas sorgum cukup tinggi berkisar antara 4,241 6,172 ton/ha serta sorgum dapat dibudidayakan di segala jenis tanah, termasuk tanah marginal. Berdasarkan data tahun 2011-2013 dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Timur, wilayah penghasil sorgum di pulau Jawa telah bergeser dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Luas penyebaran tanaman sorgum di Jawa Timur memiliki jumlah tertinggi sebesar 2.211 hektar, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki luas tanam 938 hektar, Jawa Tengah memiliki luas tanam 45 hektar dan Jawa Barat memiliki luas tanam 258 hektar. Salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang memiliki luas tanam sorgum tinggi yaitu Kabupaten Lamongan sebesar 665 hektar. Menurut Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Timur pada Tahun 2011, Khusus Kecamatan Babat, Lamongan luas sorgum pada tahun 2012 mencapai 634 hektar. Desa Keyongan Kecamatan Babat memiliki luas lahan sebesar 600 hektar yang telah ditanami sorgum. Hasil panen yang diperoleh dari luas lahan 1 hektar dapat menghasilan sorgum sekitar 7-8 ton, harga per kg dari sorgum sangat murah berkisar antara Rp. 1.500 Rp. 1.700. (Subagio dan Aqil, 2013), Namun, terdapat beberapa kendala dalam memanfaatkan potensi tanaman sorgum tersebut. Hal ini disebabkan oleh kurangnya teknologi dalam penyosohan biji sorgum, kurangnya pengetahuan para petani dalam menangani pasca panen sorgum, sehingga adanya produk diversifikasi sorgum masih sangat terbatas. Selain itu, Program-program pemerintah dalam pengembangan sorgum berjalan lambat. Akibatnya perluasan tanaman dan peningkatan produksi belum ditindak lanjuti dengan baik, sehingga banyak hasil panen sampai saat ini masih dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Oleh karena itu, potensi sorgum di Desa Keyongan belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Mengingat harga sorgum yang sangat murah, maka perlunya diversifikasi produk dengan cara memanfaatkan seluruh bagian tanaman sorgum, sehingga mampu meningkatkan harga jual sorgum dan dapat meningkatkan penghasilan para petani sorgum, khususnya di Desa Keyongan, Babat, Lamongan Jawa Timur. Seluruh bagian tanaman sorgum dapat dimanfaatkan dari biji, daun, akar dan batang. Biji sorgum dimanfaatkan sebagai bahan pangan, daun sorgum sebagai sumber pakan ternak, akar sorgum digunakan sebagai obat herbal yang dapat memperlancar peredaran darah dan batang sorgum digunakan sebagai lumbung bioetanol dan bahan pembuat kertas. Selain itu, tangkai sorgum juga dapat dibuat kerajinankerajinan. (Leo, 2013), Melihat potensi sorgum di Kabupaten Lamongan, Khususnya di Desa Keyongan, Babat, maka perlu memiliki inovasi untuk membuat sebuah branding desa dengan adanya kelebihan potensi yang ada di Desa Keyongan. Istilah branding merupakan aktivitas menentukan citra yang ingin dibentuk, sehingga terciptanya sebuah merek atau nama yang khas bagi suatu produk. Jenis branding yang sekarang sedang banyak dibicarakan adalah branding daerah wisata. Mengingat di Desa Keyongan sektor pertanian yang sangat berpotensi, maka branding berbasis agroeduwisata adalah mode yang cocok untuk diterapkan. Agroeduwisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya untuk memperluas pengetahuan di bidang pertanian, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian, khususnya sorgum. Pelaksanaan dalam mewujudukan branding desa berbasis agroeduwisata dengan adanya potensi sorgum tersebut perlu dukungan dari berbagai pihak sepertipemerintah, Industri atau Bisnis, Akademik (Pihak Perguruan Tinggi) dan Masyarakat. Tujuan kerjasama tersebut agar dapat meningkatkan kreatifitas sumberdaya manusia serta kapabilitas inovasi dalam pengembangan sorgum. Bentuk kerjasama tersebut dapat dikenal dengan model Quadruple Helix. Menurut (Mulyana, 2014), Quadruple Helix merupakan kolaborasi antar `empat sektor yaitu pemerintah (goverment), Industri (Business), Akademik (Academia) dan Masyarakat (Civil Society) yang berperan mendorong tumbuhnya inovasi dan keunggulan daya saingproduk. Diharapkan model tersebut dapat diterapkan di Desa Keyongan, Babat, Lamongan Jawa Timur untuk menciptakan branding desa berbasis agroeduwisata dengan mengoptimalkan potensi desa yang dimiliki yaitu sorgum. Selain itu, juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di Desa Keyongan, Babat, Lamongan 89

Jawa Timur. KAJIAN PUSTAKA Sorgum adalah salah satu bahan pangan yang potensial untuk substitusi terigu dan beras karena masih satu famili dengan gandum dan padi, hanya berbeda. Oleh karena itu, sorgum dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti karbohidrat (Ruchjaniningsih, 2008). Tanaman sorgum memiliki banyak manfaat mulai dari pangan, pakan hingga industri. Kandungan gizi pada tanaman sorgum memilki banyak sekali manfaat bagi tubuh kita dan tidak kalah penting dengan tanaman pangan lainnya seperti padi maupun jagung. Menurut Leder (2004), kandungan karbohidrat biji sorgum relatif sama dengan beras, bahkan kadar protein, kalsium, besi, dan posfor lebih tinggi. Kandungan protein dan mineral yang tinggi ini menunjukkan kelayakan sorgum sebagai bahan pangan, khususnya bagi masyarakat pedesaan di lahan marjinal. Kandungan protein pada sorgum lebih tinggi dari jagung dan hampir sama dengan gandum, namun protein sorgum bebas glutein. Berikut komposisi nutrisi sorgum dibandingkan dengan serealia lainnya Tanaman sorgum dapat dibudidayakan pada lahan yang kurang subur, air yang terbatas dan input yang rendah. Daerah penghasil sorgum dengan pola tradisional adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo), Jawa Timur (lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo), dan sebagian Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Sirappa, 2003). Sorgum ditanam pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh pada suhu berkisar 23o-30oC dengan kelembaban relatif 20-40%, curah hujan 375-425 mm/tahun dan ph tanah yang baik untuk pertumbuhan yaitu 5,0-7,5 (Hermawan, 2013). Tanaman sorgum telah banyak dilakukan pengembangan varietas untuk mendapatkan varietas unggul. Salah satu pengembangan varietas sorgum dilakukan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) pada tahun 2014 denganmenghasilkan 3 varietas yaitu varietas Pangan Sehat (PAHAT), sorgum mutasi radiasi (Samurai) 1 dan samurai 2 (RRI, 2014). Varietas pangan sehat (PAHAT) memiliki produktivitas mencapai 5 ton/ha, Samurai 1 memiliki produktivitas 7,5 ton/ha dan samurai 2 memiliki produktivitas mencapai 8,5 ton/ha. (Hendig, 2014), Varietas samurai 2 ini memiliki beberapa keunggulan seperti memiliki nilai produktivitas 8,5 ton/ha, biomassa 47 ton/ha, tahan terhadap penyakit karat daun dan busuk pelepah (Sihono et al., 2013). Oleh karena itu, dengan didukungnya varietas yang diunggul diharapkan produktivitas sorgum di Indonesia dapat memberikan keuntungan kepada Indonesia dan dapat bersaing dengan varietas-varietas unggul dari luar Indonesia. Upaya dalam memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan industri yang terus meningkat, serta untuk meningkatkan pendapatan petani di daerah beriklim kering, pengembangan sorgum merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih. Sedangkan di daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan atau mendapat genangan banjir, tanaman sorgum masih dapat diusahakan. Oleh karena itu, terdapat peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produksi sorgum melalui perluasan areal tanam (Sirappa, 2003). Branding merupakan strategi untuk mengenalkan keunggulan suatu produk dengan cara membangun citra dan menyediakan informasi mengenai kualitas produk tersebut. Branding tidak hanya ditemukan pada suatu produk saja, namun sekarang juga berkembang branding pada kota maupun wilayah yang dikenal dengan city branding. Upaya city branding bisa dilakukan dengan berbagai cara, menurut Kemendagri (2013), langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk membangun citra kuat suatu wilayah yaitu; 1) Mapping survey, meliputi survei persepsi dan ekspektasi tentang suatu daerah baik dari masyarakat daerah itu sendiri maupun pihak-pihak luar yang mempunyai keterkaitan dengan daerah itu. 2) Competitive Analysis, Melakukan analisis daya saing baik di level makro maupun mikro daerah itu sendiri. 3) Blueprint, penyusunan grand design daerah yang diinginkan baik logo, semboyan, nick names, tag line, dan lain-lain beserta stategi branding dan strategi komunikasinya. 4) Implementation, pelaksanaan grand design dalam berbagai bentuk media, seperti pembuatan media center, pembuatan events, iklan, dan lain-lain. Konsep Quadruple Helix merupakan pengembangan Triple Helix dengan mengintegrasikan civil society serta mengintegrasikan inovasi dan pengetahuan (Oscar, 2010 dalam Mulyana dan Sutapa 2014). Quadruple Helix merupakan kolaborasi empat sektor yaitu government, business, academica, dan civil society yang berperan mendorong tumbuhnya inovasi. Tujuan dari kolaborasi empat sektor tersebut adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran pemerintah (government) adalah sebagai 90

lembaga yang memiliki otoritas pengembangan industri kreatif, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, serta keterkaitan dalam substansi maupun keterkaitan administrasi. Sinergi antar departemen dan badan di pemerintah pusat, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan untuk mencapai visi, misi dan sasaran pengembangan industri kreatif. Peran bisnis atau perusahaan adalah sebagai entitas organisasi yang diciptakan untuk menyediakan barang atau jasa bagi konsumen. Bisnis umumnya dimiliki swasta yang dibentuk untuk menghasilkan keuntungan dan meningkatkan kemakmuran bagi pemiliknya, serta dapat terbentuk melalui kepemilikan tunggal, kemitraan, korporasi dan koperasi. Kemudian fasilitas riset dan pengembangan, laboratorium Perguruan Tinggi dan civil society sebagai dasar sumber inovasi dan pengetahuan (Carayannis and Campbell, 2009 dalam Mulyana dan Sutapa 2014). Selain hal tersebut civil society memainkan peran penting sebagai pendukung pasar ramah lingkungan melalui perubahan gaya hidup, perilaku konsumsi, partisipasi dalam pengaturan kelembagaan yang memacu inovasi sosial dan kelembagaan (Yan, 2012 dalam Mulyana dan Sutapa 2014). METODE Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuannya untuk memberikan gambaran dan penjelasan mengenai realilasi penerapan Model Quadruple Helix Sebagai Strategi Menciptakan branding desa berbasis agroeduwisata di Desa Keyongan, Babat, Lamongan Jawa Timur. Metode perolehan sumber data dalam penulisan karya tulis dengan menggunakan metode wawancara untuk mendapatkan informasi secara langsung yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan dalam penulisan yang bersangkutan secara obyektif. Penggunaan data sekunder berupa studi kepustakaan dengan membaca literaturliteratur yang berkaitan serta menunjang penulisan ini. Literatur yang digunakan adalah literaturliteratur tentang potensi tanaman sorgum, Model Quadruple Helix, branding desa dan agroeduwisata. Metode teknis analisis data yang digunakan terdiri dari 3 tahapn yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahapan Branding Desa Sorgum Village Berbasis Agroeduwisata di Desa Keyongan Desa Keyongan merupakan desa yang memiliki potensi untuk pengembangan pengolahan sorgum di Kabupaten Lamongan. Desa Keyongan memiliki keunikan dan ciri khas yang harus dikembangkan sehingga menciptakan kemandirian pada desa. Konsep branding diadopsi dengan harapan dapat meningkatkan daya saing Desa Keyongan baik di level mikro maupun makro dengan memasarkan produk unggulan yaitu sorgum. Membangun citra Desa Keyongan sangat diperlukan mengingat potensi besar yang dimiliki. Sorgum sebagai komoditi utama Desa Keyongan harus dimanfaatkan dengan maksimal, dengan membentuk brand Sorgum Village di Desa Keyongan diharapkan mampu mengembangkan sorgum sebagai produk multifungsi. Upaya dalam menciptakan branding Desa Keyongan tersebut mengusung konsep agroeduwisata. Agroeduwisata merupakan gabungan dari dua konsep yaitu agrowisata dan edukasi. Agrowisata merupakan istilah dari wisata pertanian dengan serangkaian aktivitas dalam memanfaatkan lokasi atau sektor pertanian. Edukasi merupakan aktivitas dalam pengembangan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman. Adanya sebuah branding desa dengan konsep agroeduwisata diharapkan dapat memberi manfaat yang banyak, tidak hanya bagi masyarakat pedesaan, melainkan juga masyarakat perkotaan dengan tujuan untuk memahami dan memberikan apresiasi pada bidang pertanian, khususnya tanaman sorgum yang sangat berpotensi di desa tersebut serta dapat menjadi sarana edukasi. Adanya konsep agroeduwisata secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif bagi petani sorgum dan masyarakat akan arti pentingnya pelestarian sumberdaya lahan pertanian tanam sorgum. Selain itu, juga dapat melestarikan kearifan lokal, teknologi lokal dan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi petani dan masyarakat desa setempat. Pengembangan kawasan pertanian sorgum menjadi area agroeduwisata akan meningkatkan kunjungan wisatawan.tidak hanya pengalaman rekreasi yang didapat, tetapi akan menambah ilmu pengetahuan di bidang pertanian sorgum, mulai dari penyiapan varietas unggul, budidaya, pemeliharaan tanaman, penanganan pasca panen dan lainlain. Berikut Program Agroeduwisata yang perlu disiapkan dalam menciptakan sebuah branding Desa Keyongan, Babat, Lamongan, Jawa Timur sebagai Sorgum Village diantaranya : 1. Melakukan penataan dan penyiapan obyek wisata. Potensi obyek wisata pertanian di Desa Keyongan yaitu budidaya tanaman sorgum, potensi tersebut dikembangkan dengan berbasis agroeduwisata. 2. Potensi tanaman sorgum di Desa Keyongan diintegrasikan mulai dari tahap pemilihan vari- 91

etas, budidaya, pengolahan pasca panen serta pemasaran produk dengan nuansa edukasi. 3. Penataan lokasi tempat di Desa Keyongan sebagai tempat Agroeduwisata. 4. Peningkatan kretaifitas sumberdaya manusia yang ada melalui pelatihan dan sinergi kelembagaan di Desa untuk mengembangkan potensi sorgum berbasis agroeduwisata, sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik kepada pengunjung. Baik pengunjung yang hanya berekreasi atau pengunjung yang melakukan kegiatan study tour. 5. Adanya perbaikan akses jalan untuk kemudahan akses pengunjung ke daerah Sorgum Village yang berbasis agroeduwisata. 6. Perbaikan konservasi sumberdaya lahan (lahan, vegetasi dan satwa) untuk keberlanjutan sistem pertanian sorgum untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. 7. Peningkatan usaha pengolahan produk tanaman sorgum melalui pelatihan dan pembinaan dinas terkait (Misalnya Dinas Perindustrian/UKM/Koperasi). 8. Pemanfaatan potensi sorgum melalui konsep agroeduwisata dengan peran aktif masyarakat dan pengembangan obyek wisata alam di Desa Keyongan. Sedangkan untuk membangun citra atau branding Desa Keyongan sebagai Sorgum Village diperlukan beberapa proses, yaitu: 1. Mapping Survei Sebelum memulai merumuskan konsep branding Desa Keyongan, langkah awal yang perlu disiapkan adalah melakukan survei mengenai perilaku masyarakat sekitar dengan adanya branding Desa Keyongan sebagai desa pengembang tanaman sorgum. Tujuan hal ini untuk menciptakan respon positif dari masyarakat dan menimbulkan ketertarikan untuk ikut serta mengembangkan produk sorgum di Desa Keyongan. Melihat ketertarikan masyarakat tersebut diharapkan timbul pengakuan dari masyarakat bahwa Desa Keyongan berpotensi sebagai desa sorgum (Sorgum Village). Selain itu pihak perangkat desa setempat memiliki peran penting dalam hal perizinan dan penyedia lahan yang mana nanti akan digunakan untuk lokasi pengembangan sorgum. 2. Competitive Analysis Kunci untuk meningkatkan daya saing produk sorgum adalah dengan menciptakan branding yang lebih baik untuk meningkatkan kepercayaan pasar terhadap produk tersebut dan melakukan pengembangan kualitas produk juga harus dibarengi dengan upaya pemerintah baik pusat maupun pemerintah Kabupaten Lamongan serta ahli di bidangnya agar lebih memfokuskan diri terhadap pembinaan dan pengembangan produk sorgum dan memotivasi munculnya inovasi dan pengembangan produk baru yang dilakukan secara terus menerus. 3. Blueprint Konsep yang ditawarkan dalam Sorgum Village yaitu Agroeduwisata. Gabungan dari kedua konsep tersebut akan menimbulkan efek positif kepada petani sorgum maupun masyarakat Desa Keyongan secara umum, karena adanya wisata dengan konsep pertanian yang mampu meningkatkan perekonomian sekaligus mampu mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman para wisatawan mengenai sorgum. Desain logo digunakansebagai salah satu brand identifier dari Sorgum Village. Kemudian untuk mengenalkan Sorgum Village baik di tingkat lokal maupun nasional dipergunakan berbagai media, yaitu: a. Surat Kabar Surat kabar merupakan media cetak yang digunakan untuk menyampaikan informasi dan paling sering dikonsumsi oleh masyarakat sehari-hari. Surat kabar yang akan dipilih sebagai media perkenalan Sorgum Village adalah Jawa Pos, karena Jawa Pos memiliki cakupan yang luas terutama di Pulau Jawa b. Billboard Papan yang berisi iklan yang berukuran besar dengan tujuan untuk dilihat oleh pengendara di jalanan. Seringnya masyarakat yang melewati daerah yang terdapat billboard dapat meningkatkan awareness produk ke dalam benak mereka. Iklan Sorgum Village melalui billboard akan dilakukan di jalan-jalan raya di Kabupaten Lamongan agar siapapun yang berkunjung ke daerah Lamongan dapat mengetahui dan tertarik untuk mengunjungi Desa Agroeduwisata Keyongan yang telah dikenal sebagai Sorgum Village. c. Website Media yang berada dalam jaringan internet memiliki penyebaran yang luas dan biaya yang relatif murah. Pembuatan website mengenai Sorgum Village di Desa Keyongan dapat membantu masyarakat mengakses dengan mudah produk maupun fasilitas-fasilitas wisata yang diberikan ketika berkunjung. d. Souce of Authority Pencanangan Sorgum Village sebagai desa agroeduwisata dapat juga melalui dinas terkait 92

yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lamongan, hal ini dilakukan guna mendapatkan legalitas lokasi wisata. 4. Implementation Upaya Desa Keyongan agar dikenal dengan nama Desa Sorgum Village dibuat sedemikian rupa sebagai kawasan agroeduwisata yang meliputi berbagai aktivitas di dalamnya. Berdasarkan hal tersebut aktivitas-aktivitas yang dilakukan diantaranya pengenalan tanaman dan varietas sorgum dengan membuka stand. Selanjutnya diperlihatkan pula lokasi budidaya sorgum dan proses pengolahan pasca panen yang meliputi sorgum sebagai bahan pangan, pakan ternak, bahan bioetanol, obat herbal, serta bahan kerajinan. Selain pengolahan juga ada proses packing sampai pemasaran produk yang semuanya dilakukan di Sorgum Village dan wisatawan dapat ikut serta di dalamnya. Kegiatan lain untuk menunjang eksistensi dari Sorgum Village adalah mengadakan pameran produk di event-event besar Kabupaten Lamongan, selain itu juga akan sering diadakan workshop guna meningkatkan kualitas produk dan sistem yang dimiliki Sorgum Village. Implementasi Model Quadruple Helix Model Quadruple Helix merupakan kolaborasi empat sektor yang saling berkejasama, sehingga mampu terwujudnya branding Sorgum Village. Empat sektor tersebut diantaranya: 1. Pemerintah (Government) yang terlibat meliputi pemerintah tingkat desa sebagai pengawas teknis pelaksanaan kegiatan, pemerintah tingkat Kecamatan Babat, tingkat Kabupaten Lamongan meliputi Dinas Pertanian, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Perindustrian, tingkat Provinsi Jawa Timur maupun tingkat Kementrian. Pemerintah diharapkan dapat melaukan pembinaan dan pendampingan untuk terus mendorong tumbuhnya kreatifitas dan inovasi masyarakat dalam pengembangan sorum, serta berperan sebagai regulator dan fasilitator dalam mewujudkan branding desa. Selain itu, dalam mewujudkan sebuah branding Desa Keyongan melalui potensi sorgum, maka pemerintah memiliki kewenangan atas pembuatan kebijakan pemasaran, kebijakan harga, kebijakan dalam pengembangan teknologi pengolahan sorgum dan mampu merevitalisasi kebijakan dengan memprioritaskan penggunaan produk-produk dari tanaman sorgum. 2. Bisnis atau Industri (Business), melalui branding desa agroeduwisata peran bisnis atau industri sebagai pelaku usaha, creator produk dari tanaman sorgum, sehingga dapat menghasilkan pasar baru yang dapat menyerap produk yang dihasilkan oleh Desa Keyongan. Segi bisnis atau industri tersebut dapat membangun masyarakat berwirausaha dengan menggali potensi tempat tinggal mereka. Pelaku usaha dalam suatu bisnis diharapkan mampu mengubah budaya hidup mereka yang berorientasi pada keuntungan menjadi berorientasi pelanggan agar terbentuk kerjasama yang menguntungkan dalam jangka panjang (Halim, 2011). Oleh karena itu, sistem bisnis tersebut jika diterapkan di Desa Keyongan dalam upaya branding desa agroeduwisata dapat berjalan dengan baik. Adanya koperasi dan toko-toko yang berada di Desa Keyongan sebagai salah satu wujud untuk membantu upaya pengenalan produk sorgum kepada masyarakat luas. 3. Akademik atau Perguruan Tinggi (Academica), perlu diketahui bahwa peran ini menerapkan tri dharma penguruan tinggi yaitu pengembangan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Peran akademik dalam upaya branding Desa Keyongan memberikan sumbangan hasil penelitian tentang tanaman atau produk sorgum dengan adanya fasilitas Laboratorium dari pemerintah di Desa Keyongan, diaharpakn hasil penelitian dapat diaplikasikan oleh pelaku usaha dan melakukan pendampingan atau istilah lain program pemberdayaan kepada masyarakat Desa Keyongan untuk mendorong tumbuhnya inovasi dan kreatifitas masyarakatnya dan kapabilitas inovasi, sehingga akademisi dijadikan sebagai agen yang menyebarkan ilmu pengetahuan, seni dan teknologi yang mengembangkan potensi tanaman sorgum di Desa Keyongan. Menurut Pujiasmanto (2013), peranan para civitas akademik di bidang pertanian ada 3 yaitu: (1) Berperan serta dalam mengembangkan aspek kesiapan manusia dalam pendidikan formal. (2) Mengembangkan IPTEK dan konsep alternatif kebijakan pembangunan melalui aktivitas penelitian. (3) Menhembangkan pemberdayaan masyarakat melalui diseminasi inovasi, pendidikan non formal dan bentuk pengabdian kepada masyarakat. 4. Masyarakat (Civil Society) sebagai pihak pemakai barang yang dihasilkan dari pelaku usaha. Masyarakat dalam upaya branding desa agroeduwisata ini termasuk pengunjug yang akan berwisata di Sorgum Village Desa Keyongan. Empat sektor dalam model Quadruple Helix harus 93

dapat bekerjasama dengan baik sesuai dengan peran masing-masing. Tujuan dari peran tersebut untuk meningkatkan kreatifitas inovasi dalam mengembangkan potensi tanaman sorgum sebagai branding Desa Keyongan. Adanya inovasi tersebut akan memacu pelaku usaha agroeduwisata di Desa Keyongan untuk terus menciptakan sesuatu yang baru, berbeda dan orisinil, sehingga terciptanya suatu produk yang lebih baik dan mampu bersaing di pasar. Selain itu, melakukan kreatifitas, inovasi terhadap suatu produk harus memenuhi harapan masyarakat sebagai pemakai produk. Oleh karena itu, kreatifitas memiliki pengaruh terhadap kapabilitas inovasi dan keunggulan daya saing produk, sehingga terciptanya branding Desa Keyongan dikenal sebagai Sorgum Village berbasis agroeduwisata KESIMPULAN DAN SARAN Kerjasama yang baik antar 4 sektor dalam model Quadruple Helix sebagai strategi branding Desa Keyongan dapat memberikan pengaruh terhadap kreatifitas inovasi dalam mengembangkan potensi sorgum yang ada di Desa Keyongan, sehingga memiliki kapabilitas inovasi, mampu berdaya saing serta memiliki keunggulan produk tanaman sorgum di Desa Keyongan. Mengingat potensi di bidang pertanian yang melimpah, maka branding desa di Desa Keyongan ini mengusung konsep agroeduwisata. Tujuan dari adanya inovasi branding desa berbasis agroeduwisata ini memberi manfaat yang banyak, tidak hanya bagi masyarakat pedesaan, melainkan juga masyarakat perkotaan dengan tujuan untuk memahami dan memberikan apresiasi pada bidang pertanian, khususnya tanaman sorgum yang sangat berpotensi di desa tersebut serta dapat menjadi sarana edukasi. Adanya konsep agroeduwisata secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif bagi petani sorgum dan masyarakat akan arti pentingnya pelestarian sumberdaya lahan pertanian tanam sorgum. Selain itu, adanya pengembangan kawasan pertanian sorgum menjadi area agroeduwisata dengan mengenalkan berbagai produk olahan sorgum akan meningkatkan kunjungan wisatawan ke Desa Keyongan, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi petani danmasyarakat desa setempat serta mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat di Desa Keyongan, Babat, Lamongan, Jawa Timur Konsep model Quadruple Helix sebagai strategi branding desa berbasis agroeduwisata dapat dijadikan pertimbangan pemerintah daerah Kabupaten Lamongan atau Pemerintah Kota untuk dapat diimplementasikan dalam mengenalkan sebuah citra di Desa Keyongan sebagai Sorgum Village dengan menggali potensi desa tersebut. Hal ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik petani, masyarakat desa setempat atau pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga tercapai masyarakat petani yang sejahtera. DAFTAR PUSTAKA Halim, A. 2011. The Measurement of Entrepreneurial Personality and Business Performance in Terengganu Creative Industry. International Journial of Business dan Management 6(2): 183 188. Hermawan, Rudy. 2013. Usaha Budidaya Sorgum Si Jago Lahan Kekeringan. (Jilid 1). Yogyakarta : Pustaka Baru Press. Leder, I. 2004. Sorghum and Millets, in Cultivated Palnts, Primarily as Food Sources Encyclopedia of Life Supports Systems. Eolss Publisher. Oxford, UK. Leo, Omdsmy N. 2013. Sorgum, dari Daun Sampai Akar Bisa Jadi Duit. http://www.kupang.tribunnews.com/2013/01/15/s orgum-dari-daun-sampai-akarnya-bisa-jadi-duit. [9 Agustus 2016]. Lufiria, Priskila Y. 2012. Kadar Protein, Zat Besi dan Mutu Organoleptik Kue Kering Berbahan Dasar Tepung Terigu dan Tepung Beras dengan Substitusi Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) [skripsi]. Semarang (ID). Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Mulyana, dan Sutapa. 2014. Peningkatan Kapabilitas Inovasi, Keunggulan Bersaing dan Kinerja melalui Pendekatan Quadruple Helix: Studi pada Industri Kreatif Sektor Fashion. Jurnal Manajemen Teknologi 13 (3): 304-321. Pujiasmanto, Bambang. 2013. Peran Perguruan Tinggi dalam Mewujudkan Kemandirian Pangan dan Energi Berbasis Pertanian [Artikel]. Surakarta (ID) : Universitas Surakarta. RRI. 2014 http://www.rri.co.id/yogyakarta/post/berita/ 109381/pangan/sorgum_unggul_ala_batan_sol usi_pangan pakan_ternak_dan_energi.html. [8 Agustus 2016] Ruchjaniningsih. 2008. Rejuvenasi dan Karakterisasi Morfologi 225 Aksesi Sorgum. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan Sihono, Human, S., Indriatama, W.M., Puspitasari W., Parno dan Carkum. 2013. Galur Mutan Sorgum PATIR-1 Berdaya Hasil Biji, Biomasa dan Gula Batang Tinggi serta Galur PATIR-4 Hasil Biji Tinggi Kualitas Baik. Perbaikan Proposal Pelepasan Varietas: Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN. 94

Sirappa, M.P. 2003. Prospek pengembangan sorghum di Indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan dan industri 22(4): 133 140. Subagio, Herman dan Muh. Aqil. 2013. Pengembangan Produksi Sorgum di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Balai Penelitian Tanaman dan Serealia, 16 Juni 2014. hlm 199-214. 95