BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terdapat beberapa perdebatan di dalam ilmu akuntansi yang telah berlangsung sejak lama. Perdebatan pertama adalah terkait penyajian perubahan kekayaan pemilik, yang memiliki dua pandangan: clean surplus dan dirty surplus. Perdebatan kedua yaitu terkait cara menilai tambahan kekayaan pemilik, melalui pendekatan current operating income atau all-inclusive income. Untuk pandangan all-inclusive income, seharusnya semua perubahan nilai wajar aset dan liabilitas dilaporkan dalam laporan laba rugi sebelum akhirnya menambah ekuitas pemilik di laporan posisi keuangan. Laporan keuangan seharusnya mampu menggambarkan kemampuan perusahaan yang sesungguhnya dalam menghasilkan laba agar investor mampu memprediksi aliran kas di masa depan dengan lebih akurat. Dengan demikian, membantu investor dalam mengestimasi nilai perusahaan. Model penilaian ekuitas menggunakan aliran clean surplus dikemukakan oleh Ohlson (1995). Penilaian ini didasarkan pada nilai buku awal ditambah dengan nilai tunai abnormal earnings masa depan yang diharapkan. Pendukung current operating income menyatakan bahwa laba bersih seharusnya berisi komponen yang sifatnya permanen dan merupakan hasil dari aktivitas utama perusahaan. Komponen yang sifatnya sementara (transitory) memiliki nilai prediktif yang kecil. Dengan begitu, ada kemungkinan terdapat komponen yang sesungguhnya signifikan mempengaruhi perubahan nilai perusahaan, tetapi tidak dimasukkan di laporan laba rugi. Komponen tersebut 1
2 langsung disajikan di laporan posisi keuangan sebagai penambah ekuitas. Inilah yang dinamakan dirty surplus. Setelah perdebatan panjang tersebut, pendekatan all-inclusive income lebih banyak diterima dan berkembang. Hal tersebut dibuktikan dengan keputusan dewan standar untuk menerbitkan aturan mengarah pada pendekatan tersebut. Dengan dikeluarkannya SFAS 130 tahun 1997, FASB mewajibkan perusahaan di Amerika Serikat untuk mengungkapkan other comprehensive income (penghasilan komprehensif lain), atau yang sering disingkat OCI, dan total penghasilan komprehensif (Financial Accounting Standards Board (FASB), 1997). Pengungkapan tersebut dapat dilakukan dengan dua format, yaitu diungkapkan dalam laporan laba rugi atau dilaporkan terpisah di laporan ekuitas pemilik. Sebelum standar tersebut berlaku, komponen dari OCI diperlakukan sebagai surplus kotor (dirty surplus), sehingga menjadi penambah di laporan posisi keuangan. Pada September 2007, International Accounting Standard Board (IASB) mengeluarkan IAS 1 tentang penyajian laporan keuangan yang kemudian diadopsi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dalam PSAK 1 (revisi 2009). Melalui standar tersebut, perusahaan wajib melaporkan penghasilan komprehensif, yang merupakan gabungan dari laba bersih dan OCI. Menurut standar tersebut, terdapat lima komponen OCI yang wajib dilaporkan, meliputi: (1) selisih revaluasi aset tetap; (2) pengukuran kembali program imbalan pasti; (3) laba rugi dampak dari penjabaran laporan keuangan dari kegiatan usaha di luar negeri; (4) perubahan nilai investasi aset keuangan sebagai tersedia untuk dijual;
3 dan (5) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas. Dengan demikian, perbedaan utama standar tersebut terletak pada adanya komponen OCI. Laporan laba rugi dibentuk dari laba bersih ditambah dengan OCI. Pelaporan laba telah dipandang oleh pemakai laporan sebagai laporan yang dominan dan merupakan isu fundamental dalam riset akuntansi (Subramanyam, 2010). Informasi akuntansi yang tercermin dalam comprehensive income dan OCI diharapkan memberikan tambahan relevansi nilai atas informasi akuntansi. Untuk bisa memberikan relevansi nilai, informasi akuntansi harus mampu membuat perbedaan dalam keputusan. Dengan adanya konvergensi ke IFRS, DSAK sejak 2012 mengadopsi secara penuh International Accounting Standard dari IASB. Hal tersebut memiliki kelemahan bahwa DSAK berkecenderungan mengadopsi standar tanpa diteliti dahulu manfaat dan biaya yang ditimbulkan dari standar tersebut. Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi informasi akuntansi. Jika informasi tidak relevan dan tidak digunakan oleh pengguna dalam pengambilan keputusan maka standar perlu ditinjau kembali. Hal tersebut juga berlaku pada konteks ini, yaitu adopsi IAS 1 melalui PSAK 1 revisi 2009. Kanagaretnam, Mathieu, dan Shehata (2009) mengatakan bahwa alasan utama perubahan standar tersebut adalah untuk meningkatkan relevansi nilai dan transparansi laporan keuangan. Sebelumnya, banyak studi telah melakukan pengujian terhadap kandungan informasi maupun relevansi nilai dari total penghasilan komprehensif. Studi-studi yang lalu menunjukkan hasil yang belum
4 konsisten. Dari beberapa penelitian tersebut di antaranya adalah Dhaliwal, Subramanyam, dan Trezevant (1999) yang menemukan bahwa total penghasilan komprehensif tidak lebih baik dalam memprediksi aliran kas serta laba di masa depan dibanding dengan laba bersih. Hasil yang serupa juga ditemukan oleh Biddle dan Choi (2006), bahwa laba bersih merupakan ukuran kinerja yang lebih baik karena jika laba bersih dan penghasilan komprehensif dijadikan satu bisa menyesatkan pengguna. Namun, Chambers et al. (2007) melihat hasil yang sebaliknya dengan menggunakan data periode setelah berlakunya SFAS 130. Menurut penelitian ini, terdapat hubungan yang lebih kuat antara tingkat pengembalian saham dengan penghasilan komprehensif dibanding laba bersih. Sebelumnya, Black (1993) dan Kanagaretnam, Mathieu, dan Shehata (2009) menemukan penghasilan komprehensif memiliki kandungan informasi. Meskipun Dhaliwal, Subramanyam, dan Trezevant (1999) menemukan bahwa SEC AFS berasosiasi dengan laba dan return saham, studi tersebut tidak fokus melihat per komponen OCI. Hasil studi sebelumnya terkait komponen OCI menghasilkan kesimpulan yang juga beragam. Kanagaretnam, Mathieu, dan Shehata (2009) melihat dua dari komponen OCI, yaitu: keuntungan atau kerugian atas perubahan nilai wajar pada aset keuangan tersedia untuk dijual (SEC AFS) dan cadangan lindung nilai berhubungan dengan kinerja perusahaan yang ditunjukan melalui harga saham dan return saham. Menurut Lin, Ramond, dan Casta (2007), keuntungan/kerugian revaluasi aset tetap dan keuntungan/kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari kegiatan usaha di luar negeri
5 (FCTA) memiliki relevansi signifikan terhadap harga saham. Hal tersebut juga didukung oleh Ferraro dan Veltri (2012) dan Pinto (2005). Hasil sebaliknya ditemukan oleh Cahan et al. (2000), Louis (2003), dan Kanagaretnam, Mathieu, dan Shehata (2009) bahwa komponen OCI tidak memiliki relevansi nilai. Menggunakan data as-if reported dari Jepang, Kubota, Suda, dan Takehara (2011) tidak menemukan adanya kandungan informasi di dalam keuntungan/kerugian FCTA. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hasil yang beragam atas penelitian nilai relevan komponen OCI. Seperti yang dinyatakan oleh Bratten, Causholli, dan Khan (2016) terdapat implikasi yang berbeda-beda antar komponen OCI, karena masing-masing memiliki kemampuan prediksi yang berbeda-beda. Untuk itu, perlu diuji kembali relevansi nilai dari komponen-komponen OCI. 1.2 Rumusan Masalah IAS 1 sudah diadopsi di Indonesia melalui berlakunya PSAK 1 (Revisi 2009) terkait laporan laba rugi komprehensif dan penghasilan komprehensif lain. Permasalahan yang muncul, adopsi standar tersebut dicurigai tidak berdasar studi empiris yang cukup, padahal studi dimaksudkan mengetahui kebermanfaatan dan biaya dari berlakunya standar tersebut. Jika penyertaan komponen OCI di laporan laba rugi meningkatkan transparansi dan nilai prediktif angka laba maka informasi tersebut berguna bagi pengguna dalam menilai perusahaan (Brimble dan Hodgson, 2005). Di negara lain, berbagai studi sudah dilakukan untuk menguji kandungan informasi dan relevansi total penghasilan komprehensif. Beberapa di antaranya
6 menunjukkan hasil yang bertentangan. Untuk itu, perlu dilakukan kembali studi empiris yang cukup jika manfaat yang diperoleh tidak lebih besar dari biayanya, maka adopsi standar tersebut tidak perlu dilakukan DSAK. Begitu pula dengan pengujian terhadap komponen OCI, hasil studi sebelumnya menunjukkan kesimpulan yang tidak konsisten. Sehingga, hasilnya masih perlu diuji kembali, terutama di Indonesia. Dari permasalahan di atas, disusunlah pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Apakah terdapat relevansi nilai keuntungan/kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari kegiatan usaha di luar negeri terhadap harga saham? 2. Apakah terdapat relevansi nilai keuntungan atau kerugian atas perubahan nilai wajar pada aset keuangan tersedia untuk dijual terhadap harga saham? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menguji relevansi nilai komponen OCI: keuntungan/kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari kegiatan usaha di luar negeri (FCTA) dan keuntungan atau kerugian atas perubahan nilai wajar pada aset keuangan tersedia untuk dijual (SEC AFS) terhadap harga saham. 2. Menginvestigasi perbedaan relevansi nilai nilai dari FCTA dan SEC-AFS terhadap harga saham.
7 1.4 Motivasi Penelitian Investigasi terhadap relevansi nilai komponen OCI penting dilakukan karena beberapa alasan berikut ini: Pertama, fokus dalam analisis relevansi nilai adalah dua dari lima komponen OCI yang diwajibkan oleh standar, yaitu (1) keuntungan/kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari kegiatan usaha di luar negeri dan (2) keuntungan atau kerugian atas perubahan nilai wajar pada aset keuangan tersedia untuk dijual. Alasannya, dua komponen tersebut merupakan komponen yang substansial dan paling sering dilaporkan (Louis, 2003; Bratten, Causholli, dan Khan, 2016; Chambers et al, 2007). Kedua, perlu investigasi menggunakan data OCI pada periode setelah standar berlaku (as reported). Dalam Chambers et al. (2007), studi-studi terdahulu banyak yang menggunakan pendekatan as-if-reported akibatnya memperbesar kemungkinan kesalahan penarikan kesimpulan. Ketiga, dua penelitian sebelumnya yaitu Bratten, Causholli, dan Khan (2016) dan Dhaliwal, Subramanyam, dan Trezevant (1999) hanya dilakukan pada perusahaan di sektor perbankan, sehingga perlu diuji validitasnya di perusahaan non perbankan yang tidak langsung terkena dampak nilai wajar. Volatilitas OCI di industri manufaktur lebih rendah daripada industri keuangan sehingga analis jarang memperhatikan bagian OCI terlebih jika disajikan dalam format laporan ekuitas pemilik (McDaniel, 2000). Oleh karena itu, perlu diuji kembali hasilnya pada industri di luar keuangan.
8 1.5 Kontribusi Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijabarkan di atas, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi regulator, penelitian ini diharapkan memberikan informasi tambahan dalam menyusun standar baru atau memperbaiki standar yang sudah ada. Jika komponen OCI tidak memiliki relevansi nilai, maka adopsi IAS 1 sesungguhnya tidak perlu. 2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi empiris tambahan dan memberikan tambahan referensi literatur terkait relevansi nilai komponen OCI. 3. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dalam analisis laporan keuangan untuk kepentingan pengambilan keputusan investasi. Investor dapat menggunakan informasi OCI dan komponennya untuk memprediksi aliran kas di masa depan. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan penelitian ini sebagai berikut. BAB I: PENDAHULUAN; berisi latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA; terdiri dari landasan teori yang digunakan peneliti, penelitian terdahulu, dan pengembangan hipotesis.
9 BAB III: METODE PENELITIAN; bab ini menjelaskan tentang populasi dan sampel, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN; berisi deskripsi data, pengujian hipotesis, dan pembahasan. BAB V: PENUTUP; berisi kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran bagi penelitian selanjutnya.