51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lebak 4.1.1 Letak Geografis Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Banten. Kabupaten Lebak beribukota di Rangkasbitung yang secara geografis terletak pada koordinat 105 0 25-106 0 30 Bujur Timur dan antara 6 0 18-7 0 00 Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Lebak sebesar 304.472 ha atau 3.044,72 km 2 yang terdiri dari 28 kecamatan, 315 desa dan lima kelurahan a. Sebelah Utara : Kabupaten Serang b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia c. Sebelah Barat : Kabupaten Pandeglang d. Sebelah Timur : Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi. Gambar 4.1 Peta Kabupaten Lebak
52 Kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak seluruhnya merupakan pelaksana PNPM Mandiri Perdesaan, dan untuk PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan di tingkat kelurahan yang hanya terdapat di Ibukota Kabupaten Lebak yaitu Kecamatan Rangkasbitung. Jumlah penduduk di Kabupaten Lebak berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 sebesar 1,2 juta jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 395 jiwa per km 2 (BPS,2010). Kabupaten Lebak memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada sektor pertambangan, Kabupaten Lebak memiliki tambang emas produktif yang terletak di wilayah Cikotok Kecamatan Bayah. Selain itu, dalam sektor pariwisata terutama dipesisir Samudera Hindia sepanjang Kecamatan Malingping hingga Kecamatan Bayah sejauh 40 km memiliki objek wisata pantai karang yang dapat menarik wisatawan. Hal tersebut tentunya dapat menambah pemasukan kas daerah Kabupaten Lebak. 4.1.2 Pembagian Wilayah Menurut Wilayah Pembangunan Kabupaten Lebak memiliki 4 (empat) wilayah pembangunan dimana tiap wilayah pembangunan dibentuk kecamatan-kecamatan yang secara relatif sama untuk kepentingan pembangunan Kabupaten Lebak secara potensial, yaitu : 1. Wilayah pembangunan Lebak Utara, ditujukan untuk wilayah perdagangan dan industri baik industri hulu maupun industri hilir sebagai industri pengolahan hasil pertanian. Wilayah ini diantaranya Kecamatan Rangkasbitung, Warunggunung, Maja, dan Kecamatan Cimarga. 2. Wilayah pembangunan Lebak Selatan, meliputi wilayah Kecamatan Malingping, Wanaslam, Panggarangan, Bayah dan Kecamatan Cihara
53 yang merupakan daerah berpantai sehingga diperuntukkan sebagai wilayah pembangunan yang berpotensi di bidang pertambangan dan pariwisata. 3. Wilayah pembangunan Lebak Timur, meliputi Kecamatan Cipanas, Sajira, Sobang, Muncang, dan Kecamatan Lebakgedong yang merupakan daerah perbukitan sehingga baik untuk perkebunan kecil dan perkebunan besar dengan jenis komoditas yaitu Kelapa Sawit dan Pohon Karet. 4. Wilayah pembangunan Lebak Barat, meliputi Kecamatan Gunungkencana, Banjarsari, dan Kecamatan Cileles yang masih memiliki hutan lindung sehingga baik untuk perkebunan besar dan perkebunan kecil. Jenis komoditas yang dibudidaya yaitu Albazia. Kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Cibeber yang termasuk wilayah pembangunan Lebak Selatan mencapai 40.455 ha. Sedangkan Kecamatan Kalanganyar yang termasuk wilayah pembangunan Lebak Utara merupakan wilayah terkecil dengan luas 2.591 ha. 4.1.3 Perekonomian Kabupaten Lebak Perekonomian di Kabupaten Lebak dalam kurun waktu 2007-2009 mengalami peningkatan yang signifikan dari 6,035 miliar rupiah pada tahun 2007 menjadi 7,279 miliar pada tahun 2009. Hal ini didorong oleh peningkatan produktivitas sektor pertanian sebagai sektor dominan dalam perekonomian Kabupaten Lebak. Kemudian disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Kondisi PDRB Kabupaten Lebak dapat dilihat pada Tabel 4.1.
54 Tabel 4.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Lebak No Lapangan Usaha 2007 (Rp. Miliar) 2008 (Rp. Miliar) 1. 2.207 2.381 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan / Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa 90,12 589 38,27 253 1.396 536 277 645 90,14 644 38,31 282 1.630 645 304 732 2009 (Rp. Miliar) 2.506 100 673 41 294 1.844 721 326 770 TOTAL 6.035 6.749 7.279 Sumber : BPS Lebak, 2010 Jenis komoditas yang paling banyak dihasilkan pada sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan dan kehutanan yaitu Karet dan Albazia dengan jumlah produksi masing-masing sebesar 5,1 juta ton dan 4,8 juta ton. Hal ini sesuai dengan pembagian wilayah pembangunan dimana dua wilayah pembangunan Lebak dari empat wilayah pembangunan yaitu Lebak Timur dan Lebak Barat merupakan wilayah untuk perkebunan besar dan kecil. Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama Kabupaten Lebak. Selain dari potensi alam, perekonomian Kabupaten Lebak juga ditunjang oleh keberadaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi tahun 2006 yang dilaksanakan oleh BPS diketahui jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kabupaten Lebak berjumlah 104.537 unit usaha yang bergerak pada 13 jenis usaha. Unit usaha terbanyak berada pada jenis usaha perdagangan besar dan eceran yaitu sebanyak 47.969 unit usaha.
55 4.2 Gambaran Umum Kecamatan Cimarga Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Lebak bagian utara dengan luas wilayah sebesar 15.406 ha atau 27,65 km 2. Luas tanah Kecamatan Cimarga dilihat berdasarkan penggunaannya, mayoritas merupakan lahan non sawah seluas 8,26 ribu ha sedangkan untuk lahan sawah sebesar 4,72 ribu ha. Kecamatan Cimarga terdiri dari 17 desa dengan 10 desa masih termasuk desa tertinggal dan sisanya 7 desa sudah tergolong sebagai desa berkembang. Jumlah penduduk di Kecamatan Cimarga pada tahun 2010 yaitu 60,9 ribu jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 2.204 jiwa per km 2. Jumlah penduduk menurut jenis mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (jiwa) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Petani Buruh Tani Nelayan Buruh Nelayan PNS dan TNI/POLRI Industri Rumah Tangga Perdagangan Lainnya 14.956 18.282 0 0 403 545 942 3.073 Sumber : Profil Kecamatan Cimarga (2010) Data menunjukkan penduduk Kecamatan Cimarga mayoritas bermata pencaharian sebagai buruh tani sebanyak 18,28 ribu jiwa. Adapun jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia, paling besar berada pada kelompok usia 10-14 tahun sebesar 7.670 jiwa. Berdasarkan kondisi ekonomi penduduk, jumlah kepala keluarga dapat dilihat menurut tingkat kesejahteraan keluarga. Jumlah kepala keluarga di Kecamatan Cimarga sebanyak 16.897 kepala keluarga.
56 Tabel 4.3 Jumlah Kepala Keluarga Menurut Tingkat Kesejahteraan Tingkat Kesejahteraan Keluarga Jumlah Kepala Keluarga (KK) Keluarga pra sejahtera Keluarga sejahtera 1 Keluarga sejahtera 2 Keluarga sejahtera 3 Keluarga sejahtera 3 plus Sumber : Profil Kecamatan Cimarga (2010) 4.2.1 Kondisi Perekonomian Kecamatan Cimarga 5.883 3.360 5.325 2.256 73 Potensi ekonomi yang paling menonjol dan sudah diberdayakan di Kecamatan Cimarga khususnya di seluruh desa yaitu sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini sesuai dengan mata pencaharian penduduk Kecamatan Cimarga yang mayoritas sebagai buruh tani dan petani. Sektor pertambangan yang menjadi potensi ekonomi Kecamatan Cimarga yaitu tambang pasir yang ada di Desa Sarageni, Jayasari, Margatirta dan Desa Intenjaya. Selain itu, potensi ekonomi pada sektor industri kerajinan rumah tangga berada di Desa Girimukti dengan jenis industri yaitu pembuatan dompet yang sudah banyak dikirim ke kota besar seperti Jakarta. Penduduk Desa Girimukti yang bergerak di industri pembuatan dompet, mayoritas merupakan warga Kampung Bangkalok. Berdasarkan data BPS Kecamatan Cimarga tahun 2010, jumlah unit usaha kecil dan industri rumah tangga yang ada di Kecamatan Cimarga yaitu sebanyak 286 unit usaha. Oleh karena itu, adanya program SPP di Kecamatan Cimarga dapat berperan dalam meningkatkan potensi unit usaha yang ada. 4.3 Gambaran Umum Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2008 (Peraturan Departemen Dalam Negeri Nomor : 414.2/ 316/ PMD), upaya pemberian dukungan terhadap PNPM Mandiri Perdesaan yang
57 mempunyai tujuan percepatan penanggulangan kemiskinan maka kegiatan pengelolaan dana bergulir menjadi salah satu kegiatan yang memberikan kemudahan bagi Rumah Tangga Miskin (RTM) untuk mendapatkan permodalan dalam bentuk kegiatan SPP. Dana bergulir merupakan seluruh dana program dan bersifat pinjaman yang dikelola Unit Pengelola Kegiatan (UPK) bagi masyarakat untuk mendanai kegiatan ekonomi masyarakat yang disalurkan melalui kelompokkelompok masyarakat. Dana bergulir ini tidak diperkenankan untuk mendanai kegiatan sektor riil yang dijalankan oleh pihak UPK. Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu bentuk kegiatan dana bergulir yang mempunyai kegiatan pengelolaan simpanan dan pinjaman yang termasuk dalam jenis Kelompok Simpan Pinjam (KSP) dengan ketentuan anggota khusus perempuan dan prioritas kelompok yang memiliki anggota RTM. Program SPP merupakan bentuk pinjaman tanpa agunan dengan sistem tanggung renteng. Kegiatan pengelolaan dana bergulir ini bertujuan : 1. Memberikan kemudahan akses permodalan usaha baik kepada masyarakat sebagai pemanfaat maupun kelompok usaha. 2. Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada RTM dalam pemenuhan kebutuhan permodalan usaha yang tidak mempunyai akses langsung pada lembaga keuangan formal. Mekanisme perguliran dana yang dimaksud yaitu dana pembayaran angsuran pinjaman yang diterima pihak UPK dari tiap anggota akan dipinjamkan kembali atau digulirkan pada kelompok lain yang mengajukan pinjaman. Oleh karena itu, apabila ada kelompok yang menunggak, maka akan terhambat pula penyaluran pinjaman pada kelompok lain yang membutuhkan. Ketentuan
58 mengenai pendanaan dalam kegiatan dana bergulir SPP mengacu pada aturan perguliran dan Standar Operasional Prosedur (SOP) UPK yang telah disepakati yang memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Dana perguliran SPP hanya digunakan untuk pendanaan kegiatan SPP dengan alokasi dana sebesar 25 persen dari total dana PNPM Mandiri Perdesaan. 2. Tidak diperkenankan memberikan pinjaman secara individu. 3. Adanya perjanjian pinjaman antara pihak UPK dengan kelompok pemanfaat dalam bentuk surat perjanjian utang. 4. Jangka waktu pinjaman SPP yaitu selama 1 tahun atau 12 bulan dengan sistem atau jadwal pembayaran angsuran tiap bulan dan tanggal jatuh tempo tiap kelompok disesuaikan dengan tanggal saat pencairan dana. 5. Besarnya beban jasa pinjaman atau suku bunga pinjaman SPP yaitu 18 persen. 6. Kelompok dapat diberikan Insentif Pengembalian Tepat Waktu (IPTW) sebagai stimulan sehingga terdorong untuk membayar tepat waktu sebelum tanggal jatuh tempo. 4.3.1 Mekanisme Pelaksanaan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Pelaksanaan SPP agar dapat dipahami secara benar oleh masyarakat khususnya kelompok pemanfaat SPP, maka dibentuk kader di setiap desa yang melaksanakan program SPP yang terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang perempuan yang bertujuan untuk mendampingi kelompok dan membantu ketua kelompok. Musyawarah kegiatan perguliran dana SPP dilakukan setahun sekali pada saat akan pencairan dana dan sekaligus diadakan sosialisasi untuk
59 memberitahu pada warga sekitar bahwa ada program pemberian pinjaman dari pemerintah berupa SPP. Mekanisme untuk dapat memperoleh pinjaman dari program SPP yaitu dengan cara membentuk kelompok terlebih dahulu dengan jumlah anggota tidak boleh lebih dari 20 orang. Pembentukan kelompok dilakukan sendiri bukan oleh pihak UPK dengan penentuan ketua kelompok dipilih langsung oleh anggota melalui musyawarah. Mekanisme pengajuan pinjaman SPP dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan pengajuan pinjaman dengan melalui beberapa tahap yaitu : 1. Pembuatan proposal pengajuan oleh ketua kelompok sebagai salah satu persyaratan yang berisi identitas tiap anggota, jenis usaha yang dijalankan dan besarnya pengajuan pinjaman dengan ketentuan besarnya pinjaman tiap anggota tidak boleh lebih dari 5 juta rupiah. 2. Menyerahkan proposal pada pihak UPK SPP dengan disertai persyaratan lain yaitu fotocopy KTP dan Kartu Keluarga (KK). 3. Mengisi formulir atau disebut sebagai surat pengakuan utang untuk tiap anggota dan surat pernyataan kesanggupan tanggung renteng sebagai persyaratan pengajuan. Setelah melaksanakan tahapan pengajuan pinjaman tersebut, maka akan dilakukan survei lapangan oleh tim verifikasi dari UPK SPP untuk pengajuan pinjaman yang pertama mengenai kelayakan memperoleh bantuan pinjaman dana bergulir dan kesesuaian antara jenis usaha yang dijalankan dengan besarnya pengajuan pinjaman. Kemudian setelah dinyatakan layak maka selanjutnya menunggu pengesahan dari Kepala Kecamatan dan setelah disahkan maka akan dilaksanakan pencairan dana SPP. Pencairan dana SPP dilakukan di Kantor
60 Kepala Desa dan harus dihadiri oleh seluruh anggota kelompok karena dana pinjaman langsung diberikan pada masing-masing anggota tidak melalui ketua kelompok terlebih dahulu. Pelaksanaan pinjaman program SPP di Kecamatan Cimarga pada tahun 2011 ada pergantian kepengurusan, sehingga ada kebijakan baru mengenai persyaratan pengajuan pinjaman yakni harus menyertakan fotocopy KTP suami untuk mengantisipasi atau menghindari kasus penyalahgunaan dana SPP yang tidak diketahui pihak suami. Selain itu kebijakan adanya potongan 2% (dua persen) dari total pinjaman kelompok untuk biaya pengelolaan dana. 4.3.2 Ketentuan dan Pelaksanaan Pencairan Dana Besarnya dana pinjaman yang diterima oleh tiap anggota pada saat pencairan terkadang tidak sesuai dengan nilai pengajuannya (credit rationing). Hal ini dikarenakan untuk anggota yang baru pertama kali mengujakan pinjaman SPP disesuaikan dengan jenis usaha yang dijalankan dan kesanggupan pembayaran yang dilihat dari hasil survei lapangan oleh tim verifikasi. Adapun untuk anggota yang sudah mengajukan kembali, besarnya pinjaman yang diperoleh didasarkan pada kondisi pinjaman sebelumnya. Apabila pada periode sebelumnya tidak terdapat tunggakan, maka anggota dapat mengajukan pinjaman dengan jumlah pinjaman yang lebih besar dari pinjaman sebelumnya. Akan tetapi, apabila pada periode sebelumnya terdapat tunggakan maka besarnya dana pinjaman yang diterima akan lebih kecil dari pinjaman sebelumnya. Setiap anggota diwajibkan untuk menabung terlebih dahulu sebelum pencairan dana dilakukan. Hal ini terdapat dalam ketentuan pelaksanaan SPP karena sesuai dengan nama programnya yaitu Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
61 sehingga harus ada kegiatan menabung atau menyimpan. Besarnya tabungan atau simpanan yaitu sebesar 10 persen dari total pinjaman. Apabila anggota ingin uang pinjaman yang diterimanya utuh maka anggota harus membayar simpanan terlebih dahulu sebelum dana pinjaman diterima pada saat pencairan. Akan tetapi, simpanan yang diwajibkan tersebut dapat juga dibayarkan dari jumlah pinjaman yang akan diterima anggota tetapi dengan konsekuensi jumlah pinjaman yang diterima tidak utuh karena dikurangi simpanan sebesar 10 persen. Hal ini bertujuan untuk tidak memberatkan anggota karena harus menyediakan sejumlah uang terlebih dahulu untuk membayar simpanan dan memberikan kebebasan pada anggota. Simpanan sebesar 10 persen ini dalam prosedur SPP disebut sebagai tabungan tanggung renteng. 4.3.3 Pelaksanaan Sistem Tanggung Renteng SPP Sistem tanggung renteng dalam pelaksanaan SPP merupakan penanggungan secara bersama dalam upaya menghindari pinjaman macet yakni berupa simpanan yang disebut sebagai tabungan tanggung renteng yang berasal dari tiap anggota. Tabungan tanggung renteng ini berfungsi untuk membantu anggota yang mengalami kesulitan pada saat pembayaran angsuran saat jatuh tempo sehingga ditanggulangi terlebih dahulu dari tabungan tanggung renteng tersebut. Adanya tabungan ini bertujuan untuk mengantisipasi atau menghindari pembayaran macet dari satu anggota yang akan berdampak buruk pada semua anggota (satu kelompok). Ini dikarenakan apabila tidak ditanggulangi terlebih dahulu maka satu kelompok yang akan menanggung akibatnya. Hal ini juga disebut sebagai tanggung renteng, karena ulah dari satu anggota akibatnya akan ditanggung bersama. Akibat yang ditanggung yakni untuk pengajuan pinjaman
62 kembali harus menunggu anggota yang macet untuk melunasi pembayarannya terlebih dahulu, sehingga akan menghambat anggota yang lain dalam pengajuan pinjaman tahap berikutnya. 4.3.4 Sanksi Tunggakan Pembayaran Pinjaman Bentuk sanksi yang diberikan pada anggota yang menunggak pembayaran pinjaman berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) UPK SPP yaitu apabila pada tahap berikutnya mengajukan pinjaman kembali maka besarnya pinjaman akan lebih kecil dari pinjaman semula. Akan tetapi, apabila anggota tersebut sering menunggak pembayaran maka tidak akan diberikan pinjaman kembali oleh pihak UPK pada periode berikutnya. Hal ini karena menyebabkan dana menjadi terhambat untuk digulirkan kembali. Pihak UPK SPP menawarkan dua pilihan pada anggota kelompok yang menunggak pembayaran pinjaman, yaitu: 1. Rescheduling, yaitu dengan tetap diberi pinjaman pada tahap berikutnya, tetapi besarnya jumlah pinjaman lebih rendah dari besarnya jumlah pinjaman awal. 2. Jangka waktu pembayaran pinjaman diperpanjang tetapi dengan resiko untuk pengajuan tahap berikutnya harus menunggu anggota yang macet tersebut untuk melunasinya terlebih dahulu. 4.3.5 Pelaksanaan SPP dalam Tiap Kelompok Pada Pelaksanaan SPP tidak ada pertemuan rutin mingguan ataupun bulanan yang dilaksanakan oleh tiap kelompok. Pertemuan intern tiap kelompok hanya dilakukan pada saat sebelum pembayaran angsuran terakhir atau angsuran kedua belas. Pertemuan tersebut membahas mengenai keputusan tiap anggota
63 kelompok untuk mengajukan pinjaman kembali pada periode berikutnya atau tidak dan keluar dari kelompoknya. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses pengajuan pinjaman pada periode berikutnya dengan mengetahui siapa saja anggota yang akan mengajukan kembali. Kegiatan pelaksanaan simpanan pada program SPP ini tidak hanya dalam bentuk tabungan tanggung renteng yang diwajibkan dalam prosedur pelaksanaan. Tetapi juga, ada yang dinamakan tabungan kelompok dimana tiap anggota menabung pada saat pembayaran angsuran setiap bulannya kepada ketua kelompok ataupun bendahara kelompok jika ada. Besarnya jumlah tabungan tiap bulannya tidak ditentukan. Tabungan kelompok berfungsi untuk membantu anggota yang mendesak membutuhkan pinjaman sehingga dana yang terkumpul digulirkan kembali. Tabungan kelompok yang terkumpul dari tiap anggota terkadang dipinjamkan pada non anggota kelompok yang membutuhkan sehingga pada akhirnya dapat menambah anggota baru. Dengan demikian, adanya tabungan kelompok dapat mendorong terjadinya kemandirian dalam penyediaan dana. Pengadaan tabungan kelompok ini tidak diwajibkan dalam prosedur pelaksanaan SPP. Akan tetapi diserahkan pada masing-masing kelompok untuk mengadakan tabungan tersebut atau tidak tergantung pada kesepakatan setiap anggota. Berkaitan dengan hal tersebut, maka tugas ketua kelompok yaitu : 1. Membuat proposal pengajuan pinjaman dengan dibantu oleh kader desa. 2. Menampung dan mengkoordinir tabungan kelompok setiap bulan untuk dipinjamkan atau digulirkan kembali pada anggota.
64 3. Mengkoordinir angsuran pembayaran dari tiap anggota setiap bulannya sebelum diserahkan pada bendahara UPK SPP termasuk menagih pembayaran angsuran ke tiap anggota. 4. Membuat laporan bulanan mengenai pembayaran angsuran pinjaman tiap anggota. Mekanisme pengembalian pinjaman bergulir SPP dilakukan dengan cara tiap anggota kelompok membayar angsuran pinjaman setiap bulannya pada ketua kelompok. Batas pembayaran angsuran tiap bulannya disesuaikan dengan tanggal jatuh tempo tiap kelompok. Setelah dana angsuran dari tiap anggota terkumpul maka ketua kelompok langsung menyerahkan pada pihak bendahara UPK SPP untuk digulirkan kembali pada kelompok lain yang membutuhkan.