LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMENUHAN DAN PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN. (Studi di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Riau) Sali Susiana

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI

LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty *

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang menjanjikan, menjadikan banyak pekerja terlibat, termasuk

BAB V PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: perempuan pada malam hari. Selain itu juga diatur dalam Undang-Undang

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional sekarang, yang menitikberatkan

BAB V PENUTUP. kurang mengawal. Terbukti masih adanya beberapa perusahaan yang memberi

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung. perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 25 juta di antaranya tergolong usia reproduksi (15-45 tahun). 1

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HAK IBU BEKERJA UNTUK MENYUSUI

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pengusaha yang kedudukannya lebih kuat sehingga para

KEPMEN NO. 224 TH 2003

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN. Direktorat Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 64 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. trampil cenderung pindah ke kota untuk mencari pengalaman. Oleh karena itu,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK PEKERJA PEREMPUAN DI BIDANG KETENAGAKERJAAN 1. Suci Flambonita 2 ABSTRAK

PENDAHULUAN Latar Belakang

2. Para Bupati/Walikota di- Seluruh Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, DAN MENTERI KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. diatur dengan baik agar dapat terpenuhinya hak-hak pekerja terutama hak perlindungan

PERATURAN BERSAMA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, DAN MENTERI KESEHATAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pria di depan hukum dalam hal memperoleh kehidupan yang. yang dinginkanya dengan catatan wanita tersebut melakukan pekerjaan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 012/PUU-I/2003

Discrimination and Equality of Employment

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DALAM PERJANJIAN KERJA

K156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

PENDAHULUAN. mungkin tercapai tanpa memberikan jaminan hidup, sebaliknya jaminan hidup

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan pesat tersebut adalah sektor industri.

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

BAB I PENDAHULUAN. makmur dan merata baik materiil maupun spiritual. 1 Dalam proses pembangunan,

Standar Ketenagakerjaan Internasional tentang Kesetaraan dan Non Diskriminasi

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

TINJAUAN ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MENYUSUI ANAK SELAMA WAKTU KERJA DI TEMPAT KERJA BAGI PEKERJA PEREMPUAN. Marlia Eka Putri A.T.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

KEPMEN NO. 231 TH 2003

2. Konsep dan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Sabang sampai Merauke, di mana di dalamnya terdapat populasi

TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

Pokok-pokok Rancangan Peraturan Daerah di Bidang Pelatihan Kerja

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Perspektif jender hak pekerja wanita untuk menyusui anaknya saat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG BEKERJA MELEBIHI WAKTU JAM KERJA

Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

COMPANY POLICY OF EMPLOYMENTS 2016

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

PEREMPUAN DAN PEMBANGUNAN OLEH: KHOFIFAH INDAR PARAWANSA DISAMPAIKAN DI KONFERENSI DAN SIDANG UMUM INFID JAKARTA, 14 OKTOBER 2014

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

Tujuan UUK adalah kesejahteraan tenaga kerja: Memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja.

BAB II RUANG LINGKUP INSTANSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB III KONSISTENSI PENGATURAN HAK KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DALAM KETENAGAKERJAAN

FORMULIR LAPORAN PENYELENGGARAAN FASILITAS KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH PADA PERUSAHAAN DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak: Kasus Hak Buruh

K106 ISTIRAHAT MINGGUAN DALAM PERDAGANGAN DAN KANTOR- KANTOR

BAB V PENUTUP. Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka. dalam penulisan tesis ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

ANALISIS KETENTUAN HUKUM TERHADAP PEKERJA PEREMPUAN PADA MALAM HARI DI ALFAMART KECAMATAN RAPPOCINI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI HARD ROCK CAFE KABUPATEN BADUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengawasan Ketenagakerjaan Oleh Pegawai Pengawas. Menurut Hari Supriyanto (2004:73) :

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PENGUATAN ORGANISASI BURUH UNTUK MEMPROMOSIKAN PENINGKATAN DAN KONDISI KERJA DI TEMPAT KERJA

JURNAL ILMIAH. Oleh : NI WAYAN MEGA JAYANTARI D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2013

PEKERJA ANAK. Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMENUHAN DAN PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN (Studi di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Riau) Sali Susiana PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPR RI JAKARTA 2016 1

EXECUTIVE SUMMARY Persamaan hak pekerja laki-laki dan pekerja perempuan dijamin oleh konstitusi. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 28D ayat (2) menegaskan, setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Selanjutnya Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan adanya kesamaan hak tanpa diskriminasi antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan di pasar kerja. Hal serupa juga diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, yang menegaskan bahwa Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya. Selain diatur dalam UU Ketenagakerjaan, persamaan hak pekerja laki-laki dan perempuan juga terdapat dalam beberapa konvensi ketenagakerjaan internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, antara lain: Konvensi No. 100 tentang Pengupahan yang Sama bagi Laki-Laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya (diratifikasi dengan Undang-Undang No.80 Tahun 1957) dan Konvensi No. 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan (diratifikasi dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 1999). Beberapa isu pokok tenaga kerja perempuan selain berkaitan dengan upah dan diskriminasi yaitu tentang jaminan sosial, pelindungan kehamilan, bekerja pada malam hari, pemutusan hubungan kerja, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Beberapa isu tersebut juga telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan, misalnya larangan untuk bekerja pada malam hari (Pasal 76); pelindungan fungsi reproduksi (Pasal 81); dan pelindungan kehamilan [Pasal 82 ayat (1)]. Menjadi pertanyaan kemudian bagaimana pemenuhan dan pelindungan hak-hak pekerja perempuan tersebut diimplementasikan dalam perusahaan. meskipun secara yuridis formal jaminan terhadap hak pekerja perempuan telah diatur dalam konstitusi, undang-undang tentang ketenagakerjaan dan peraturan pelaksana 2

maupun konvensi internasional, kondisi pekerja perempuan secara umum masih perlu terus ditingkatkan karena belum sepenuhnya hak mereka terlindungi. Apalagi bila kemudian dikaitkan dengan konteks otonomi daerah, kebijakan setiap daerah di bidang ketenagakerjaan dapat saja berbeda. Demikian pula dengan kebijakan masing-masing perusahaan yang mempekerjakan pekerja perempuan. Dengan demikian permasalahan yang dapat dirumuskan adalah Bagaimana pemenuhan dan pelindungan hak pekerja perempuan selama ini? Permasalahan penelitian tersebut dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimana aturan hukum mengenai hak-hak pekerja perempuan di Indonesia? 2. Bagaimana upaya pemerintah daerah untuk memenuhi dan melindungi hak pekerja perempuan? 3. Bagaimana perusahaan melaksanakan pemenuhan dan pelindungan hak pekerja perempuan? Penelitian tentang pemenuhan dan pelindungan hak pekerja perempuan bertujuan untuk melengkapi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain penelitian yang telah dilakukan oleh Imma Indra Dewi W. pada tahun 2002 mengenai pengupahan pada pekerja perempuan beberapa perusahaan percetakan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan DKI Jakarta. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan oleh DPR RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan yang terkait dengan pemenuhan dan pelindungan hak pekerja perempuan. Secara umum penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat diperoleh masukan sebanyak-banyaknya dari para narasumber dan informan, sehingga dapat diperoleh gambaran yang utuh mengenai pemenuhan dan pelindungan hak pekerja perempuan. Sesuai dengan pendekatan yang dipakai, yaitu pendekatan kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara terbuka kepada narasumber dan informan penelitian. Sejalan dengan metode pengumpulan data yang digunakan, yaitu wawancara mendalam dan studi dokumen yang relevan dengan topik penelitian, maka peneliti melakukan wawancara kepada: (1) pejabat di instansi/satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menangani bidang pemberdayaan perempuan dan bidang ketenagakerjaan; (2) pengusaha; dan (3) pekerja perempuan. Di Provinsi Jawa Timur, perusahaan yang dipilih menjadi objek penelitian adalah PT. Vitapharm, sedangkan 3

di Provinsi Riau terdapat 2 perusahaan yang menjadi objek, yaitu PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Cabang Pekanbaru dan kedua, PT. Asia Forestama Raya. Penelitian lapangan dilaksanakan selama 6 hari masing-masing tanggal 11-16 April 2016 di Kota Surabaya dan tanggal 16-21 Mei 2016 di Kota Pekanbaru. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal berikut: Pertama, secara nasional hak pekerja perempuan telah dijamin dalam konstitusi, undang-undang, dan beberapa peraturan pelaksananya. Jaminan hak tersebut sejalan dengan berbagai konvensi internasional yang mengatur tentang hak pekerja perempuan. Dalam konstitusi, persamaan hak perempuan untuk bekerja dan mendapat perlakuan yang layak terdapat dalam Pasal 27 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur hak pekerja perempuan antara lain (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Pasal 18, Pasal 76, Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 93, dan Pasal 153 Ayat 1 huruf e); (2) Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Pelindungan Upah; (3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Per-04/Men/1989 tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Perempuan pada Malam Hari; (4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Hak pekerja perempuan tersebut antara lain: (1) pelindungan jam kerja; (2) perlindungan dalam masa haid (cuti haid); (3) pelindungan selama hamil dan melahirkan, termasuk ketika pekerja perempuan mengalami keguguran (cuti hamil dan melahirkan); (4) pemberian lokasi menyusui (hak menyusui dan/atau memerah ASI); (5) hak kompetensi kerja; (6) hak pemeriksaan selama masa kehamilan dan pasca-melahirkan. Kedua, upaya pemerintah daerah di dua daerah yang menjadi lokasi penelitian menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah selama ini masih bersifat netral gender, artinya belum mengatur pelindungan hak pekerja perempuan secara khusus. Kebijakan, program dan kegiatan yang disusun oleh pemerintah daerah tidak membedakan antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. Di dua daerah yang diteliti juga belum ada satu pun kebijakan yang khusus mengatur mengenai hak pekerja perempuan, terutama yang terkait dengan hak reproduksi pekerja perempuan. 4

Ketiga, di beberapa perusahaan di dua daerah yang diteliti, belum semua hak pekerja perempuan dipenuhi oleh perusahaan. Misalnya, yang terkait dengan hak untuk menyusui selama bekerja, dalam praktek sulit untuk dilakukan, karena perusahaanperusahaan tersebut tidak menyediakan tempat penitipan anak (TPA) sementara lokasi perusahaan dan rumah pekerja perempuan relatif jauh dan jam istirahat relatif terbatas. Demikian pula dengan hak cuti haid, dengan alasan terdapat beberapa karyawan yang menjadikan haid sebagai alasan untuk tidak bekerja, maka karyawan yang mengajukan cuti haid diperiksa secara ketat untuk memastkan bahwa yang bersangkutan benar-benar sedang haid. Karyawan yang benar-benar haid juga enggan untuk mengajukan cuti haid karena tidak mendapat uang hadir jika mengajukan cuti tersebut. Berdasarkan kesimpulan tersebut direkomendasikan beberapa hal berikut: 1. Pemerintah daerah pada dua daerah yang diteliti perlu menyusun kebijakan yang terkait dengan hak pekerja perempuan, sebagai dasar hukum penyelenggaraan pelindungan dan pemenuhan hak pekerja perempuan yang telah diatur dalam konstitusi dan berbagai peraturan pelaksananya, mengingat pekerja perempuan memiliki kebutuhan; 2. Pemerintah daerah melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi masalah ketenagakerjaan perlu melakukan pengawasan dan pembinaan kepada perusahaan yang ada di wilayahnya untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja perempuan telah terpenuhi sesuai dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pekerja perempuan untuk menyusui anaknya selama waktu kerja (pada saat istirahat) dan menyediakan tempat penitipan anak (TPA) sehingga memudahkan pekerja perempuan yang akan menyusui anaknya. 5