BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ibu selama kehamilan. Ketika ibu hamil mendapatkan infeksi virus rubella maka

KEHAMILAN. Tulislah keadaan ibu saat ibu hamil anak ini, ceklis jawaban yang anda anggap tepat.

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Congenital rubella syndrome (CRS) adalah kumpulan kelainan kongenital yang

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Kesan : terdapat riwayat penyakit keluarga yang diturunkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bayi dengan faktor risiko yang mengalami ketulian mencapai 6:1000 kelahiran

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Berdasarkan WHO (2012), rubela adalah penyakit. infeksi virus RNA yang menular dan belum ada pengobatan

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

BAB I PENDAHULUAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 3 Permasalahan neonatal dan bayi muda infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi Center

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 9,1%, usia tahun sebesar 8,13%. pada anak dengan frekuensi kejadian 4-6 kasus/1.000 anak (Nelson, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. tentunya akan menjadikan penerus bagi keturunan keluarganya kelak. Setiap anak

BAB II TINJAUAN TEORI

GIZI BAYI DAN BALITA. CATUR SAPTANING W, S.Gz, MPH

Proses Keperawatan pada Bayi dan Anak. mira asmirajanti

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkedudukan di masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, hlm. 215).

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

DETEKSI DINI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. dr. Atien Nur Chamidah PLB FIP UNY

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. jalan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

PENGERTIAN MASA NIFAS

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

Campak-Rubella (MR) Sayangi buah hati Anda dengan Imunisasi

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

KASUS GIZI BURUK. 1. Identitas. a. Identitas Balita. : Yuni Rastiani. Umur : 40 bln ( ) Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya,

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di Indonesia, mencatat populasi kelompok usia anak di. 89,5 juta penduduk termasuk dalam kelompok usia anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional di bidang kesehatan adalah upaya yang. dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk

Campak-Rubella (MR) Sayangi buah hati Anda dengan Imunisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kisi-kisi Instrumen. No Variabel Sub Variabel Definisi Operasional Indikator Keterangan

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar belakang. Sindrom rubela kongenital (congenital rubella syndrome, CRS) adalah kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan, persalinan, dan nifas merupakan proses reproduksi yang normal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbagai komplikasi yang dialami oleh ibu hamil mungkin saja terjadi

KERANGKA ACUAN POSTNATAL CARE (PNC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

2015 PENGGUNAAN MEDIA PLAYDOUGH TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN ANAK TUNARUNGU YANG DISERTAI CEREBRAL PALSY KELAS VII DI SLB-B YPLB MAJALENGKA

LEMBAR PERTANYAAN. Frekuensi. Informasi 1. Presentational media - Petugas Puskesmas. a. 1-3 bulan. Asi saja - Bidan. b. 4-6 bulan

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yaitu sebesar 32

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

KELAS IBU HAMIL. dr. Hafizah

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

GAMBARAN PERKEMBANGAN BALITA GIZI KURANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KABUPATEN JOMBANG

BAB III TINJAUAN KASUS. Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Studi yang dilakukan pada bayi baru lahir didapatkan 2-3/1000 bayi lahir

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

LAPORAN KASUS PASIEN DIABETES MELITUS DENGAN PENDEKATAN DOKTER KELUARGA DI PUSKESMAS JELAMBAR 1. Edwin

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. B DENGAN POST OP HEMOROIDECTOMI DI RUANG MELATI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB III RESUME KEPERAWATAN

DETEKSI DINI DIABETES MELLITUS PADA IBU-IBU PKK SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEHAMILAN RESIKO TINGGI

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. kembang. Semarang. : Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada. bulan April-Mei 2015

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio:

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta

BAB I PENDAHULUAN. kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama

ISNANIAR BP PEMBIMBING I:

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom Waardenburg (SW) adalah kumpulan kondisi genetik yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan perubahan warna (pigmentasi) dari rambut, kulit dan mata. Pada sindrom Waardenburg terdapat gangguan pendengaran sedang sampai sangat berat dan dapat terjadi pada satu atau kedua telinga. Hilangnya pendengaran dapat terjadi sejak lahir (kongenital). Individu dengan kondisi ini, sering memiliki mata biru yang sangat pucat atau mata dengan warna yang berbeda, misalnya satu mata biru dan satu mata coklat. Kadang-kadang satu mata memiliki dua segmen warna yang berbeda. Perbedaan warna rambut (seperti sekelompok rambut putih atau rambut yang secara dini berubah warna abuabu) merupakan tanda umum lain dari sindrom Waardenburg. Gambaran dari sindrom Waardenburg bervariasi diantara individu yang terkena, bahkan diantara orang-orang dalam keluarga yang sama. 1,2 Sindrom Waardenburg diperkirakan mengenai 1 dari 40.000-50.000 orang dan menyumbang sebesar 2 dari 5 persen dari keseluruhan kasus gangguan pendengaran kongenital. 4 Terdapat empat tipe sindrom Waardenburg, yaitu sindrom Waardenburg tipe I yang mempunyai ciri klinis dystopia canthorum dan broad nasal root, tipe II mempunyai ciri klinis yang hampir mirip dengan tipe I, tetapi tidak didapatkan dystopia canthorum, tipe III (Sindrom Klein-Waardenburg), merupakan bentuk yang lebih berat tipe I, yang dihubungkan dengan kelainan pada ekstremitas atas, sedangkan tipe IV (Sindrom Shah-Waardenburg) yang dihubungkan dengan penyakit Hirschprung. Tipe I dan II merupakan sindrom yang paling umum, sedangkan tipe III dan IV jarang terjadi. Tipe IV merupakan kasus yang jarang, hanya 48 kasus yang pernah dilaporkan sampai dengan tahun 2002. 3,5 Sekitar 1 dari 30 siswa di sekolah-sekolah untuk anak dengan gangguan pendengaran memiliki sindrom Waardenburg. Semua ras dan kedua jenis kelamin dipengaruhi secara sama. Angka prevalensi yang tepat sulit didapatkan karena gambaran klinis dari sindrom ini sangat bervariasi. 8,10 Atrofi serebri menggambarkan keadaan berkurangnya atau hilangnya sel-sel otak dan adanya kerusakan diantara sel-sel tersebut, atau sering disebut dengan mengecilnya ukuran otak. Atrofi serebri dapat terjadi pada seluruh bagian otak atau hanya pada bagian tertentu

2 saja dan dapat menyebabkan berkurangnya massa otak dan hilangnya fungsi neurologis. Atrofi serebri dapat terjadi oleh karena adanya cedera otak atau pada penyakit-penyakit neurologis, seperti pada cerebral palsy dan penyakit Huntington. Infeksi otak juga dapat menyebabkan kematian pada sel-sel otak dan atrofi serebri. 15 Tergantung dari penyebabnya, atrofi serebri dapat berkembang sangat lambat atau sangat cepat. Atrofi serebri merupakan kondisi yang dapat mengancam jiwa dan belum ada terapi untuk atrofi serebri. Pengobatan ditujukan kepada pengobatan gejala dan komplikasi penyakit yang mungkin timbul. Adapun gejala-gejala dari atrofi serebri, antara lain kehilangan ingatan, kejang, kehilangan kontrol motorik dan kesulitan berbicara maupun membaca. Pada anak-anak khususnya dapat terjadi kejang dan keterlambatan perkembangan. 16 Mikropenis menggambarkan ukuran penis yang ekstrem kecil dengan panjang penis kurang dari 2,5 SD dibawah rata-rata untuk umur atau tingkat perkembangan seksual. Sangat penting untuk menggunakan tehnik standar dalam pengukuran penis dan normogram umur untuk mengidentifikasi anak dengan mikropenis. 17 Semua anak diatas 1 tahun dengan pengukuran panjang penis kurang dari 1,9 cm perlu dilakukan evaluasi. Yang penting diperhatikan secara psikososial adalah masalah identitas kelamin, buang air kecil normal dengan berdiri, penampilan fisik dan masalah reproduksi. Masalah-masalah ini harus segera ditangani dengan evaluasi awal, terapi dan konseling. 18 Berdasarkan latar belakang tersebut pada penelitian ini dipilih kasus seorang pasien yang terdiagnosis sindrom Waardenburg, mikropenis dengan undesensus testis dan global developmental delay untuk dilakukan pemantauan dan intervensi, sehingga diharapkan pasien dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal. Sindrom Waardenburg ini juga merupakan kasus yang jarang di Indonesia. Selain itu, dukungan psikologis pada orang tua juga diperlukan agar keluarga siap mendampingi dalam proses tumbuh kembang anak. B. Deskripsi Kasus Singkat IDENTITAS PASIEN Nama : An. RB Nama ayah : Bp. S Umur/Tanggal lahir : 1 tahun / 22 Januari 2013 Umur : 27 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SLTP Alamat : Wonosari, Semanu, Pekerjaan : Buruh Gunung Kidul Masuk RS : 15/08/2013 Nama ibu : Ny. SW No. CM : 01.64.72.xx Umur : 25 tahun Tanggal diperiksa : 15 Agustus 2013 Pendidikan : SLTP Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3 Pasien terdiagnosis sebagai sindrom Waardenburg, kejang tanpa demam e.c hipoglikemia, mikropenis dengan undesendus testis dan global developmental delay (GDD). Diambil sebagai kasus panjang pada usia 1 tahun. Laporan Kasus Singkat: Seorang bayi laki-laki usia 1 tahun, dirawat di bangsal anak Melati 4 selama 9 hari, dengan keluhan utama kejang tanpa demam. Dari alloananamnesis dengan ibu, bayi dengan keluhan kejang tanpa demam sejak 3 jam sebelum masuk RS. Kejang 2x/hari, lama ± 15 menit, kesan GTC, kejang berhenti sendiri. Di UGD RS Sardjito, dilakukan pemeriksaan GDS, didapatkan hasil GDS: 44 mg/dl yang menunjukkan adanya kondisi hipoglikemia. Berat badan anak saat masuk rumah sakit 6,7 kg dengan tinggi badan 70 cm. Status gizi pasien adalah gizi baik. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hipopigmentasi pada regio toraks, undesensus testis, mikropenis, port wine stain pada dahi dan regio oksipital dan iris mata kanan biru. Untuk perkembangan motorik kasar, pada usia 6 bulan bayi baru bisa miring-miring, belum bisa mengangkat kepala sendiri, belum bisa tengkurap dan belum bisa duduk. Untuk motorik halus, usia 6 bulan sudah bisa meraih benda. Untuk perkembangan bahasa bayi bersuara saat usia 2 bulan dan mulai bisa tertawa saat usia 4 bulan. Untuk perkembangan sosial, bayi sudah bisa senyum saat usia 3 bulan dan pada usia 6 bulan sudah bisa mengenal orang. Riwayat kehamilan dan persalinan, ibu pernah mengalami keguguran 1x, pada kehamilan pertama saat usia kehamilan 2 bulan. Selama kehamilan kedua, ibu kontrol teratur ke bidan dan tidak ada keluhan selama kehamilan. Bayi lahir secara operasi caessar atas indikasi post matur, vakum ekstraksi gagal dan ketuban pecah dini. Bayi lahir langsung menangis, tidak ada riwayat kebiruan. Anak tidak mendapat ASI sejak lahir. Anak minum susu formula Lactogen dan pada usia 6 bulan sudah mulai diberikan bubur susu. Imunisasi lengkap sesuai pengembangan program imunisasi (PPI) sampai dengan usia 6 bulan. Selama perawatan di RS Sardjito, dilakukan pelacakan untuk sindrom Waardenburg pada anak. Pada tanggal 15 Agustus 2013, hasil konsultasi dengan bagian mata didapatkan heterokromia iris unilateral dan disarankan untuk konsultasi genetika dengan dr. Hartono, Sp.M(K). Pada tanggal 19 Agustus 2013, dilakukan pemeriksaan MSCT Kepala Axial dengan kontras dengan hasil subdural higroma bifrontalis dengan tanda-tanda atrofi cerebri bifrontalis dan bentuk kepala mikrosefali.

4 Pada tanggal 20 Agustus 2013, didapatkan hasil konsultasi dengan dr. Hartono, Sp.M(K), dengan penemuan sindrom dismorfik sebagai berikut 1) Bentuk fisik secara keseluruhan baik, 2) Heterokromia iris dengan hipopigmentasi iris kanan, 3) Mikropenis dengan undesensus testis (hipogenitalism), 4) Hipopigmentasi pada kulit pada daerah-daerah tertentu, 5) Riwayat kejang. Kesimpulan 1) Suspek Sindrom Waardenburg yang disertai dengan hipogenitalism, 2) Suspek Sindrom Prader-Willy disertai heterokromia iris, 3) Gabungan Sindrom Waardenburg dengan Prader-Willy, disarankan untuk pemeriksaan pendengaran untuk Sindrom Waardenburg dan menunggu fenotipe penuh, diperiksa berkala setiap 6 bulan sekali. Pada tanggal 22 Agustus 2013, anak menjalani pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) dengan resume pemeriksaan pada telinga kanan dan kiri pada frekuensi 105 db: tidak tampak gelombang V. Dengan kesimpulan nilai ambang dengar AS = AD abnormal, sesuai gangguan pendengaran berat dengan kerusakan pada N. VIII (severe deafness), saran untuk dilakukan pemeriksaan BERA ulang 6 bulan lagi. Dari hasil pelacakan yang telah dilakukan pada saat rawat inap di RS Sardjito, maka diagnosis akhir pada saat diambil sebagai kasus panjang adalah 1) Sindrom Waardenburg, 2) Kejang tanpa demam e.c hipoglikemia, 3) Mikropenis dengan undesensus testis, 4) Global Developmental Delay. C. Tujuan Tujuan pemantauan kasus panjang ini adalah untuk mengamati luaran klinis jangka panjang anak dengan sindrom Waardenburg, atrofi serebri, mikropenis dan global developmental delay dan melakukan intervensi sehingga mendapatkan luaran yang baik. Pemantauan jangka panjang pada penderita sindrom Waardenburg adalah memantau adanya gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural kongenital yang menyebabkan gangguan perkembangan bicara dan bahasa, serta gangguan komunikasi. Di samping itu, pada sindrom Waardenburg terdapat adanya hipopigmentasi pada kulit yang dapat menyebabkan masalah penampilan dan kepercayaan diri, sehingga dibutuhkan pendampingan psikologis bagi anak maupun orang tua. Pemantauan jangka panjang pada atrofi serebri adalah memantau adanya gangguan perkembangan secara global. Sedangkan pemantauan bayi dengan mikropenis adalah memantau pertumbuhan serta fungsi reproduksi anak.

5 D. Manfaat Manfaat untuk pasien adalah dengan pemantauan secara komprehensif dan berkala secara rutin untuk dapat dilakukan penanganan yang menyeluruh dan berkesinambungan, sehingga anak dapat tumbuh kembang secara optimal dan mencapai kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Manfaat untuk keluarga dan lingkungan adalah keluarga mendapatkan pemahaman mengenai kondisi anak serta kelainan yang menyertai dan ikut berperan dalam penanganan anak untuk mencapai harapan hidup yang lebih baik. Manfaat untuk peserta PPDS antara lain menambah pengetahuan tentang kewaspadaan dini terhadap permasalahan yang dapat timbul pada sindrom Waardenburg dan dalam melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan dan perkembangan pada anak secara berkesinambungan.