BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

Suryanti Nur M. Farda

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. BAB I. Pendahuluan 1

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BAB I PENDAHULUAN. Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LETAK GEOGRAFIS DAN KEADAAN ALAM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang disebabkan oleh faktor alam maupun ulah manusia. Bencana yang terjadi menimbulkan banyak kerugian bagi negara Indonesia. Banyak korban jiwa yang sering timbul seetiap kali terjadi bencana. Ada banyak bencana yang sering melanda Indonesia seperti gunung meletus, banjir, puting beliung, hingga longsor lahan (Data Informasi Bencana Indonesia, 2016). Longsor lahan merupakan fenomena alam yang sangat sering terjadi di wilayah Indonesia, yang dipengaruhi oleh kondisi fisik daerah yang beragam dan curah hujan atau iklim yang ada. Longsor dapat dikaji dari beberapa sudut pandang ilmu antara lain geologi, geomorfologi dan tata guna lahan. Penelitian longsor lahan ini ditinjau dari sudut geomorfologi. Proses geomorfologi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu proses eksogen dan proses endogen. Salah satu proses eksogen adalah longsor lahan yang merupakan bagian dari proses gerak masa batuan (Zuidam,1983). Karnawati (2005) menjelaskan bahwa pergerakan massa tanah atau batuan pada lereng dapat terjadi akibat interaksi pengaruh beberapa kondisi yang meliputi kondisi morfologi, geologi, struktur geologi, hidrogeologi dan tata guna lahan. Kondisi-kondisi tersebut saling berpengaruh sehingga mengkondisikan suatu lereng menjadi rentan dan siap bergerak. Lereng yang rentan dan siap bergerak akan benar-benar bergerak apabila ada faktor pemicu gerakan. Faktor pemicu terjadinya gerakan dapat berupa hujan, getaran-getaran atau aktifitas manusia pada lereng, seperti pemotongan dan penggalian, pembebanan yang berlebihan dan sebagainya. Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longor (landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis. Kerusakan yang ditimbulkan oleh gerakan massa tersebut tidak hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya fasilitas umum, 1

lahan pertanian, ataupun adanya korban manusia, akan tetapi juga kerusakan secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunan dan aktivitas ekonomi di daerah bencana dan sekitarnya (Christady Hardiyatmo, 2006). Bencana longsor lahan telah banyak menimbulkan kerugian harta benda dan jiwa. Kerugian materi dapat berupa hancurnya rumah penduduk, rusaknya tanaman penduduk, dan hewan ternak penduduk yang mati terkubur. Kerugian lain berupa rusaknya fasilitas umum seperti jalan, jembatan, tempat ibadah dan sekolah. Longsor lahan terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan (Kementrian ESDM, 2009). Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alam dan manusia. Longsor umunya disebabkan oleh faktor alam antara lain kondisi geologi, curah hujan, topografi, jenis penggunaan lahan, jenis tanah, getaran atau gempa bumi dapat mempengaruhi stabilitas lereng yang dapat mengakibatkan terjadinya longsor. Selain itu pemanfaatan lahan yang berlebihan seperti pembukaan lahan baru dan pemotongan lereng untuk pembuatan jalan dan permukiman serta pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan kaidah kanservasi telah menyebabkan beban pada lereng semakin berat. Perubahan pengelolaan penggunaan lahan tersebut akan memicu terjadinya bencana akibat degradasi lingkungan. Lokasi bahaya alam dapat diinformasikan sejak dini yaitu dengan cara menentukan lokasi bencana tersebut termasuk wilayah-wilayah yang berpotensi terkena dampak dari bencana tersebut dalam bentuk peta. Mengingat akan besarnya kerugian baik itu kerugian materi maupun korban jiwa yang disebabkan oleh longsor lahan ini, maka diperlukan suatu upaya penanggulangan bencana longsor, yang nantinya akan bermanfaat untuk meminimalisir kerugian maupun korban jiwa akibat dampak dari bencana longsor lahan pada masa yang akan datang. 2

Semakin berkembangnya teknologi dan informasi, maka berpengaruh pula terhadap bidang Sistem Informasi Geografis. Adanya bidang Sistem Informasi Geografis sangat menguntungkan banyak orang maupun suatu lembaga. Pemanfaatan bidang Sistem Informasi Geografis sangatlah luas, mulai dari inventariasi sumber daya, penataan ruang dan perencanaan wilayah, inventasi bisnis dan ekonomi, pertahanan dan komunikasi, hingga manajemen kebencanaan. Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh dapat digunakan untuk pemetaan daerah rawan longsor dengan memanfaatkan citra satelit dan data parameter bencana longsor lahan. Penginderaan jauh merupakan teknologi yang mampu melakukan pemantauan dan identifikasi di permukaan bumi secara cepat. Sehingga data penginderaan jauh mempunyai peran yang sangat besar untuk pemetaan bahaya tanah longsor. Karena dengan data citra pengideraan jauh dapat dibuat pemetaan faktor-faktor yang mempengaruhi tanah longsor seperti peta kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan lain-lain. Pemetaan wilayah potensial tanah longsor untuk mengetahui tingkat bahaya suatu wilayah terhadap longsor. Informasi spasial longsor sangat dibutuhkan dalam menyusun tata ruang yang berwawasan lingkungan. Informasi tentang zonasi daerah yang rawan akan bencana longsor lahan dapat diwujudkan dalam bentuk sebuah peta rawan longsor lahan, dimana peta tersebut memberikan informasi daerah-daerah yang rawan longsor lahan sehingga akan sangat membantu dalam upaya meminimalisir korban jiwa dan kerugian akibat longsor. Dewasa ini pemetaan daerah rawan longsor lahan sudah semakin banyak, tetapi kebanyakan pemetaan dilakukan pada skala kabupaten. Peta daerah rawan longsor lahan akan lebih baik bila dilakukan pada skala kecamatan. Hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat kedetilan data dan peta yang dihasilkan. Peta daerah rawan longsor lahan akan sangat berguna dan membantu pemerintah pada daerah penelitian beserta masyarakatnya. Adanya peta daerah rawan longsor dapat memberikan informasi tentang daerah mana saja yang berpotensi mengalami bencana longsor lahan, sehingga masyarakat dapat mewaspadai daerah tersebut. Pembuatan peta daerah rawan longsor membutuhkan berbagai parameter yang 3

menjadi faktor penyebab terjadinya bencana longsor lahan. Setiap faktor mempunyai nilai bobot tersendiri. Bobot dari setiap parameter dapat diketahui dengan metode Analitycal Hiererchy Process. Analitycal Hiererchy Process adalah metode pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif pilihan yang ada. Pemetaan daerah rawan longsor lahan sudah menjadi fokus pemerintah seperti tertera pada Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana serta Peraturan Menteri Dalam Negeri No 33 Tahun 2006 tentang pedoman umum mitigasi bencana. Mitigasi bencana juga meliputi pemetaan daerah yang rawan akan bencana, tidak terkecuali bencana longsor lahan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Temanggung menyebutkan ada sepuluh kecamatan yang rawan bencana longsor lahan. Sepuluh kecamatan tersebut adalah Kecamatan Kaloran, Kandangan, Gemawang, Tretep, Pringsurat, Candiroto, Kranggan, Bulu, Bejen, dan Wonoboyo. Kecamatan Gemawang dan Kandangan adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Temanggung yang sering mengalami bencana longsor lahan setiap tahunnya. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah menunjukkan bahwa setiap tahun ketika musim hujan tiba, maka ada beberapa daerah di Kecamatan Gemawang dan Kandangan yang mengalami bencana longsor lahan. Kedua kecamatan tersebut dipilih karena menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Temanggung, selama kurun waktu tahun 2009 hingga bulan April 2016 di Kecamatan Gemawang sudah terjadi 13 kejadian bencana longsor lahan, dan di Kecamatan Kandangan terjadi 13 kejadian bencana longsor lahan. Kecamatan Gemawang dan Kandangan wilayahnya memiliki banyak perbukitan. Daerah bertopografi perbukitan rawan mengalami bencana longsor lahan. Kabupaten Temanggung memiliki curah hujan yang cukup tinggi setiap tahunnya, hal tersebut memicu mudahnya terjadi bencana longsor lahan di daerahdaerah yang bertopografi berbukit dan bergunung seperti Kecamatan Gemawang dan Kandangan. Dampak dari bencana longsor lahan tersebut sangat merugikan dan membahayakan masyarakat. Hal tersebut menuntut adanya mitigasi bencana longsor lahan di Kecamatan Gemawang dan Kandangan. Mitigasi bencana adalah 4

serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Salah satu bentuk mitigasi bencana yang dapat dilakukan adalah dengan pembuatan peta daerah rawan bencana, dalam hal ini adalah peta daerah rawan longsor lahan. 1.2 Rumusan Masalah Kecamatan Gemawang dan Kandangan merupakan dua dari sepuluh kecamatan di Kabupaten Temanggung yang rawan mengalami bencana longsor lahan. Topografi kedua kecamatan tersebut adalah pebukitan. Daerah yang berbukit dan berlereng longsor lahan tentunya membawa kerugian-kerugian yang jumlahnya tidak sedikit seperti rusaknya infrastruktur, rusaknya lahan pertanian, adanya korban jiwa, kehilangan tempat tinggal, serta kerugian lainnya. Daerah yang berpotensi longsor tidak dapat menghindar dari bahaya tersebut tapi ada upaya untuk menanggulangi dan memperkecil risiko yang ditimbulkan. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi bencana longsor lahan diperlukan peran aktif masyarakat. Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan menanggulangi dampak dari bencana longsor lahan adalah dengan pembuatan peta rawan bencana longsor lahan. Pemetaan bencana longsor lahan akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup banyak bila dilakukan dengan cara survei lapangan secara langsung. Upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat waktu dan mengurangi biaya dalam pembuatan peta rawan longsor adalah dengan memanfaatkan data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Berdasarkan uraian yang disampaikan, penulis tertarik untuk membuat Tugas Akhir yang berjudul Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Daerah Rawan Longsor Lahan Di Kecamatan Gemawang dan Kandangan Kabupaten Temanggung. Adapun rumusan masalah tersebut dapat disusun menjadi dua pokok masalah, yaitu : 1. Kecamatan Gemawang dan Kandangan membutuhkan peta daerah rawan bencana longsor lahan, karena kedua kecamatan tersebut sering mengalami bencana longsor lahan setiap tahunnya. 5

2. Peta daerah rawan bencana longsor lahan di Kabupaten Temanggung hanya ada pada skala kabupaten, sehingga dibutuhkan peta daerah rawan longsor lahan pada skala kecamatan agar informasi menjadi lebih akurat. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengaplikasikan sistem informasi geografis untuk pemetaan daerah rawan bencana longsor lahan dengan metode Analytical Hierarchy Process. b. Mengetahui tingkat persebaran kerawanan bencana longsor lahan pada setiap desa di Kecamatan Gemawang dan Kandangan. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat yang sangat luas, baik untuk penulis, masyarakat di Kecamatan Gemawang, Kaloran, dan kandangan, maupun bagi pemerintah Kabupaten Temanggung. Manfaat yang didapatkan diantaranya adalah : a. Bagi Penulis : 1. Sebagai syarat untuk memenuhi penyusunan Tugas Akhir guna mendapatkan gelar Diploma Tiga dari Program Studi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis, Sekolah Vokasi, Unversitas Gadjah Mada. 2. Dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat dari kuliah dan praktikum yang sudah dijalani. b. Bagi Masyarakat : 1. Dapat membantu masyarakat agar lebih tanggap bencana longsor lahan. 2. Dapat mengurangi korban dan kerugian dari bencana longsor lahan. c. Bagi Pemerintah Kabupaten Temanggung : 1. Dapat menambah data dan peta kebencanaan. 2. Meningkatkan peran dan pelayanan pemerintah terhadapat daerah yang memiliki risiko bencana longsor lahan. 6

3. Sebagai langkah mitigasi bencana sehingga dapat memberikan masukan kepada Pemerintahan Kabupaten Temanggung. 1.5 Batasan Istilah Sistem Informasi Geografis adalah sebuah sistem atau teknologi berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisa, serta menyajikan data dan informasi dari suatu objek atau fenomena yang berkaitan dengan letak atau keberadaanya di permukaan bumi (Aronoff, 2005). Penginderaan jauh (Remote Sensing) merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat, tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1990). Longsor Lahan Translasi merupakan jenis longsor lahan yang berupa gerakan massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk merata atau menggelombang landai (Kementrian ESDM, 2009). Longsor Lahan Rotasi merupakan jenis longsor lahan yang terjadi akibat bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung (Kementrian ESDM, 2009). Longsro Lahan Aliran /batu Rombakan merupakan jenis longsor lahan yang terjadi ketika masa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air serta jenis materialnya. Gerakan terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa mencapai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api (Kementrian ESDM, 2009). Analitycal Hiererchy Process adalah metode pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif pilihan yang ada (Thomas L. Saaty, 1993). 7