BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan Berbicara Saat Persentasi. kecemasan berbicara seperti, demam panggung (stage fright), kecemasan berbicara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yaitu SD, SMP, SMA/SMK serta Perguruan Tinggi. Siswa SMP merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Qodriannisa Puspaningrum, 2013

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

#### SELAMAT MENGERJAKAN ####

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB II LANDASAN TEORI

Self-Efficacy Mahasiswa Prodi PMA Dalam Pembelajaran Kalkulus Oleh: Budi Irwansyah, M.Si 1

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. element. At perhaps the most fundamental level, the termindicates that one or

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Otak manusia

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, salah satu isinya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam suatu proses penjualan. Fungsi SPG antara lain melaksanakan promosi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB II LANDASAN TEORI. administrators ( diaskes tanggal 7

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahwa manusia itu pada hakikatnya zoo politicon yang berarti manusia adalah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai

DEWI KUSUMA WARDHANI F

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Defenisi Kecemasan Berbicara A. Kecemasan Berbicara Saat Persentasi Rakhmat (201 4) banyak istilah yang digunakan untuk menamai gejala kecemasan berbicara seperti, demam panggung (stage fright), kecemasan berbicara (speech anxiety), atau yang lebih umum stres kerja (performance stres). Burgoon dan Ruftner (dalam Rahayu 20 04) kecemasan berbicara saat presentasi adalah suatu hal yang normal, bahkan dapat dikatakan sehat apabila kecemasan tersebut mendorong seseorang untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk mengantisipasi apa yang ditakutkannya, namun kecemasan yang terlalu tinggi pada saat berbicara akan menghambat seseorang untuk menunjukkan kapasitas dirinya. Sedangkan Philips (dalam Ririn dkk, 2013) menyebut kecemasan berb icara dengan istilah reticence, yaitu ketidakmampuan individu untuk mengembangkan percakapan yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi karena adanya ketidakmampuan menyampaikan pesan. Rakhmat (2011) menyebutkan bahwa kecemasan berbicara sebagai communication apprehension, yaitu suatu reaksi negatif dalam bentuk kecemasan yang terjadi pada individu pada situasi komunikasi, baik itu komunikasi antar pribadi

maupun saat presentasi. Sedangkan menurut Rogers (2008) kecemasan berbicara sebagai perasaan gugup dan tidak nyaman yang dialami individu ketika melakukan presentasi, rasa takut untuk berbicara serta kesulitan-kesulitan yang dialami seseorang saat mereka harus berbicara dihadapan banyak orang. secara sempurna, yang ditandai dengan adanya reaksi secara psikologis dan fisiologis. Khayyirah (2013) kecemasan berbicara saat presentasi adalah perasaan tidaknyaman yang bersifat tidak menetap pada diri individu, baik ketika membayangkan maupun saat presentasi. Hal ini ditandai dengan adanya reaksi fisik dan psikologis. Kecemasan berbicara tidak mengenal usia, siapa pun bisa mengalaminya, bahkan seseorang yang sudah terlatih sekipun. 2. Gejala-Gejala Kecemasan Berbicara Spielberger, dkk (dalam Ghufron 2012) kecemasan berbicara saat presentasi yang dialami individu dan kecemasan tersebut didefinisikan sebagai konsep yang terdiri dari dua dimensi utama, yaitu kekhawatiran dan emosionalitas. Dimensi emosi merujuk pada reaksi fisiologis dan sistem syaraf otomatik yang timbul akibat atau suatu objek tertentu. Juga merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi emosi terhadap hal buruk yang tidak menyenangkan, seperti ketegangan bertambah, jantung berdebar keras, tubuh berkeringat, dan badan gemetar saat mengerjakan sesuatu. Khawatir merupakan aspek kognitif dari kecemasan berbicara yang dialami berupa pikiran yang negatif terhadap kemungkinan kegagalan serta konsekuensinya

seperti tidak adanya harapan mendapat sesuatu sesuai yang diharapkan, kritis terhadap diri sendiri, menyerah terhadap situasi yang ada, dan merasa khawatir berlebihan tentang kemungkinan apa yang dilakukan. Burgoon dan Ruffner (dalam Azwar 2010) menyatakan orang-orang yang memiliki kecemasan berbicara ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut: 1. Unwillingness adalah ketidaksediaan untuk berkomunikasi, individu berusaha untuk menghindari berbicara didepan banyak orang, hal ini terjadi disebabkan karena adanya perasaan cemas, sifat introvert, dan ditandai rendahnya frekuensi partisipasi dalam berbagai situasi komunikasi. 2. Avoiding adalah gejala penghindaran dari partisipasi komunikasi. Terjadi karena pengalaman komunikasi yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh kecemasan, kurangnya pengenalan situasi komunikasi yang mempengaruhi intimasi dan empati. 3. Control atau rendahnya pengendalian terhadap situasi komunikasi. Terjadi karena faktor lingkungan, ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan individu yang berbeda dan reaksi lawan bicara. Rogers (2008) juga mengemukakan ada tiga gejala umum yang sering dilaporkan oleh mereka yang sulit bicara. Pertama gejala fisik, gejala fisik bisa dirasakan jauh sebelum penampilan anda, dan muncul dalam bentuk ketegangan perut, atau sulit tidur ketika presentasi berlangsung.

a. Gejala fisik tersebut bisa berbeda untuk setiap orang tetapi umumnya berupa: 1. Detak jantung yang semakin cepat 2. Lutut gemetar, membuat anda sulit berdiri, atau berjalan menuju mimbar, atau sulit berdiri tenang didepan pendengar anda. 3. Suara yang bergetar, seringkali disertai mengejangnya otot tenggorokan, atau terkumpulnya lendir ditenggorokan. 4. Gelombang hawa panas, atau perasaan seperti akan pingsan 5. Kejang perut, kadang-kadang disertai perasaan mual 6. Hiperventilasi, yaitu termasuk kesulitan untuk bernafas. 7. Mata berair atau hidung berlendir b. Gejala-gejala yang masuk ke dalam kategori ke dua terkait dengan proses mental, dan umunya terjadi selama pembicara tampil, antara lain: 1. Mengulang kata, kalimat, atau pesan, sehingga pembicara terdengar seperti sebuah radio rusak. 2. Hilang ingatan, termasuk ketidakmampuan pembicara untuk mengingat fakta atau angka secara tepat, dan melupakan hal-hal yang sangat penting. 3. Bentuk-bentuk kekacawan umum yang lain 4. Tersembunyinya pikiran, yang membuat pembicara tidak tahu apa yang harus diucapkan selanjutnya. c. Gejala fisik dan mental biasanya disertai atau diawali dengan sejumlah gejala emosional, termasuk:

1. Rasa takut yang bahkan bisa muncul sebelum anda tampil 2. Rasa tidak mampu 3. Rasa kehilangan kendali 4. Rasa tidak berdaya, seperti seorang anak yang tidak mampu mengatasi masalah 5. Rasa malu 6. Panik 7. Rasa malu atau merasa dipermalukan, saat presentasi berakhir. gejala lainnya. Ketiga kelompok diatas dapat saling berinteraksi antara satu gejala dengan Rakhmat (2014) mengemukakan gejala umum yang sering terjadi pada individu saat berbicara yakni: a. Detak jantung yang cepat b. Telapak tangan atau punggung berkeringat c. Nafas terengah-engah d. Mulut kering dan sukar menelan e. Ketegangan otot dada, tangan, leher dan kaki f. Tangan atau kaki bergetar g. Suara bergetar dan parau h. Berbicara cepat dan tidak jelas

i. Tidak sanggup mendengar atau konsentrasi j. Lupa atau ingatan hilang 3. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan Berbicara Rakhmat (2014) menyebutkan ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan dalam berbicara, yaitu: Pertama, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Individu bagaimana harus memulai pembicaraan sehingga ia akan menghadapi sejumlah ketidak pastian. Kedua, terbentuk citra diri ( self image) dan pengendalian diri ( self control) yang negatif akibat kegagalan yang dialami individu ketika berbicara dihadapan khalayak ramai, seperti aku tidak mempunyai bakat untuk berbicara didepan banyak orang. Sehingga individu cenderung menghindari kesempatan untuk berbicara. Ketiga, individu mengalami kecemasan berbicara saat presentasi karena ia tahu ia akan dinilai. Berhadapan dengan penilaian membuat orang nervous, penilaian dapat mengangkat dan menjatuhkan harga diri. Keempat, terbentuk karena self efficacy yang rendah dan hal ini dapat menimpa tidak hanya pada pembicara pemula, bahkan mungkin orang-orang yang terkenal sebagai pembicara yang baik, ini terjadi bila pembicara berhadapan dengan situasi yang asing. Misalnya, ia diminta untuk berbicara dihadapan khalayak yang ia tidak kenal atau mungkin berbicara mengenai persoalan yang tidak di sukai.

Menurut Khayyirah (2013) Faktor -faktor yang menyebabkan kecemasan berbicara saat presentasi yaitu: a. Belum terbiasa berbicara dengan audiens yang banyak b. Tuntutan yang berlebih dari dalam diri untuk berbuat yang baik c. Ketakutan akan mengalami gugup jika sedang berbicara, apalagi dengan audiens yang memiliki otoritas (atasan, guru, orang lebih tua, pakar yang lebih ahli, dan lain-lain). d. Belum menguasai materi yang akan disampaikan, sehingga tidak percaya diri. Rogers (2008) orang -orang yang takut berbicara saat presentasi biasanya berusaha menghindarinya. Kesempatan untuk berbicara didalam pertemuan kecil, betapapun pendeknya, dilewatkan begitu saja, sehingga memungkinkan untuk belajar secara bertahap, hilang begitu saja. Penghindaran demi penghindaran terus berlanjut, yang tadinya hanya sekedar rasa kurang percaya diri dan kurang keahlian, berubah menjadi fobia nyata. Situasi yang buruk menjadi lebih buruk. Sebab menurut psikoterapis tersebut adalah selain belum pernah mengikuti pelatihan tentang cara menjadi pembicara, 65% siswa dan klien memiliki sejarah atau pengalaman memalukan ketika presentasi. Kegagalan tersebut menambah rasa takut mereka sehingga orang belajar untuk menjadi takut.

B. Self Control 1. Defenisi Self Control Menurut Ghufron (2012) self control merupakan kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya. Selain itu, juga kemampuan untuk mengotrol dan mengelola faktor-faktor prilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konfrom dengan orang lain, dan menutupi perasaannya. Pakar psikologi kontrol diri, Lazarus (dalam Thalib, 2010 ) menjelaskan bahwa self control mengambarkan kepuasan individu melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah di susun guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu. Selanjutnya, sebagaimana yang diinginkan secara sederhana. Gleitmet (dalam Thalib 2010) mengatakan bahwa self control merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang ingin dilakukan tanpa terhalangi baik oleh rintangan maupun kekuatan yang berasal dari dalam diri individu. Menurut Santi (2013) kontrol diri dalam penelitian ini adalah kemampuan remaja untuk berperilaku yang tidak impulsive, dapat memikirkan resiko dari perilakunya, berusaha mencari informasi sebelum megambil keputusan, tidak mengandalkan kekuatan fisik dalam menyelesaiakan masalah dan tidak bersikap egois atau mudah marah.

Calhoun & Acocella (dalam Ghufron 2012) mendefinisikan self control sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkai proses yang membentuk dirinya sendiri. Kazdin (dalam Ayu 2013 ) menambahkan bahwa kontrol diri diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi kemampuannya yang terbatas dan membantu mengatasi berbagai hal merugikan yang dimungkinkan berasal dari luar. 2. Aspek-Aspek Self Control Secara umum, self control dibedakan atas tiga kategori utama Averill (dalam Thalib 2010), yaitu: a. Mengontrol perilaku (Behavioral control) Mengotrol perilaku merupakan kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenagkan. Kemampuan mengontrol perilaku dibedakan atas dua komponen, yaitu: 1. Kemampuan mengatur pelaksanaan ( Regulated administration), yaitu menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau orang lain maupun sesuatu diluar dirinya. 2. Kemampuan mengatur stimulus ( Stimulus modifiability), merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus

yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberpa cara yang dapat di gunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya. b. Mengontrol Kognitif (Cognitive control) Mengontrol Kognitif merupakan cara seseorang dalam menafsirkan, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif. Mengontrol kognisi merupakan kemampuan dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan untuk mengurangi tekanan. Mengontol kognitif dibedakan atas dua komponen, yaitu: 1. Kemampuan untuk memperoleh informasi ( Information again), informasi yang dimiliki individu mengenai suatu keadaan akan membuat individu mampu mengantisipasi keadaan melalui berbagai pertimbangan objektif. 2. Kemampuan melakukan penilaian ( Apraisal). Penilaian yang dilakukan individu merupakan usaha untuk menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan memperhatikan segi-segi positif secara subjektif. c. Mengotrol keputusan (Decision control) Mengotrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan. Kemampuan mengontrol keputusan akan berfungsi baik bila mana individu memiliki kesempatan, kebebasan dan berbagai alternatif dalam melakukan suatu tindakan. Dari uraian diatas maka utuk mengukur control diri digunakan indikator.

1. Kemampuan mengatur pelaksanaan 2. Kemampuan memodifikasi stimulus 3. Kemampuan mengelola informasi 4. Kemampuan untuk mengambil tidakan yang disetujui. C. Self Efficacy 1. Definisi Self Efficacy Bandura ( 1997) mendefinisikan bahwa self efficacy adalah keyakinan individu mengenai keyakinan kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertntu. Alwisol (2005) Self efficacy adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Self efficacy ini berhubungan dengan keyakianan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Self efficacy adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang diprasyaratkan, efficacy mengambarkan penilaian kemampuan diri.

Judge dkk., (dalam Ghufron dan Risnawita 2012) menganggap self efficacy adalah indikator positif dari core self-evaluation untuk melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri. Selanjutnya Judge & Bono (dalam Ghufron dan Risnawita 2012) self efficacy marupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau Self-Knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari karena self efficacy yang dimiliki ikut mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk didalamnya perkiraan terhadap tantangan yang akan dihadapi. Menurut Dariyo (2011) Self Efficacy ialah keyakinan seorang individu yang ditandai dengan keyakinan untuk melakukan sesuatu hal yang baik dan berhasil. Orang yang memiliki self efficacy akan dapat mempertanggung jawabkankan kemampuannya. Dapat dipastikan orang yang memiliki self efficacy biasanya sebagai orang yang percaya diri, optimis dan dapat mencapai sesuatu dengan baik. Bandura (1997) mengatakan bahwa self efficacy pada dasarnya adalah hasil dari proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau pengharapan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut Bandura (dalam Yudi 2013) self efficacy tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki, tetapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal

yang dapat dilakukan dengan kecakapan yang individu milliki seberapa pun besarnya. Self efficacy menekankan pada komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi yang akan datang yang mengandung kekaburan, tidak dapat diramalkan dan sering penuh dengan tekanan. Menurut Bandura (dalam Alwisol 2005), terdapat dua komponen self efficacy yaitu: a. Efikasi ekspektasi (efficacy expectation) adalah keyakinan diri sendiri bahwa ia akan berhasil melakukan suatu tindakan. Self efficacy berhubugan erat dengan sebesar apa usaha yang akan dilakukan dan seberapa lama individu bertahan dalam situasi menekan. Lebih lanjut perubahan tingkah laku menurut Bandura kuncinya adalah efikasi ekspektasi b. Ekspektasi hasil (Outcome expectation) perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan itu akan mencapai hasil tertentu. Self efficacy terdiri dari beberapa dimensi yaitu kesulitan tugas yang dilalui, keyakinan individu akan kemampuan yang dimiliki dan seberapa kuat keyakinan indivdiu mengenai kemampuan yang dimiliki. Self efficacy mempunyai dua komponen yaitu efikasi ekspektasi dan efikasi hasil. Dua komponen ini adalah dua hal yang secara mendasar berbeda namun saling berkaitan erat. 2. Aspek-Aspek Self Efficacy

Menurut Bandura (1997) self efficacy pada diri tiap individu akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan tiga dimensi yaitu: a. Tingkat kesulitan tugas ( level) yaitu dimensi yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka self efficacy individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukan atau menghindari tingkah laku yang berada diluar batas kemampuan yang dirasakan. b. Tingkat keyakinan (strength) yaitu dimensi yang berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu

makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya. c. Luas bidang perilaku ( generality) yaitu dimensi yang berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan kemampunnya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi. 3. Sumber Self Efficacy Bandura (dalam Alwisol 2005) menyebutkan 4 sumber self efficacy adalah: a. Pengalaman performansi 1. Participant modelling yaitu meniru individu yang berprestasi. 2. Performance desensitization yaitu kehilangan pengaruh bruruk prestasi masa lalu. 3. Performance exposure yaitu menonjolkan keberhasilan yang penuh gairah. 4. Self-Instructed performance yaitu melatih diri untuk melakukan yang terbaik. b. Pengalaman Vikarius 1. Live modelling yaitu mengamati model yang nyata. 2. Symbolic modelling yaitu mengamati model simbolik, film, komik, cerita.

c. Persuasi Verbal 1. Sugestion yaitu mempegaruhi dengan kata-kata berdasar kepercayaan. 2. Exhortation yaitu nasehat, peringatan yang mendesak atau memaksa. 3. Self-instruction yaitu memerintah diri sendiri 4. Intrepretive treatment yaitu interpretasi baru memperbaiki interpretasi lama yang salah. d. Pembangkitan Emosi 1. Attribution yaitu mengubah atribusi, penanggung jawab suatu kejadian emosional. 2. Relaxation biofeedback yaitu relaksasi 3. Symbolic desensitization yaitu menghilangkan sikap emosional dengan modeling simbolik. 4. Symbolic exposure yaitu memunculkan emosi secara simbolik Perubahan tingkah laku (Alwisol 2005) dalam sistem Bandura kuncinya adalah ekspektasi efikasi ( self expectation). Self efficacy atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan melalui salah satu kombinasi empat sumber, yaitu: 1. Pengalaman mengusai suatu prestasi (Performance accomplishment)

Prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi pada masa lalu menjadi pengubah self efficacy yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi ( masa lalu) yang bagus meningkatakan ekspektasi efikasi (expectation efficacy), sedang kegagalan akan menurunkan efficacy. Mencapai keberhasilan akan memberi dampak efficacy yang berbeda-beda tergantung proses penyampaiannya: a. Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efficacy semakin tinggi. b. Kerja sendiri, lebih meningkatkan efficacy dibanding kerja kelompok, dibantu orang lain. c. Kegagagalan menurunkan efficacy, kalau individu sudah berusaha sebaik mungkin. d. Kegagalan dalam suasana emosional atau stress, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya optimal. e. Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efficacy yang kuat, dampaknya tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyainan efficacynya belum kuat. f. Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efficacy. 2. Pengalaman Vikarius (vicarious experience) Diperoleh melalui model sosial. Efficacy akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efficacy akan menurun jika mengamati orang

yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati berbeda dengan diri si pengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi individu tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama. 3. Persuasi Sosial (social persuation) Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi self efficacy. Kondisi itu adalah rasa percaya pada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan. 4. Pembangkitan emosi atau keadaan emosi (emotional/psychological) Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efficacy dibidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, dapat mengurangi self efficacy. Namun bisa terjadi, pengangkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan self efficacy. D. Kerangka Berfikir Kerangka Berfikir bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka variabel yang akan diteliti. Kerangka berfikir digambarkan seperti yang yang dirunjukan pada gambar 2.1 berikut:

Self Control (X1) Kecemasan Berbicara Self Efficacy (X2) Gambar 2.1 Burgoon dan Ruftner (dalam Rahayu 2010) kecemasan berbicara saat presentasi adalah suatu hal yang normal, bahkan dapat dikatakan sehat apabila kecemasan tersebut mendorong seseorang untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk mengantisipasi apa yang ditakutkannya, namun kecemasan yang terlalu tinggi pada saat berbicara akan menghambat seseorang untuk menunjukkan kapasitas dirinya. Burgoon dan Ruffner (dalam Azwar 2010) menyatakan orang-orang yang memiliki kecemasan berbicara ditandai oleh ciri-ciri, unwillingness adalah ketidaksediaan untuk berkomunikasi, individu berusaha untuk menghindari berbicara didepan banyak orang, hal ini terjadi disebabkan karena adanya perasaan cemas, sifat introvert, dan ditandai rendahnya frekuensi partisipasi dalam berbagai situasi komunikasi. Penghindaran yang dilakukan siswa saat presentasi terjadi karena pengalaman yang tidak menyenangkan sebelumnya dan rendahnya pegendalian diri

siswa saat harus melakukan presentasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan berbicara adalah self contol dan self efficacy. Self control sebagai kemampuan siswa untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa kearah konsekuensi positif. Ia merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan siswa selama proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan sekitarnya (Ghufron dan Risnawita, 2012). Bandura ( 1997) menyatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan individu menegnai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mecapai hasil tertentu. Self control dan self efficacy yang tinggi dapat membuat siswa tidak terlalu mengalami kecemasan dalam menghadapi komunikasi atau presentasi (seperti sakit perut atau sakit kepala secara memndadak ketika menjelang presentasi) karena dirinya tidak ragu-ragu atau yakin dengan kemampuan yang dimilikinya. Adanya keyakinan kemampuan pada siswa membuat dirinya berani menghadapi situasi yang dapat menimbulkan ancaman bagi dirinya atau dengan kata lain dirinya tidak mengalami kecemasan bebicara dan tidak mengalami kesulitan untuk mengungkapkan kata-kata dalam mempersentasikan tugasnya. Berbeda dengan siswa yang kurang memiliki self control dan self efficacy dirinya tidak memiliki keyainanan akan kemampuannya dan berfikir kalau usaha yang dilakukan nantinya akan gagal sehingga perasaan tertekan yang dirasakan menjadi meningkat.

E. Hipotesis Berdasarkan pada kerangka berfikir di atas, maka hipotesis penulis adalah: Terdapat hubungan antara self control dan self efficacy dengan kecemasan berbicara saat presentasi.