VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
VII. RANCANGAN PROGRAM KEBERLANJUTAN KOMUNITAS KAMPUNG ADAT CIREUNDEU

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat pada tahun menunjukkan hasil yang positif bagi

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

DISFUNGSIONAL PERAN KARANG TARUNA DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL DI KAMPUNG CIREUNDEU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2014 PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT.

BAB V TEMUAN STUDI, KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

BAB V PENUTUP. Pemkab Sragen, dalam hal ini Disparbudpor, telah melaksanakan komunikasi

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB IV ANALISIS KOMUNIKASI KONFLIK KELOMPOK DI MASYARAKAT MALANG NENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan yang luas. Gejala ini mulai muncul sejak awal abad ke-20 dan mengakibatkan

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REALISASI FISIK DAN ANGGARAN KEGIATAN STRATEGIS ESELON I LINGKUP KEMENTAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN TAHUN 2015

ANAK INDONESIA. Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

HASIL SIDANG KOMISI B PROGRAM KERJA STRATEGIS

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

RINGKASAN DOKUMEN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN PASURUAN TAHUN

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

Oleh : Andika Sartono KELOMPOK A 11-D3MI-02. Dosen : Khalis Purwanto MM

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

BAB I PENDAHULUAN. Peranan Organisasi Kepemudaan Dalam Pembinaan Pribadi Yang Partisipatif Di Masyarakat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BAB III Visi dan Misi

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

BAB I PENDAHULUAN. kemasyarakatan. Pelaksanaan nilai-nilai budaya merupakan bukti legitimasi

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengelola tanah hingga menanam bibit sampai menjadi padi semuanya dilakukan

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Koherensi Peran Gapoktan dalam Undang-Undang Desa dalam Mendukung Kedaulatan Pangan yang Berkelanjutan di Kalimantan Barat

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dari hasil analisis terhadap keberlanjutan komunitas Kampung Adat Cireundeu dapat disimpulkan beberapa hal sebagai akhir kajian : Kelembagaan adat sebagai salah satu aspek yang membangun struktur sosial komunitas kampung adat Cireundeu telah mengalami perubahan secara evolusi seiring proses pembangunan (perubahan) yang terus terjadi. Pada awalnya kelembagaan adat muncul dengan sendirinya sebagai sebuah kelengkapan yang lazim ada dalam sebuah komunitas; dia hadir seiring berkembangnya komunitas. Dalam perjalanannya kelembagaan adat ini kemudian dikukuhkan secara formal menjadi kelembagaan sesepuh yang memiliki struktur organisasi dengan tupoksi masing-masing. Pada tahap berikutnya perubahan lain terjadi pada kelembagaan adat adalah pada ketidakmampuannya untuk mengakomodasi seluruh aspirasi warga komunitas serta mencarikan solusi dari permasalahan yang muncul. Sebagian sesepuh disibukkan oleh upaya pemenuhan kebutuhan materi sehingga posisi sebagai sesepuh sedikit banyak turut menjadi jalan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut. Kelembagaan pangan merupakan salah satu titik sentral dalam perjalanan hidup komunitas kampung adat Cireundeu. Dibalik pilihannya menggunakan beras singkong (rasi) sebagai bahan pangan utama, terdapat etika kemandirian dan etika pembebasan yang menjadi semangat dan ingin diwujudkan dalam kehidupan komunitas dengan memproduksi dan memberi makan komunitas dari dalam sistem komunitas sendiri. Tetapi pada saat sekarang etika tersebut sudah mulai luntur. Etika kemandirian dan etika pembebasan ini tidak lagi mengikat warga komunitas, sehingga pada generasi berikutnya warga tidak memiliki rasa wajib untuk menjadikan rasi sebagai bahan pangan utama. Demikian pula dengan semangat memproduksi dan memberi makan komunitas dari dalam yang disimbolkan dengan menyisihkan padi didalam gentong, dimaknai secara pragmatis. Orang membeli padi untuk mengisi gentongnya, dengan demikian telah terjadi pergeseran fungsi kelembagaan food security.

96 Ikatan sosial sebagai aspek struktur komunitas sampai saat ini masih terjalin dengan erat dalam komunitas kampung adat Cireundeu. Gotong royong sebagai wujud dari nilai kearifan lokal pada masa lalu masih dilaksanakan sampai saat ini, apapun motivasinya. Aplikasi dari ikatan sosial lainnya yang paling elementer terlihat dari kecenderungan mendahulukan komunitasnya sendiri dibanding warga kampung lain. Moral dalam sistem; ekonomi, hubungan sosial, solidaritas sosial, integrasi sosial, kepemimpinan lokal, resolusi konflik telah mengalami pergeseran dari nilai-nilai yang berdimensi kearifan lokal berubah menjadi lebih menghargai nilainilai rasional dan individualisme. Pergeseran ini berimbas pada sikap komunitas terhadap pembangunan dan partisipasi dalam pembangunan yang menjadi sangat perhitungan dan bergantung kepada pemerintah.. Disisi lain muncul sikap pengagungan terhadap materi-kebendaan dan merubah sebagian besar komunitas menjadi hedonis dan materialis. Implikasi dari perubahan-perubahan tersebut adalah keberlanjutan Komunitas Kampung Adat Cireundeu sedang menuju titik dimana ketidakberlanjutan akan terjadi. Implikasi tersebut bisa ditandai oleh nilai adat yang mengalami degradasi, ketiadaan patokan berkiblat serta kegalauan moral. Hal lain yang tersisa pada saat sekarang hanyalah budaya makan beras singkong tanpa fiosofi dan penguatan didalamnya. Pada aspek lain, Komunitas Kampung Adat Cireundeu bisa dikatakan hampir tidak memiliki lagi pembeda dengan kelompok masyarakat modern lainnya. Integrasi sosial yang berubah, pengagungan terhadap materi/kebendaan, peran agama dan nilai-nilai budaya adat seperti yang telah dikemukakan di atas, mulai dikesampingkan dan menjadi bagian dari gejala ketidakberlanjutan. Untuk lebih ringkasnya, berikut beberapa poin yang menjadi kesimpulan akhir dan menjawab rumusan permasalahan yang muncul pada Bab I dari kajian ini : 1. Struktur sosial komunitas kampung adat Cireundeu yang berubah, adalah : Kelembagaan adat mengalami perubahan pada aspek strukturnya juga lebih dalam lagi mengalami perubahan pada fungsi-fungsinya.

97 Kelembagaan pangan rasi yang pada awalnya memiliki etika kemandirian dan pembebasan, aplikasinya pada saat sekarang mengalami degradasi etika dan moral yang tekandung didalamnya. Tata aturan yang ada dalam komunitas banyak dilanggar oleh warga komunitas karena tidak ada penerapan sangsi yang tegas yang dijatuhkan kepada warga yang melanggar. 2. Sistem nilai komunitas kampung adat Cireundeu yang berubah, adalah : Etika - moral dalam sistem ekonomi. Etika - moral dalam sistem sosial : hubungan sosial, solidaritas sosial, integrasi sosial, kepemimpinan lokal, resolusi konflik, sikap komunitas terhadap pembangunan, partisipasi dalam pembangunan dan pengagungan terhadap materi-kebendaan. Etika moral keadilan 3. Implikasi dari perubahan struktur dan nilai budaya di komunitas kampung adat Cireundeu : Implikasi tersebut bisa ditandai oleh nilai adat yang mengalami degradasi, ketiadaan patokan berkiblat serta kegalauan moral. Implikasi dari lunturnya etika moral dalam kelembagaan pangan adalah, pertama jumlah pengkonsumsi rasi tidak bertambah (atau malah berkurang) yang seharusnya berbanding lurus dengan bertambahnya warga komunitas. Kedua kelembagaan pangan rasi berubah hanya menjadi penanda komunitas dan dianggap sebagai sebuah komoditas. 8. 2. Saran Gejala ketidakberlanjutan komunitas kampung adat Cireundeu bisa dihilangkan dengan merevitalisasi sistem sosial komunitas tersebut, sehingga efek negatif pembangunan (perubahan) yang terjadi didalam dan disekeliling komunitas bisa tereduksi. Upaya revitalisasi sistem sosial bukanlah hal yang tidak mungkin; hanya saja diperlukan waktu yang panjang, niat kuat serta kerja keras dari semua pihak untuk mewujudkannya. Dengan demikian, termasuk dalam program revitalisasi dan terpenting adalah perubahan pola pikir pada seluruh

98 komunitas bahwa tidak semua yang baru dan datang dari luar lebih baik dari yang lama dan ada pada mereka. Perlu ditumbuhkan kembali rasa bangga terhadap nilai-nilai lokal terutama dikalangan generasi muda. Dalam perencanaan dan pelaksanaan revitalisasi komunitas kampung adat Cireundeu peran pendamping dari LSM yang benar-benar konsern terhadap Komunitas juga akan sangat membantu menjaga keberlanjutan komunitas. Pendamping ini bisa memfasilitasi komunitas untuk membuat jejaring dengan berbagai pihak yang akan mendukung eksistensi komunitas Strategi revitalisasi perlu di laksanakan pada tiga ruang kekuasaan berbeda, pertama pada level Pemerintah sebagai pengemban tugas pelayanan kepada seluruh warganya seperti diamanatkan oleh undang-undang dan peraturanperaturan lain yang mengikat, kedua pada level komunitas yang idealnya merupakan aktor utama dalam pelaksanaan segala hal yang menyangkut seluruh kebutuhan dan kepentingannya sendiri dan yang ketiga pada gabungan level Pemerintah dan masyarakat, hal ini penting dilakukan karena pembangunan tidak akan berhasil dengan baik bila tidak ada kerjasama antara pihak pemerintah dan masyarakat, dimana masing-masing memiliki kepentingan yang harus saling mendukung. Untuk mengatasi dampak negatif atas perubahan struktur sosial dan nilai budaya komunitas kampung adat Cireundeu diusulkan sejumlah saran yang bisa dilaksanakan, sebagai berikut : 1. Program di Ruang Pemerintah Pemetaan Partisipatif Advokasi Kebijakan Koordinasi Lintas Sektor Peningkatan Sumber Daya Aparatur dan Sumber Daya Komunitas Study Banding Pelatihan untuk Aparatur Pemerintah Kota Cimahi Penganggaran Pembiayaan secara Spesifik dari APBD Kota Cimahi untuk Pengembangan Komunitas Adat

99 2. Program di Ruang Komunitas Penguatan Budaya dan Sistem Nilai Adat Peningkatan Kesadaran akan Potensi Lokal yang dimiliki Penguatan Lembaga Adat (penguatan peran sesepuh) Peningkatan Keterampilan Komunitas Pembinaan/Kaderisasi Generasi Muda Peningkatan Pemahaman Bersama dalam rangka Mengatasi Konflik Pelibatan Seluruh Strata Ekonomi dalam komunitas dalam Kegiatan Bersama dalam Bentuk Wadah usaha bersama. Revitalisasi Etika Moral Pangan berbasis Singkong di komunitas adat Cireundeu. 3. Program Gabungan di Ruang Pemerintah dan Komunitas Pembentukan Forum Diskusi Revitalisasi Budidaya Singkong dan Hasil Olahnya Konservasi Etika/moral Pangan Singkong Konservasi kelembagaan Lokal Pengembangan Desa Wisata Kampung Adat Cireundeu