BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis keuangan global pernah dialami oleh dunia setelah perang dunia pertama atau tepatnya pada tahun 1920-an akibat kondisi pasca perang. Selanjutnya, krisis global dengan skala yang berbeda-beda juga masih terjadi secara berkesinambungan. Bahkan, dunia pernah mengalami krisis buble economy yaitu krisis pada perusahaan-perusahaan dotcom dan perusahaan teknologi lainnya di Amerika Utara dan Uni Eropa yang berakibat pada kebangkrutan korporasi besar di Amerika seperti Worldcom, Enron, Lehman Brothers, dsb. Selain itu, KAP Arthur Anderson pun turut menjadi sorotan publik atas bangkrutnya perusahaan Enron. Hal ini disebabkan karena sebelumnya, KAP tersebut mengeluarkan opini audit wajar tanpa pengecualian setahun sebelum bangkrutnya perusahaan Enron. Berbagai krisis keuangan global masih terus terjadi hingga sampai saat ini. Hal tersebut berimbas pada setiap negara yang terlibat dalam pasar global termasuk negara Indonesia, yang selanjutnya mempengaruhi kemampuan perusahaan-perusahaan dalam negeri untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Dampak yang akan terjadi tentunya akan bervariasi, tergantung sejauh mana negara tersebut bergantung pada pasar global. Menurut (Setiawan, 2006 dalam Santosa dan Wedari, 2007), going concern merupakan asumsi bahwa perusahaan yang dapat mempertahankan hidupnya
secara langsung akan mempengaruhi laporan keuangan. Jadi, kelangsungan hidup suatu perusahaan akan tercermin dalam laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan jika perusahaan yang telah menyusun laporan keuangannya dengan dasar going concern, suatu saat dapat mengalami kegagalan usaha akibat adanya ketidakstabilan ekonomi global. Kelangsungan hidup entitas bisnis dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal. Menurut (Purba, 2009), kendala eksternal dapat berupa kendala di luar perusahaan seperti pasar, kondisi moneter, sosial, politik dan lainlain. Sedangkan kendala internal adalah kendala di dalam perusahaan itu sendiri seperti kondisi keuangan, sumber daya manusia, budaya perusahaan, penguasaan teknologi, pengawasan internal dan lain-lain. Kendala-kendala tersebut dapat digunakan sebagai indikator untuk memprediksi apakah perusahaan mampu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern). Tidaklah mudah untuk memprediksi hal tersebut, apalagi jika dilakukan oleh orang yang masih awam. Oleh karena itu, dibutuhkan seorang akuntan yang independen, profesional dan berkompeten untuk dapat memprediksi dan menilai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Seorang auditor dipandang sebagai pihak yang independen, profesional dan berkompeten untuk dapat memprediksi hal tersebut. Oleh karena itu, diharapkan seorang auditor tidak hanya mampu memeriksa laporan keuangan dan mendeteksi kecurangan dalam entitas saja. Lebih daripada itu, auditor juga harus jeli dalam melihat kemungkinan kegagalan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Dan tentunya ia juga harus memperhatikan aspek hukum dan perundang-undangan yang berlaku dalam entitas tersebut. Menurut (Sembiring, 2010) auditor melalui opininya yang terangkum dalam laporan audit, berperan untuk mencegah diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan, sehingga dengan menggunakan laporan keuangan yang telah diaudit para pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan yang benar. Oleh karena itu, American Institute of Certified Public Accounting (AICPA) mensyaratkan bahwa auditor harus mengungkapkan secara eksplisit apakah perusahaan klien akan dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan kliennya sampai setahun kemudian setelah pelaporan (Januarti, 2008). Selain itu, dalam (IAI, 2001: SPAP Seksi 341, 02) juga telah dinyatakan bahwa auditor juga bertanggung jawab untuk menilai apakah terdapat keraguan besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu yang tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit. Dalam menilai kelangsungan hidup perusahaan, auditor juga dituntut untuk memperhatikan hal-hal lain selain yang disajikan dalam laporan keuangan, misalnya: masalah eksistensi dan kontinuitas entitas, kekurangan modal kerja, arus kas negatif, masalah hukum, dsb. Hal-hal tersebut juga harus diperhatikan dengan cermat, karena secara langsung maupun tidak langsung hal tersebut akan berimbas pada kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Sebagai seorang yang independen, auditor diharapkan untuk mencantumkan penjelasan mengenai kondisi perusahaan dalam catatan atas laporan keuangan. Sehingga opini audit dapat menjadi sebuah warning bagi para pemakai laporan
keuangan dalam memahami kondisi keuangan perusahaan. Menurut (Boritz, 1991), pemberian warning lebih awal akan memberikan identifikasi masalah perusahaan lebih dini, sehingga manajemen perusahaan dapat menyelesaikan masalahnya dengan segera. Namun pada kenyataannya, keengganan auditor dalam melakukan modifikasi atas opini audit terkait dengan kemampuan perusahaan untuk going concern masih ditemukan hingga saat ini. Menurut (Purba, 2009), keengganan tersebut dapat disebabkan oleh adanya kekuatiran akan beberapa hal, diantaranya yaitu: self-fulfilling prophecy, kehilangan perusahaan klien, penurunan rating kredit perusahaan klien, serta sikap auditor eksternal yang tidak independen dan selalu mengikuti kemauan perusahaan klien. Self-fulfilling prophecy sendiri merupakan suatu hipotesis yang menyatakan bahwa apabila auditor memberikan opini audit going concern, maka akan banyak investor yang membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya dari perusahaan tersebut sehingga menyebabkan perusahaan akan cepat bangkrut. Meskipun pemberian opini going concern bukan merupakan tugas yang mudah, auditor tetap harus mengungkapkan opini tersebut agar perusahaan dapat mengambil keputusan dengan bijak terkait dengan masalah yang sedang dihadapi perusahaan tersebut. Dalam (Mutchler, 1985) dinyatakan bahwa perusahaan akan menerima opini going concern apabila mempunyai masalah pada pendapatan, reorganisasi, ketidakmampuan dalam membayar bunga, menerima opini going concern tahun sebelumnya, dalam proses likuidasi, modal yang negatif, arus kas negatif, pendapatan operasi negatif, modal kerja negatif, 2 s/d 3 tahun berturut-turut rugi, dan laba ditahan negatif.
Kajian atas opini audit going concern dapat dinilai dari faktor internal dan eksternal perusahaan tersebut. Faktor eksternal yang akan dianalis yaitu kualitas audit dan opini audit tahun sebelumnya. Sedangkan faktor internal yang akan dianalisis, merupakan elemen-elemen dari corporate governance yang terdiri dari komite audit, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan terpusat. Kajian tentang mekanisme corporate governance sendiri menarik untuk dibahas karena masih banyak entitas yang belum menerapkan prinsip GCG, selain itu adanya ketidakefektifan kebijakan dalam tata kelola perusahaan besar seperti Lehman Brothers,dsb sangat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Jumlah anggota komite audit sendiri sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang, seperti yang telah diatur dalam peraturan BAPEPAM No. IX.I.5 tahun 2004. Di Indonesia, keanggotaan komite audit dapat bervariasi, tergantung dengan ukuran organisasi serta tanggung jawabnya. Namun, jumlah keanggotaan tiga sampai lima merupakan jumlah yang cukup ideal (Wijaya, 2012). Menurut (Naimi, 2010) bahwa semakin besar ukuran komite audit maka akan semakin meningkatkan kualitas pengawasan. Sehingga tingginya tingkat pengawasan perusahaan menunjukkan adanya tingkat keyakinan yang lebih tinggi dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Kepemilikan manajerial dapat menyelaraskan masalah keagenan antara pemilik saham dan manajer (Jensen dan Meckling, 1976). Menurut (Petronila dalam Setiawan, 2011) persentase kepemilikian anggota dewan dalam perusahaan menyebabkan meningkatnya kinerja operasional perusahaan. Anggota dewan merasa memiliki perusahaan sehingga berusaha untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya melalui peningkatan pengendalian. Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan (Adjani, 2013) bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Berbeda dengan hasil penelitian Januarti (2009) yang menyatakan bahwa meskipun terdapat kepemilikan manajerial dan institusional, fungsi pengawasan yang ada belum menjamin perusahaan tidak mendapatkan opini audit going concern karena untuk kinerja perusahaan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut penelitian (Felina dalam Linoputri, 2010) kepemilikan terpusat dapat membawa dua hipotesis yang berlawanan yaitu pemegang saham mayoritas secara efektif mengendalikan perusahaan dan mengendalikan informasi akuntansi yang dihasilkan, sehingga akan menurunkan kredibilitas informasi akuntansi. Sementara di sisi lain, adanya kepemilikan terpusat, pemegang saham mayoritas akan berusaha meningkatkan kredibilitas informasi akuntansi yang dihasilkan. Hal tersebut terjadi sebab mereka berkepentingan membangun reputasi perusahaan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. (Craswell et al., 1995 dalam Fanny dan Saputra 2005) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik besar dan yang memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasionallah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. Berdasarkan penelitianpenelitian terdahulu, proksi yang sering digunakan untuk menilai kualitas audit
adalah dengan menggunakan skala Kantor Akuntan Publik atau reputasi auditor. Penelitian tentang kualitas audit dilakukan oleh Januarti (2009) yang diproksikan dengan auditor industry specialization dan hasil penelitian berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Sedangkan hasil penelitian Tamba (2009), Tampubolon (2011), dan Pandiangan (2013) tidak berpengaruh signifikan, dengan KAP BigFour dan Non-BigFour sebagai proksi kualitas audit. Pemilihan auditor dengan kualitas tinggi dapat meningkatkan tingkat kredibilitas laporan keuangan, karena KAP besar umumnya akan menjaga reputasi mereka dengan selalu berusaha meningkatkan kualitas kinerja mereka dalam mengaudit suatu perusahaan. Perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan cenderung menerima opini yang sama untuk tahun berikutnya karena kegiatan usaha suatu perusahaan pada tahun tertentu berhubungan dengan keadaan di tahun sebelumnya. Hal ini didukung oleh penelitian (Tampubolon, 2011) dan (Pandiangan, 2013) yaitu opini going concern tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern pada tahun berikutnya. Peneliti memilih perusahaan manufaktur sebagai sampel dalam penelitian ini. Alasan peneliti memilih perusahaan manufaktur karena perusahaan manufaktur memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu, perusahaan manufaktur juga memiliki tingkat kompetisi yang kuat sehingga data keuangan perusahaan manufaktur lebih dapat dipercaya dalam penyajian akunakun laporan keuangan seperti cash flow, penjualan, dan lain-lain.
Hasil penelitian yang tidak konsisten antara penelitian terdahulu, mendorong peneliti untuk mengkaji kembali pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap penerimaan opini audit going concern pada tahun berbeda, yaitu tahun 2010 sampai 2013 dengan objek penelitian perusahan manufaktur. Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk mencermati dan menganalisis lebih lanjut tentang pengaruh mekanisme corporate governance, kualitas audit, opini audit tahun sebelumnya terhadap opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1) Apakah faktor komite audit berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur? 2) Apakah faktor kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur? 3) Apakah faktor kepemilikan terpusat berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur? 4) Apakah faktor kualitas audit berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur? 5) Apakah faktor opini tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pengaruh dari komite audit terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur. 2) Untuk mengetahui pengaruh dari kepemilikan manajerial terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur. 3) Untuk mengetahui pengaruh dari kepemilikan terpusat terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur. 4) Untuk mengetahui pengaruh dari kualitas audit terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur. 5) Untuk mengetahui pengaruh dari opini tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur. 1.3.2. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman serta pengetahuan peneliti mengenai pengaruh komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan terpusat, kualitas audit, dan opini tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit going concern.
2) Bagi Manajemen Perusahaan Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam penentuan kebijakan-kebijakan perusahaan serta dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi pihak manajemen perusahaan. 3) Bagi Auditor Independen Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan referensi bagi auditor dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam pemberian opini audit yang menyangkut tentang pemberian opini audit going concern. 4) Bagi Investor Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan juga informasi bagi para investor mengenai kelangsungan usaha suatu entitas, sehingga diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat dalam berinvestasi. 5) Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan referensi, informasi, dan pertimbangan bagi para peneliti selanjutnya sebagai dasar untuk melakukan penelitian tentang mekanisme corporate governance, kualitas audit, opini tahun sebelumnya, dan penerimaan opini audit going concern.