menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesatuan hubungan hidup antara warga binaan dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak adanya ketenangan dalam masyarakat. Kejahatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

EKSISTENSI KEBERADAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA. Oleh: Laras Astuti

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA UPAYA PENINGKATAN PEMBINAAN NARAPIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

oleh : Herwin Sulistyowati,SH.,MH

BAB I PENDAHULUAN. tahanan, narapidana, anak Negara dan klien pemasyarakatan sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tinjauan tentang Peranan dan Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Manusia dengan segala aspek kehidupannya itu melaksanakan aktivitas dalam

PENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mayashafira (2007) melakukan penelitian dengan judul Tentang Perspektif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlakuan terhadap para pelanggar hukum, merupakan masalah

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan. mereka yang telah melanggar peraturan tersebut 1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ribu orang di seluruh Indonesia, hingga Oktober 2015 jumlah narapidana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Penjara bagi kalangan awam adalah tempat bagi penjahat/ kriminal

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga pemasyarakatan atau disingkat ( LAPAS) merupakan institusi dari

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

BAB I PENDAHULUAN. dialami manusia dari waktu ke waktu, bahkan sejak adam dan hawa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Sedangkan pengertian Lembaga Pemasyarakatan menurut ensiklopedi sebagai berikut2:

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab negara yang dalam hal ini diemban oleh lembaga-lembaga. 1) Kepolisian yang mengurusi proses penyidikan;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. hukum yang tercatat dalam perundang-undangan yang meliputi: 14

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Masyarakat terdiri dari kumpulan individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses interaksi sering terjadi benturan-benturan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik diantara pihak-pihak yang bertentangan tersebut. Dapat dikatakan bahwa perbuatan yang merugikan orang lain dan hanya menguntungkan pribadi atau kelompoknya dengan cara melanggar hukum merupakan bagian tindakan kejahatan. Dalam sistem hukum Indonesia, seseorang yang berbuat kejahatan yang dapat merugikan orang lain dapat ditindak melalui hukum pidana.selanjutnya jika orang tersebut telah divonis dan dijatuhi hukuman kurungan penjara oleh hakim di pengadilan, maka orang tersebut naik statusnya dari terpidana dan akan menjadi warga binaan permasyarakatan ketika ia telah memasuki Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Penjatuhan pidana bagi seseorang yang melanggarhukum pada dasarnya bukan sebagai suatu perbuatan yang dibuat negara untuk balas dendam kepada si pelaku tindak pidana, melainkan sebagai jalan keluar yang tepat atas tindak pidana yang telah dilakukannya. Penjatuhan pidana kepada seseorang dengan menempatkannya kedalam Lapas pada dasarnya melihat bahwa pidana adalah untuk menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk 1

2 memperbaiki kerusakan individual dan sosial yang diakibatkan oleh tindak pidana. Lapas sebagai ujung tombak pelaksanaan atas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut, melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Pembinaan dalam Lapas adalah satu bagian dari proses rehabilitasi watak dan perilaku warga binaan selama menjalani hukuman, sehingga ketika mereka keluar dari Lapas mereka telah siap berbaur kembali dengan masyarakat. Sejalan dengan perkembangan zaman, serta meningkatnya peradaban serta perkembangan hak asasi manusia, sistem kepenjaraan telah mengalami perubahan karena dianggap tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sistem kepenjaraan hanyalah mengutamakan pengenaan nestapa dan derita sehingga hak asasi para narapidana terabaikan. Sistem permasyarakatan sudah jauh lebih meningkat dari istilah penjara yang dianggap tempat penyiksaan bagi para narapidana. Simon & Sunaryo (2011: 26) Lapas kini lebih berperan kepada pembinaan narapidana berbasis masyarakat yang mana pertama kali diperkenalkan oleh Sahardjo pada tahun 1964 dari Universitas Indonesia, di dalam pidato pengukuhannya mengganti istilah penjara dengan pemasyarakatan, dengan karakterisrik sepuluh prinsip pokok yang semuanya bermuara pada suatu falsafah, narapidana bukanlah orang hukuman. Istilah Lembaga Pemasyarakatan digunakan secara resmi sejak tanggal 27 April 1964 bersamaan dengan berubahnya sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan dan semakin No 12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan.

3 Lapas Klas II B Kota Tebing Tinggi berada di Provinsi Sumatera Utara dan berada dibawah naungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Sumatera Utara. Berdasarkan hasil wawancara awal dengan petugas Lapas di Lapas Klas II B Kota Tebing Tinggi yang selanjutnya disebut Lapas Tebing Tinggi bahwa Lapas Tebing Tinggi merupakan salah satu bangunan peninggalan pemerintahan Kolonial Belanda. Lapas ini memiliki jumlah daya tampung 451 orang, namun karena semakin maraknya tingkat volume kejahatan penghuni Lapas ini melebihi kapasitas yang ada (Over-Capacity) yaitu sejumlah 1.265 orang, dimana 80% diantaranya adalah pelaku tindak pidana kasus narkoba sedangkan 20% lagi pelaku tindak pidana kriminal umum seperti pencuri, penipu, pembunuh, pemerkosa dan bandar judi. Salah satu hal yang menjadi menarik untuk dibahas ketika banyaknya jumlah pengedar narkoba masih menjalankan perdagangan gelap narkoba di dalam Lapas ini sehingga pembinaan terhadap warga binaan yang merupakan tujuan dari Lapas perlu dipertanyakan karena dianggap tidak optimal. Proses pembinaan dalam upaya memasyarakatkan warga binaan tidak dapat dilaksanakan begitu saja oleh petugas Lapas tanpa adanya peran dari masyarakat, baik peran serta dalam program pembinaan atau peran menerima kembali warga binaan setelah keluar dari Lapas. Sebab dalam kenyataannya banyak para warga binaan permasyarakatan setelah menjalani pembinaan di Lapas tidak menjadi manusia yang baik, tidak merasa takut dan jera malah sebaliknya Lapas di jadikan tempat menimba ilmu kejahatan bagi mereka.

4 Warga Binaan di Lapas mempunyai banyak kesempatan untuk saling berinteraksi serta bersosialisasi antar sesama warga binaan. Interaksi ini membawa dampak positif dan juga dampak negatif. Di balik tembok besi tersebut para warga binaan dapat berbagi pengalaman dalam hal kejahatan, sehingga Lapas justru berfungsi sebagai sekolah kejahatan, dimana warga binaan yang baru masuk ke Lapas menimba ilmu kepada warga binaan yang senior dalam hal kejahatan. Dan akhirnya akan dipraktekkan pada saat keluar dari masa tahanan. Seperti yang dikatakan Kaligis (2006 :352-353) : Penyimpangan yang terjadi di Lembaga Permasyarakatan merupakan kasus yang sudah diketahui umum. Bahakan lebih sering Lembaga Permasyarakatan disebut sebagai sekolah kejahatan. Sebagaimana diungkapkan oleh the Royal Commision on Criminal Justice di Ingrris ketika mendorong perubahan undang-undang acara pidana bahwa penjara atau lembaga permasyarakatan adalah suatu cara yang mahal untuk menjadikan orang jahat menajdi lebih buruk lagi. Kondisi LP yang kelebihan beban (overload) mengakibatkan petugas LP sulit untuk mengawasi dan melindungi seorang narapidana dari pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh sesama narapidana maupun yang dilakukan petugas LP. Pengawasan yang tidak sempurna karena jumlah pengawas yang tidak seimbang dengan jumlah narapidana memungkinkan narapidana melarikan diri. Sebutan sebagai sekolah kejahatan untuk Lapas semakin nyata terlihat pada saat warga binaan yang telah selesai masa tahanan nya, yang telah keluar dari Lapas melakukan kejahatan ulang. Tidak heran apabila masyarakat masih belum bisa sepenuhnya menerima kembali para warga binaan setelah warga binaan tersebut bebas disebabkan semakin maraknya angka kejahatan walaupun telah ada Lapas sebagai wadah pembinaan dan upaya memasyarakatkan kembali para pelaku tindak pidana. Tidak sedikit juga warga masyarakat menganggap Lapas sebagai pusat

5 sekolah untuk berlatih tindakan kriminal bahkan yang lebih parah dari yang pernah dilakukan semula oleh warga binaan yang telah bebas tahanan. Lapas di Indonesia jauh dari apa yang diharapkan. Banyaknya persoalanpersoalan di Lapas menyebabkan Lapas belum layak dikatakan sebagai wadah untuk memasyarakatkan para warga binaan yang melakukan tindak pidana. Rumadan (2013:264) mengatakan diantara permasalahan yang terjadi di Lapas yaitu keributan antar sesama narapidana, perlakuan para petugas Lapas terhadap narapidana, perdagangan narkoba, pelecehan seksual dan berbagai persoalan-persoalan negatif lain yang sering terdengar dari balik jeruji besi tersebut. Disinilah lemahnya fungsi Lapas yang kurang menjalankan peran nya dengan baik dan efektif, dimana Lapas sebagai tempat pembinaan dan perbaikan terhadap para warga binaan diharapkan dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga dapat menanggulangi angka kejahatan dalam masyarakat, namun pembinaan itu belum dilaksanakan secara maksimal oleh Lapas sehingga fenomena-fenomena kejahatan di Lapas sering terjadi. Selain itu, Lapas yang diharapkan dapat membina para warga binaan yang melakukan tindak pidana malah sebaliknya menjadi tempat kriminal yang melahirkan para tindak pidana berkualifikasi residivis. Lapas merupakan wadah untuk memasyarakatkan kembali warga binaan untuk meningkatkan rasa sadar dan tobat agar tidak melakukan tindak pidana berikutnya setelah masa hukuman nya selesai. Sehubungan dengan hal tersebut dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Lapas Kelas II B Kota Tebing Tinggi dalam memasyarakatkan warga binaan.

6 Berdasarkan paparan masalah di atas, maka perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul : Upaya Lembaga Permasyarakatan dalam Memasyarakatkan Warga Binaan di Lembaga Permasyarakatan kelas II B Kota Tebing Tinggi. 1.2 Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang yang ada dalam suatu penelitian perlu ditentukan identifikasi masalah yang di teliti, agar penelitian menjadi terarah dan jelas tujuannya sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran dalam penelitian dan membahas masalah yang ada. Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Warga Binaan Permasyarakatan (WBP) tidak menjadi lebih baik. 2. Kelebihan Kapasitas di Lapas 3. Lapas menjadi sekolah kejahatan. 4. Upaya Permasyarakatan tidak maksimal 5. Sumber daya di Lapas dalam memasyaraktkan WBP tidak memadai 6. WBP masih sulit diterima di masyarakat 7. Masih banyak kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan pemasyarakatan warga binaan di Lapas Tebing Tinggi. 1.3. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah mutlak dilakukan dalam setiap penelitian agar penelitian lebih terarah. Untuk lebih memudahkan penulisan dalam menyelesaikan

7 permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka penulis membatasi masalah dalam penulisan ini yaitu : 1. Upaya upaya Lapas dalam memasyarakatkan warga binaan di Lapas Tebing Tinggi 2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan pemasyarakatan warga binaan di Lapas Tebing Tinggi. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah dapat dibentuk perumusan masalah yang tepat. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan Lapas dalam memasyarakatkan warga binaan di Lapas Tebing Tinggi? 2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi petugas dalam melakukan permasyarakatan warga binaan di Lapas Tebing Tinggi? 1.5. Tujuan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana upaya-upaya yang dilakukan Lapas dalam memasyarakatkan warga binaan di Lapas Tebing Tinggi

8 2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi petugas dalam melakukan permasyarakatan warga binaan di Lapas Tebing Tinggi. 1.6. Manfaat Penelitian Secara umum sebuah penelitian memiliki manfaat terhadap pengembangan khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang penelitian tersebut. Menurut Syahrum (2009:98) dalam penelitian juga diperkenankan untuk memikirkan manfaat yang lebih luas tetapi praktis bagi masyarakat, institusi tertentu, maupun kepada peneliti sendiri. Oleh sebab itu, dengan tercapainya tujuan penelitian diatas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sarana dalam perkembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan pada khususnya terhadap Lembaga Permasyarakatan dalam memasyarakatkan warga binaan. 2. Secara Praktis a. Bagi Lembaga Permasyarakatan : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif kepada Lembaga Permasyarakatan sebagai wadah memasyarakatkan warga binaan. b. Bagi mahasiswa : sebagai referensi dan penambah wawasan mengenai Upaya Lembaga Permasyarakatan dalam Memasyarakatkan Warga Binaan di Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Tebing Tinggi serta

9 kendala kendala yang terjadi saat melakukan proses pembinaan di Lembaga Permasyarakatan. c. Bagi masyarakat : sebagai salah satu sumber masukan untuk menjaga keharmonisan dalam tatanan masyrakat dan turut membantu para warga binaan untuk kembali ke masyarakat dan agar warga binaan tidak mengulangi tindak pidana lagi.