BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung yang paling mengangguan kesehatan dan sering dijumpai di klinik karena diagnosanya hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi (Hirlan, 2006). Penyakit gastritis juga dapat diartikan sebagai gangguan kesehatan yang sering muncul akibat pola makan yang salah dan stress (Siswono, 2007, dalam Sulastri, 2012). Pengertian lain dari penyakit gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang (Prince, 2005). Peningkatan penyakit gastritis meningkat sangat pesat karena pola hidup bebas sehingga berdampak pada kesehatan tubuh seseorang. Gastritis sering diakibatkan salah diet dan dapat menyebabkan pendarahan pada lambung, tapi jarang menjadi parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi luka kronis dan sering mengalami kekambuhan pada lambung. Pendarahan pada lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat pada feses yang memerlukan perawatan segera (Rifani, 2009, dalam Putri, 2010). Badan penelitian kesehatan dunia World Health Organization (WHO, 2004) mengungkap prevalensi yang terjadi di tingkat internasional dengan mengadakan tinjauan terhadap delapan negara dan mendapatkan beberapa hasil prosentase angka kejadian gastritis di dunia. Kejadian gastritis paling tinggi pada negara Amerika 1
2 dengan presentase mencapai 47% kemudian diikuti oleh India dengan presentase mencapai 43%, lalu di beberapa negara lainnya seperti Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5% dan Indonesia 40,85% (WHO, 2004). Di Kota Malang sendiri angka kejadian gastritis mencapai 7,38% jiwa (Dinkes Kota malang, 2004). Cukup tingginya prevalensi gastritis di dunia mendorong dilakukannya sebuah survey di Fakultas Ilmu Kesehatan Univesitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu study pendahuluan dengan menyebar angket pada semua mahasiswa dari angkatan 2011 2013 dan didapatkan jumlah frekuensi gastritis pada farmasi angkatan 2011 27%, farmasi angkatan 2012 29%, farmasi angkatan 2013 18%, D3 keperawatan angkatan 2012 12%, D3 keperawatan 2013 10%, jurusan Fisioterapi angkatan 2013 27%, S1 Keperawatan angkatan 2011 24%, S1 Keperawatan 2012 26%, S1 Keperawatan 2013 21%. Dalam data tersebut selain menunjukkan bahwa jurusan farmasi angkatan 2012 merupakan populasi dengan frekuensi tertinggi untuk penyakit gastritis, 100% memiliki pola makan yang salah. Prevalensi yang tercatat dari study pendahuluan, didapatkan dari hasil interview beberapa mahasiswa FIKES Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2014, terutama pada mahasiswa yang tinggal sendiri atau di rumah kos dengan riwayat penyakit gastritis dan pernah mengalami kekambuhan menyebutkan bahwa pola makan yang tidak teratur dan stress merupakan penyebab utama penyakit gastritis yang diderita. Gastritis yang dibiarkan tidak terawat akan terus menerus mengalami kekambuhan dan memberikan efek negatif pada kesehatan seseorang (Maulidiyah, 2006, dalam Putri dkk, 2010). Terlihat dari tingginya penyakit gastritis yang sering kali tanpa adanya perhatian akan berakibat semakin parah dan akhirnya asam lambung yang tinggi tidak
3 terkontrol akan menimbulkan luka-luka (ulkus) yang dikenal dengan tukak lambung. Bahkan, bisa juga disertai muntah darah (Arifianto, 2009. dalam Gobel, 2012). Gastritis akut dengan adanya peradangan pada mukosa lambung yang terjadi berulang-ulang dapat menjadi gastritis kronis dengan komplikasi yang lebih serius seperti; ulkus peptikum, polip lambung, gastritis kronis atrofi, dan yang paling ditakuti dari gasritis adalah terjadinya kanker lambung (WHO, 2005). Tipe gastritis kronis sering tidak memperlihatkan tanda atau gejala. Namun, gastritis kronis merupakan faktor risiko ulkus peptikum, polip lambung, serta kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung. Kanker lambung merupakan jenis kanker penyebab kematian terbanyak kedua setelah kanker paru yaitu mencapai lebih dari 1 juta kematian pertahun. Selain itu, gastritis juga merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas dan bila tidak ditangani dengan baik dapat juga berakibat fatal. (WHO, 2005). Keluhan paling banyak pada gastritis berupa nyeri perut atau tidak nyaman, dan keluhan lainnya adalah perut kembung, mual, muntah, atau rasa penuh atau terbakar di perut bagian atas (Darya, 2009). Terjadinya keluhan atau kekambuhan yang berulang dapat menyebabkan terjadinya penyakit lanjutan seperti kanker lambung dan pendarahan pada lambung (Saefani dkk, 2012). Kekambuhan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya stress dan pola makan yang salah serta kurangnya aktivitas fisik sehingga dapat menimbulkan produksi asam lambung berlebih (Handayani, 2012. dalam Lesatri 2013). Peningkatan asam lambung berlebih akibat dari pola makan yang salah merupakan salah satu penyebab gastritis, sebagian kecil menderita gastritis kronis dan sebagian besar menderita gastritis akut, jadi pola makan yang buruk merupakan salah satu penyebab terbanyak pada penderita gastritis akut (Putri dkk, 2010).
4 Gastritis akibat dari pola makan yang tidak baik umumnya dimiliki para remaja dan beberapa remaja khususnya putri sering mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut mengalami kegemukan (Hurlock, 1980, dalam Saufika dkk, 2012). Melihat sebuah penelitian dengan hasil penelitian bahwa jumlah penderita gastritis antara pria dan wanita, ternyata gastritis lebih banyak diderita pada wanita (Riyanto, 2008). Kenyataan bahwa mahasiswa adalah sekelompok individu yang termasuk dalam periode remaja dan dewasa muda (Suhardjo, 1989, dalam Saufik dkk, 2012) memungkinkan banyak mahasiswa mengalami gastritis akut karena produksi asam lambung berlebih akibat dari stress atau pola makan yang salah (Saufik dkk, 2012). Mahasiswa yang tinggal sendiri atau di rumah kos lebih terbiasa untuk tidak melakukan kebiasaan sarapan, karena sarapan merupakan kebiasaan yang sering dilewatkan mahasiswa, dibandingkan dengan kebiasaan makan siang dan malam (Phujiyanti, 2004, dalam Jelinic dkk, 2008, dalam Saufika, 2012). Mahasiswa cenderung mengkonsumsi makanan ringan, terutama kue-kue yang manis, sementara itu golongan sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung banyak vitamin dan mineral tidak popular dikalangan remaja, karena remaja memiliki tingkat konsumsi yang rendah terhadap sayur dan buah (Sop et al., 2010). Oleh sebab itu pola makan menjadikan sebuah keharusan yang perlu diperhatikan dalam menjaga status kesehatan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penderita gastritis (Saefani dkk, 2012), dalam menjaga kesehatan pencernaan untuk menghindari penyakit gastritis atau kekambuhan gastritis dapat melakukan gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan dan minuman secara tidak berlebihan (mengatur pola makan), berolah raga teratur, berekreasi, beristirahat
5 secara teratur, menjaga kebersihan, mengurangi jam kerja dan belajar, bersikap tenang dan tidak meledak ledak (Fothergil 1672, dalam Marsden, 2008). Penyakit gastritits yang dialami olah mahasiswa perlu mendapatkan sebuah perhatian atau intervensi dengan sebuah metode mengatur pola makan yang disebut food combining, adalah cara untuk mengatur pola makan agar teratur, tepat, dan serasi dengan mekanisme alamiah tubuh disebut dengan food combinig, mendorong sistem pencernaan bekerja lebih effektif dan effisien dalam menghasilkan keseimbangan metabolisme, sehingga hasil dari metabolisme digunakan tubuh untuk melakukan penyerapan gizi secara optimal, yang digunakan untuk perbaikan sel-sel tubuh terutama pada sel epitel pada lambung (Gunawan, 2009). Tubuh menjadi lebih sehat dengan pola makan diit food combining yang bertujuan menetralisir zat-zat kimia dalam daging pada sebagian banyak makanan dan juga menjaga keseimbangan nutrisi yang benar-benar dibutuhkan tubuh dan pada akhirnya tubuh menjadi lebih sehat dengan berat badan yang ideal (Ali, 2009). Berdasarkan uraian di atas, mengenai bahaya gastritis karena beberapa penyebabnya seperti pola makan yang kurang tepat, dan dengan penerapan diit food combining untuk memperbaiki sistem pencernaan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh kualitas diit food combining terhadap frekuensi kekambuhan gastritis yang dialami mahasiswa farmasi angkatan 2012 Universitas Muhammadiyah Malang.
6 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang muncul adalah bagaimana Pengaruh kualitas diit food combinig terhadap frekuensi kekambuhan gastritis yang dialami mahasiswa farmasi angkatan 2012 Universitas Muhammadiyah Malang. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui Pengaruh kualitas diit food combinig terhadap frekuensi kekambuhan gastritis yang dialami mahasiswa farmasi angkatan 2012 Universitas Muhammadiyah Malang. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi kualitas diit food combining mahasiswa farmasi angkatan 2012 Universitas Muhammadiyah Malang yang memiliki kekambuhan gastritis. b. Mengidentifikasi frekuensi kekambuhan gastritis mahasiswa farmasi angkatan 2012 Universitas Muhammadiyah Malang yang melakukan diit food combining. c. Menganalisis hubungan frekuensi kekambuhan gastritis dengan kualitas diit food combinng yang di lakukan mahasiswa farmasi angkatan 2012 Universitas Muhammadiyah Malang.
7 1.4. Manfaat Penelitian 4.8.1. Bagi peneliti Memberikan pengetahuan baru tentang pola makan food combining dalam memperbaiki sistem pencernaan tubuh yang dapat mempengaruhi penurunan angka kekambuhan penyakit gastristis dan kesehatan tubuh secara umum. 1.4.2. Bagi masyarakat Memberikan pengetahuan tentang food combining terhadap gastritis dalam menurunkan angka kekambuhan gastritis serta menghindari komplikasi lebih lanjut yang dapat mengancam jiwa, sehingga dapat mangangkat derajat keseahatan masyarakat pada status kesehatan yang lebih baik. 1.4.3. Bagi mahasiswa keperawatan Sebagai referensi dan bahan acuan penelitian di masa yang akan datang khususnya tentang penerapan diit food combining yang bisa dilakukan pada jenis penyakit pencernaan lainnya. 1.4.4. Bagi isntitusi pelayanan kesehatan Sebagai pengetahunan untuk mengembangkan pelayanan kesehatan dengan mengetahui bahwa terapi dengan diit food combining memiliki progress yang positif pada proses penyembuhan penyakit gastritis. 1.5. Keaslian penelitian a. Putri R. S. dkk, (2010) dengan judul Hubungan pola makan dengan Timbulnya Gastritis Pada Pasien di Universitas Muhammadiyah Malang Medical Center (UMC). Variabel independen adalah Pola makan dan Variabel dependen adalah gastritis. Dalam penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan case control. Teknik yang digunakan adalah total sampling dengan isntrumen
8 menggunakan re call 2 x 24 jam dan kuesioner. Jumlah responden adalah seluruh pasien gastritis di UMC, 30 pasien. Analisis data menggunakan spearman rank correlation dan hasil analisa yang didapat adalah P value = 0,009 yang berarti ada hubungan antara pola makan dengan timbulnya gastritis pasien UMC. b. Rama Zakaria. (2013) dengan judul Gambaran pengetahuan pola makan yang benar dan sikap dalam mencegah kekambuhan gastritis. Dengan variabel independen adalah pengetahuan pola makan dan sikap, variabel dependen adalah kekambuhan gastritis kronis. Desain penelitian diskriptif, menggunakan purposive sampling dengan 40 responden. Hasil penelitian penderita gastritis dikatakan pegetahuan baik tentang pola makan adalah 52,5% dan pegetahuan buruk tentang pola makan adalah 47,5%. Untuk kategori sikap positif dalam hal pencegahan kekambuhan gastritis adalah 50% dan sikap dalam hal pencegahan kekambuhan gastritis negatif adalah 50%. c. Sulastri dkk. (2012) dengan judul Gambaran Pola Makan Penderita Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmaskampar Kiri Hulu Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Riau Tahun 2012. Variabel independen adalah pola makan dan variabel dependen adalah penyakit gastritis. Metode penelitian diskriptif menggunakan waktu study cross - sectional pada 53 responden. Hasil penelitian 37,7% pasien gastritis memiliki kuantitas makan yang baik dan 62,3% dengan kuantitas makan tidak baik. 17% pasien gastritis dengan pola makan yang benar dan 83% dengan pola makan tidak benar. 24,2% jarang mengalami kekambuhan dan pola makan baik, 75,8% mengalami kekambuhan 30% jarang mengalami kekambuhan dan 70% mengalami kekambuhan. Pasien gastritis pola makan benar dengan jarang mengalami kekambhan 100% dan makan variasi makanan bukan gastritis, jarang 31,8% dan 68,3% sering. Makan tidak teratur dapat meningkatkan kekambuhan, jarang 36,8% dan sering 62,2%.
9 d. Rahma dkk, (2012) dengan judul Faktor Risiko Kejadian Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa. Variabel dependen adalah faktor faktor resiko gastritis dengan metode penelitian observasional analitik dengan desain case control study. Sampel penelitian ini adalah pasien yang menderita gastritis dan tidak menderita gastritis dengan perbandingan kasus dan kontrol 1 : 2 yang terdiri dari 46 kasus dan 92 kontrol. Analisis data dilakukan dengan CI=95% serta menggunakan uji odds ratio (OR). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola makan yang terdiri dari jenis makanan (OR=2,42; 95%CI 1,17-5,02) dan frekuensi makan (OR=2,33; 95%CI 1,08-4,98), kebiasaan meminum kopi (OR=3,36; 95%CI 2,58-4,37), merokok (OR=3,69; 95%CI 1,73-7,86), penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OR=2,72; 95%CI 1,29-5,76), dan riwayat gastritis keluarga (OR=3,27; 95%CI 1,55-6,91) merupakan faktor risiko kejadian gastritis. Sedangkan keteraturan makan (OR=1,85; 95% CI 0,91-3,78) dan konsumsi alkohol (OR=1,86 95%CI 0,91-3,81) bukan merupakan faktor risiko kejadian gastritis. e. Kristanti Y. (2012) dengan judul Hubungan Antara Stress dengan Kekambuhan Penyakit Gastritis Pada Pasien Gastritis Di Puskesmas Tlogosari Kulon Semarang. Variabel dependen adalah stress dan variabel independen adalah penyakit gastritis. Desain penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang menderita gastritis yang sedang berobat di Puskesmas Tlogosari Kulon Semarang sebanyak 280. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah 74 sampel. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien gastritis mengalami stres ringan sebanyak 53 responden (71,6 %) dan sebagian besar pasien gastritis mengalami kekambuhan gastritis tingkat ringan (48,6 %). Nilai koefisien korelasi (r) = 0,425 dan
10 nilai p-value = 0,000 0,05. ada hubungan anatara stress dan angka kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di puskesmas tlogosari kulon semarang f. Gobel S. A., (2012) berjudul Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyakit Gastritis (Maag) Di Kelurahan Hunggaluwa Kecamatan Limboto. Variabel dependen adalah tingkat pengetahuan dan variabel independen adalah penyakit gastritis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif, pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, sebanyak 54 responden. Hasil penelitian bahwa pengetahuan tentang penyakit gastritis di masyarakat di kelurahan Hunggaluwa tergolong baik. Berdasarkan pengetahuan masyarakat tentang obat adalah 87,04 % (47 orang) berpengetahuan baik, 11,11 % (6 orang) berpengetahuan cukup, dan 1,85 % (1 orang) yang berpengetahuan kurang. Dari keseluruhan responden, 50 % (27 orang) yang mendapatkan informasi tentang penyakit gastritis dari petugas kesehatan seperti dokter, apoteker, dan perawat. g. Golay A et al. (2000) tentang Similar Weight Loss With Low-Energy Food combining Or Balanced Diets. Variabel independen penurunan berat badan, variabel indenpenden adalah energy renedah food combining atau diet seimbang. 54 pasien obesitas secara acak menerima diet yangmengandung 1100 kkal/hari, terdiri dari baik protein 25 %, 47 % karbohidrat dan 25 % lemak atau 25 % protein, 42 % karbohidrat dan 31 % lemak. asupan energi yang sama dan komposisi subtrat yang sama atau diet food combining tidak membawa kerugian dalam penambahan berat badan dan lemak tubuh.