BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajak

dokumen-dokumen yang mirip
Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN.

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

1 of 5 21/12/ :45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh. PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ PMK No. 253/ PMK.03/ 2008

BAB II LANDASAN TEORI

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Karakteristik. Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010

154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Pemungut PPh Pasal 22

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

1 dari 4 11/07/ :43

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. telah di tunjuk oleh mentri keuangan. (pasal 1 angka 14 UU, KUP) SSP

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

2015, No Mengingat c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan P

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

2015, No Mengingat memberikan kepastian hukum pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

2017, No ketentuan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang kiriman dengan tarif bea masuk untuk barang kiriman, perlu mengganti

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008

BAB II LANDASAN TEORI

PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

BAB 2 LANDASAN TEORI. perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

TOPIK : PENDAHULUAN. Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan Kemen-Keu Pengenaan Pembatasan

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. mekanisme pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh 22 pada Puslitbang

BAB III PEMBAHASAN. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK. 03/2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori Pengertian Pajak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Definisi PPh Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Amanita Novi Yushita, M.Si

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, yang ditulis oleh Mardiasmo (2008:1) menjelaskan:

PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

Transkripsi:

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berbagai pengertian pajak yang dikemukan oleh berbagai pakar antara lain sebagai berikut: 1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksi sehingga berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (Siti Resmi, 2014:1). 2. S. I. Djajadiningrat Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan. Kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum (Siti Resmi, 2014:1). 3. Dr. N. J. Feldmann Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa 25

26 adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Siti Resmi, 2014:2). 3.1.1 Fungsi Pajak Ada dua fungsi pajak menurut Waluyo dalam buku Perpajakan Indonesia (2007:6) yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeteir) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiyaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai conroh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negri. 2. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang social dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tiggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah. 3.1.2 Tarif Pajak Menurut Waluyo (2007:12) Struktur tarif yang berhubungan dengan pola presentase tarif pajak dikenal 4 (empat) macam tarif, yaitu: 1. Tarif pajak proposional / sebanding Tarif pajak proposional yaitu tarif pajak berupa presentase teap terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh dikenakan Pajak Pertambahan Nilai 10% atas penyerahan Barang Kena Pajak. 2. Tarif pajak Progresif Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Sebagai contoh, Tarif Pajak Pengahasilan yang berlaku di Indonesia untuk Wajib Pajak Badan yaitu: a. Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 tarifnya 10%

27 b. Diatas Rp 50.000.000,00 sampai dengan 100.000.000,00 tarifnya 15% c. Diatas Rp 100.000.000,00 tarifnya 30% Memerhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dapat dibagi menjadi: a) Tarif Progresif Progresif Dalam hal ini kenaikan tarif persentase pajaknya semakin besar. b) Tarif Progresif Tetap Kenaikan persentasenya tetap. c) Tarif Progresif Degresif Kenaikan persentasenya semakin kecil. 3. Tarif Pajak Degresif Tarif Pajak Degresif adalah presentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar. 4. Tarif Pajak Tetap Dalam tarif pajak tetap ini adalah tarif berupa jumlah yang sama tetap (sama besar) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaanpajak. Oleh karena itu, besarnya pajak yang terutang tetap. Sebagaimana contoh Tarif Bea Materai. 3.1.3 Pajak Penghasilan Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak Penghasilan adalah jenis pajak pusat. Pajak Penghasilan dihitung dan disetor sendiri oleh wajib pajak. Pajak Penghasilan ada pajak final dan pajak tidak final. Pajak final adalah pajak yang dikenakan satu kali saja dan tidak diperhjitungkan pada saat pengisian SPT akhir tahun. Pajak penghasilan final diantaranya PPh Pasal 4 ayat (2). Pajak tidak final adalah pajak penghasilan yang tidak langsung dikenakan saat menerima penghasilan,pajak penghasilannya bisa diakumulasikan selama 1 tahun

28 pajak dan dihitung secara berlapis. Pajak penghasilan tidak final diantaranya adalah PPh Pasal 21,PPh Pasal 22,PPh Pasal 22 atas impor,pph Pasal 23. 3.1.4 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 Pajak Penghasilan Pasal 22, selanjutnya disingkat menjadi PPh Pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pmerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lain, berkenaan dengan pembayaran atas penerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Pajak Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak-pihak tertentu. ( Siti Resmi, 2014:297 ) 3.2 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 22 1. UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan 2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.10/2015. 3. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 tentang perubahan ketiga atas peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain. 3.2.1 Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana

29 telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah: 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang; 2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang; 3. BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah; 4. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; 5. Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya; 6. Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu. 3.2.2 Kegiatan yang Dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 22 (selanjutnya disebut Objek PPh Pasal 22) sesuai dengan Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, yaitu: 1. Impor barang; 2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemunggut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga Negara laainnya. 3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) oleh bendahara pengeluaran; 4. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) yang

30 dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); 5. Pembayaran atas pembelian barang dan/ atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya Badan Usaha Milik Negara meliputi PT Pertamina ( Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia ( Persero) Tbk., PT Pembangnan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya ( Persero) Tbk., PT Adhi Karya ( Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero) Tbk., PT Krakatau Steel ( Persero) Tbk., dan Bank-bank Badan Umum Milik Negara ; 6. Penjualan hasil industri yang bergerak di bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi kepada distributor di dalam negeri. 7. Penjualan kendaraan bermotor didalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek ( ATM), dan importir umum kendaraan bermotor. 8. Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas. 9. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan. 10. Penjualan barang yang tergolong mewah oleh Wajib Pajak Badan. 3.2.3 Kegiatan yang Tidak Dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 Berikut ini adalah daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal 22:

31 1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk: a. Yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk sebagaimana mestinya; b. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973; c. Berupa kiriman hadiah; d. Untuk tujuan keilmuan. 3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah). 4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/pdam, benda-benda pos, dan telepon. 3.2.4 Penerima Pajak Penghasilan PPh 22 PPh Pasal 22 pada dasarnya adalah cicilan PPh pada tahun berjalan. Artinya pada akhir tahun, cicilan ini akan diperhitungkan sebagai kredit pajak PPh badan atau PPh orang pribadi. PPh Pasal 22 yang dikreditkan di SPT Tahunan ada dua bentuk: 1. Surat Setoran Pajak (SSP), 2. Bukti Pungut. PPh Pasal 22 yang berbentuk SSP artinya PPh Pasal 22 tersebut dibayar langsung ke bank persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan

32 pada saat transaksi. Transaksi yang wajib dibayar langsung oleh yang bersangkutan (artinya di SSP ditulis NPWP yang dapat mengkreditkan) adalah transaksi yang terkait dengan impor dan bendahara. Sedangkan selain impor oleh DJBC dan pembelian oleh bendahara, maka BUMN dan badan-badan tertentu dari swasta sebagai pemungut PPh Pasal 22. Dia wajib memungut PPh Pasal 22 orang lain dan wajib membuat Bukti Pungut. Kewajiban membuat Bukti Pungut tertulis dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri nomor 107/PMK.010/2015. Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat Bukti Pungut juga wajib menyetor PPh yang dipungut dengan kode pajak 411122-100 ke bank persepsi, kemudian melaporkan ke KPP terdaftar dalam SPT Masa PPh Pasal 22. Pihak yang terpungut mendapat Bukti Pungut dan dapat dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan. Dari transaksi tersebut, ada pengenaan PPh yang bersifat final yaitu penjualan bahan bakan minyak dan bahan bakar gas ke agen atau penyalur. Artinya, jika wajib pajak semata-mata hanya usaha tersebut, maka kewajiban PPh-nya tinggal pelaporan SPT Tahunan yang dilampiri Bukti Potong. 3.2.5 Saat Terutang dan Pelunasan PPh Pasal 22 Saat terutangnya PPh Pasal 22, dibedakan sebagai berikut: 1. PPh Pasal 22 atas impor terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD). 2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/ Daerah, BUMN/D, yang dibayar dari belanja negara dan/atau belanja daerah, terutang dan dipungut pada setiap dilakukan pembayaran. 3. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok,

33 industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dipungut pada saat penjualan. 4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas harus dilunasi sendiri oleh penyalur, agen, atau pembeli lainnya sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus; 5. PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog harus dilunasi sendiri oleh penyalur, grosir,sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus. 3.2.6 Prosedur Pemungutan Penyetoran Dan Pelaporan PPh Pasal 22 Pemungutan, penyetoran ddan pellaporan PPh Pasal 22 dilakukan oleh dan dengan cara tertentu berdasarkan transaksi atau kegiatan sebagai berikut: 1. Atas Impor a. Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak; b. Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 dipungut dan disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu : a) Lembar pertama untuk pembeli; b) Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan; c) Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke

34 Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir. 2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir. 3. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu : a. Lembar pertama untuk pembeli; b. Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan; c. Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan. Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambatlambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir. 4. PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina, dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah

35 Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir. 3.3 Pemungutan Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN 3.3.1 Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan pihak BUMN terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan pembayaran atas pengadaan barang dan/ atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha Badan Usaha Milik Negara selain yang dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2015. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pengadaan barang BUMN tertentu terutang dan dipungut pada saat pembayaran. Pungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang BUMN tertentu bersifat tidak final. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pengadaan barang tidak berlaku untuk kegiatan pengadaan barang yang tidak terutang pajak sesuai peraturan dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan menunjukan Surat Ketetapan Bebas Pajak penghasilan pasal 22 atas pengadaan barang yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 3.3.2 Dasar Hukum PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN Pada Tahun 2015 Mentrian Keuangan menerbitkan peraturan terbaru yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.10/2015. Perubahan tersebut diusulkan oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 tentang perubahan ketiga atas peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan

36 Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain. 3.3.3 Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN 1. 1,5% (satu koma lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (Ber-NPWP) 2. 3% ( tiga persen ) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai ( tidak ber-npwp) Besarnya Pajak terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak pasal 22 atas pembayaran pembelian barang dengan DPP PPN. 3.3.4 Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan barang BUMN dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh Pemungut Pajak yang bersangkutan melalui Kantor Pos, bank Devisa atau yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan cara menyetorkan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak rangkap tiga ( lembar pertama untuk wajib pajak, lembar kedua untuk KPP sebagai lampiran SPT, lembar ketiga sebagai arsip pemungut yang bersangkutan ). Dalam hal ini pemungut pajak adalah Badan Usaha Milik Negara tertentu yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 3.3.5 Prosedur Penyetoran PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang Wajib disetor oleh pemungut ke Kas Negara melalui Kantor Pos, bank Devisa, atau bank yang ditunjk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan surat setoran pajak. Pemungut pajak wajib menerbitkan bukti pemungutan rangkap tiga (lembar pertama untuk wajib pajak, lembar kedua untuk KPP, lembar ketiga sebagai arsip pemungut yang

37 bersangkutan). Batas waktu penyetoran dalam satu (1) masa pajak harus disetor paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya (Pasal 2 PMK-242/PMK.03/2014). 3.3.6 Pelaporan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN Pemungut PPh Pasal 22 wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak (WP) terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT digunakan oleh Pemungut PPh Pasal 22 untuk melaporkan pembayaran atas pemungutan PPh Pasal 22 yang menjadi kewajibannya adalah SPT Masa PPh Pasal 22. Pemungut melaporkan PPh Pasal 22 yang dipungut dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir (Pasal 10 dan 11 PMK-243/PMK.03/2014). 3.3.7 Sanksi Pajak 1. Sanksi Administrasi Sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketetapan Umum dan Tata Cara Perpajakan diuraikan sebagai berikut: a. Berkaitan dengan denda

38 Dijelaskan dalam pasal 7 ayat (1) berkaitan dengan SPT Masa lainnya tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan maka akan dikenai sanksi berupa denda Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) b. Berkaitan dengan bunga Pasal 9 ayat (2) tentang keterlambatan pembayaran pajak masa, dikenai sanksi berupa bunga 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak terutang, dihitung mulai tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran. 3.4 Penerapan Pemungutan Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN Pada PT KAI (Persero) DAOP 4 Semarang 3.4.1 Tahapan Pengajuan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang Mekanisme pengajuan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang di PT KAI (Persero) DAOP 4 Semarang: 1. Tahap 1: Penerimaan dokumen tagihan dari rekanan PT KAI. Penerimaan dokumen penagihan dari bagian keuangan kepada bagian pajak. Dokumen penagihan berupa : a. Surat Kontrak b. Surat Perintah Kerja c. Berita acara tentang bang yang diserahkan d. Invoice Tagihan e. Faktur Pajak Rekanan dari PT KAI wajib membuat Faktur Pajak dan SSP Pajak ketika terjadi penyerahan barang kena pajak. Dalam pengisian faktur pajak rekanan harus mengisi kode transaksi 03 karena digunakan untuk penyerahan BKP dan atau/ JKP kepada Pemungut Pajak Lainnya (selain Bendaharawan Pemerintah) yang pajaknya di pungut oleh pemungut pajak. 2. Tahap 2: Dokumen dari bagian keuangan dicek, terdapat pajak terutang atau tidak. Bagian pajak melakukan sortir faktur pajak,

39 dengan melihat nominal yang tertera. Pengadaan barang dengan nominal lebih dari Rp 10.000.000 selain yang dikecualikan sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2015, maka termasuk PPh Pasal 22 atas pengadaan barang. Bagian pajak juga melakukan pemeriksaan terhadap kode transaksi faktur pajak faktur pajak, untuk memeriksa kemungkinan kesalahan penulisan kode transaksi atas pengenaan PPh Pasal 22 karena dalam pelaksanaannya masih terdapat rekanan PT KAI yang melakukan kesalahan dalam penulisan kode tranaksi, yang seharusnya diisi dengan kode 03 tetapi rekanan menulisnya dengan 01. Selain memeriksa nominal yang terdapat pada faktur rekanan PT KAI juga melakukan pemeriksaan terhadap identitas rekanan. 3. Tahap 3: Verifikasi dokumen tagihan, selanjutnya bagian keuangan membubuhkan tanda tangan pada dokumen tersebut, lalu mencetak dokumen A13 dan Surat Perintah Pembayaran. 4. Tahap 4: Memposting dan menjurnal faktur pajak yang dilakukan oleh bagian keuangan 5. Tahap 5: Mencetak dokumen A9 (Surat Perintah Pembayaran). Dokumen A9 berfungsi sebagai surat perintah pembayaran. 6. Tahap 6: Proses pembayaran oleh bagian keuangan melalui transfer lewat Bank sesuai dengan bank yang digunakan oleh rekanan. 7. Tahap 7: Bagian Keuangan melakukan input data ke SAP (System Analysis and Program Development) dalam melakukan rekonsiliasi PT KAI, bagian pajak melakukan pencocokan antara fisik faktur dengan DPP. 3.4.2 Penyetoran PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang PT KAI paling lambat melakukan penyetoran PPH Pasal 22 Atas Pembelian Barang pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan

40 paling lambat pada hari kerja berikutnya (Pasal 2 PMK- 242/PMK.03/2014). Dalam pengisian SSP menggunakan kode Pajak 411122-100 ke bank persepsi. Setelah melakukan pembayaran, Pemungut akan mendapatkan bukti penyetoran PPh Pasal 22, dimana dalam setiap bukti pembayaran terdapat Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), NTPN merupakan bukti sah dan diakuinya penerimaan negara pada saat uang masuk ke rekening kas negara sesuai dengan tanggal NTPN. NTPN atau Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang diterbitkan oleh sistem modul penerimaan negara secara terpusat (pada server Direktorat Jendral Pajak) sebagai bukti bahwa setoran telah tercatat sebagai penerimaan dan diserahkan kepada wajib pajak/ wajib bayar/ bendahara melalui bank presepsi pada saat melakukan penyetoran. Setelah proses penyetoran selesai dilakukan oleh PT KAI, para rekanan akan mendapatkan bukti pungut. 3.4.3 Pemungutan dan Pelaporan PPh Pasal 22 PT KAI (Persero) DAOP 4 Semarang PPh Pasal 22 dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang terutang melibatkan pihak ketiga atau yang dikenal dengan istilah With Holding Sistem (Mardiasmo,2008). PT. KAI (Persero) merupakan salah satu Pemungut yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi pengadaan barang kepada rekanan. Dengan tarif yang dipungut sebesar 1,5% dari harga pembelian, apabila rekanan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka rekanan tersebut akan dikenakan tarif lebih tinggi yaitu 3% dari harga pembelian. Dokumen yang digunakan dalam pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang adalah 1. Faktur Pajak

41 Faktur pajak harus disertakan pada saat rekanan memasukan tagihan ke keuangan. 2. Surat Setoran Pajak (SSP) Merupakan bukti bahwa pajak telah disetorkan, didalamnya terdapat NTPN yang berisi Noomor Transaksi Penerimaan Negara. 3. Bukti Penerimaan Negara Dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB). 4. Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan berisi laporan Pajak Penghasilan Pasal 22 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang pada masa yang bersangkutan. 5. Bukti Penerimaan Surat Dokumen ini digunakan sebagai bukti bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang telah melakukan pelaporan atas PPh Pasal 22 kepada KPP setempat. 6. Bukti Pemungutan Bukti Pemungutan digunakan sebagai dokumen yang mencatat terperinci setiap transaksi PPh Pasal 22 atas pengadaan barang selain yang dikecualikan pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang. 7. Daftar Bukti Pemungutan Daftar Bukti Pemungutan digunakan sebagai dokumen yang mencatat seluruh transaksi dalam Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 atas pengadaan barang pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang. Bagian keuangan pusat kemudian melakukan pembayaran melalui e- billing dan selanjutnya akan diperoleh SSP dan NTPN yang dikirimkan via email dari bank.

42 Prosedur pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian pada PT. KAI (Persero) berawal dari pengadaan barang, kemudian melakukan pemungutan PPh Pasal 22, membuat faktur pajak standar, faktur pajak dibuat rangkap 3 (tiga). Lembar 1 untuk Pemungut, Lembar 2 untuk arsip rekanan, Lembar 3 untuk KPP melalui Pemungut. Pada setiap lembar Faktur Pajak wajib dibubuhi cap Disetor Tanggal:... dan ditandatangani oleh pengesah pembayaran. Bagian Pajak kemudian membuat SPT Masa PPh Pasal 22, Bukti Pemungutan, Datar Bukti Pemungutan (masing-masing dibuat 2 lembar). Kemudian SPT Induk PPh Pasal 22, Bukti Pemungutan, Daftar Bukti Pemungutan, dan SSP lembar ke 3 dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak. Pelaporan tidak hanya dalam bentuk hardopy, tapi juga dalam bentuk softcopy. Kantor Pelayanan Pajak kemudian meneliti dokumen-dokumen yang dilaporkan. Setelah diteliti Kantor Pelayanan Pajak kemudian mengeluarkan Bukti Penerimaan Surat. Bukti Penerimaan Surat beserta SSP lembar 1 dan Bukti Pembayaran Pajak, dan lembar 2 ke SPT Masa PPh Pasal 22, Bukti Pemungutan, Daftar Bukti Pemungutan diarsip di Bagian Pajak. PT KAI menyampaikan SPT sebelum batas waktu penyampaian (tanggal 20 Februari 2017) yaitu pada tanggal 07 Februari 2017 maka tidak ada sanksi karena PT KAI telah melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perpajakannya. 3.5 Input SPT Pajak Penghasilan Pasal 22 PT. KAI pada Aplikasi e-spt Pajak Penghasilan Masa Pasal 22 PT. KAI yang dalam hal ini ditetapkan sebagai pemungut, maka PT. KAI memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22. SPT Masa PPh Pasal 22 berfungsi sebagai sarana bagi PT. KAI untuk melaporkan PPh Pasal 22 yang dipunggut atas penyerahan barang kena pajak dari pihak rekanan.

43 Dalam pengisian SPT PPh Pasal 22, PT. KAI menginput data melalui aplikasi e-spt PPh Pasal 22. Aplikasi ini dapat diunduh melalui web http://www.pajak.go.id dan dapat di instal di komputer masing-masing. Berikut tahapan dalam penginputan SPT PPh Pasal 22 melalui aplikasi e-spt PPh Pasal 22: 1. Tahap 1: Pengisian user name dan password pada aplikasi e-spt PPh Pasal 22. PT KAI. Menggunakan user name administrator dan password 123 pada form login User name dan password ini merupakan user name dan password standar dari aplikasi yang dapat diganti. Gambar 3.5.1 Pengisian User Name dan Password Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 2. Tahap 2: Pemilihan e-program untuk menentukan input SPT baru

44 Gambar 3.5.2 Pemilihan e-progam Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 3. Tahap 3: Pengaturan Masa, Tahun Pajak SPT PPh Pasal 22 yang akan dibuat dan Pembetulan apabila sebelumnya telah membuat SPT Gambar 3.5.3 Setting SPT PPh Pasal 22 Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang a. Masa Pajak = bulan Januari karena SPT dibuat atas transaksi bulan Januari

45 b. Tahun Pajak = 2017 c. Pembetulan = 0 karena SPT ini SPT baru 4. Tahap 4: Input Bukti Pungut PPh Pasal 22 Gambar 3.5.4 Input Bukti Pungut PPh Pasal 22 Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 5. Tahp 5: SPT PPh Pasal 22, berisi tentang: Gambar 3.5.5 Input data SPT PPh Pasal 22 Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang

46 SPT PPh Pasal 22 akan otomatis terisi setelah melakukan input di SPT Induk. 6. Tahap 6: Input SSP dan NTPN Gambar 3.5.6 Input SSP dan NTPN Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 7. Tahap 7: Cetak SPT Induk yang akan digunakan untuk lapor ke KPP Gambar 3.5.7 Cetak SPT

47 Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 8. Tahap 8:Print hasil dari cetak SPT yang telah dilakukan Setelah melakukan tahap 7, kemudian klik cetak maka akan muncul SPT Induk yang nantinya akan dilaporkan ke KPP. Gambar 3.5.8 Print SPT Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 9. Tahap 9: Cetak Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 Gambar 3.5.9 Cetak Daftar Bukti Pemungutan Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang

48 c. Buka Halaman Utama SPT induk d. Klil pada icon SPT PPh e. Klik Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 f. Cetak 10. Tahap 10: Pelaporan SPT melalui SPT Tools Gambar 3.5.10 Pelaporan SPT Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 11. Tahap 11: Input Data Pelaporan SPT PPh Pasal 22, sebagai berikut: Gamabar 3.7.11 Input Data Pelaporan Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang

49 a. Masa Pajak = Januari. b. Tahun Pajak = 2017. c. Lokasi File = Klik pada e-spt PPh 22 ( Tempat menyimpanan e-spt) d. Setelah di klik pada lokasi e-spt data akan muncul. Klik Create File jika data telah sesuai untuk penyelesaian pelaporan e- SPT PPh Pasal 22. Penginputan SPT Masa PPh Pasal 22 selesai, kemudian PT. KAI akan melaporkan ke KKP Madya Kota Semarang. Adapun data yang dilaporkan berupa: a) Daftar Surat Setoran Pajak PPh Pasal 22 b) SSP 1 (satu) lembar Serta membawa softfile data. Setelah lapor PT KAI akan mendapatkan Bukti Lapor. 3.6 Hambatan yang Dihadapi dan Pemecahan Masalah di PT. Kereta Api DAOP 4 Semarang 3.6.1 Hambatan yang dihadapi PT KAI. merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam jasa angkutan barang dan jasa. Dengan ditunjuknya PT. KAI sebagai Pemungut PPh Pasal 22 maka PT. KAI mempunyai kewajiban untuk melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan atas transaksi yang terjadi. Penyetoran PPh Pasal 22 yang telah dipungut sendiri paling lambat disetor oleh PT. KAI tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya, sedangkan untuk pelaporan PPh Pasal 22 paling lambat dilaporkan 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak. Sanksi yang dikenakan apabila PT. KAI sebagai Pemungut terlambat melakukan pembayaran berupa denda sebesar 2% (dua persen) perbulan dari jumlah pajak terutang, dihitung mulai tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran. Sedangkan untuk keterlambatan pelaporan akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00

50 (seratus ribu rupiah). Berdasarkan penjelasan diatas terdapat beberapa hambatan yang dihadapi PT. KAI (Persero) DAOP 4 Semarang ketika proses melakukan kewajiban perpajakannya sebagai Pemungut PPh Pasal 22, yaitu: 1. Tidak adanya Asisten Manager Pajak di bagian unit keuangan yang salah satu tugasnya bertanggung jawab penuh atas semua pekerjaan yang dilakukan staf bagian pajak. 2. Minimnya Sumber Daya Manusia dibagian Pajak PT. KAI (Persero) DAOP 4 Semarang. Hanya terdapat dua orang yang mengerjakan semua pekerjaan tentang pajak PT. KAI, satu orang fokus dalam validasi pajak, menghitung, dan mengoreksi sedangkan satu orang yang lain membantu dalam proses penyetoran, dan pelaporan pajak. 3. Dalam tahap awal pekerjaan yaitu penerimaan pegawai baru pada PT. KAI tidak ditempatkan pada bagian/unit yang sesuai dengan ijazah jurusan yang ditempuh. 4. Peralatan yang digunakan untuk menunjang pekerjaan perunit seperti printer, scaner dan kursi kurang memadahi. 3.6.2Pemecahan Masalah PT. KAI dengan berbagai hambatan dalam melakukan kewajiban perpajakannya dapat melakukan pengoptimalan kinerja dengan cara: 1. Orientasi Peningkatan Sumber Daya Manusia Orientasi adalah suatu kegiatan pemberian pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme di bidang perpajakan dan meningkatkan pengetahuan manajemen pendapatan perusahaan. 2. Evaluasi Hasil Evaluasi Hasil adalah kegiatan penilaian dan pengukuran sejauh mana keberhasilan dari pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh PT. KAI (Persero) DAOP 4 Semarang. 3. Peningkatan Seleksi Penerimaan Pegawai

51 Peningkatan seleksi ini dimaksudkan agar PT. KAI mendapatkan calon pekerja potensial, pegawai yang benar-benar paham dan mengerti kewajiban yang nantinya akan dibebankan kepadanya. 4. Pembelian Peralatan Kantor Baru Peralatan Kantor yang memadahi akan sangat membantu pengoptimalan kinerja para pegawai.