BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu

dokumen-dokumen yang mirip
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERAN KADER JURU PEMANTAU JENTIK (JUMANTIK) DENGAN PERILAKU KELUARGA DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) PENYEBAB DBD

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume VIII Nomor 1, Januari 2017 ISSN (p) -- ISSN (e)

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

Fajarina Lathu INTISARI

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG

5. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (Studi Kasus Kabupaten Indramayu)

BAB I PENDAHULUAN. banyak penyakit yang menyerang seperti dengue hemoragic fever.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dan ditularkan oleh nyamuk

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

KUESIONER PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. metode penelitian non-ekperimen dengan desain cross sectional. Penelitian. diambil dalam waktu yang bersamaan.

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DI RT 3 RW 4 DESA KEMBANGBAHU KECAMATAN KEMBANGBAHU KABUPATEN LAMONGAN

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

MARI BERANTISIPASI DBD MENGGUNAKAN KELAMBU AIR

HUBUNGAN KEBERADAAN BREEDING PLACES, CONTAINER INDEX DAN PRAKTIK 3M DENGAN KEJADIAN DBD (STUDI DI KOTA SEMARANG WILAYAH BAWAH)

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DI RW III DESA PONCOREJO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL ABSTRAK

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT Chikungunya DI KOTA PADANG. Mahaza, Awaluddin,Magzaiben Zainir (Poltekkes Kemenkes Padang )

SUMMARY HASNI YUNUS

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: HAFSHAH RIZA FAWZIA J

Unnes Journal of Public Health

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah tropis yang banyak berkembang nyamuk Aedes. kepadatan penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,

BAB I LATAR BELAKANG

GAMBARAN FAKTOR KEBERHASILAN KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG DALAM PROGRAM KAWASAN BEBAS JENTIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

Perbedaan praktik PSN 3M Plus di kelurahan percontohan dan non percontohan program pemantauan jentik rutin kota Semarang

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

PENDAHULUAN. Ratna Sari Dewi STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. misalnya akibat gigitan nyamuk dapat menyebabkan dermatitis, alergika dan

GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TENTANG UPAYA PENCEGAHAN DBD DI DESA LUHU KECAMATAN TELAGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN Ade Rahmatia Podungge

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

: Suhu, Kelembaban, Perilaku Masyarakat dan Keberadaan jentik

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

Lampiran 1 : SURAT PERMINTAAN DARI KEPALA SEKOLAH SDN KALISAT 01

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA ANTIGA, WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGGIS I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PERAN KADER JURU PEMANTAU JENTIK (JUMANTIK) DENGAN PERILAKU KELUARGA DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) PENYEBAB DBD

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

ABSTRAK A. PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: INDRIANI KUSWANDARI

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Sleman (Sumber:

KAJIAN PERILAKU DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DALAM PSN DEMAM BERADARAH DI 10 KOTA INDONESIA TAHUN 2007 K U E S I O N E R

KUESIONER. Hari/Tanggal : Waktu : Pukul... s/d... No. Responden : 1. Nama (inisial) : 2. Umur :

HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN WANEA KOTA MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. penghujan disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. 1. Konsep Demam Berdarah Dengue (DBD) a. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Keyword : PSN, Dengue hemorrhagic fever.

Journal of Health Education

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu Penelitian ini mengambil lokasi di Padukuhan VI Sonosewu pada bulan Mei Agustus 2017. Padukuhan VI Sonosewu terletak di Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Padukuhan ini adalah salah satu padukuhan yang masuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas Kasihan II. Padukuhan VI Sonosewu memiliki 12 RT. Luas wilayah Padukuhan VI Sonosewu kurang lebih 40,6 Ha dengan ketinggian 84 mdpl dari permukaan air. Populasi penduduk di RT 02, RT 03, RT 05 dan RT 07 Padukuhan VI Sonosewu adalah sebanyak 1270 jiwa dan 430 KK, dengan rincian sebagai berikut : Tabel 7. Distribusi Jumlah Penduduk di Padukuhan VI Sonosewu, Kelurahan Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. RT Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah KK 02 107 120 227 80 03 132 142 274 96 05 160 142 362 115 07 179 228 407 139 Total 578 632 1270 430 Sumber: Profil Padukuhan Sonosewu 2016 Berdasarkan tabel 7. dapat diketahui RT 02, 03, 05, dan 07 Padukuhan VI Sonosewu yang memiliki jumlah penduduk 1270 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 578 jiwa, perempuan 632 jiwa dan jumlah kepala keluarga 430 KK. 57

58 Kondisi kesehatan di Padukuhan Sonosewu cukup baik, hal ini dikarenakan banyak kegiatan-kegiatan seperti posyandu lansia, posyandu balita rutin dilaksanakan. Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan juga masih cukup sering dilaksananakan, seperti gotong royong membersihkan lingkungan. Iklim di Padukuhan Sonosewu adalah iklim tropis. Suhu udara rata-rata di padukuhan adalah 34 0 C. Tingkat suhu ini sangat cocok untuk perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor utama penyebab demam berdarah dengue. Telur Aedes aegypti dapat menetas secara optimal pada suhu 20 0 C 40 0 C dan dapat bertahan pada suhu -2 0 C - 42 0 C. Padukuhan VI sonosewu memiliki Batas wilayah Padukuhuan VI Sebagai Berikut : a. Sebelah Utara : Dukuh V Kadipiro b. Sebelah Selatan : Dukuh VII Jomegatan c. Sebelah Timur : Kota Yogyakarta d. Sebelah Barat : Sonopakis Lord dan Sonopakis Kidul B. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah seluruh anggota keluarga yang kemudian akan diwakili oleh kepala rumah tangga Padukuhan VI Sonosewu, Desa Ngestiharjo Kecamatan Kasihan, kabupaten Bantul. Responden dalam penelitian ini berjumlah 91 Kepala Keluarga (KK)

59 yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang diperoleh peneliti akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 8. Distribusi Frekuensi dan Presentasi Karakteristik Responden berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, dan pernah mendapatkan penyuluhan PSN di Padukuhan VI Sonosewu, Kelurahan Ngestiharjo Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul (n=91) Karakteristik Usia (Depkes RI, 2009) 26 35 Tahun 36 45 Tahun 46 55 Tahun 56 64 Tahun >65 Tahun Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Pekerjaan PNS Petani/Buruh Ibu Rumah Tangga Pegawai Swasta Pedagang Wiraswasta Pensiunan Frekuensi (n) 12 14 21 24 20 18 11 46 16 5 21 12 26 15 6 6 Presentase (%) 13,2 15,4 23,1 26,4 22,0 19,8 12,1 50,5 17,6 5,5 23,1 13,2 28,6 16,5 6,6 6,6 Pernah mendapat penyuluhan PSN Iya Tidak 73 18 80,2 19,8 Jumlah 91 100 Sumber: Data Primer 2017 Berdasarkan tabel 8. diketahui bahwa untuk karakteristik usia, paling banyak adalah 56 64 tahun dengan 24 responden (26,4%). Untuk karakteristik Pekerjaan kepala keluarga di Padukuhan VI Sonosewu, paling banyak adalah pegawai swasta yang berjumlah 26 responden (28,6%). Karakteristik berdasarkan pernah tidaknya mendapatkan

60 penyuluhan tentang PSN didapatkan bahwa responden yang pernah mendapat penyuluhan tentang pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M plus, paling banyak berjumlah 73 responden (80,2%). 2. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran deskripsi setiap variabel yang ada dalam penelitian, daftar yang dianalisis diperoleh dari distribusi frekuensi dan presentasi. a. Peran Kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) Pada penelitian ini peran kader juru pemantau jentik (jumantik) di Padukuhan VI Sonosewu dapat kita lihat sebagai berikut: Tabel 9. Distribusi Frekuensi dan Presentase Peran Kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di Padukuhan VI Sonosewu, Kelurahan Ngestiharjo Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul (n=91) Peran Kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) Frekuensi (f) Presentasi (%) Baik 49 53,8 Cukup 32 35,2 Kurang 10 11 Jumlah 91 100 Sumber: Data Primer 2017 Berdasarkan tabel 9. diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini menyatakan peran kader jumantik baik yaitu, sebanyak 49 responden (53,8%).

61 b. Perilaku Keluarga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Penyebab DBD Pada penelitian ini perilaku keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) penyebab DBD di Padukuhan VI Sonosewu dapat kita lihat sebagai berikut: Tabel 10. Distribusi Frekuensi dan Presentase perilaku keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) penyebab DBD di Padukuhan VI Sonosewu, Kelurahan Ngestiharjo Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul (n=91). Prilaku Keluarga dalam PSN 3M Plus Frekuensi (f) Presentasi (%) Baik 27 29,7 Cukup 43 47,3 Kurang 21 23 Jumlah 91 100 Sumber: Data Primer 2017 Berdasarkan tabel 10. diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini melakukan pemberantasan sarang nyamuk penyebab DBD dengan kriteria cukup yaitu, sebanyak 43 responden (47,3%). 3. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat dan mengetahui ada tidaknya hubungan antara peran kader juru pemantau jentik (jumantik) dengan perilaku keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M plus di Padukuhan VI Sonosewu, Kelurahan Ngestiharjo Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.

62 a. Hubungan Peran Kader Juru Pemntau Jentik (Jumantik) dengan Prilaku Keluarga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Penyebab DBD Peran Jumantik Baik Cukup Kurang Jumlah (n) Tabel 11. Hubungan Peran Kader Juru Pemntau Jentik (Jumantik) dengan Prilaku Keluarga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Penyebab DBD di Padukuhan VI Sonosewu (n=91). Perilaku PSN Keluarga Baik Cukup Kurang 19 (20,8 %) 7 (7,8%) 1 (1,1%) 27 (29,6%) 21 (23,2%) 18 (19,8%) 4 (4,3%) 43 (47,2%) 9 (9,8%) 7 (7,8%) 5 (5,4%) 21 (23,2%) * Korelasi signifikan pada tingkat 0,05 (2 tailed) Sumber: Data Primer 2017 C. Pembahasan Jumlah (n) 49 (53,8%) 32 (35,4%) 10 (10,8%) 91 (100%) Spearman s rho p r value value.021.242 * Berdasar tabel 11. diketahui bahwa nilai p value sebesar 0,021 < p (0,05) maka Ha diterima. Artinya terdapat hubungan yang bermakna antara peran kader juru pemantau jentik dengan perilaku keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk penyebab DBD. Hubungan ini di tunjukan dengan nilai r sebesar 0,242 yang berarti termasuk dalam kategori korelasi rendah. 1. Peran Kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) Berdasarkan tabel 9. sebanyak 49 responden (53,8%) menyatakan peran kader jumantik di wilayah Padukuhan Sonosewu baik. Hasil

63 penelitian ini menandakan bahwa kader jumantik sudah melakukan sebagian besar perannya meskipun belum maksimal. Peran kader jumantik yang baik meliputi pemantauan jentik berkala, memberikan sosialisai terkait pencegahan DBD, dan melakukan pemberantasan sarang nyamuk 3M plus. Sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Soegijanto (2006) dalam Nugroho (2012) bahwa peran kader jumantik yang baik meliputi, pemeriksa keberadaan jentik-jentik nyamuk di tempat-tempat penampungan air yang ada di dalam dan luar rumah, serta tempat-tempat yang tergenang air, memberikan bubuk abate pada tempat penampungan air yang sulit dikuras, memberikan peringatan kepada pemilik rumah agar tidak menggantungkan pakaian dan menumpuk pakaian didalam rumah. Teori dari Depkes RI (2005) dalam Tulit (2016) menambahkan bahwa tugas kader jumantik selain disebutkan diatas yaitu, memberikan penyuluhan serta mengajak keluarga dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam penanganan DBD, mencatat dan melaporkan hasil PJB ke Kepala Dusun atau Puskesmas secara rutin minimal setiap minggu atau setiap bulan, mencatat dan melaporkan kejadian DBD kepada RW/Kepala Dusun atau Puskesmas, melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan pencegahan DBD sederhana seperti pemberian bubuk abate atau ikan pemakan jentik. Dalam penelitian ini peran kader juru pemantau jentik di padukuhan Sonosewu dinyatakan baik walaupun belum dapat dikatakan maksimal,

64 hal ini karena peran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sesuai dengan teori dari Barbara (2008) dalam Prastyabudi & Susilo (2013) yang menjelaskan bahwa peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran diantaranya seperti pendidikan, pekerjaan, dan ketersediaan fasilitas. Faktor pertama yang mempengaruhi peran kader juru pemantau jentik adalah pendidikan. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh seseorang makan semakin muda seseorang untuk menerima informasi yang diberikan, sehingga pengetahuan dan wawasanya tentang pencegahan penyakit DBD akan menjadi luas. Hal ini sejalan dengan teori dari Notoadmojo (2007) yang menjelaskan bahwa pendidikan yang tinggi berbanding lurus dengan pengetahuan yang tinggi pula. Artinya, orang yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang semakin luas. Sebagian besar pengetahuan merupakan salah satu dominan yang dapat mempengaruhi tindakan seseorang dan memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala serta memecahkan masalah yang dihadapi. Hasil ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Pambudi (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan peran kader dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD. Kader jumantik yang berpendidikan tinggi terbukti

65 memiliki pengaruh terhadap partisipasi pemberantasan DBD, semakin tinggi tingkat pendidikan yang diterima, maka tindakan pertisipasi pemberantasan sarang nyamuk akan baik pula. Faktor kedua yang mempengaruhi peran kader jumantik adalah pekerjaan. Pekerjaan dapat mempengaruhi kinerja dari kader, kader jumantik yang tidak memiliki pekerjaan atau hanya menjadi ibu rumah tangga akan lebih aktif dari pada kader yang memiliki pekerjaan tetap seperti PNS, pedagang, dan buruh pabrik. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Fawziah (2012) yang menyatakan bahwa pekerjaan berpengaruh terhadap partisipasi kader jumantik dalam upaya PSN. Peneliti menjelaskan bahwa kader yang bekerja akan berusaha menjaga kesehatannya agar tidak menghambat pekerjaan dan dapat ikut berperan aktif dalam pencegahan DBD dan pemberantasan sarang nyamuk. Faktor lain yang mempengaruhi peran kader jumantik adalah adalah ketersediaan fasilitas. Fasilitas yang memadai dapat menunjang kinerja dari kader jumantik. Kader jumantik yang memiliki fasilitas yang lengkap seperti senter, alat tulis, dan form pengisian laporan akan lebih baik dalam melakukan tugasnya. Hal ini sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Kemenkes RI (2013) bahwa fasilitas kesehatan merupakan fasilitas pelayanan yang disediakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, baik itu upaya promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Hasil ini diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan

66 oleh Tulit (2016) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan fasilitas dengan peran kader jumantik dalam pencegahan demam berdarah. 2. Perilaku Keluarga Dalam Pemberantasan Sarang Nyakuk (PSN) penyebab DBD Berdasarkan tabel 10. menunjukan sebanyak 43 responden (47,3%) di wilayah Padukuhan Sonosewu dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dalam kategori cukup. Berdasarkan kuesioner, sebagian besar responden sudah melakukan pemberantasan sarang nyamuk seperti menutup tempat penampungan air, menguras tempat penampungan air sekali dalam seminggu, mengubur barang-barang bekas, memelihara ikan pemakan jentik, tidak menggantungkan pakaian, akan tetapi masih ada beberapa tindakan yang belum dilakukan, seperti menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk, menggunakan abate pada tempat penampunagan air yang sulit di kuras, menggunakan kawat kassa, dan melakukan pemantauan jentik mandiri secara berkala. Menurut Depkes RI (2016) ada beberapa program pemberantasan sarang nyamuk yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang biasa disebut dengan 3M plus, diantaranya adalah menguras tempat yang biasa digunakan sebagai tempat penampungan air seminggu sekali, Menutup rapat-rapat tempat penampungan air baik di dalam atau di luar rumah, mengubur dan mendaur ulang barang bekas yang dapat menjadi tempat genangan air, menaburkan bubuk larvasida pada TPA yang tidak dapat

67 dikuras, menggunakan obat nyamuk atau lotion anti nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur, menanam tanaman pengusir nyamuk, memelihara ikan pemakan jentik, mengatur pencahayaan dan ventilasi rumah, dan menghindari kebiasaan menumpuk pakaian atau menggantung pakaian didalam rumah. Dalam penelitian ini perilaku pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan keluarga di Padukuhan Sonosewu dapat dikatakan cukup baik, akan tetapi masih banyak responden yang belum menerapkan pemberantasan sarang nyamuk dengan maksimal. Perilaku keluarga dalam PSN-DBD dapat dipengaruhi oleh faktor internal, dan faktor ekternal. Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2005) dalam Handayani, (2013) yang mebyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, yaitu yang pertama faktor predisposisi (disposing factors), faktor predisposisi adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku pada seseorang, seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, dan nilai-nilai lainnya. Faktor kedua yaitu, faktor pemungkin (enabling factors), faktor pemungkin adalah faktor yang dapat mendukung atau yang memfasilitasi perilaku dan tindakan. Yang dimaksud adalah fisilitas, sarana dan prasarana. Faktor yang terakhir yaitu, faktor penguat (reinforcing factor), faktor penguat adalah faktor yang memperkuat atau mendorong terjadinya perilaku. Faktor ini terwujud dalam sikap dan prilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari perilaku

68 masyarakat. Dalam penelitian ini perilaku perilaku keluarga dalam melakukan PSN-DBD di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor pengetahuan, sikap, dan peran serta petugas kesehatan. Faktor pertama yang mempengaruhi perilaku keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki responden tentang pentingnya menjaga lingkungan dan pencegahan DBD dapat mempengaruhi perilaku responden dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk. Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang maka akan berpengaruh terhadap perilakunya. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Waruwu, Sukartini, & Indarwati (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku ibu dalam PSN- DBD. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi, makan perilaku dalam PSN-DBD juga tinggi. Faktor kedua adalah sikap responden. Semakin baik sikap responden maka akan semakin baik perilaku PSN nya. Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitian Riyanto (2005) yang menyatakan bahwa adanya pengaruh antara sikap responden yang baik dengan perilaku responden dalam PSN-DBD. Artinya jika responden memiliki sikap yang baik terhadap pentingnya menjaga kebersihan dan pencegahan DBD, maka akan berdampak baik pula terhadap perilaku PSN-DBD nya, dan

69 sebaliknya jika sikap responden tidak mendukung, maka akan berdampak kurang terhadap perilaku PSN nya. Faktor ketiga yaitu dukungan peran serta petugas kesehatan. Dukungan serta dari petugas kesehatan dapat memotivasi keluarga untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk. Semakin tinggi dukungan yang diberikan petugas kesehatan baik berupa informasi, skrining, dan tindakan preventif lainya maka akan semakin baik pula perilaku pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Listyorini (2016) yang menjelaskan bahwa peran petugas yang signifikan mempengaruhi perilaku pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan upayaupaya dari pemerintah dibidang kesehatan untuk meningkatkan peran petugas kesehatan dalam meberikan dukungan pada masyarakat agar ada peningkatan perilaku pemberantasan sarang nyamuk pada masyarakat. 3. Hubungan Peran Kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dengan Perilaku Keluarga Dalam Pemberantasan Sarang Nyakuk (PSN) penyebab DBD Berdasarkan tabel 11. hasil uji statistik dengan analisis Spearman s rho diperoleh nilai p value sebesar 0,021 (<0,05), sehingga Ho ditolak, dan Ha diterima yang berarti ada hubungan bermakna antara peran kader juru pemantau jentik dengan perilaku keluarga dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk di padukuhan VI Sonosewu. Nilai korelasi Spearman s (r) sebesar 0,242 yang menandakan kekuatan hubungan antara peran kader jumantik dengan perilaku keluarga dalam

70 pemberantasan sarang nyamuk dalam kategori rendah, dan arah nilai korelasi r-nya positif (+) maka arah korelasinya positif yang artinya semakin baik peran kader juru pemantau jentik maka semakin baik juga perilaku keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk. Hasil penelitian ini dibuktikan dengan penelitian lain yang memiliki variabel-variabel yang hampir serupa, seperti penelitian yang dilakukan oleh Prastyabudi & Susilo (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara peran kader jumantik dengan perilaku masyarakat tentang 3M plus di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember. Peneliti menjelaskan bahwa semakin baik peran kader jumantik, maka perilaku masyarakat terkait 3M plus akan semakin baik pula. Demikian sebaliknya, apabila peran kader kurang baik maka perilaku masyarakat akan berada di kategori kurang baik. Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Murwani (2013) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tugas kader jumantik dengan angka bebas jentik di Desa Purwomartani dan Tirtomartani wilayah kerja Puskesmas Kalasan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik tugas kader maka semakin tinggi angka bebas jentik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Asri (2013) menjelaskan bahwa ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan perilaku seksual pada ibu pasca nifas. Hal ini mengindikasikan bahwa peran mempengaruhi perilaku seseorang.

71 Berdasarkan tabel silang 11. menunjukan bahwa sebagian besar peran kader jumantik berada dalam kategori baik dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) penyebab DBD oleh keluarga di wilayah Padukuhan Sonosewu dalam kategori cukup sebanyak 21 responden (23,2%). Sedangkan terdapat satu responden (1,1%) peran kader jumantik dalam kategori kurang dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk baik. Peran kader jumantik yang baik seharusnya diikuti dengan perilaku keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk yang baik pula, akan tetapi hasil penelitian ini menunjukan bahwa peran kader jumantik yang baik diikuti dengan perilaku keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk dalam kategori cukup. hal ini karena sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 46 responden (50,5%). Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat pindidikan memiiliki pengaruh terhadap tingkat pengetahuan. Pengetahuan tentang kesehatan akan berpengaruh pada perilaku sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Kemudian perilaku kesehatan akan mempengaruhi meningkatnya indikator kesehatan di dalam masyarakat sebagai hasil dari pendidikan kesehatan. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin baik pola pikir dan kemampuan menyerap informasi yang diberikan. Hasil lain menunjukan pekerjaan sebagian besar responden adalah pegawai swasta yaitu sebanyak 26 responden (28,6%). Hasil ini di

72 dukung dengan penelitian Hasyim (2013) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan tindakan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue. Pada penelitian ini didapatkan usia paling banyak adalah usia 56 64 tahun dengan 24 responden (26,4%). Usia dapat mempengaruhi perilaku seseorang, seseorang yang memiliki usia lebih tinggi akan memiliki pengalaman yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi individu dalam memperoleh pengetahuan. Seseorang yang menjalani hidup secara normal dapat diasumsikan bahwa semakin lama seseorang hidup maka pengetahuan yang didapat semakin tua, keahlian semakin mendalam, pengalaman semakin banyak, serta semakin matang dalam pengambilan keputusan.