BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas dari sebuah organisasi harus benar-benar diperhatikan. Hal

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh karyawan lebih dari sekedar kegiatan yang berhubungan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keras untuk meraih kebahagiaaan (Elfida, 2008).

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini persaingan semakin ketat, baik persaingan antara tenaga kerja maupun persaingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Menurut laporan Education for all (EFA ) Global

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Work-Related Stress: Stres di Era Globalisasi dan Dampak Seriusnya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2013 tentang perubahan keempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aspek fisik maupun emosional. Keluhan tersebut akan menimbulkan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi peranan sumber daya manusia adalah. sumber penentu atau merupakan faktor dominan dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan sebuah perusahaan bukan hanya tergantung dari permodalan secara

BAB I PENDAHULUAN. akan datang. Setiap perusahaan akan melakukan berbagai upaya dalam. sumber daya, seperti modal, material dan mesin.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.

BAB I PENDAHULUAN. karena melibatkan berbagai elemen dalam sebuah organisasi; yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sekali, tetapi penundaan yang sekali itu bisa dikatakan dengan menundanunda

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam era globalisasi ini persaingan dalam dunia bisnis semakin ketat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan daya saing di era perdagangan bebas menjadi salah satu kunci ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. berusaha untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang sudah berdiri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perusahaan yang tersebar luas di berbagai wilayah Indonesia, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Ketakutan akan kesuksesan terjadi pada laki-laki dan perempuan akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada

BAB V PENUTUP. pemerintah Indonesia telah melakukan ratifikasi Piagam ASEAN kedalam. hukum nasional Indonesia dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. organisasi karena dapat berpengaruh terhadap kinerja dan tingkat turnover

BAB I PENDAHULUAN. dengan tuntutan perkembangan eksternal organisasi (Rochmanadji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. tujuan. Aktivitas suatu perusahaan dalam pencapaian tujuan tersebut diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan dengan semangat yang menggebu. Awalnya mereka menyebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan multinasional. Beberapa perusahaan telah mendirikan pabrik-pabrik baru di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Economic Community (AEC) mulai berlaku. Daya saing domestik negara

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan (Stress) merupakan suatu tanggapan adaptif, diperantarai oleh

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kebutuhan manusia dari kebutuhan yang bersifat paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penunjang. Menurut Para Ahli Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tuntut untuk cepat menjadikan seseorang karyawan dapat menampilkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai diberlakukan 31 Desember 2015 merupakan bentuk integrasi ekonomi regional. Dengan asumsi, persaingan bebas akan mendorong setiap negara ASEAN melakukan efisiensi yang optimal dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Bakhri, B. S., 2015). World Economic Forum (WEF) merilis data The Global Competitiveness Index, daya saing Indonesia berada dibawah Singapura dan Malaysia. WEF mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu negara untuk mencapai pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang terus menerus tinggi.tenaga kerja Indonesia menurut Asian Productivity Organization (APO) menunjukkan, dari setiap 1.000 tenaga kerja Indonesia hanya ada sekitar 4,3% yang terampil, sedangkan Filipina 8,3%, Malaysia 32,6%, dan Singapura 34,7%. Ini tentu mencemaskan, dan apabila tetap stagnan maka dapat dipastikan tenaga kerja Indonesia akan kalah bersaing dengan tenaga kerja negara ASEAN lain (Bakhri, B. S., 2015). Kesejahteraan subjektif (subjective well-being) dapat diketahui dari ada atau tidaknya perasaan bahagia. Ketika seseorang menilai lingkungan kerja sebagai lingkungan yang menarik, menyenangkan, dan penuh dengan 1

2 tantangan dapat dikatakan bahwa ia merasa bahagia dan menunjukkan kinerja yang optimal. Kebahagiaan di tempat kerja adalah bila seseorang merasa puas dengan pekerjaannya (Wright & Bonnet, 2007). Kesejahteraan di tempat kerja adalah komponen yang paling dekat hubungannya dengan pekerja dan lingkungan kerja karena pekerja menghabiskan sebagian besar waktunya di lingkungan kerja (Anwarsyah, dkk, 2012). Kebersamaan yang dirasakan dalam sebuah lingkungan, terdapat banyak hal yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk mencapai kesejahteraan diantaranya adalah dengan bekerja. Kondisi subjective wellbeing yang baik akan menentukan seberapa efektif seorang individu untuk memberikan kontribusi terhadap masyarakat dan menjadi karyawan yang produktif di dalam perusahaan. Semakin banyak kontribusi karyawan didalam perusahaan maka daya saing didalam perusahaan semakin baik. Pada era MEA ada beberapa persoalan yang dihadapi di Indonesia, salah satu persoalan yang dihadapi Indonesia adalah daya saing (Bakhri, B. S., 2015). Pada era sekarang mengalami revolusi dalam bisnis sehingga pasar tenaga kerja dari negara industri seperti Amerika Utara dan Eropa. Pada era sekarang persaingan kerja semakin ketat, hal tersebut menjadi pemicu karyawan mengalami stres (Hamel, 2000 dalam Linley, dkk, 2013). Daya saing yang tinggi membuat individu kurang bisa berkompetisi dikarenakan kemampuan yang kurang membuat prestasi menjadi menurun. Hal tersebut dapat mengakibatkan keuntungan perusahaan menurun sehingga sumber daya pekerjaan menjadi sedikit dan tuntutan pekerjaan semakin tinggi, oleh karena itu individu menjadi stres.

3 Persaingan yang semakin ketat membuat karyawan dituntut bekerja dengan performa yang baik. Tidak jarang dunia kerja akan membuat karyawan merasa stres karena tuntutan perusahaan agar terus meningkatkan kualitas kerja semaksimal mungkin. Tuntutan pekerjaan yang tinggi memiliki pengaruh besar terhadap stres, depresi, dan burn out, sebagaimana ketika kurangnya sumber daya dalam sebuah perusahaan (Koesmono, 2007: 39). Secara khusus tuntutan pekerjaan yang tinggi akan berdampak buruk pada kesejahteraan pekerja kecuali jika pekerja memiliki sumber daya pekerjaan yang cukup untuk menangani pekerjaan mereka yang menuntut (De Jonge, dkk. 2011). Seperti yang kita ketahui bahwa di dalam perusahaan timbul sebuah ketidakseimbangan pekerjaan, dan hal itulah yang dapat menyebabkan karyawan menjadi stres serta dapat menyebabkan kinerja menjadi menurun. Persaingan yang ketat serta tuntutan pekerjaan yang banyak membuat karyawan menjadi stress. Dalam pekerjaan, karyawan membutuhkan kesejahteraan meskipun dengan tuntutan kerja yang banyak. Oleh karena itu kesejahteraan adalah hal yang utama bagi setiap orang, maka akhirnya banyak yang memperhatikan kesejahteraan di lingkungan kerja. Contohnya peneliti mengambil dari wawancara dengan karyawan yang bekerja didalam perusahaan yang mempunyai daya saing yang ketat, salah satu karyawan yang di wawancara mengatakan ada yang sedikit mengeluh bahwa pekerjaannya banyak dan karyawan ini mengalami stres. Selain itu karyawan harus tetap mempertahankan prestasi yang telah dicapai yaitu sebagai perusahaan terbaik di Indonesia, salah satu produsen terbaik di Indonesia, kemudian peneliti melakukan wawancara dengan seorang karyawan dengan inisial nama I.

saya (I) bekerja di salah satu perusahaan swasta di PT X dan menjabat sebagai wakil direktur, meskipun jabatan sayatinggi tetapi pekerjaan yang diberikan sangat banyak dan tidak terlalu menguasai organisasi perusahaan dari awal berdiri yang saya tahu organisasi perusahaan mulai saya masuk hingga sekarang padahal pimpinan saya yang satunya tidak mengetahui organisasi perusahaannya sendiri.saya (I) di tuntut untuk mengetahui semua tentang perusahaan tersebut ketika ada suatu masalah di perusahaan (tentang perijinan perusahaan), saya (I)ini diminta untuk menghadap serta mengatasi masalah yang terjadi di perusahaanpadahal saya tidak tahu apa permasalahan yang sedang terjadi. Pimpinan saya sendiri tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya untungnya ada rekan saya yang mau membantu untuk mencari solusi atas permasalahan yang terjadi di perusahaan. Selain itu pimpinan perusahaan memiliki 2 pimpinan dan pimpinan tersebut sering bertengkar di kantor tentang perusahaan ataupun tentang hal diluar perusahaan (masalah keluarga) dan saya juga di panggil oleh pimpinan yang laki untuk mencarikan solusi atau menasehati pimpinan yang perempuan. Saya (I)merasa stres ketika pekerjaan satu belum selesai tetapi sudah diberikan pekerjaan lainnya serta diminta untuk menyelesaikan permasalahan dikantor serta ketika ada kaaryawan baru atau ada karyawan yang belum dapat menyelesaikan saya harus yang menyelesaikan sehingga saya harus terkadang lembur hingga larut malam, dikarenakan beban pekerjaan yang banyak dan mempunyai pimpinan yang menurut saya (I)pimpinan saya aneh. Saya (I) juga tulang punggung keluarga karena suami saya tidak bekerja, saat saya stres kesehatan saya menjadi menurun (sering sakit). Fenomena dilapangan menggambarkan karyawan mengalami stres dilihat dari beberapa faktor sumber daya perusahaan yang bisa digunakan, yaitu: sumber daya fisik, sumber daya organisasi, dan juga sumber daya manusia. Penelitian ini dilihat dari stres kerja dalam model DISC ada beberapa aspek yaitu cognitive, enotional, physical (DeJonge, dkk. (2008: 67).Cognitive demands yaitu pimpinan memberikan beban kerja yang berat dan tuntutan pekerjaan yang tinggi. Emotional demands I pimpinan yang 4

5 selalu bertengkar dengan saudaranya (pimpinan di dalam perusahaan tersebut) dan menyelesaikan semua masalah yang muncul di dalam perusahaan. Physical demands beban kerja yang banyak membuat dirinya harus lembur hingga larut malam untuk menyelesaikan pekerjaannya. Hasil wawancara juga dilihat dari stres kerja dalam model DISC resource yaitu, cognitive resource yaitu tuntutan untuk mengetahui semua organisasi perusahaan, tetapi salah satu pimpinan tidak mengetahui organisasi perusahaan tersebut. Emotional resource keterlibatan untuk memberikan solusi atau memberikan nasehat untuk pimpinan (perempuan) atas permasalahan yang terjadi. Physical resource tidak ada rekan yang membantu menyelesaikan akan tetapi I yang harus menyelesaikan pekerjaan rekan yang salah hingga larut malam. Subjective well-being (Diener, 1984)suatu evaluasi positif individu secara afektif dan kognitif terhadap pengalaman hidupnya dengan memiliki 6 aspek yaitu harga diri, sense of perceived control, extrovert, optimisme, hubungan sosial yang positif, pemaknaan dan tujuan dari hidup. Jika dilihat dari hasil wawancara dengan I yang muncul adalah pemaknaan dari tujuan hidup yaitu ada rasa tidak nyaman di lingkungan kerja dengan atasan yang selalu bertengkar dengan rekan bisnisnya (pimpinan satunya), hubungan sosial yang positif meskipun I diminta untuk menyelesaikan permasalahan di dalam perusahaan tetapi adanya dukungan sosial dari rekan kerja yang membantu untuk mencarikan solusi atas permasalahan yang terjadi di perusahaan dan lingkungan kerja yang kurang mendukung seperti pimpinan yang sering bertengkar menyebabkan kondisi lingkungan kurang kondusif, sense of perceived control I harus mengontrol emosinya ketika diberikan pekerjaan yang banyak dan harus menyelesaikan permasalahan yang terjadi di perusahaan maupun permasalahan pribadi pimpinannya.

Berdasarkan wawancara diatas beban kerja yang terlalu berat dengan pekerjaan yang banyak dan harus menyelesaikan pekerjaan rekan yang salah, ketika dilibatkan untuk menyelesaikan permasalahan dari pimpinan tanpa ada rekan yang lain dapat menjadi penyebab munculnya stres dan stres dapat menurunkan kesehatan seseorang (DeJonge, dkk. (2008: 67). Kondisi lingkungan kerja yang kurang mendukung membuat tempat kerja kurang kondusif untuk menyelesaikan pekerjaan, dukungan sosial dari rekan kerja untuk membantu mencari solusi atas permasalahan yang terjadi sehingga I dapat menyelesaikan masalah yang terjadi Leunget al., 2007 (dalam wibowo,dkk, 2015) bahwa stres kerja terbagi menjadi enam dimensi yaitu prilaku pribadi, dukungan sosial, konflik peran, lingkungan buruk,beban kerja dan situasi rumah dan pekerjaan. Menurut data diatas I mengalami stres kerjakarena beban kerja yang banyak (Leung et al., 2007, dalam wibowo,dkk, 2015) dan I harus menontrol perasaan emosional ketika sedang bekerja, lingkungan kerja yang buruk membuat I tidak mengalami sejahtera (Diener, 1984). Peneliti juga melakukan wawancara di PT X yang dimana menjadi tempat penelitian, hasil wawancara berupa: Saya (K) sudah lama bekerja memimpin perusahaan, perusahaan ini bekerja di bidang supplier alat kesehatan dengan menjual berbagai macam produk dan perusahaan kami main target. Target dibuat oleh distributor dari produk yang kami ambil. Ketika target di berikan oleh pihak distributor, saya sebagai direktur harus melihat area mana yang bisa dimasukkan barang yang kami jual dan menentukan target disetiap areanya serta harus mensurvei area untuk menjadi target utama dari sebuah penjualan di perusahaan ini. Kalau tentang untuk perusahaan cuma mengambil untung sedikit, karena ada supplier yang menjual dengan harga sama tapi barang yang dijual lebih banyak dengan merk yang sama juga. Saya mendapatkan tempat yang cocok untuk target penjualan yang bagus, saya serahkan kepada marketing untuk melanjutkan penjualan 6

barang di tempat yang sudah saya tentukan dengan batas waktu yang diberikan oleh komisaris. Saya akan melakukan evaluasi dengan melihat apakah ada kesalahan pemilihan area dan target di setiap area atau kesalahan pada marketing. Kalau kesalahan pada marketing, saya akan langsung minta dia mengundurkan diri dan saya harus mencari pengganti marketing yang keluar. Namun jika yang salah marketing saya akan tanya dulu kenapa target bisa tidak terpenuhi, agar saya tahu permasalahannya kenapa hal itu bisa terjadi. Saya ada rasa takut jika marketing salah memasang target di setiap area ketika saya sudah memberikan area yang menjadi target penjualan dan target tersebut tidak terpenuhi. Saya merasa bahwa pekerjaan di sekarang ini lebih bekerja keras dalam menentukan target dan area agar semua tercapai sehingga beban kerja semakin meningkat dengan adanya kepercayaan dari komisaris dan direktur utama, untuk lingkungan kerja dan dukungan sosial disini baik karena karyawan disini saling membantu ketika rekan mempunyai masalah. Jadi saya mersa tenang dan senang bisa memimpin di perusahaan ini. Fenomena dilapangan menggambarkan karyawan mengalami stres dilihat dari stres kerja dalam model DISC ada beberapa aspek yaitu cognitive, enotional, physical (DeJonge, dkk. (2008: 67). Cognitive demands K harus memikirkan dan melihat area tempat penjualan yang cocok serta sesuai untuk dijadikan target dalam penjualan selain itu juga harus mensurvei area yang akan menjadi target utamanya.emotional demands K dituntut untuk menentukan target yang cocok untuk dijadikan penjualan dengan batas waktu yang di berikan komisaris kemudian K menyerahkan kepada marketing untuk melanjutkan pemasaran penjualan di area tersebut serta harus mengeluarkan marketing ketika penjualan tidak memenuhi target dan marketing yang bersalah atas tidak terpenuhinya target tersebut.physycal demands K harus lebih bekerja keras dan mempunyai beban kerja untuk mensurvei area yang akan dijadikan target penjualan sebelum area tersebut diberikam oleh marketing. 7

8 Pada cognitive resource K harus memikirkan sendiri area sebagai tempat penjualan yang telah diberikan kepercayaan oleh komisaris tanpa dibantu oleh marketing dengan batas waktu yang ditentukan. Emotional resource K ada rasa takut ketika marketing tidak bisa memenuhi target disetiap area yang telah ditentukan oleh K kesalahan. Physical resource K harus bekerja sendiri untuk melakukan survey area untuk target penjulan yang sudah diberikan kepercayaan oleh komisaris seharusnya tugas dari marketing sendiri. Subjective well-being (Diener, 1984) suatu evaluasi positif individu secara afektif dan kognitif terhadap pengalaman hidupnya dengan memiliki 6 aspek yaitu harga diri, sense of perceived control, extrovert, optimisme, hubungan sosial yang positif, pemaknaan dan tujuan dari hidup.dari hasil wawancara dengan K yang terlihat dari aspek tersebut adalah penerimaan hidup K harus menerima untuk mendapatkan keuntungan yang sedikit dikarenakan pihak saingan menjual dengan harga dan merk yang sama tetapi customer bisa mendapatkan barang lebih banyak. Sense of perceived control ketika target tidak terpenuhi K harus melakukan evaluasi terlebih dahulu untuk melihat dimana letak kesalahan apakah di penjualan atau marketing, ketika marketing tidak memenuhi target K meminta marketing untuk mengundurkan diri. Sedangkan pemaknaan dan tujuan hidup dari K yaitu ada rasa takut ketika marketing tidak tepat dalam memasang target yang diberikan oleh K. Berdasarkan data wawancara diatas beban kerja yang terlalu berat dapat menjadi penyebab munculnya stres. Tuntutan dari perusahaan yang menekan pekerja agar mampu memenuhi target pekerjaan. Tentu saja hal ini dapat memicu timbulnya stres, tidak hanya stres fisik tapi juga stres secara emosional, kognitif dan perilaku (DeJonge, dkk. (2008: 67). K mengontrol

emosinya ketika target penjualan tidak terpenuhi, untuk dapat menerima diri dikarenakan mendapatkan keuntungan yang kecil. Lingkungan kerja yang tidak ada masalah dan dukungan sosial yang yang kuat membuat K merasa tenang dan senang untuk memimpin perusahaan yang diberikan kepercayaan oleh komisaris (Diener, (1984). (E) perusahaan ini mempunyai misi untuk menyelamatkan nyawa orang terlebih dahulu, akan tetapi dalam perusahaan sumber daya pekerjaan yang kurang membuat karyawan menjadi sibuk terutama orang lapangan. karena orang lapangan harus bis memperhitungkan waktu dalam mengirim barang, apalagi kalau harus mengirim barang keluar kota dengan orderan banyak dengan waktu singkat. Ketika ada customer meminta mengirim barang keluar kota dan minta dikirim segera padahal harus menunggu karena orang yang mengirim barang juga masih mengirim orderan tetapi ada aja customer yang tidak mau tahu dan minta segera dikirim cepat dengan memberikan batasan waktu pengiriman. Saya hanya bisa mengatakan pada mereka sabar dan selesaikan pekerjaan sesuai waktu dengan baik. Karyawan dalam (bukan orang lapangan) hanya ada sekitar 7 orang saja dan kebanyakan mendapatkan tugas dinas keluar kota. Orang lapangan juga jarang ke kantor hanya akhir bulan atau awal bulan. Meskipun sumber daya pekerjaan kurang tetapi karyawan saling mendukung ketika rekan kerja mendapat masalah. Kesibukan karyawan membuat kurangnya interaksi antara rekan kerja mbak. Lingkungan kerja disini berusaha membuat karyawan disini dapat bekerja dalam team dan agar antar karyawan bisa saling bantu (rukun satu sama lain). Fenomena dilapanganmenggambarkan karyawan mengalami stress dilihat dari stres kerja dalam model DISC ada beberapa aspek yaitu cognitive, enotional, physical (DeJonge, dkk. (2008: 67). Cognitive demands karyawan dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan memperhitungkan waktu untuk mengirim barang kepada customer. Emotional demands ketika menghadapi customer yang meminta pengiriman barang dengan cepat dengan waktu yang diminta oleh customer padahal 9

10 masih harus mengantar ke customer lain terlebih dahulu dan jarak pengiriman yang jauh. Physical demands dapat memperhitungkan waktu dalam pengiriman barang sesuai permintaan pengiriman oleh customer dengan cepat sesuai batas waktu yang diberikan oleh customer. Pada cognitive resource meskipun sumber daya pekerjaann kurang dapat memperhitungkan waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya agar tidak tertunda. Emotional resource karyawan dapat bersabar dan menyelesaikan pekerjaannya sesuai batas waktu yang diberikan meskipun ketika pengiriman barang yang banyak dan sumber pekerjaan kurang. Physical resource dengan kurangnya sumber daya pekerjaan membuat karyawan bekerja lebih cepat dan selalu dinas luar kota yang membuat E menjadi lelah. Subjective well-being hasil wawancara ada beberapa aspek yang muncul pada saat wawancara yaitu, hubungan sosial positif dengan adanya dukungan sosial dari rekan meskipun interaksi antar rekan kurang terlihat dikarenakan seringnya melakukan dinas keluar kota dan kesibukan masingmasing, tetapi dukungan sosial berupa dengan membantu rekan ketika ada masalah.sense of perceived control karyawan mengontrol emosinya dengan bersabar ketika menghadapi customer yang meminta untuk mengirim barang dengan cepat padahal masih ada untuk mengirim barang ke tempat lain dulu tetapi customer tidak mau tahu untuk segera dikirim dengan batas waktu yang ditentukan oleh customer. Berdasarkan data wawancara diatas beban kerja yang terlalu berat, tuntutan dari perusahaan yang menekan pekerja agar mampu memenuhi target penjualan barang. Tentu saja hal ini dapat memicu timbulnya stres, tidak hanya stres fisik tapi juga stres secara emosional, kognitif dan perilaku (DeJonge, dkk. (2008: 67). Karyawan dapat mengontrol emosinya ketika

11 berhadapan denga customer dan ketika ada masalah mendapatkan dukungan sosial dari rekan untuk menyelesaikan (Diener, 1984). Sumber daya pekerjaan di dalam perusahaan tidak terpenuhi maka tingkat tuntutan pekerjaan karyawan semakin tinggi maka karyawan tersebut akan mengalami stres dan karyawan tidak mengalami sejahtera sehingga subjective well-being tidak dapat tercapai (de Jonge, 2011). Berdasarkan literatur yang dibaca oleh peneliti, terdapat enam alasan yang membuat karyawan merasa tidak sejahtera, alasan tersebut adalah persaingan semakin meningkat, tugas pekerjaan yang semakin banyak, perusahaan tidak memberikan dukungan untuk karyawan, dan peraturan perusahaan yang terlalu ketat (Koesmono, 2007: 39). Dalam hal ini tidak dapat dipungkiri dalam setiap organisasi atau perusahaan hampir selalu ditemukan satu atau bahkan lebih karyawan yang mengalami stres kerja sehingga memungkinkan karyawan tersebut tidak bisa mempunyai kinerja yang baik dan tentu saja hal ini bisa mengancam kinerja organisasi (Majalah Human Capital, 2006, dalam Putra & Mulyadi, 2010). Pada kenyataannya, tidak semua individu merasakan kesejahteraan dalam hidupnya terutama bila dikaitkan dengan pekerjaan. Hal ini terlihat dari berbagai kasus yang terjadi pada karyawan di era sekarang dengan melihat beberapa orang yang telah peneliti wawancara, kasus di lingkungan kerja dengan banyaknya tuntutan kerja dan daya saing yang tinggi. Seharusnya subjective well-being sangat penting di era sekarang ini karena banyak orang yang menginginkan hidup sejahtera. Dari hasil diatas peneliti ingin melihat pengaruh stres kerja terhadap subjective well-being. Penelitian lain mengatakan adanya pengaruh stres kerja terhadap subjective well-being. Peneliti lain melihat apakah terdapat hubungan

12 negatif antara job demands dengan workplace well-being dan hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara job demands dengan workplace well-being pada pekerja shift (Anwarsyah, dkk, 2012). Maka peneliti ingin meneliti bagaimana stres kerja dalam model DISC dan subjective well-being di dalam PT X di Surabaya. 1.2. Batasan Masalah Definisi subjective well-being dalam penelitian ini adalah evaluasi subjektif seseorang mengenai kehidupannya yang mencakup kepuasan terhadap hidupnya. Stres kerja adalah stres kerja dapat didefinisikan sebagai respon fisik dan emosional yang terjadi ketika kemampuan dan sumber daya karyawan tidak dapat diatasi dengan tuntutan dan kebutuhan dari pekerjaan mereka, dimana memiliki pengaruh besar terhadap stres kerja. Definisi stres kerja dalam penelitian ini adalah ketidakmampuan tubuh menerima tekanan yang dapat memicu hilangnya kontrol diri. Penelitian ini fokus pada subjective well-being yang dialami karyawan PT X dalam menjalankan tugasnya. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif untuk menguji pengaruh stres kerja terhadap subjective well-being pada karyawan di PT X. 1.3. Rumusan Masalah Apakah ada pengaruh stres kerja terhadap subjective well being pada karyawan PT X? 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh stres kerja terhadap subjective well being pada karyawan PT X 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis

13 Memperkaya referensi dan literatur teori subjective well being yang dialami pekerja di dalam sebuah organisasi yang berkaitan dengan stres kerja. Dalam hal ini, hubungan stres kerja model DISC dan subjective well being diharapkan dapat memperkaya teori ilmu Psikologi Industri dan Organisasi, terkait subjective well being terhadap kinerja dan produktivitas karyawan dalam suatu organisasi. 1.5.2. Manfaat Praktis 1.5.2.1. Bagi subjek penelitian 1. Memberikan pemahaman mengenai pengaruh stres kerja terhadap subjective well being. 1.5.2.2. Bagi perusahaan tempat penelitian 1. Memberikan gambaran keadaan subjective well being yang dialami karyawan PT X di tempat bersangkutan dan besarnya pengaruh stres kerja. 2. Diharapkan dapat melakukan upaya-upaya perbaikan (evaluasi) untuk menanggulangi kondisi ketika karyawan mengalami stres kerja.