BAB II PEMBAGIAN HADITS

dokumen-dokumen yang mirip
HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA. Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag

Pengertian Hadits. Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi.

Pembagian hadits ahad dilihat dari sisi kuat dan lemahnya sebuah hadits terbagi menjadi dua, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat

Written by Andi Rahmanto Wednesday, 29 October :49 - Last Updated Wednesday, 29 October :29

2. Perawi harus adil. Artinya, perawi tersebut tidak menjalankan kefasikan, dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina.

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 2)

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

Al-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag.

ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS

PEMBAGIAN HADITS NABI

BAB II MUKHTALIF AL-HADITS. Mukhtalif al-hadits secara bahasa dapat dipahami dengan hadis-hadis

ULUMUL HADIS ULUMUL HADIS

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )

PREDIKAT HADIS DARI SEGI JUMLAH RIWAYAT DAN SIKAP PARA ULAMA TERHADAP HADIS AHAD

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 4)

SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

Bab 5. Hadist: Sumber Ajaran Islam Kedua

BAB I PENDAHULUAN. hal ihwal Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-qur an.

Pengantar Ulumul Quran. (Realitas Al-Quran)

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis.

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP. A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan

BAB II METODE KRITIK HADIS DAN PEMAKNAANNYA

KEHUJJAHAN HADIS MENURUT IMAM MAZHAB EMPAT

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-qur a>n, hadis memiliki

HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HADÎTS DLA ÎF DAN KEHUJJAHANNYA (Telaah terhadap Kontroversi Penerapan Ulama sebagai Sumber Hukum)

BAB II METODE MAUD}U I DAN ASBAB AL-WURUD. dipakai dalam beragam makna. Diantaranya yaitu: Turun atau merendahkan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

Al-Qur an Al hadist Ijtihad

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : :

Pendidikan Agama Islam

HADIS SAHIH MUTAWATIR

Analisis Hadis Kitab Allah Dan Sunahku

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33

MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM

IKHTISAR ULUMUL HADITS

MANUAL SHEET PETUNJUK PENGGUNAAN CD ENSIKLOPEDI HADIST 9 IMAM

BAB IV MUSNAD AL-SHĀFI Ī DALAM KATEGORISASI KITAB HADIS STANDAR. Ulama hadis dalam menentukan kitab-kitab hadis standar tidak membuat

Berani Berdusta Atas Nama Nabi? Anda Memesan Sendiri Tempat di Neraka

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

Hubungan Hadis dan Al-Quran Dr. M. Quraish Shihab

DAFTAR PUSTAKA. M. Isa H.A. Salam Bustamin, Metodologi Kritik Hadis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. I, 2004

Fidyah. "Dan orang-orang yang tidak mampu berpuasa hendaknya membayar fidyah, dengan memberi makanan seorang miskin." (Al Baqarah : 184)

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 3)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

HADITS MASYHUR. Definisi

MATERI UJIAN KOMPREHENSIF: KOMPETENSI DASAR

SLABUS DAN SAP ILMU HADIS

Ulumul Hadist I. Written by Administrator. 1. Mata Kuliah. 2. Kode Mata Kuliah. 3. Komponen. 4. Jurusan. 5. Program Studi. 6.

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

KAIDAH KEMUTTASILAN SANAD HADIS (Studi Kritis Terhadap Pendapat Syuhudi Ismail)

Berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan

SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT. (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam )

BAB II KAIDAH KESAHIHAN DAN PEMAKNAAN HADIS

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2006 TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB II GAMBARAN UMUM KISAH-KISAH DALAM AL-QUR AN. Quraish Shihab berpendapat bahwa al-qur an secara harfiyah berarti bacaan

: :

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mewajibkan bagi setiap umatnya untuk selalu bekerja keras untuk

Silabus Mata Kuliah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UNISNU Jepara

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis,

Hadis Sahih. Kamarul Azmi Jasmi

ILMU QIRO AT DAN ILMU TAFSIR Oleh: Rahmat Hanna BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an sebagai kalam Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW

studipemikiranislam.wordpress.com RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM

Soal Jawab Agama Dr Yusuf Al-Qardhawi - KAEDAH TOLERANSI DALAM MASALAH (2/2)

Metodologi Imam Tirmizi DR MUHAMAD ROZAIMI RAMLE

Pendidikan Agama Islam

ILMU QIRAAT 1 DIPLOMA PENGAJIAN AL QURAN DAN AL SUNNAH 2014 MINGGU KE-4

Modul Pesantren Virtual : ULUMUL HADITS. Persembahan dari :

Kewajiban berdakwah. Dalil Kewajiban Dakwah

BAB I PENDAHULUAN. berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). 1. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan

Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya.

Khitan. 1. Sejarah Khitan

BAB IV ANALISIS SANAD DAN MATAN HADITS TENTANG SYAFAAT PENGHAFAL AL-QUR AN

Dua Kelompok Penyebar Hadis Palsu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tim Penyusun MKD UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

Manhaj Ahl al-hadith: Peranan dan Sumbangannya dalam Ketamadunan Islam

BAB II TEORI KES}AH}>IHAN HADIS DAN PEMBERIAN NAMA YANG BAIK BAGI SESEORANG

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

BAB IV PEMAKNAAN DAN PENYELESAIAN HADIS TENTANG TATA CARA SUJUD DALAM SUNAN ABU DAWUD NO INDEKS 838 DAN 840

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II Tinjauan Umum Ilmu Mukhtalif al-hadits

SIKAP MUSLIM MENGHADAPI MUSIBAH. Ust. H. Ahmad Yani, MA. Kondisi Manusia Menghadapi Musibah

Kelemahan Hadits-Hadits Tentang Mengusap Muka Dengan Kedua Tangan Sesudah Selesai Berdo'a

Surah Al- Alaq, ayat 1-5. Surah Al-Fatihah. Surah Al-Mudatsir, ayat 1-4. Bismillah. Manna Al-Qattan (Mabahith fi Ulum al-quran)

RISALAH AQIQAH. Hukum Melaksanakan Aqiqah

Ahmad Atabik STAIN Kudus

TAWASSUL. Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed

E٤٢ J٣٣ W F : :

BAB I PENDAHULUAN. Hadis merupakan sumber hukum Islam setelah al-qur a>n. Keduanya

Puasa Sunah Asyura: Waktu dan Keutamaannya

Transkripsi:

Pembagian Hadits dari segi kuantitas dan kualitas Hadits yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam tradisi Islam, hadits diyakini sebagai sumber ajaran agama kedua setelah al-quran. Disamping itu hadits juga memiliki fungsi sebagai penjelas terhadap ayatayt al-qur an sebagaimana dijelaskan dalam QS: an-nahl ayat 44. Hadits tersebut merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai pembimbing bagi masyarakat yang beriman. Akan tetapi, pengambilan hadits sebagai dasar bukanlah hal yang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang terdapat dalam hadits itu sendiri. Sehingga dalam berhujjah dengan hadits tidaklah serta merta asal comot suatu hadits sebagai sumber ajaran. Adanya rentang waktu yang panjang antara Nabi dengan masa pembukuan hadits adalah salah satu problem. Perjalanan yang panjang dapat memberikan peluang adanya penambahan atau pengurangan terhadap materi hadits. Selain itu, rantai perawi yang banyak juga turut memberikan kontribusi permasalahan dalam meneliti hadits sebelum akhirnya digunakan sebagai sumber ajaran agama. Mengingat banyaknya permasalahan, maka kajian-kajian hadits semakin meningkat, sehingga upaya terhadap penjagaan hadits itu sendiri secara historis telah dimulai sejak masa sahabat yang dilakukan secara selektif. Para muhaddisin, dalam menentukan dapat diterimanya suatu hadits tidak mencukupkan diri hanya pada terpenuhinya syarat-syarat diterimanya rawi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena mata rantai rawi yang teruntai dalam sanad-sanadnya sangatlah panjang. Oleh karena itu, haruslah terpenuhinya syarat-syarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadits di sela-sela mata rantai sanad tersebut. Makalah ini mencoba mengelompokkan dan menguraikan secara ringkas pembagian-pembagian hadits ditinjau dari berbagai aspek. BAB II PEMBAGIAN HADITS Hadits dapat dibagi kepada beberapa bagian diantaranya : A. Pembagian Hadits Berdasarkan Kuantitas Berdasarkan sedikit banyaknya rawi yang meriwayatkan hadits dibagi menjadi tiga: 1. Hadits Mutawatir a. Ta rif Hadits Mutawatir Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain. Sedangkan menurut istilah ialah: Suatu hasil hadits tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta. Hadits mutawatir ialah suatu (hadits) yang diriwayatkan sejumlah rawi yang menurut adat mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, hal tersebut seimbang dari permulaan sanad hingga akhirnya, tidak terdapat kejanggalan jumlah pada setiap tingkatan. Tidak dapat dikategorikan dalam hadits mutawatir, yaitu segala berita yang diriwayatkan dengan tidak bersandar pada pancaindera, seperti meriwayatkan tentang sifat-sifat manusia, baik yang terpuji maupun yang tercela, juga segala berita yang diriwayatkan oleh orang banyak, tetapi mereka berkumpul untuk bersepakat mengadakan berita-berita secara dusta. Hadits yang dapat dijadikan pegangan dasar hukum suatu perbuatan haruslah diyakini kebenarannya. Karena kita tidak mendengar hadits itu langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka jalan penyampaian hadits itu atau orang-orang yang menyampaikan hadits itu harus dapat memberikan keyakinan tentang kebenaran hadits tersebut. Dalam sejarah para perawi diketahui bagaimana cara perawi menerima dan menyampaikan hadits. Ada yang melihat atau mendengar, ada pula yang dengan tidak melalui perantaraan pancaindera, misalnya dengan lafaz diberitakan dan sebagainya. Disamping itu, dapat diketahui pula banyak atau sedikitnya orang yang meriwayatkan hadits itu. Apabila jumlah yang meriwayatkan demikian banyak yang secara mudah dapat diketahui bahwa sekian banyak perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, maka penyampaian itu adalah secara mutawatir. b. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir Suatu hadits dapat dikatakan mutawatir apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1

1. Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya tangkap) pancaindera. Artinya bahwa berita yang disampaikan itu benar-benar merupakan hasil pemikiran semata atau rangkuman dari peristiwa-peristiwa yang lain dan yang semacamnya, dalam arti tidak merupakan hasil tanggapan pancaindera (tidak didengar atau dilihat) sendiri oleh pemberitanya, maka tidak dapat disebut hadits mutawatir walaupun rawi yang memberikan itu mencapai jumlah yang banyak. 2. Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta. a. Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim. b. Ashabus Syafi i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi. c. Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah 200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65). d. Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan firman Allah: Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu). (QS. Al- Anfal: 64). 3. Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat-syarat seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah berpendapat bahwa mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit. Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahwa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar mengemukakan bahwa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits, kelakuan dan sifat-sifat perawi yang dapat memustahilkan hadits mutawatir itu banyak jumlahnya sebagaimana dikemukakan dalam kitab-kitab yang masyhur bahkan ada beberapa kitab yang khusus menghimpun hadits-hadits mutawatir, seperti Al-Azharu al-mutanatsirah fi al-akhabri al-mutawatirah, susunan Imam As- Suyuti(911 H), Nadmu al-mutasir Mina al-haditsi al-mutawatir, susunan Muhammad Abdullah bin Jafar Al-Khattani (1345 H). c. Faedah Hadits Mutawatir Hadits mutawatir memberikan faedah ilmu daruri, yakni keharusan untuk menerimanya secara bulat sesuatu yang diberitahukan mutawatir karena ia membawa keyakinan yang qath i (pasti), dengan seyakin-yakinnya bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar menyabdakan atau mengerjakan sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa penelitian terhadap rawi-rawi hadits mutawatir tentang keadilan dan kedlabitannya tidak diperlukan lagi, karena kuantitas/jumlah rawi-rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat dusta. Oleh karenanya wajiblah bagi setiap muslim menerima dan mengamalkan semua hadits mutawatir. Umat Islam telah sepakat tentang faedah hadits mutawatir seperti tersebut di atas dan bahkan orang yang mengingkari hasil ilmu daruri dari hadits mutawatir sama halnya dengan mengingkari hasil ilmu daruri yang berdasarkan musyahailat (penglibatan pancaindera). 2. Hadits Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi atau lebih. 3. Hadits Ahad a. Pengertian hadits ahad Menurut Istilah ahli hadits, tarif hadits ahad antara lain adalah: Suatu hadits (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita hadits mutawatir; baik pemberita itu seorang. dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadits tersebut masuk ke dalam hadits mutawatir: Ada juga yang memberikan tarif sebagai berikut: Suatu hadits yang padanya tidak terkumpul syara-syarat mutawatir. b. Faedah hadits ahad Para ulama sependapat bahwa hadits ahad tidak Qat i, sebagaimana hadits mutawatir. Hadits ahad hanya memfaedahkan zan, oleh karena itu masih perlu diadakan penyelidikan sehingga dapat diketahui maqbul dan mardudnya. Dan kalau temyata telah diketahui bahwa, hadits tersebut tidak

tertolak, dalam arti maqbul, maka mereka sepakat bahwa hadits tersebut wajib untuk diamalkan sebagaimana hadits mutawatir. Bahwa neraca yang harus kita pergunakan dalam berhujjah dengan suatu hadits, ialah memeriksa Apakah hadits tersebut maqbul atau mardud. Kalau maqbul, boleh kita berhujjah dengannya. Kalau mardud, kita tidak dapat iktiqatkan dan tidak dapat pula kita mengamalkannya. Kemudian apabila telah nyata bahwa hadits itu (sahih, atau hasan), hendaklah kita periksa apakah ada muaridnya yang berlawanan dengan maknanya. Jika terlepas dari perlawanan maka hadits itu kita sebut muhkam. Jika ada, kita kumpulkan antara keduanya, atau kita takwilkan salah satunya supaya tidak bertentangan lagi maknanya. Kalau tak mungkin dikumpulkan, tapi diketahui mana yang terkemudian, maka yang terdahulu kita tinggalkan, kita pandang mansukh, yang terkemudian kita ambil, kita pandang nasikh. Jika kita tidak mengetahui sejarahnya, kita usahakan menarjihkan salah satunya. Kita ambil yang rajih, kita tinggalkan yang marjuh. Jika tak dapat ditarjihkan salah satunya, bertawaqquflah kita dahulu. Walhasil, barulah dapat kita dapat berhujjah dengan suatu hadits, sesudah nyata sahih atau hasannya, baik ia muhkam, atau mukhtakif adalah jika dia tidak marjuh dan tidak mansukh. B. Pembagian Haditst Berdasakan Kualitas : Berdasarkan kualitas hadits dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Hadits Sahih Syarat hadits Sahih adalah a. Diriwayatkan oleh perawi yang adil. b. Kedhabitan perawinya sempurna. c. Sanadnya bersambung d. Tidak ada cacat atau illat. e. Matannya tidak syaz atau janggal. Hadits sahih menurut bahasa berarti hadits yng bersih dari cacat, hadits yng benar berasal dari Rasulullah SAW. Batasan hadits sahih, yang diberikan oleh ulama, antara lain : Hadits sahih adalah hadits yng susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat (al-quran), hdis mutawatir, atau ijimak serta para rawinya adil dan dabit. 2. Hadits Hasan Syarat hadits hasan adalah: a. Para perawinya adil. b. Kedhabitan perawinya dibawah perawi hadits sahih. c. Sanadnya bersambung. d. Tidak mengandung kejanggalan pada matannya. e. Tidak ada cacat atau illat. Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik. Menurut Imam Turmuzi hasis hasan adalah : yang kami sebut hadits hasan dalam kitab kami adalah hadits yng sannadnya baik menurut kami, yaitu setiap hadits yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan haditsnya, tidak janggal diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat. Hadits yang demikian kami sebut hadits hasan. 3. Hadits Daif Hadits daif menurut bahasa berarti hadits yang lemah, yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah (keci atau rendah) tentang benarnya hadits itu berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama memberi batasan bagi hadits daif : Hadits daif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits sahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan. Jadi hadits daif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits sahih, melainkan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan. Pada hadits daif itu terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadits tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW. C. Pembagian Hadits Berdasarkan Bentuk dan Penisbahan Matan a. Dari segi bentuk atau wujud matannya, hadits dapat dibagi lima macam; 1. Qauli :Hadits yang matannya berupa perkataan yang pernah diucapkan 2. Fi li :Hadits yang matannya berupa perbuatan sebagai penjelasan praktis terhadap peraturan 3

syariat 3. Taqriri :Hadits yang matannya berupa tarir, sikap atau keadaan mendiamkan, tidak mengadakan tanggapan atau menyetujui apa yang telah dilakukan 4. Qawni :Hadits yang matannya berupa keadaan hal ihlwal dan sifat tertentu 5. Hammi :Hadits yang matannya berupa rencana atau cita-cita yang belum dikerjakan, sebetulnya berupa ucapan b. Dari penyandaran terhadap matan, hadits dapat dibagi pada; 1. Marfu : Hadits yang matannya dinisbahkan pada Nabi Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir Nabi Muhammad 2. Mauquf:Hadits yang matannya dinisbahkan pada sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir 3. Maqtu :Hadits yang matannya dinisbahkan kepada tabiin, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir 4. Qudsi: Hadits yang matannya dinisbahkan pada nabi Muhammad dalam lafad pada Allah dalam makna 5. Maudu i:hadits yang matannya dinisbahkan pada selain Allah, Nabi Muhammad, sahabat dan tabiin. Ini bisa disebut fatwa D. Pembagian Hadits Berdasarkan Persambungan dan Keadaan Sanad Pembagian hadits berdasarkan sanad, yang ditinjau dari segi persambungan sanad, dan dari segi sifat-sifat yang ada pada sanad dan secara periwayatannya, dapat dikemukan di bawah ini. Hadits ditinjau dari segi persambungan sanad terbagi pada jenis-jenis. a. Hadits Muttasil; Hadits yang sanadnya bersambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW b. Hadits Munfasil: Bila sanadnya tidak bersambung terdapat inqitaha (gugur rawi) dalam sanad, dan terbagi lagi kepada 1. Muallaq: Hadits yang gugur rawinya seorang atau lebih dari awal sanad (mudawin) 2. Mursal: Hadits yang gugur rawi pertama atau ahir sanadnya 3. Munqathi :Hadits yang gugur rawi di satu tabaqat atau gugur dua orang pada dua ttabaqat dalam keadaan tidak berturut-turut 4. Mu dhal: Hadits yang gugur rawi-rawinya dua orang atau lebih secara berturut-turut dalam tabaqat sanad, baik sahabat bersama tabiin, tabiin bersama tabin tabiin, namun dua orang sebelum sahabat dan tabiin 5. Mudallas: Hadits yang gugur guru seorang rawi karena untuk menutup noda Sebagai akhir pembahasan tulisan ini, penulis sajikan kesimpulan umum sebagai berikut; Pertama, dalam perkembangan masa hadits dikelompakkan sesuai kriteria masing-masing. Secara garis besar hadits dapat dibagi dengan melihat sanad dan matan. Sehingga dapat dirumuskan, berdasarkan diterima dan ditolaknya, jumlah rawi, bentuk dan penisbahan matan dan berdasarkan persambungan dan keadaan sanad. Kedua, munculnya fenomena penambahan, perbedaan redaksi, penukaran urutan kalimat terdapat uncur positive dan lebih banyak negatifnya. Positif bila dilihat dari penambah penjelas dari kalimat yang masih perlu ditafsirkan. Negatifnya membuat keraguan sang pengkaji, disebabkan berbagai hal, diantaranya kemungkinan sang perawi memang tidak dabit, dan kemungkinan rawi menafsirkan secara obyektif, sehingga tidak sesuai makna dan maksud sebenarnya. Dengan munculnya fenomena diatas memiliki dampak yang sangat bahaya, lantaran kadang-kadang berakibat menjadikan sesuatu yang bukan hadits sebagai hadits, maka para ulama sangat keras menyoroti dan mengkajinya dengan serius serta menanganinya dengan sangat hati-hati. Dan ahirnya para pecinta hadits agar tergugah untuk lebih berhati-hati dalam menelaah dan mengamalkan isi hadits sehingga dapat membedakan mana yang termasuk bagian hadits dan yang bukan. Dari makalah diatas dapat kami rangkum beberapa hal antara lain : Berdasarkan sedikit banyaknya rawi yang meriwayatkan hadits dibagi menjadi tiga yaitu : o Mutawatir o Aziz o Ahad Berdasarkan kualitas hadits dibagi menjadi tiga yaitu o Shahih o Hasan o Dho if Syarat hadits Sahih adalah

o Diriwayatkan oleh perawi yang adil. o Kedhabitan perawinya sempurna. o Sanadnya bersambung o Tidak ada cacat atau illat. o Matannya tidak syaz atau janggal. Dari segi bentuk atau wujud matannya, hadits dapat dibagi lima macam o Qauli o Fi li o Taqriri o Qauni o Hammi DAFTAR PUSTAKA Endang Soetari AD, Ilmu Hadits, Bandung: Amal Bakti Press 1997 Mahmud Tohan dalam Taisir Mustalah Hadits Muhammad Ajaj al-khatib, terj: Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Ushulul Hadits: Pokok-Pokok Ilmu Hadits, Jakarta: Gaya Media Pratama 1998 -, Ushul al-hadits: Ulumuhu wa Musthalahuhu, Beirut: Dar al- Ilmu li al-malayin 1977 -, Al-Sunnah Qabl al-tadwin, Beirut: Dar al-fikr 1981 Nuruddin Itr ter: Mujiyo, Ulum Hadits, Bandung: Remaja Rosdakarya 1997, Manhaj fi Ulum al-hadits, Damaskus: Dar al-fikr 1998 Tengku Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra 1999 SUMBER http://qyonglee.multiply.com/journal/item/15 About these ads 5