BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau, dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia. Setiap manusia membutuhkan tempat tinggal dan fasilitas-fasilitas fisik lainnya. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang relatif padat menyebabkan pembangunan properti di Indonesia menjadi sangat cepat demi memenuhi kebutuhan dan meningkatkan mobilitas masyarakat. Perkembangan properti yang tinggi di Indonesia dibuktikan dengan banyaknya pembangunan properti meliputi sektor swasta dan publik/pemerintah di berbagai wilayah provinsi di Indonesia mulai dari kota-kota yang relatif kecil hingga kota besar. Salah satu provinsi dengan perkembangan dan pembangunan sektor properti yang tinggi adalah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pembangunan yang tinggi disebabkan karena provinsi DIY dihuni oleh penduduk yang relatif padat dengan jumlah penduduk kurang lebih 3.542.078 juta jiwa dan didominasi oleh institusi pendidikan dan bangunan-bangunan komersial sehingga banyak pendatang yang rata-rata berstatus sebagai pelajar, mahasiswa dan pekerja. Selain itu sektor pariwisata sebagai sektor unggulan juga membuat pembangunan properti sektor publik berupa infrastruktur bersifat fisik oleh pemerintah menjadi suatu kewajiban untuk dibangun agar memperlancar mobilitas. Guna pembangunan sektor pariwisata dan mewujudkan cita-cita DIY sebagai hub pariwisata, 1
pembangunan-pembangunan infrastruktur bersifat fisik berupa jalan layang/flyover, pelebaran jalan, hingga pembuatan jaringan jalan baru, demi memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat harus dilakukan. Saat ini DIY sedang melakukan pembangunan Jaringan Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang dibangun di Kabupaten Gunungkidul. Kepadatan penduduk yang menyebabkan kemacetan di DIY yang sudah tidak dapat dihindari mengakibatkan terganggunya mobilitas masyarakat. Selain itu pembangunan JJLS dilakukan demi memperlancar transportasi untuk masyarakat yang akan melakukan perjalanan antar kota hingga antar provinsi dan perjalanan pelancong yang akan memasuki wilayah DIY. JJLS merupakan salah satu dari beberapa agenda nasional yang muncul dan harus direalisasikan karena adanya pembangunan bandara baru New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang berada di Kulon Progo. JJLS merupakan jalan yang melintasi kawasan Congot di Kabupaten Kulon Progo hingga Duwet di Kabupaten Gunung Kidul. Proses pembangunan proyek JJLS saat ini telah memasuki tahap pembebasan tanah di dua kabupaten di DIY. Sejak tahun 2003 dicanangkan sudah ada sepuluh tahapan yang dilakukan terkait dengan pembangunan JJLS. Beberapa tahapan yang telah dilakukan di antaranya adalah pelebaran jalan serta pembangunan jembatan. Dari beberapa tahapan tersebut, hingga saat ini masih ada tahapan yang belum sepenuhnya terealisasi, yaini adalah menyangkut pembebasan tanah di Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul. Saat ini proses pembebasan tanah baru dilakukan di Kabupaten Gunung Kidul, yang 2
pelaksanaannya telah dimulai pada tahun 2005 lalu (Kabupaten Gunungkidul, 2016). Tahap pertama proyek Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di Provinsi DIY yang berupa pelebaran jalan utama hingga tujuh meter, diharapkan dapat selesai pada tahun 2008. Pada 2006 pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten mengalokasikan dana sekitar Rp 4 miliar untuk persiapan ganti rugi pembebasan tanah seluas 105.000 meter persegi. Tanah yang telah dibebaskan oleh pemerintah seluas 46.168 meter persegi telah terlaksana hingga tuntas pada akhir tahun 2005. Pembebasan tanah tersebut untuk pembangunan ruas Jalan Telogowarak-Klampok dan Klampok-Legundi (di Kabupaten Gunung Kidul). Pencanaan panjang pembangunan jalan tersebut sekitar delapan kilometer. Pembebasan tanah tersebut dibiayai melalui mekanisme sharing antara Provinsi DIY dengan APBD Provinsi sekitar 90 persen dan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul dengan APBD Kabupaten sekitar 10 persen. Total dana untuk pembebasan tanah mencapai sekiatar Rp 4 Miliar (Kabupaten Gunungkidul, 2016). Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) Pulau Jawa khususnya yang membentang di wilayah Daerah Isimewa Yogyakarta terbagi kedalam empat tahapan. Panjang total JJLS yang melintasi Provinsi DIY mencapai sekitar 117.600 kilometer dengan jalan yang belum tembus sekitar 27.459 kilometer dan jalan existing 90.141 kilometer (Kabupaten Gunungkidul, 2016). Tahap I dengan panjang 25,650 kilometer. Meliputi ruas Jalan Congot- Srandakan. Lebar rata-rata tujuh meter dengan perkerasan aspal (18,830 kilometer) dan tanah (6,820 kilometer). Untuk jangka pendek tahap ini melalui jalan existing 3
dan melewati Jembatan Srandakan II. Sedangkan untuk jangka panjang berupa pelebaran jalan dan pembangunan jalan baru dengan lebar 2x7 meter dan pembangunan Jembatan Srandakan III sepanjang 980 meter. Untuk tahap II melewati ruas Jalan Srandakan-Parangtritis dengan panjang 23,40 kilometer dengan lebar rata-rata 3-5 meter. Perkerasan berupa aspal (2,00 kilometer) dan Telford (21,40 kilometer). Dalam jangka pendek tahap ini melalui jalan existing (23,40 kilometer) yang diperlebar tujuh meter dan melewati Jembatan Kretek I. Sementara untuk jangka panjang dilakukan pelebaran jalan dan membuat jalan baru (lebar 2x7 meter). Selain itu juga dilakukan pembangunan Jembatan Kretek II (sepanjanng 375 meter) dan Pembangunan Fly Over Parangtritis (sepanjang 500 meter) (Kabupaten Gunungkidul, 2016). Tahap III sepanjang 27,459 kilometer. Meliputi ruas Jalan Parangtritis-Baron dengan pembangunan jalan baru. Untuk jangka pendek melalui jalan existing Parangtritis-Panggang-Temanggung-Baron dengan panjang 40,164 kilometer dan diperlebar dari 3-5 meter menjadi tujuh meter. Sedangkan untuk jangka panjang pembangunan jalan baru sepanjang 27,459 kilometer yang terdiri dari pembangunan jalan baru (sepanjang 18,279 kilometer dan lebar 2x7 meter), dan pembangunan terowongan sepanjang 9,00 kilometer dan lebar 2x7 meter. Tahap IV meliputi ruas Jalan Baron-Duwet dengan panjang 41,09 kilometer dan lebar ratarata lima meter. Perkerasan dengan aspal. Untuk jangka pendek melalui jalan existing diperlebar menjadi tujuh meter. Jangka panjang melalui pelebaran jalan dengan lebar 24 meter dan perbaikan Alignment vertikal dan horizontal (Kabupaten Gunungkidul, 2016). 4
Pada penelitian ini obyek penilaian berada di Dusun Duwet, Desa Jerukwudel, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul. Obyek penilaian termasuk dalam pembangunan proyek JJLS tahap IV meliputi ruas jalan Baron-Duwet. Sesuai dengan penjelasan di atas pembangunan proyek JJLS saat ini sedang dalam proses pembebasan tanah, dalam proses pembebasan tanah tersebut tentu saja menimbulkan permasalahan, baik dari pihak pemilik tanah dalam meminta ganti rugi akibat pembebasan lahan tersebut, maupun dari pihak pemerintah dalam menentukan besarnya ganti kerugian. Sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2012 pemberian ganti rugi oleh pemerintah kepada masyarakat yang terkena proyek ini harus diberi ganti rugi yang layak dan adil. Obyek penilaian adalah salah satu bidang dari 34 bidang yang akan dibebaskan pada dusun duwet, tanah tersebut adalah milik Bapak Sumarto. Dalam praktiknya penilaian dari pihak pemerintah belum memberikan kepuasan kepada pihak pemilik sehingga meninbulkan keraguan dan berakibat pada belum adanya keputusan untuk tanahnya dibebaskan. Pembebasan Lahan atau disebut Pengadaan lahan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Obyek pembebasan lahan adalah tanah milik masyarakat yang memang masuk dalam siteplan proyek JJLS sehingga tanah milik masyarakat ini memang harus digunakan oleh pihak pemerintah agar pembangunan dan pelebaran jalan untuk proyek JJLS dapat terealisasi dengan baik. Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013, 306-1.2), pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum dilaksanakan dengan melakukan pelepasan atau 5
penyerahan hak atas tanah, dengan memberikan perlindungan dan melaksanakan prinsip penghormatan terhadap pihak-pihak yang terkena pengadaan tanah. Penentuan pengambilan hak tanah yang terkena kepentingan umum dengan mempertimbangkan kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara, serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah bisa dicabut dengan memberikan ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur undang-undang (Pasal 18 UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria). Sesuai dengan Pasal 33 UU No. 2 Tahun 2012 Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi: 1. Tanah; 2. Ruang atas tanah dan bawah tanah; 3. Bangunan; 4. Tanaman; 5. Benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau 6. Kerugian lain yang dapat dinilai. Nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian akan menjadi dasar musyawarah penetapan Ganti Kerugian (Pasal 34 ayat (3) UU No.2 tahun 2012). Menurut Peraturan KBPN Nomor 3 Tahun 2007 pasal 25 dalam penetapan nilai tanah dan bangunan dengan memperhatikan faktor-faktor yang relevan tidak mudah dilakukan oleh seseorang awam, maka dari itu perlu peran suatu penilai yang profesional dan independen, mempunyai kewenangan dan kemampuan untuk menetapkan nilai nyata tanah dan bangunan yang obyektif dan adil. Penilaian merupakan gabungan ilmu pengetahuan dan seni dalam mengestimasi nilai dari 6
kepentingan yang terdapat dari suatu properti untuk tujuan tertentu dan pada waktu yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan karakteristik yang terdapat pada sebuah properti (Harjanto dan Hidayati, 2013). Penilaian merupakan gabungan dari ilmu pengetahuan dan seni dalam mengestimasi nilai dari properti. Supriyanto, (2011) mengatakan Penilaian merupakan proses pekerjaan agar dapat memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis. Menurut PMK 101 Penilai adalah seseorang yang memiliki kompetensi dalam melakukan kegiatan Penilaian, yang sekurang-kurangnya telah lulus pendidikan awal Penilaian. Penilai Publik adalah Penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. Dalam UU No.2 tahun 2012 Pasal 1 ayat (11) disebutkan bahhwa Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai atau harga objek pengadaan tanah. Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai jumlah pengantian atas ganti rugi tanah dari pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) khususnya JJLS Segmen IV meliputi ruas Jalan Baron-Duwet, maka penulis mengajukan penulisan penilaian dengan judul Revaluasi Nilai Penggantian Wajar Di Atas Tanah Seluas 310 m2 di Dusun Duwet Desa Jerukwudel Kecamatan Rongkop Kabupaten Gunungkidul Tujuan Pembebasan Lahan Untuk Kepentingan Umum. 7
1.2 Rumusan Masalah Ada keraguan pemilik tanah atas penetapan Nilai Penggantian Wajar yang diberikan oleh Pemerintah. 1.3 Tujuan Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menentukan Indikasi Nilai Pasar dan Indikasi Nilai Penggantian Wajar Tanah milik Bapak Sumarto. 1.4 Manfaat Penelitian Dalam penulisan ini penulis mengharapkan adanya manfaat yang dapat diperoleh antara lain: 1. Memberikan sumbangan pemikiran pnengembangan ilmu penilaian khususnya mengenai pemberian Penggantian Nilai Wajar. 2. Hasil penulisan ini dapat dijadikan acuan besarnya ganti kerugian bagi masyarakat yang memiliki hak atas tana untuk pengadaan pembangunan untuk kepentingan umum. 3. Bagi civitas pendidikan, sebagai bahan pedoman untuk penilaian selanjutnya. 8
1.5 Kerangka Penulisan Latar Belakang 1. Jumlah Penduduk dan banyaknya pembangunan properti di Indonesia 2. Kebutuhan Properti sektor publik berupa fasilitas umum di DIY 3. Proyek JJLS menjadi salah satu pembangunan properti sektor publik 4. Pembebasan lahan sebagai salah satu tahapan pembangunan JJLS yang masih belum diterima oleh pihak masyarakat Tujuan Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menentukan Indiksi Nilai Pasar dan Indikasi Nilai Penggantian Wajar tanah milik Bp. Sumarto yang dibebaskan untuk pembangunan proyek JJLS Landasan Teori 1. Konsep Nilai 2. Aset dan Properti 3. Tanah 4. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum 5. Proses dan Penerapan Teknis Penilaian 6. Pendekatan Penilaian Data 1. Data Umum faktor-faktor eksternal (sosial, ekonomi, peraturan pemerintah, dan lain-lain). 2. Data Khusus Data-data mengenai properti yang dinilai. 3. Data transaksi dan Penawaran Data harga properti yang sudah terjadi transaksi maupun yang sedang dalam penawaran sebagai pembanding. Alat Analisis Pendekatan pasar untuk menentukan nilai pasar dan kemudian mengacu pada SPI 306 dan UU No 2 Tahun 2012 untuk menentukan Nilai Penggantian Wajar Hasil Penilaian 1. Nilai Pasar 2. Nilai Penggantian Wajar 9