BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Astawan, 1989). Telur itik yang diolah menjadi telur asin, dapat meningkatkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, asam lemak, mineral dan vitamin. Telur juga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telur asin. Berikut ini sekilas tentang keadaan umum di kabupaten Brebes, Jawa

Modul. Modul 32 BAB I PENDAHULUAN

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

TELUR ASIN PENDAHULUAN

BISNIS TELOR ASIN KHAS BREBES

Hubungan Faktor Faktor Sosial Produsen Dengan Penerapan Teknologi Pembuatan Telur Asin Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN. peternakan mempunyai kontribusi yang sangat penting bagi pemenuhan

PENGARUH LAMA PEMERAMAN TELUR ASIN TERHADAP TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN

PELUANG BISNIS TELOR ASIN ASLI BREBES

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

BISNIS TELOR ASIN DAN KEUNTUNGANYA. Disusun oleh: Sandwi Devi Andri S1 teknik informatika 2F

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi lengkap yaitu karbohidrat, lemak, protein, mineral dan

PEMBUATAN TELUR ASIN RASA BAWANG SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI JUAL TELUR BEBEK Oleh : Dr. Das Salirawati, M.Si

PENDAHULUAN. banyak. Dilihat dari segi ekonomi individual tentu saja masalah. kerja, kita harus mampu berpikir kreatif dan inovatif yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kandungan gizi telur pada umumnya terdiri atas: air, protein, lemak, karbohidrat,

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa

Pengaruh Teknik Inkubasi Pada Pembuatan Telur Asin Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptiknya

PENGARUH PROSES PENGGARAMAN TRADISIONAL TERHADAP RASIO KEKERASAN DAN KEMASIRAN TELUR ASIN

UJI ORGANOLEPTIK DAN MIKROBIOLOGI TELUR ASIN MENGGUNAKAN PERENDAMAN LUMPUR SAWAH NASKAH PUBLIKASI

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS TELUR ASIN DENGAN TEKNOLOGI PROSES PENYANGRAIAN DI KORONG BARI KANAGARIAN SICINCIN KABUPATEN PADANG PARIAMAN

Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap Telur Asin Ayam Ras dan Telur Asin Itik Di Kecamatan Kembangbahu, Kabupaten Lamongan

Pengolahan hasil pertanian dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk bahan baku menjadi bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

Disusun Oleh: RURIYAWATI LISTYORINI A

Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan jenis penelitian eksperimen faktorial (factorial design). Eksperimen

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Islami

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROTEIN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA TELUR BEBEK DENGAN PERENDAMAN BEKATUL PADI NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN UMUR TELUR TERHADAP TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN TELUR ASIN.

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. Telur dapat dibuat telur asin dengan jalan merendam telur dalem larutan air garam atau membungkus telur tersebut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

MAKALAH MULOK (Kimia Terapan) Home Industri PEMBUATAN TELUR ASIN

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

Jurnal Pengabdian pada Masyarakat Volume 30, Nomor 4 Oktober Desember 2015

I. PENDAHULUAN. Terasi merupakan bahan dasar makanan khas Indonesia yang banyak diminati

Optimalisasi Kadar Garam dan Media Pemeraman...( Ida Ayu Putu Hemy Ekayani)

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus)

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KADAR IODIUM PADA TELUR ASIN

T U G A S LINGKUNGAN BISNIS

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN

No Alur Proses Jenis Bahaya Cara Pencegahan 1.Bahaya Fisik segar 2 Bahan baku Sering adanya pencucian yang tidak bersih

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

JENIS KEJU DAN PEMBUATAN KEJU

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

A. Profil Usaha Telur Asin di Kecamatan Brebes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

TINJAUAN PUSTAKA. seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENGARUH BERBAGAI METODE PENGASINAN TERHADAP KADAR NaCl, KEKENYALAN DAN TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN PADA TELUR PUYUH ASIN

BAB II LANDASAN TEORI

ANEKA RUJAK DAN ASINAN NAN SEGAR

Resep kue basah : kue lumpur, tips dan variasinya

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

V. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Semua Peubah Bebas (Xi) Terhadap Peubah Tidak Bebas (Y)

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun proses pengolahan Kue Bola-bola Wijen disajikan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Pengasinan Telur Dengan Limbah Serbuk Gergaji Dan Sumber Daya Alam Lain Yang Aman Bagi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UJI PROTEIN DAN LEMAK PADA TELUR ASIN HASIL PENGASINAN DENGAN ABU PELEPAH KELAPA

PENINGKATAN GIZI DAN EKONOMI MASYARAKAT KELURAHAN KOTO LUAR KECAMATAN PAUH PADANG MELALUI PELATIHAN PEMBUATAN TELUR ASIN RENDAH SODIUM 1

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telur asin Telur asin adalah hasil olahan dari telur itik yang mentah dengan menggunakan campuran adonan batu bata merah, garam dan abu gosok yang diperam selama beberapa hari, kemudian menghasilkan telur asin matang (Astawan, 1989). Telur itik yang diolah menjadi telur asin, dapat meningkatkan kandungan kalsium pada telur itik serta dapat meningkatkan daya simpan telur itik (Damayanti et al., 2015). Telur asin dikonsumsi sebagai bahan makanan yang sudah diawetkan dan mempunyai daya tahan yang lebih lama terhadap kerusakan diandingkan dengan telur itik mentah (Sarwono, 1994) Telur asin merupakan produk makanan yang popular di Indonesia terutama di daerah Brebes, Tegal dan Cirebon yang merupakan sebagai sentra pembuatan telur asin (Supriyadi, 2010). Ciri khas dari telur asin Brebes adalah terletak pada kuning telurnya yaitu kuning telur dengan tekstur yang masir dan berminyak serta tidak berbau amis (Suharno dan Setiawan, 2012). 2.2. Teknologi Pemeraman Telur Asin Pengawetan telur secara tradisional adalah dengan cara pengasinan menggunakan adonan garam, yaitu garam yang dicampur dengan bahan - bahan lainnya seperti abu gosok, batu bata merah, tanah liat dan sebagainya (Astawan, 2005). Proses pengasinan dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu merendam telur

7 dengan larutan garam jenuh dan membalut telur dengan adonan garam yang biasanya terdiri dari beberapa bahan tambahan yaitu bubuk batu bata merah, abu gosok dan garam atau disebut dengan pemeraman (Suprapti, 2002). Proses pengasinan dengan adonan meliputi beberapa hal seperti sortasi telur itik mentah, pencucian, membuat adonan pemeraman telur asin, pemberian garam, melumuri telur dengan adonan pemeraman, telur diperam selama beberapa hari, pengupasan adonan, mencuci telur kembali, merebus telur, penirisan, memberikan cap pada telur kemudian dilakukan pengemasan. Partikel abu gosok yang lebih halus kemungkinan akan menutupi pori telur itik sehinggga difusi garam kedalam telur akan lebih sedikit dan akan membutuhkan waktu yang lebih lama, namun harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan bubuk batu bata merah. Partikel serbuk batu bata merah yang lebih besar akan membuat garam dan air terdifusi kedalam telur lebih banyak serta membutuhkan waktu yang lebih singkat selain itu pertumbuhan fungi akan terhambat karena tidak tahan dalam keadaan basah (Yuniati, 2011). Pemeraman dengan menggunakan adonan dari abu akan menghasilkan telur asin dengan kuning telur yang pucat serta bagian tepi kuning telur tersebut akan berwarna kehitaman (abu-abu). Pemeraman dengan menggunakan adonan dari batu bata akan menghasilkan telur asin dengan warna kuning telur yang kemerahmerahan dan rasanya terkesan berpasir (masir) (Suprapti, 2002). Pengasinan menggunakan bahan adonan dari campuran tanah liat dan garam adalah dengan perbandingan 1:1, dengan cara ini telur akan mampu bertahan selama 30 hari (Agus, 2002). Kolesterol total darah lebih rendah setelah

8 pemberian telur asin dibandingkan dengan pemberian telur rebus, hal ini diduga karena jenis tanah yang digunakan dalam proses pembuatan telur asin memiliki tekstur liat sampai lempung sehingga memungkinkan proses pembalutan serta efek biofarmaka terjadi secara sempurna pada proses pengasinan telur yang mampu menurunkan kolesterolnya (Magistri et al., 2016). Telur merupakan salah satu bahan pangan yang mudah terkontaminasi mikroba baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanah merupakan salah satu media mikroba untuk berkembang biak sehingga penggunaan tanah dapat mengkontaminasi telur (Finata et al., 2015). Adonan lumpur atau tanah liat yang semakin tebal pada telur akan membuat aroma lumpur atau tanah liat akan semakin kuat terutama pada bagian putih telurnya, hal ini disebabkan karena sifat dari telur yang dapat menyerap bau atau aroma dari bahan-bahan disekelilingnya. (Indriastuti et al., 2013) 2.3. Faktor-Faktor Sosial Faktor-faktor sosial merupakan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan masyarakat seperti tujuan yang hendak dicapai masyarakat, sistem sosial, sistem tindakan, dan sistem sanksi agar didalam masyarakat saling berintegrasi dengan baik (Waluya, 2007). Faktor sosial adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antar sesama dalam satu bagian ataupun dengan bagian yang lain (Soeroso, 2008). Umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama merupakan sifat-sifat yang melekat pada diri seseoarng dan berhubungan dengan aspek kehidupan atau dapat disebut dengan karakteristik individu (Mardikanto, 1993).

9 Faktor-faktor sosial dan demografik yang meliputi umur, pendidikan, pengalaman dan karakteristik pribadi seperti orang yang kosmopolitan, petualang, penuh simpati berkemauan untuk maju akan lebih cepat dalam mengadopsi inovasi (Zein, 2012). 2.3.1. Umur Umur merupakan periode atau panjang waktu dari seseorang untuk hidup, semakin tua seseorang (diatas 50 tahun) biasanya semakin lamban dalam mengadopsi suatu inovasi, dan cenderung melaksanakan kegiatan yang sudah biasa diterapkan di masyarakat (Mardikato, 1993). Umur dapat digolongkan dalam beberapa kategori, yaitu seseorang dengan setengah umur berkategori perintis. Seseorang yang muda termasuk dalam pelopor. Seseorang yang setengah umur sampai umur tua dikategorikan dalam penganut dini atau penganut lambat. Umur seseorang yang tua termasuk dalam kategori kolot (Levis, 1996). Umur seseorang yang semakin muda biasanya mempunyai keingintahuan yang lebih tinggi, sehingga mereka akan berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam hal adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 2005). Umur mempengaruhi kapasitas/kemampuan belajar seseorang dalam mengadopsi karena memerlukan proses mental seseorang sampai menerapkan suatu teknologi yang didahului pertimbangan-pertimbangan melalui pembelajaran (Suyatno, 2012). Seseorang yang sudah melewati masa usia produktif, maka semakin menurun kekuatan fisiknya sehingga produktivitasnya pun menurun

10 karena kekuatan fisik seseorang untuk melakukan aktivitas sangat erat kaitannya dengan umur (Putri dan Setiawina, 2013). 2.3.2. Pendidikan Formal Pendidikan merupakan sarana belajar bagi seseorang dimana ditanamkan sikap pengertian dan pengetahuan kepada mereka dan orang - orang yang berpendidikan tinggi akan relatif lebih cepat dalam melakukan suatu adopsi inovasi dibandingkan dengan orang-orang yang berpendidikan rendah (Lubis, 2000). Seseorang yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi, begitu pula sebaliknya mereka yang mempunyai pendidikan yang rendah agak sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat (Soekartawi, 2005). Pendidikan yang relatif rendah akan meghambat proses pengembangan dan adopsi suatu teknologi karena orang-orang dipedesaan umumnya memiliki tingkat pendidikan yang masih tergolong rendah sehingga lebih sulit menerima teknologi yang baru dan cenderung tetap melaksanakan kebiasaan yang dilakukan sehari-hari (Mardikato, 1993). Pertimbangan yang dilakukan sangat memerlukan adanya wawasan dan kecerdasan yang diperoleh melalui pendidikan, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi tingkat adopsinya terhadap teknologi (Suyatno, 2012). 2.3.3. Pengalaman Pengalaman berusaha merupakan lama kegiatan usaha ynag dilakukan oleh seseorang dalam periode tertentu. Pengalaman dalam melakukan usaha

11 tersebut dapat mempengaruhi tingkat keterampilan seseorang dalam melakukan suatu hal yang berkaitan dengan usaha yang sedang dijalankan (Samsudin, 1997). Pengalaman masa lalu yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi kecenderungannya untuk merasa memerlukan dan siap menerima berbagai pengetahuan baru (Mardikanto,1993). Setiap orang mempunyai pengalaman masing-masing, karena berhubungan dengan orang lain maupun kelompok lain sehingga terjadi tukar menukar pengalaman diantara mereka (Levis, 1996). Pengalaman terbentuk dari lamanya seseorang mengusahakan suatu usaha, semakin lama waktu dalam usaha yang dijalankannya tersebut, maka semakin banyak hal yang ditemuinya dalam usahanya tersebut, sehingga dengan adanya teknologi baru seseorang yang mempunyai pengalaman yang lebih banyak akan lebih cepat meresponnya, baik untuk menerapkan atau menolaknya (Walgito, 2002). 2.3.4. Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal merupakan suatu sistem pendidikan diluar sistem persekolahan. Orang - orang diajarkan bagaimana cara untuk mencapai sesuatu hal dan mereka mengerjakan hal-hal yang telah diajarkan tersebut secara mandiri,adapun contoh kegiatan dari pendidikan non formal yaitu penyuluhan (Kartasapoetra, 1991). Seseorang yang ikut berpartisipasi dan bertanggungjawab serta menuruti saran-saran dari penyuluh dalam kegiatan pendidikan non formal seperti penyuluhan memungkinkan adanya perubahan - perubahan pemikiran yang lebih besar terhadap diri orang tersebut (Van den Ban, dan Hawkins. 1999)

12 Pendidikan non formal adalah pendidikan diluar jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, fleksibel, berlangsung sepanjang hayat, dan tingkat kompetensi peserta didiknya dapat disetarakan dengan kompetensi pada pendidikan formal, dan berpusat pada keluarga dan lingkungan kegiatan belajar secara mandiri (Sudjana, 2007). Pendidikan non formal seperti penyuluhan agribisnis merupakan jasa layanan dan informasi mengenai agribisnis yang diberikan penyuluh kepada petani dan pihak-pihak terkait yang memerlukan, agar kemampuannya dapat berkembang secara dinamis untuk menyelesaikan sendiri setiap permasalahan yang dihadapinya dengan baik dan menguntungkan serta memuaskan (Bahua, 2016). 2.3.5. Motivasi Motivasi merupakan keadaan internal yang mendorong seseorang untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau paling tidak berkeinginan berperilaku tertentu (Van den Ban dan Hawkins, 1999). Motivasi adalah hal yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu usaha yang ingin dicapai dan ditandai oleh keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang segala sesuatu yang ditawarkan penyuluh (Mardikanto, 1993). Istilah motivasi berhubungan dengan tujuan-tujuan yang dimiliki oleh individu, cara-cara yang dilakukan individu untuk mencapai tujuannya, dan cara-cara yang dilakukan oleh orang lain berusaha mengubah perilakunya (Armstrong, 2010) Motivasi merupakan suatu hal yang mendorong keinginan dalam diri seseorang untuk melakukan usaha dalam mencapai tujuan (Uno, 2008). Hal yang sangat memotivasi bagi seseorang adalah ketika melihat keberhasilan orang lain

13 yang berada pada lingkup usaha yang sama, sehingga akan mempengaruhi semakin tinggi motivasi orang tersebut maka semakin tinggi pula tingkat adopsi teknologi yang diterapkan (Putra et al., 2012). 2.3.6. Tingkat Kosmopolitan Tingkat kekosmopolitan merupakan karakteristik yang mempunyai hubungan dan pandangan yang luas dengan dunia luar, dengan kelompok sosial yang lain juga serta memiliki mobilitas yang tinggi (Mardikanto dan Sri Sutarni, 1982). Tingkat kekosmopolitan merupakan hubungan dengan dunia luar, diluar sistem sosialnya yang dapat dilihat dari frekuensi dan jarak kegiatan bepergian maupun pemanfaatan media massa Mardikanto (1993). Tingkat kosmopolitan seseorang dapat dilihat seberapa sering frekuensi orang tersebut keluar dari desanya ke desa lain, bertemu dengan tokoh inovator, dan pemanfataan media massa seperti membaca koran, menonton televisi, dan mendengar radio (Soekartawi, 1994). Tingkat kosmopolitan merupakan orang orang yang pergi keluar daerah untuk mencari informasi inovasi terbaru dan dapat dilihat dari frekuensi dan jarak kegiatan bepergian orang tersebut maupun pemanfaatan dari media massa Wongkar et al. (2016).