LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA DISUSUN OLEH : Chrisbi Adi Ibnu Gurinda Didik Eko Saputro Suci Novira Aditiani (K2311013) (K2311018) (K2311074) PENDIDIKAN FISIKA A 2011 FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2012
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah inklusi merupakan sekolah reguler yang memberikan kesempatan belajar kepada anak anak yang berkebutuhan khusus dan memberikan pelayanan yang sama dengan anak anak yang normal, namun disesuaikan dengan kebutuhan anak tersebut. Dalam sekolah inklusi anak anak berkebutuhan khusus hanya mengikuti pelajaran pelajaran yang mampu dikuasainya, tidak seperti anak normal yang harus mengikuti semua mata pelajaran. Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam melangsungkan kehidupannya. Seperti, orang yang menyandang cacat atau hilangnya sebagian anggota badan, cacat mata atau buta, tidak mampu mendengarkan dengan jelas karena kerusakan pada alat pendengaran dan masih banyak lagi. Anak penyandang Tuna Netra merupakan anak yang memiliki pengelihatan yang kurang, hilang pengelihatan secara total maupun hampir buta. Anak anak seperti ini memiliki sekolah khusus, Sekolah Luar Biasa (SLB). Biasanya SLB seperti ini dikelola oleh sebuah instansi atau yayasan yang memang terjun dalam dunia pendidikan dan kemasyarakatan. SLB yang khusus untuk kegiatan belajar mengaja bagi tuna netra adalah SLB A. Huruf A untuk tuna netra B untuk tuna rungu dan sebagainya. Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Peraturan diatas merupakan dasar untuk penyelenggaraan sekolah inklusi. Dasar hukum yang menjelaskan bahwa setiap insan memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermanfaat adalah UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) dan (2) mengamanatkan bahwa setiap warga Negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Peraturan yang lain UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, 5 dan 32. Yang pada intinya Negara wajib dan fungsi untuk memberikan kesempatan bagi generasinya dalam mendapatkan pendidikan yang selayaknya, begitu pula dengan pemerintahan, keluarga yang wajib unntuk menyekolahkan anak anaknya. B. Tujuan 1. Memenuhi tugas mata kuliah inklusi 2. Mengetahui sistem pembelajaran, kurikulum, dan proses kegiatan belajar-mengajar dalam sekolah inklusi. 3. Mengetahui kegiatan-kegiatan di luar Proses Belajar Mengajar SLB
BAB II PEMBAHASAN SLB-A-YKAB menjadi lokasi observasi yang kami lakukan. Alamatnya berada di Jalan Cokroaminoto 43 Jagalan, Jebres, Surakarta. SLB-A-YKAB Surakarta mendidik anak berkebutuhan khusus diantaranya, anak tunanetra, anak tunagrahita, anak berkelainan ganda dan anak-anak berkebutuhan khusus lainnya. Dari tingkat TKLB, SDLB, SMPLB, SMPYB dan SMALB. Sekolah tersebut dipimpin oleh Bapak Drs.Bambang Supriyadi selaku kepala sekolah. Dari hasil observasi yang kami lakukan, diperoleh data mengenai Sekolah Berkebutuhan Khusus (SBK) khususnya di SLB-A-YKAB. Data yang diperoleh tentang sistem pembelajaran yang digunakan di SLB-A-YKAB diantaranya, proses belajar mengajar, pengajar atau pendamping, fasilitas, kurikulum, aktivitas siswa di luar proses belajar mengajar. A. Sistem Pembelajaran Sistem pembelajaran meliputi beberapa aspek, diantaranya siswa yang berkebutuhan khusus, kurikulum, pengajar atau pendamping, fasilitas, dan proses pembelajaran. 1. Siswa Sebagian besar siswa di sekolah tersebut merupakan siswa yang berkebutuhan khusus. Jumlah keseluruhan siswa yaitu 66 siswa. Secara umum siswa sekolah ini,merupakan siswa tunanetra. Akan tetapi ada beberapa siswa yang normal. Siswa yang normal tersebut adalah siswa pindahan dari sekolah lain karena tidak naik kelas. Selain itu ada siswa yang berkelainan ganda, cacat fisik, autis, dan sebagainya. 2. Kurikulum Jenis kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan di SLB-A-YKAB pada dasarnya menggunakan kurikulum
standar nasional yang berlaku di sekolah umum namun demikian, peserta didik berkelainan sangat bervariasi mulai dari yang sifatnya ringan, sedang, sampai yang berat, maka dalam implementasinya kurikulum tersebut dilakukan modifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Kurikulum dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah. Tim pengembang tersebut terdiri dari kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus, konselor dan psikolog. Bagi peserta didik yang tdak mampu mencapai indikator (tidak naik kelas) ia akan dimasukkan ke dalam SD-LB. Di dalam SD-LB ini telah diterapkan kurikulum yang berbeda atau telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan siswa. Contohnya naskah soal dibuat khusus oleh pihak sekolah dengan menggunakan huruf braile. Tetapi untuk ujian nasional soal dari pusat telah berbentuk huruf braile. a. Kurikulum SDLB Kurikulum satuan pendidikan SDLB A relatif sama dengan kurikulum SD umum. Pembelajarannya dirancang sangat serderhana sesuai dengan batas batas kemampuan peserta didik. Standar kompetensi (SK) disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik. Jumlah jam pembelajaran untuk kelas I, II, III, berkisar antara 28 30 jam pembelajaran per minggu. Untuk kelas IV, V, VI yaitu 34 jam pembelajaran per minggu. Alokasi per jam pembelajaran 30 menit, selisih 5 menit dari sekolah reguler yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. b. Kurikulum SMPLB Proporsi muatan isi kurikulum satuan pendidikan terdiri atas 60 % sampai 70% aspek akademik dan 30% sampai 40% berisi aspek keterampilan vokasional. Kompetensi dasar (KD) mata pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik dengan memperhatikan jenjang satuan pendidikan. Jumlah jam pembelajaran adalah 34 jam per minggu. Alokasi per jam pembelajaran
35 menit, selisih 5 menit dari sekolah reguler yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. c. Kurikulum SMALB Proporsi muatan isi kurikulum terdiri atas 40% sampai 50% aspek akademik dan 50 % sampai 60% aspek keterampilan vokasional. Jumlah jam pembelajaran adalah 36 jam per minggu, sama dengan jumlah jam pembelajran SMA umum. Alokasi per jam pembelajaran yaitu 40 menit, selisih 5 menit dari sekolah reguler yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. 3. Pengajar atau pendamping Pengajar terdiri dari guru yang ahli di bidangnya masing-masing. Ada sekitar 18 guru yang dipekerjakan di sekolah ini. Sekitar 17 guru merupakan PNSD dan 1 orang guru angkatan dari provinsi. Diantara 17 guru tersebut ada 1 guru dari Departemen Agama (DEPAG) dan 7 guru Wiyata Bakti. 4. Fasilitas sekolah Fasilitas fasilitas yang ada pada SLB A ini digunakan untuk menunjang proses keberlangsungan dalam kegiatan belajar mengajar, fasilitas ini juga digunakan untuk mempermudah para siswa dalam memahami pelajaran yang diberikan, diantaranya adalah : a. Buku-buku yang terdapat di perpustakaan SLB-A-YKAB ini meliputi buku-buku yang tercetak dengan abjad dan huruf braile. Ada pula peta dan globe braile. b. SLB-A-YKAB memiliki mesin pencetak huruf braile yang diaplikasikan dengan software penerjemah huruf braile. c. Kertas Braile dari Norwegia digunakan untuk pencetakan dengan menggunakan huruf braile. Terutama pada saat pencetakan soal untuk ujian. Warna kertas tersebut adalah putih gading. Walaupun mereka adalah anak berkebutuhan khusus, namun dalam observasi beberapa siswa low vision yang menggunakan internet untuk mengakses
beberapa data. Tentu saja hal ini dimaksudkan agar anak-anak berkebutuhan khusus ini tidak ketinggalan informasi. d. Terdapat beberapa ruang di sekolah yang dimanfaatkan sebagai ruang ekstrakurikuler. Hal ini dimanfaatkan untuk pengembangan bakat dan minat para peserta didik, seperti ruang musik/band, ruang karawitan, ruang bulu tangkis dan sebagainya. e. Untuk beberapa siswa yang berasal dari tempat yang jauh, disediakan asrama. Asrama ini ditujukan untuk memudahkan dalam proses belajar-mengajar. Lewat asrama ini, para pendidik bisa lebih mengenal murid-murid di sekolah tersebut melalui pengamatan di kesehariannya. f. Dalam rangka peningkatan iman dan takwa serta peningkatan akhlak, sekolah ini memiliki tempat ibadah sendiri yang dapat digunakan oleh siswa-siswanya. g. Aula dan ruang kelas yang komprehensif dapat menunjang kebutuhan belajar-mengajar siswa SLB-A-YKAB. h. Komputer yang dilengkapi dengan software aplikasi pendukung seperti aplikasi suara suara, serta penyertaan keyboard dalam huruf braille yang dapat membantu dalam proses belajar mengajar. 5. Proses Pembelajaran Di sekolah ini kegiatan belajar mengajar di dalam kelas terdiri dari lima orang siswa dan satu guru, jika muridnya memiliki kurang penglihatan. Tetapi jika siswa memiliki IQ lemah, 1 guru bisa mengajar 8 murid. Guru harus bisa mengontrol setiap siswa dengan cara mengenal dan memahami kondisi setiap siswa. Sistem tersebut akan lebih mudah bagi guru untuk mendalami karakter masing-masing siswa, sehingga akan tercapai tujuan pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan metode ceramah dan dibantu dengan alat peraga. Hal ini dikarenakan alat peraga dapat membantu mereka dalam mendeskripsikan suatu objek. Alat peraga ini dapat menggantikan fungsi indera penglihatan mereka yang kurang
berfungsi, sehingga materi pembelajaran tetap dapat mereka terima. Kedua metode ini digunakan sebagai upaya mengoptimalkan semua indera yang dimiliki anak berkebutuhan khusus ( indera pendengaran dan indera peraba). B. Aktivitas Siswa Diluar Proses Belajar Mengajar Aktivitas di luar belajar mengajar meliputi beberapa kegiatan, diantaranya di bidang kesenian, dan juga olah raga. Di bidang kesenian ada karawitan dan band. Saat kami melakukan observasi, para siswa juga sedang mamainkan alat musik dalam karawitan tersebut. Karya yang mereka suguhkan sangat luar biasa, tidak kalah dengan karya orang orang normal. Mereka memeinkan alat musik dengan mahir, sudah begitu hafal dengan letak alat alatnya. Beberapa siswa juga tergabung dalam sebuah grup band. Personil mereka juga snagt terampil dalam memainkan alat musik seperti kibor, drum, dan gitar. Kegiatan lain misalnya dalam bidang olahraga. Di sana tersedia lapangan. Namun kami tidak begitu paham dengan olahraga yang mereka lakukan. Mungkin digunakan oleh siswa yang bukan tuna netra. Yang jelas lapangan tersebut masih sering digunakan.
BAB III KESIMPULAN Sekolah inklusi merupakan sekolah yang memberikan pengajaran bagi anak berkebutuhan khusus, dengan metode pembelajaran yang sama dengan sekolah reguler hanya saja diberikan modifikasi pada sistem pembelajarannya begitu juga dengan fasilitas fasilitas yang digunakan berbeda dengan fasilitas yang digunakan pada anak anak normal, karena disesuaikan dengan kebutuhan atau ketidaknormalan yang dimiliki oleh siswa berkebutuhan khusus. Pada sekolah yang kami observasi, yaitu SLB-A-YKAB yang beralamatkan di Jalan Cokroaminoto No. 43 Jagalan, Jebres, Surakarta ini dikhususkan untuk penyandang tuna netra, namun pada sekolah ini juga ada penyandang tuna grahita, maupun anak berkelainan ganga. Tingkatan dari SLB ini adalah TKLB, SDLB, SMPLB, SMPYB dan SMALB. Kegiatan belajar mengajar pada sekolah ini dilakukan dengan modifikasi sesuai dengan kekurangan yang dimiliki siswa, begitu pula dengan kurikulum serta sarana dan fasilitas yang digunakan. Ada pembagian khusus untuk tingkatan kekurangan atau kecacatan siswa yang dibagi dalam tiap tiap kelas. Diluar kegiatan KBM, ada beberapa ekstrakurikuler yang berjalan, dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, minat dan bakat siswa berkebutuhan khusus, seperti : Gendingan atau Karawitan, ekstrakurikuler Band atau Musik, ada juga untuk pelatihan keolahragaan seperti tenis, renang, dan basket. Secara garis besar, sekolah sekolah bagi siswa berkebutuhan khusus bertujuan untuk menciptakan dan mengembangkan kemandirian siswa sendiri dalam menjalani kehidupan sehingga siswa dapat memenuhi kebutuhan dan mengerjakan sesuatunya dengan mandiri tanpa adanya campur tangan dan bantuan dari orang lain yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA Kementrian Pendidikan Nasional.2011. Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009. Jakarta : Kemendiknas, Dirjen Pendidikan Dasar, Direktorat PPK-LK Dikdas 2011 Kementrian Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Kemendiknas