BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi dalam usaha menarik konsumen. Persaingan tersebut tidak hanya persaingan bisnis di bidang manufaktur/industri tetapi juga di bidang usaha pelayanan jasa. Salah satu bentuk usaha pelayanan jasa adalah jasa kesehatan, terutama jasa rumah sakit. Hal ini terbukti semakin banyaknya rumah sakit yang didirikan baik pemerintah maupun swasta. Akibat dari perkembangan rumah sakit yang semakin pesat ini, menimbulkan persaingan yang ketat pula. Sehingga menuntut adanya persaingan atas produk dan kepercayaan pelanggan. Perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat masyarakat pengguna jasa pelayanan lebih memilih pelayanan yang praktis, pelayanan yang bermutu, sarana dan prasarana yang lengkap dan tenaga kerja yang berkualitas dan profesional, pelayanan dengan kualitas baik, sehingga dibutuhkan berbagai sumber daya yang harus diatur dengan proses manajemen secara baik. Peran tenaga atau sumber daya manusia (SDM) sangatlah penting karena tanpa adanya tenaga manusia maka sumber daya yang lain tidak mempunyai arti apa-apa. Keterlibatan SDM adalah dasar yang paling penting dalam prinsip manajemen mutu (Hidayat dkk, 2013). Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang bergerak di bidang kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat di suatu
wilayah. Sebuah rumah sakit akan memberikan pelayanan optimal manakala didukung oleh sumber daya yang berkualitas. Sumber daya manusia merupakan unsur penting karena bersifat jasa dan tidak dapat disimpan sebagai persediaan, tetapi hanya diproduksi pada saat dikonsumsi karena sumber daya manusia merupakan aset utama dalam memberikan tenaga, potensi, kreativitas, dan usaha terhadap kemajuan rumah sakit tersebut. Penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit, pelayanan rawat inap merupakan bagian pelayanan kesehatan yang cukup dominan. Karena pelayanan instalasi rawat inap merupakan pelayanan yang sangat kompleks dan memberikan kontribusi yang paling besar bagi kesembuhan pasien rawat inap. Peranan seorang perawat saat melayani pasien di rawat inap (opname) sangatlah berpengaruh terhadap kesembuhan pasien tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa perawat merupakan ujung tombak pelayanan rumah sakit karena selalu berinteraksi secara langsung dengan pasien, keluarga pasien, dokter dan tenaga kerja lainnya. Perawat mempunyai tanggung jawab yang cukup besar dan dituntut bekerja secara profesional dalam memberikan pelayanan terhadap pasien (Hariyono dkk, 2009). Posisi keperawatan merupakan posisi yang paling besar dalam suatu organisasi rumah sakit. Jumlah SDM pada posisi keperawatan hampir melebihi 50% dari seluruh karyawan rumah sakit, disamping itu beban kerja dan tugasnya lebih banyak dibanding tenaga lain, dan sifat dan fungsi tenaga ini adalah mendukung pelayanan medik berupa pelayanan keperawatan, pelayanan rontgen, dan pelayanan penunjang lainnya (Subanegara, 2005). Sebagai sebuah sistem dalam kehidupan
manusia setiap aspek saling memengaruhi dalam perubahan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia (Fathoni, 2006). Tingginya tuntutan dari pasien, perubahan teknologi yang pesat, adanya berbagai kebijakan, pengaturan internal rumah sakit dan kadang tekanan dari pihak manajemen untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dapat berdampak terhadap lingkungan kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja perawat (Rosnaniar dkk, 2013). Kompleksnya tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab perawat menyebabkan profesi perawat rentan mengalami burnout (Lailani, 2012). Adanya burnout perawat akan sangat berpengaruh pada pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien dan keluarga, membuat hubungan antar rekan kerja menjadi renggang serta timbul perasaan negatif terhadap pasien, pekerjaan dan iklim organisasi (Tawale dkk, 2011). Hal ini berdampak pada menurunnya kinerja perawat yang akhirnya berpengaruh pada kualitas mutu pelayanan. Iklim organisasi adalah lingkungan internal atau psikologis organisasi. Iklim organisasi akan mempengaruhi praktik dan kebijakan sumber daya manusia yang diterima oleh anggotanya. Penelitian Asi (2011) yang mengutip pendapat Triguni mendefinisikan iklim organisasi sebagai pandangan/persepsi terhadap kondisi kerja yang tercermin dari sikap, perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang mendorong sumber daya manusia yang terlibat dalam organisasi untuk bekerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa ada pengaruh antara iklim organisasi terhadap kinerja. Iklim organisasi yang baik dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan kinerja individu (Utami, 2005). Pada penelitian lain diketahui bahwa iklim organisasi
menjadi kekuatan utama yang mempengaruhi perilaku karyawan dalam pencapaian kinerja organisasi (Runtu dan Widyarini, 2009). Penelitian Asi (2011) juga menyimpulkan bahwa iklim organisasi dan burnout masing-masing memiliki pengaruh terhadap kinerja perawat di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. RSU Sari Mutiara Medan merupakan rumah sakit Kelas B yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yaitu; instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan, instalasi gawat darurat dan fasilitas penunjang medis lainnya. Rumah sakit ini mempekerjakan sebanyak 114 orang perawat pelaksana dengan jumlah tempat tidur 293 unit, sedangkan BOR (Bed Occupation Ratio) yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya pemanfaatan tempat tidur dimana dari tahun 2011 sampai dengan 2013 menunjukkan kecenderungan fluktuatif. Tahun 2011 sebesar 52,56%, tahun 2012 sebesar 51,40%, tahun 2013 sebesar 53,68%. Pelayanan pasien di ruang rawat inap dilakukan selama 24 jam terus menerus dengan pembagian 3 shift kerja, yaitu pagi : 08.00-14.00 WIB, siang : 14.00-20.00 WIB dan malam : 20.00-08.00 WIB. Oleh karena itu, perawat di ruang rawat inap harus memberikan pelayanan yang cepat, tepat, cermat dan terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat dengan sumber daya manusia yang terampil dan bermutu dalam melakukan pelayanan keperawatan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti laksanakan pada survei pendahuluan dengan sekitar 10 orang perawat di RSU Sari Mutiara Medan, peneliti mendapatkan penjelasan bahwa perawat yang baru bekerja di ruangan kurang diberi penjelasan tentang visi dan misi di ruangan tempat dia di tugaskan. Bahkan untuk
mengetahui tentang visi dan misi tersebut tenaga keperawatan di rumah sakit mencari tahu sendiri dan menginformasikannya kepada rekan kerja lainnya. Jika ditinjau dari komitmen, perawat mengatakan bahwa sebagian rekan kerjanya tidak serius melaksanakan tugasnya. RSU Sari Mutiara Medan mempunyai prosedur tetap (protap) kerja, sehingga perawat mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Akan tetapi perawat terlihat tidak berusaha untuk bekerja lebih baik atau tidak meningkatkan kualitas dalam bekerja, hanya melakukan pekerjaan yang rutin-rutin saja, dan kerjasama di beberapa unit kerja dirasakan kurang berjalan dengan baik hal ini terlihat dengan kosongnya status asuhan keperawatan pasien dimana perawat telah selesai bekerja namun asuhan keperawatan dan pendokumentasian tidaklah lengkap. Komunikasi juga jarang dilakukan karena pimpinan pada semua tingkatan kurang bisa bekerjasama dan cenderung tebang pilih. Agar semua tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh perawat dapat tercapai dibutuhkan iklim organisasi yang menyenangkan sehingga dapat menumbuhkan semangat kerja perawat (Meylandani, 2013). Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Asuhan keperawatan yang berkualitas perlu berorientasi pada outcome pasien yang lebih baik. Kondisi tersebut dapat ditunjang oleh sumber daya manusia yang memadai secara kualitas dan kuantitas. Hasil wawancara pada saat survei pendahuluan yang dilakukan penulis pada 15 orang pasien dan keluarganya ditemukan keluhan-keluhan yang menyatakan ketidakpuasan terhadap sikap dan perilaku tenaga keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap RSU Sari
Mutiara Medan antara lain kurang cepatnya perawat dalam membantu pasien dimana perawat terkesan membiarkan pasien tanpa ada perhatian, dan akan datang ke ruangan perawatan pasien apabila si pasien atau keluarga pasien sudah datang berulangkali memanggil ke ruang kerja perawat, perawat kurang ramah terhadap keluarga pasien, dan perawat kurang memberikan penjelasan tentang tindakan keperawatan yang dilakukan kepada pasien. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti perlu mengkaji tentang pengaruh iklim organisasi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah apakah ada pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Untuk pengembangan ilmu Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu mengenai pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap. 2. Bagi pihak rumah sakit a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak manajemen RSU Sari Mutiara Medan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan SDM khususnya yang menyangkut dampak iklim organisasi terhadap kinerja perawat b. Sebagai masukan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit khususnya di bagian ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan serta sebagai dasar untuk menyusun kebijakan yang berkaitan meningkatkan kinerja tenaga perawat. 3. Bagi Perawat Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat mengenai gambaran pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan.